Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mouleidi Dwi Putri
Abstrak :
Kultur in vitro dapat menjadi solusi alternatif untuk memperbanyak Acrolejeunea fertilis. Studi kultur in vitro gametofit lumut daun sering mengalami kendala dalam proses sterilisasi. Hal ini disebabkan tingginya kontaminasi dan struktur gametofit lumut yang mudah rusak setelah terpapar disinfektan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan metode sterilisasi mana yang lebih baik dalam menekan kontaminasi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua metode sterilisasi. Metode sterilisasi 1 terdiri dari kontrol dan 6 kombinasi perlakuan, yaitu konsentrasi Bayclin (1,00%, 1,25%, dan 1,50%) dan waktu pemaparan (60 detik dan 120 detik), disertai dengan penambahan Tetrasiklin 2,5 mg / 2,5 mg. ml. Metode sterilisasi 2 terdiri dari kontrol dan 2 perlakuan yaitu waktu pemaparan Bayclin sebesar 1,25% (60 detik dan 120 detik), disertai dengan penambahan alkohol 35%, Dithane 1%, dan Tetrasiklin 2,5 mg / ml. Setiap kelompok pada kedua metode sterilisasi terdiri dari 10 botol sampel yang masing-masing berisi 3 eksplan. Parameter kualitatif yang diamati adalah lokasi dan jenis kontaminasi, warna, dan pertumbuhan eksplan. Parameter kuantitatif meliputi persentase pencemaran, persentase jenis dan lokasi pencemaran, serta jumlah cabang yang tumbuh pada eksplan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sterilisasi metode 1 memiliki tingkat pencemaran yang lebih tinggi dibandingkan sterilisasi metode 2 pada hari ke-7 setelah tanam (H7). Jenis pencemaran internal yang paling banyak ditemukan pada metode sterilisasi 1 adalah jamur, sedangkan metode sterilisasi 2 adalah bakteri. Penggunaan Bayclin dengan kisaran konsentrasi 1,00% - 1,50% pada metode sterilisasi 1 menyebabkan eksplan cenderung menguning. Warna eksplan cenderung coklat dengan penambahan alkohol 35% dengan waktu pajanan 30 detik pada metode sterilisasi 2. Pertumbuhan cabang pada beberapa eksplan pada kelompok perlakuan metode sterilisasi 1 sudah terjadi sejak H7, meskipun terjadi terkontaminasi dan mengalami pencoklatan. Sedangkan metode sterilisasi 2 belum menunjukkan adanya pertumbuhan cabang hingga H7 sehingga viabilitas eksplan diragukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode sterilisasi 2 lebih baik dalam menekan kontaminasi dibandingkan dengan metode sterilisasi 1. Namun demikian, viabilitas eksplan masih diragukan sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. ......In vitro culture can be an alternative solution to multiply Acrolejeunea fertilis. In vitro culture studies of moss gametophyte often experience problems in the sterilization process. This is due to the high contamination and the structure of the moss gametophyte which is easily damaged after being exposed to disinfectants. The aim of this study was to determine which sterilization method is better at suppressing contamination. This research was conducted using two sterilization methods. Sterilization method 1 consists of control and 6 treatment combinations, namely Bayclin concentration (1.00%, 1.25%, and 1.50%) and exposure time (60 seconds and 120 seconds), accompanied by the addition of 2.5 mg Tetracycline / 2.5 mg. ml. Sterilization method 2 consisted of control and 2 treatments, namely the exposure time of 1.25% Bayclin (60 seconds and 120 seconds), accompanied by the addition of 35% alcohol, 1% Dithane, and 2.5 mg / ml of Tetracycline. Each group in both sterilization methods consisted of 10 sample bottles containing 3 explants each. The qualitative parameters observed were the location and type of contamination, color, and growth of the explants. The quantitative parameters include the percentage of pollution, the percentage of the type and location of pollution, and the number of branches that grow on the explants. The results showed that sterilization method 1 had a higher contamination level than sterilization method 2 on the 7th day after planting (H7). The type of internal contamination that was mostly found in sterilization method 1 was fungi, while sterilization method 2 was bacteria. The use of Bayclin with a concentration range of 1.00% - 1.50% in sterilization method 1 causes the explants to tend to turn yellow. The color of the explants tended to be brown with the addition of 35% alcohol with an exposure time of 30 seconds in the sterilization method 2. Branch growth on several explants in the sterilization method 1 treatment group had occurred since H7, although it was contaminated and experienced browning. Meanwhile, sterilization method 2 has not shown any branch growth up to H7 so that the viability of the explants is doubtful. So it can be concluded that sterilization method 2 is better at suppressing contamination than sterilization method 1. However, the viability of the explants is still in doubt so that further research is needed.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhifa Tazkia Ramadhani
Abstrak :
Acrolejeunea fertilis merupakan lumut hati bentuk daun yang termasuk dalam famili Lejeuneaceae dengan potensi yang luas namun memiliki biomassa terbatas. Kultur in vitro merupakan solusi untuk perbanyakan A. fertilis. Pengaplikasian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dengan variasi konsentrasi pada medium ½ MS diharapkan dapat meningkatkan persentase pertumbuhan A. fertilis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kombinasi dan konsentrasi ZPT yang optimum untuk kultur in vitro A. fertilis. Jenis ZPT yang digunakan yaitu 2,4- Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) dan Kinetin dengan 12 variasi konsentrasi yaitu 0—1 mg/L untuk 2,4-D dan 0— 2 mg/L untuk Kinetin. Setiap perlakuan terdiri dari 14 ulangan. Pengamatan kualitatif berupa perubahan warna eksplan, pertumbuhan tunas, dan keberadaan kontaminasi. Pengamatan kuantitatif berupa persentase pertumbuhan tunas, rerata panjang tunas, jumlah tunas yang muncul dari setiap eksplan, serta persentase kontaminasi. Data jumlah eksplan yang membentuk tunas dan data panjang tunas dianalisis menggunakan ANOVA satu arah dan dilanjutkan Duncan Multiple Range Test (DMRT), α 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi jumlah tunas yang tumbuh dari setiap ekpslan yang merespons. Penambahan Kinetin dengan konsentrasi 0,1—1 mg/L dan 2,4-D 1 mg/L menghasilkan pertumbuhan tunas yang paling signifikan. Pengaplikasian ZPT dengan kombinasi dan konsentrasi yang tepat mampu meningkatkan pertumbuhan tunas gametofit A. fertilis ......Acrolejeunea fertilis is a leavy liverwort, part of Lejeuneaceae with lots of potensials yet its biomass is limited. In vitro culture might be an alternative solution for A. fertilis’ multiplication. The application of growth regulator in ½ MS culture media are expected to increase A. fertilis’ shoot growth. The aim of this work is to discover the optimum concentration of growth regulator for A. fertilis’ in vitro culture. Type of growth regulators used in this research were 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) and Kinetin with 12 different concentration, range of 0—1 mg/L for 2,4-D and 0—2 mg/L for Kinetin. The qualitative parameters observed in this research were explant’s pigmentation, shoot growth, and presences of contaminations. The quantitative parameters were shoot growth percentage, average shoot length, number of shoots emerged , and percentage of contaminations. All data were analyzed with One Way ANOVA and Duncan Multiple Range Test (DMRT), α 0,05. Results showed that there were variations in shoot growth per explant. Addition of 0,1—1 mg/L Kinetin and 2,4-D 1 mg/L was the most significant concentrations for A. fertilis’ shoot growth. Addition of growth regulator with exact concentration to ½ MS media considered to increase shoot growth of A. fertilis.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library