Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wiyogo Prio Wicaksono
Abstrak :
Polyclonal antibodies of aflatoxin B1 were successfully produced from New Zealand White female rabbits after immunization by the hapten of aflatoxin B1-carboxymethyl hydroxylamine hemihydrochloride (AFB1-CMO) conjugated with bovine serum albumin (BSA) as the antigen. The hapten was synthesized using the carbodiimide method with CMO as a linker. Absorption peaks at 362, 264, and 218 nm were observed as a result of characterization with UV-Vis spectroscopy, while IR spectroscopy showed peaks at 3448 cm-1 and 1642 cm-1 attributable to the hydroxyl and nitrile groups, respectively. Furthermore, mass spectrometry showed fragmentation at the m/z of 386, 368.2, and 310, which confirms that the hapten of AFB1-CMO was successfully synthesized. The hapten was then conjugated with BSA to serve as an antigen of AFB1 when it was injected into the rabbits. The specificity of the antigen towards its antibody and the confirmation of hapten-BSA conjugation were characterized using the dot blot immunoassay, which showed a BSA concentration of 1.74 mg/mL. Two weeks after the primary immunization by its antigen, agar gel precipitation testing showed that the rabbit blood serum had positive results for polyclonal antibodiest against AFB1 with the highest concentration of antibodiest of 2.19 mg/mL.

Sintesa of Poliklonal Antibodi Aflatoxin B1. Antibodi poliklonal aflatoksin B1 telah berhasil diproduksi pada hewan uji kelinci betina New Zealand White setelah diimunisasi dengan hapten aflatoksin B1-carboxymethyl hydroxylamine hemihydrochloride (AFB1-CMO) yang dikonjugasikan dengan bovin serum albumin (BSA) sebagai antigen. Hapten AFB1 disintesis menggunakan metode karbodiimida dengan CMO sebagai linker. Puncak absorbansi pada 362, 264, 218 nm teramati sebagai hasil karakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Visibel, sementara dengan spektrum IR diperoleh puncak pada 3448.126 cm-1 dan 1642.451 cm-1 yang masing-masing mengindikasikan adanya gugus hidroksil dan nitril. Hasil spektrometri massa menunjukkan fragmentasi pada m/z 386, 368.2, dan 310 yang membuktikan hapten AFB1-CMO telah berhasil disintesis. Hapten ini kemudian dikonjugasikan dengan BSA agar dapat berperan sebagai antigen AFB1 ketika diinjeksikan pada kelinci. Kekhususan antigen aflatoksin B1 terhadap antibodinya dan konfirmasi konjugat hapten-BSA menunjukkan hasil positif pada uji dot blot immunoassay dengan konsentrasi BSA sebesar 1.74 mg/mL. Dua pekan setelah imunisasi primer, agar gel precipitation test menunjukkan hasil positif terhadap antibodi poliklonal AFB1 dengan konsentrasi tertinggi sebesar 2.19 mg/mL.
