Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Mochamad Zain Anggriadi
Abstrak :
Latar Belakang: Celah langit-langit merupakan salah satu kelainan bawaan yang banyak terjadi. Alpha-smooth muscle actin (ASMA) adalah actin isoform yang dominan di dalam sel-sel otot halus dan berperan penting dalam proses fibrogenesis. Diferensiasi fibroblast menjadi myofibroblast merupakan proses kunci dalam penyembuhan luka dan repair jaringan, namun berbahaya untuk fungsi jaringan apabila berlebihan seperti hypertrophic scars (jaringan parut). Dalam kesembuhan luka Angiogenesis sangat penting untuk penyediaan oksigen dan nutrisi ke sel jaringan yang terluka dan membaginya sel tumor yang memiliki kebutuhan metabolik tinggi, angiogenesis dirangsang oleh vascular endothelial growth factor (VEGF). Faktor aktivitas ASMA dan VEGF yang mempengaruhi pembentukan jaringan parut pasca tindakan yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan maksila. Tujuan: Dapat Mengetahui ekpresi ASMA dan VEGF pada pasien celah langit langit inkomplit, unilateral  dan bilateral non sindromik. Metode: Pada penelitian ini dilakukan studi deksripstif laboratorik Ekpresi ASMA dan VEGF dengan pemeriksaan imunohistokimia ASMA dan VEGF terhadap jaringan mukosa pasien langit – langit inkomplit, unilateral dan bilateral serta dilakukan pemeriksaan foto klinis pada minggu pertama, ketiga dan keempat dimana pengambilan jaringan dilakukan unit Celah Bibir dan Langit-Langit RSAB Harapan. Hasil: Dilakukan pengambilan jaringan pasien 4 pasien celah langit – langit non sindromik. Satu pasien celah langit – langit bilateral non sindromik, satu pasein celah langit – langit inkomplit non sindromik dan dua pasien celah langit – langit unilateral non sindromik. Hasil pemeriksaan imunohistokimia pada pasien  celah langit – langit bilateral non sindromik lebih tinggi dibandingkan dengan pasien celah langit – langit unilateral dan inkomplit. Pada pemeriksaan foto klinis didapatkan kesembuhan luka pada keempat pasien tercapai dalam waktu empat minggu. Kesimpulan: Terdapat perbedaan ekspresi gen ASMA dan VEGF di jarigan mukosa palatum pada kasus pasien celah langit – langit inkompilt, unilateral dan bilateral non sindromik yang berpengaruh terhadap kecepatan kesembuhan luka pasca operasi palatoplasti primer. Peningkatan ekspresi asma akan menyebabkan peningkatan luasan terjadi gagalan fusi antara prosessus palatinus. ......Background: Cleft palate is one of the many congenital abnormalities that occur. Alpha-smooth muscle actin (ASMA) is the dominant actin of isoform in the smooth muscle cells and plays an important role in the process of fibrogenesis. Differentiation of fibroblasts into myofibroblasts is a key process in wound healing and tissue repair, but is harmful to tissue function when overuse such as hypertrophic scars. In wound healing Angiogenesis is essential for the supply of oxygen and nutrients to injured tissue cells and dividing tumor cells that have high metabolic requirements, angiogenesis stimulated by vascular endothelial growth factor (VEGF). ASMA and VEGF activity factors that influence the formation of post-action scarring which may cause impairment of maxillary development. Objectives: Can be known for ASMA and VEGF expression in incomplete, unilateral and non-syndromic bilateral cleft palate patients. Methods: In this study a laboratory deksripstif study of ASMA and VEGF expression was performed with ASMA and VEGF immunohistochemistry examination of mucosal tissue of incomplete, unilateral and bilateral cleft palate patients as well as clinical photo examination in the first, third and fourth week where tissue taking was performed at Celah Bibir dan Langit-Langit RSAB Harapan kita. Results: Conducted tissue retrieval patients 4 patients cleft palate non-syndrome. One patient had a non syndromic bilateral cleft palate, one patient non syndromic incomplete cleft palate and two non syndromic unilateral cleft palate patients. Immunohistochemical examination results in non-syndromic bilateral cleft palate  higher than with unilateral and incomplete cleft palate patients. At the clinical photo examination, the wound healing in all four patients was achieved within four weeks. Conclussion: There is a difference in ASMA and VEGF gene expression in the palatum mucosa in the case of incomplete, unilateral and bilateral non syndromic cleft patients affecting the rate of wound healing following primary palatoplasty surgery. Increased expression of asthma will cause an increase in the extent of fusion failure between the palatinus process.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhwanuliman Putera
Abstrak :
Latar Belakang: Fibrosis dalam bentuk adhesi jaringan maupun jaringan parut teregang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi luaran hasil operasi strabismus. Obat golongan anti-inflamasi non-steroid, salah satunya natrium diklofenak, merupakan obat yang mampu menekan proses inflamasi sehingga dipikirkan dapat memodulasi penyembuhan luka, termasuk fibrosis pada otot ekstraokular pasca operasi strabismus. Tujuan: Membandingkan efek pemberian diklofenak sediaan oral atau tetes mata 0,1% terhadap pembentukan fibrosis pasca operasi strabismus pada hewan coba kelinci model. Metodologi: Penelitian eksperimental ini dilakukan pada kelinci model yang dilakukan operasi reses otot rekrus superior. Dilakukan randomisasi acak terkontrol tiga kelompok dengan membagi kelinci menjadi: kelompok dengan terapi diklofenak oral 2 x 5 mg/kg selama 3 hari (kelompok A), tetes mata natrium diklofenak 0,1% 3x sehari selama 3 hari (kelompok B), dan kontrol (kelompok C). Setelah hari ke-14 pasca operasi, dilakukan enukleasi lalu dinilai skor adhesi makroskopik, histopatologi inflamasi (haematoxylin & eosin), skor adhesi mikroskopik dan persentase area fibrosis (Masson’s trichrome), serta ekspresi α-smooth muscle actin (α-SMA, imunohistokimia) oleh ahli patologi anatomik menggunakan penilaian semi-kuantitatif dan kuantitatif (ImageJ) dengan nilai reciprocal staining intensity (RSI). Hasil: Enam kelinci (12 mata) terbagi dalam tiga kelompok perlakuan. Tidak terdapat perbedaan skor adhesi makroskopik (p=0,13), adhesi mikroskopik (p=0,28), dan histopatologi inflamasi (p=0,26). Persentase area fibrosis kelompok diklofenak tetes mata (12,44 % (8,63 – 18,29)) lebih sedikit dibandingkan kelompok diklofenak oral (26,76 % (21,38-37,56)) maupun kontrol (27,80 % (16,42 – 36,28); uji Kruskal-Wallis p = 0,04, post-hoc kelompok oral vs tetes mata p = 0,03 dan kelompok tetes mata vs kontrol p=0,04). Penilaian ekspresi α-SMA semi-kuantitatif tidak dijumpai perbedaan antar ketiga kelompok. Analisis RSI mendapatkan bahwa kelompok diklofenak tetes mata memiliki ekspresi α-SMA yang lebih rendah (diklofenak tetes mata = 174,08 ± 21,78 vs diklofenak oral = 206,50 ± 18,93 vs kontrol = 212,58 ± 12,06; one-way ANOVA p = 0.03; post-hoc bonferroni diklofenak tetes mata vs kontrol p= 0,04). Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan skor adhesi makroskopik, mikroskopik, serta histopatologi inflamasi antara kelompok perlakuan diklofenak oral, diklofenak tetes mata, maupun kontrol. Pemberian diklofenak tetes mata 0,1% menunjukkan penurunan area fibrosis dibandingkan kelompok diklofenak oral maupun kontrol. Melalui penilaian RSI, terdapat penurunan ekspresi α-SMA dengan pemberian diklofenak tetes mata 0,1%.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Handayani
Abstrak :
Latar Belakang: Magnesium ECAP mempunyai sifat mekanis yang baik danpengaruh osteoanabolik, namun magnesium memiliki sifat korosif.Imunohistokimia mengidentifikasi respon proses korosi dengan melihat jejakjaringan sekitar. Metode: Tulang femur dipasang miniplate dan screwdikelompokkan 1-3-5 bulan. Tulang kontrol diambil pada sisi berlawanan. Hasil Imunohistokimia dinilai dengan skoring. Data diuji nonparametrik dengan tingkatkepercayaan 99. Hasil: Perbedaan bermakna kelompok perlakuan dengankelompok kontrol p=0,000 . Peningkatan pembentukan trabekula dan responosteogenesis. Peningkatan revaskularisasi dan reaksi kluster diferensiasi terhadapgas poket hingga bulan ke-3. Kesimpulan: Respon jaringan sekitar tertoleransi dengan terjadinya peningkatan osteogenesis, tidak ditemukannya jaringannekrosis, dan penurunan nilai gas poket. ......Background : ECAP processed magnesium has an excellent mechanicalproperties and osteoanabolic effect. However