Universitas Indonesia, Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, 2015
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Anjang Budi Prihantoro
Abstrak :
ABSTRAK
Aflatoksin B1 AFB1 banyak dihasilkan dari produk pertanian terutama kacangkacangyang ditumbuhi jamur Aspergilus flavus pada saat proses sebelum dan paskapanen. Internasional Agency for Reasearch on cancer IARC , WHO menetapkanaflatoksin B1 sebagai senyawa yang sangat beracun dan karsinogenik bagi manusia. Olehkarena itu metode deteksi yang praktis, tidak mahal, namun akurat sangat dibutuhkanuntuk menjaga kualitas produk pertanian. Salah satunya adalah deteksi denganmenggunakan biosensor dengan menggunakan antibodi anti aflatoksin sebagaibiosensing-nya. Antibodi anti aflatoksin B1 AAB1 dapat disintesa dalam tubuh kelincidengan menyuntik kelinci dengan protein yang terikat pada aflatoksin B1 sebagaiimmunogen. Penelitian ini mengembangkan metode pemurnian AA-B1 dari serum darahkelinci untuk biosensor aflatoksin. Terdapat dua jenis metode yang digunakan, yaitumetode kromatografi afinitas menggunakan Protein A dan metode pengendapan antibodipada pH isoelektrik. Hasil pemurnian dengan protein A menghasilkan antibodi dengankemurnian lebih baik yaitu sebesar 4,0 mg/mL, sedangkan melalui pengendapan denganpH isoelektrik menghasilkan antibodi dengan kemurnian 0,3 mg/mL. AAB1 yang telahdimurnikan kemudian diuji spesifitasnya terhadap senyawa AFB1. Pada AAB1 hasilpemurnian dengan kromatografi dilakukan uji interaksi antibodi dengan senyawasenyawalain yang diperkirakan dapat mengganggu pengukuran, yaitu tetrahidro furan THF , dimetil formamida DMF , etanol, dan bovin serum albumin BSA . Hasil ujispesifisitas menunjukan adanya interaksi antara AAB1 dengan AFB1, THF, dan BSA,tetapi tidak ada interaksi dengan senyawa etanol dan DMF. Sehingga dapat disimpulkanbahwa AAB1 dari serum darah kelinci yang telah dimurnikan menggunakankromatografi dengan Protein A cukup spesifik terhadap AFB1.
ABSTRACT
Aflatoxin B1 AFB1 is produced from agricultural products especially nutsovergrown with Aspergillus flavus during the post harvest process. Aflatoxin isclassified as a highly toxic and carcinogenic substance to humans by the InternationalAgency for Research on Cancer IARC , WHO. This research was conducted on thedevelopment of Aflatoxin B1 detection method with aflatoxin biosensor usingantibody that specifically bind to aflatoxin B1.This antibody was produced byinjecting an Aflatoxin B1 CMO protein immunogen to a rabbit. Antibody wasobtained from rabbit rsquo s blood serum and purified using Protein A affinitychromatography and Precipitation at the isoelectric pH. The result showed thatPurification using protein A contains anti aflatoxin B1 antibody AAB1 of 4.0mg mL, whereas purification using precipitation at isoelectric pH contains antibody of0.3 mg mL. Pure antibody was tested for its specificity against aflatoxin B1,tertrahydro furan THF , Dimethyl formamide DMF , Bovine serum albumin BSA ,and ethanol. The result revealed that THF and BSA was bound to antibody whileethanol and DMF showed no interaction. It was concluded that the antibody have beenpurified from rabbit rsquo s blood serum using protein A affinity chromatography andprecipitation methods was specifically bound to AFB1.
2017
T48166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Aflatoksin B1 adalah salah satu jenis mikotoksin jamur yang dikenal karena efek toksik dan karsinogeniknya pada beberapa hewan coba dan manusia. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan aflatoksin B1 dalam susu dan yoghurt kemasan di wilayah Lembang, Bandung Utara, secara Kromatografi Lapis Tipis Densitometri. Kondisi optimum terdiri dari fase diam yang berupa lempeng KLT silika gel 60 F254 (Merck), ukuran 20 x 10 cm dan fase gerak berupa campuran pelarut kloroform-etil asetat (7:3). Deteksi dan kuantitasi dilakukan dengan Camag TLC scanner III, menggunakan detektor fluoresensi pada panjang gelombang eksitasi maksimum 354 nm dan emisi 432 nm. Hasil pengamatan menunjukkan data kurva kalibrasi yang linear antara 20-160 pg dengan koefisien korelasi 0,9998; batas deteksi 3,002 pg; dan batas kuantitasi 10,005 pg. Rata-rata uji perolehan kembali menggunakan matriks blangko susu dan yoghurt rasa durian sebesar 100,05% dan 98,24%. Penerapan metode ini terhadap masing-masing dua merk sampel susu murni dan yoghurt rasa buah menunjukkan tidak satupun yang tercemar aflatoksin B1.