metal materials are known to havecorrosive nature, and magnesium was no exception. Immunohistochemistry is ableto identify corrosion process response in living organism by looking into its tracesin surrounding tissus. Methods : The femur bone samples were implanted byECAP processed magnesium miniplate and screw for 1, 3, and 5 months. Theopposing femur was left alone as control samples. Afterwards,immunohistochemical staining results were scored and tested using nonparametrictests with confidence interval of 99. Results : Significant differences werefound between treatment groups and control groups p=0.000. The increase oftrabeculae formation and osteogenesis responses also revascularisation anddifferentiation clusters to gas voids are observed well into the 3 month samples. Conclusion : Surrounding tissue responses are tolerated as shown by the increaseof osteogenesis, untraceable necrotic tissues, and the decrease in gas voids score.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Yuniati
Abstrak :
ABSTRACT
Actin is a major component of the plant cytoskeleton, so all cells contain this protein. Actin is expressed constitutively and is involved in basic housekeeping functions required for cell maintenance. Because of this, it has been frequently used as an internal control to normalize changes in gene expressions analysis. Actually, the information of nucleotide sequence of actin gene of Jatropha curcas L. population IP-2P from Indonesia is not available yet. The objective of this research was to isolate, clone and characterize cDNA of actin genes of J. curcas IP-2P. Three partial actin gene sequences had been successfully isolated by PCR using total cDNA as template, and actin primer designed from conserved region of Arabidopsis thaliana. Nucleotide sequence analysis showed that the length of JcACT fragment is 610, 534, and 701 bp encoding 203, 177, and 234 amino acids respectively. Local alignment analysis based on mRNA sequences shows that JcACT fragment shares 98% similarity with actin mRNA of Hevea brasiliensis and 99% with actin mRNA of Ricinus communis. Based on deduced amino acid sequence, JcACT is 100% identical to acting from Prunus salicina, Gossypium hirsutum, and Betula luminifera. Even though these clones of cDNA are not completed yet, they can be used as reference in J. curcas L. gene expression analysis.
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI;Institut Pertanian Bogor. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati & Bioteknologi;Institut Pertanian Bogor. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati & Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati & Bioteknologi], 2011
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Pauline Tamba
Abstrak :
Latar Belakang. Kelahiran bayi prematur di Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia. Sebanyak 50% bayi prematur memiliki risiko kematian yang lebih tinggi akibat infeksi, dimana 90% diantaranya disebabkan oleh infeksi saluran cerna. Hal ini dikaitkan dengan imaturitas saluran cerna. Spermin, senyawa poliamin, diketahui berperan penting dalam proliferasi, pertumbuhan, serta diferensiasi sel. Pada saluran cerna, spermin diketahui berinteraksi dengan protein penyusun barier usus dan berperan penting dalam penyembuhan luka serta sistem imun. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai efek spermin selama masa gestasi, sehingga efek spermin terhadap maturasi usus in utero menjadi penting untuk diketahui. Tujuan. Untuk mengetahui pengaruh suplementasi spermin dalam diet terhadap maturasi protein tight junction selama masa gestasi yang berbeda pada kelinci. Metode Penelitian. Desain penelitian merupakan studi analitik eksperimental menggunakan hewan coba kelinci New Zealand White (Oryctolagus cuniculus), yang dilakukan di Laboratorium Hewan Coba Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbangkes Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Departemen Histologi FKUI, Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler FKUI, dan Laboratorium Terpadu FKUI mulai dari bulan Oktober 2018 - September 2019. Setelah dilakukan anestesis umum, sampel jaringan usus halus janin kelinci diambil dan dibagi dalam 6 kelompok yang terdiri dari kelompok perlakuan (dengan suplementasi spermin 20 mg/kgBB) dan kelompok tanpa perlakuan (tanpa suplementasi spermin), masing-masing kelompok berasal dari induk kelinci dengan usia gestasi 24 hari, 26 hari, dan 28 hari. Jumlah masing-masing kelompok adalah 4 induk gestasi dengan berat badan berkisar antara 3-3,5 kg dengan janin berkisar 5-9 ekor per induk gestasi. Jaringan usus halus dari setiap kelompok diambil untuk pemeriksaan biokimia menggunakan teknik ELISA untuk β-actin, β-catenin, dan occludin, serta pemeriksaan histomorfologi dengan pewarnaan hematoxyllin-eosin. Analisis statistik menggunakan uji Mann-Whitney U, uji Chi Square dengan uji Fisher untuk data proporsi, dan uji korelasi Spearman untuk data numerik. Hasil. Tidak ditemukan perbedaan konsentrasi β-actin, β-catenin, dan occludin antar kelompok perlakuan dan non perlakuan. Pada kelompok perlakuan dan tidak pada kelompok non-perlakuan, ditemukan adanya korelasi positif bermakna antara konsentrasi β-actin dan β-catenin, β-actin dan occludin, serta β-catenin dan occludin. Hasil skoring maturasi barier pada kelompok dengan suplementasi spermin pada usia gestasi 24 dan 26 hari mendekati kelinci aterm. Simpulan. Suplementasi spermin dalam diet selama masa gestasi memperbaiki interaksi antar molekul tight junction pada janin kelinci prematur. ......Background. Indonesia is ranked 5th as a country with premature births. Half of the premature infants carry higher risks of death, in which 90% are due to gastrointestinal tract infection — these cases associated with the immaturity of the gastrointestinal tract system. Spermine is a polyamine molecule known for its essential role in cell proliferation, growth, and differentiation. Previous studies reported that spermine could interact with junctional proteins in the small intestine and responsible for maintaining the intestinal barrier integrity. However, to date, the efficacy of dietary spermine supplementation during the gestation period in utero remains unclear. Thus, an investigation is required. The purpose of the present study is to investigate the mechanism of spermine in improving intestinal villi barrier in premature rabbit fetus. Aim. To investigate the effect of spermine supplementation in diet on the maturation of intestinal tight junction proteins during different rabbit gestation period. Method. This study was an analytical, experimental study on New Zealand White Rabbits (Oryctolagus cuniculus) as animal models, performed at Laboratorium Hewan Coba Puslitbang Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbangkes Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Departments of Histology FKUI, Department of Biochemistry and Molecular Biology FKUI, and Integrated Laboratory FKUI, from October 2018 until September 2019. Following general anesthesia, rabbit fetal intestinal specimens were taken and divided into six groups, consisting of groups given the intervention (spermine 20 mg/kg BW supplementation) and groups without intervention, each group based on the gestation period of 24 days, 26 days, and 28 days. β-actin, β-catenin, and occludin of ileal portion were determined and was stained by hematoxyllin-eosin for histomorphological assessment. Statistical analysis was carried out using the Mann-Whitney U test, Chi-Square test with Fisher test for data proportion, and Spearman’s rank correlation for numeric data. Results. There was no significant difference for β-actin, β-catenin, dan occludin concentration between groups with- and without spermine supplementation. Significantly positive correlation was obtained in the groups with- but not in the groups without spermine supplementation, between concentration of β-actin and β-catenin, β-actin and occludin, as well as β-catenin and occludin. The barrier scoring of ileal histomorphology in groups with spermine supplementation at gestation period of 24 dan 26 days were similar to a mature fetus. Conclusion. Spermine supplemented diet given during the gestation period improves the interaction between proteins composing tight junction in premature fetal rabbits.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library