Universitas Indonesia, 2007
S32586
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Retno Prijanti
Abstrak :
ABSTRAK Ruang lingkup dan cara penelitian: Telah dilakukan penelitian induksi kanker hati tikus dengan aflatoksin B1. Penelitian ini ingin melihat apakah asam sialat meningkat lebih dini dari AFP pada induksi kanker hati tersebut. 50 ekor tikus perlakuan diinduksi dengan intubasi lambung 42 x 20 ug aflatoksin B1 Sebagai kontrol, 50 ekor tikus diintubasi dengan sejumlah sama akuades. Pengamatan dilakukan dengan mengambil plasma dan jaringan hati setiap bulan selama 10 bulan pemeliharaan. Pada contoh uji dilakukan pengukuran kadar asam sialat, deteksi AFP plasma dan pengamatan histopatologis jaringan hati. Pengukuran kadar asam sialat dilakukan dengan cara spektrofotometri, sedangkan deteksi AFP dengan cara ELISA. Pengukuran AFP dengan teknik ELISA memerlukan antigen AFP dan antibodi anti AFP tikus, yang ternyata tidak tersedia dipasaran. Antibodi anti AFP dibuat dengan imunisasi kelinci menggunakan protein amnion. Setelah imunisasi ke 3 titer antibodi sebesar 1280, setelah imunisasi ke 5 sebesar 2560. Purifikasi antibodi dilakukan dengan kolom imunoafinitas AminoLink. Purifikasi AFP dari amnion dilakukan dengan kolom afinitas Cibacron Blue. Uji statistik yang dipakai untuk analisis hasil adalah analisis Marian dua arah, dengan batas kemaknaan p<0,05. Hasil dan kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar asam sialat plasma kelompok tikus perlakuan berbeda bermakna dengan kelompok kontrol sejak bulan pertama (p<0,05). Deteksi AFP menunjukkan peningkatan AFP pada kelompok tikus perlakuan dan tidak pada kelompok tikus kontrol sejak bulan pertama (p<0,05). Pengamatan histopatologis menunjukkan adanya perubahan yang dapat menuju kearah keganasan. Dengan demikian hasil pengamatan petanda tumor pada tikus yang diinduksi kanker hati menunjukkan bahwa baik kadar AFP maupun asam sialat meningkat pada waktu dini, satu bulan setelah induksi dengan aflatoksin B1 .
ABSTRACT Determination of The Earliness of Rat Plasma α-Fetoprotein (AFP) and Sialic Acid Levels as Tumor Markers in the Process of Liver Carcinogenesis Induction By Aflatoxin B1 (AFB1) Scope and method of study: An experimental study of aflatoxin B1 induced liver carcinogenesis has been done. The aim oh this study was to prove the increase of plasma sialic acid level is earlier than the AFP level in liver carcinogenesis. Fifty rats that were treated with daily intubations of 20 gg for a period of 42 days. Fifty control rats were intubated with equal volumes of aquadest. Observation of the plasma and liver tissues were done every month, including measurement of plasma AFP, sialic acid level, and histopatology of the liver tissue. Sialic acid level was done by spectrophotometric technique, and ELISA technique was used for the detection of plasma AFP. The ELISA technique for rat AFP needs rat AFP antigen and antibody anti rat AFP which were not available from chemical suppliers. The antibody anti rat AFP was developed by immunization of rabbits with rat amniotic protein. After the 3rd immunization, rabbit antibody anti rat amniotic titter was 1280, and after the 5th immunization 2560. Antibody purification was done by immunoaffinity chromatography column (AminoLink). Purification of the rat AFP from amniotic fluid was done by affinity chromatography column (Cibacron Blue). The result were analyzed by Analysis of varians, with p<0,05. Results and conclusions: The results showed that the plasma sialic acid level of rats treated with aflatoxin B1 were significantly different from that of the control rats, p<0,05. Besides, plasma AFP was detected in the treated rats, but not in the control rats, from the first month. The histopathologic observation of the treated rat livers showed that there were changes that could lead to neoplastic livers. Both plasma and sialic acid levels were seen early, starting from the first month after induction of carcinogen by aflatoxin B1.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library