Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Madioti
"Abu dasar merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari proses pembakaran baru bara. Penggunaan abu dasar sebagai bahan dasar dapat membantu peningkatan produksi beton geopolimer dan juga mengurangi limbah abu dasar serta mengurangi polusi udara yang bersumber dari pembuatan semen portland umumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh pemanfaatan campuran pasir dan abu dasar sebagai pengganti agregat halus terhadap sifat mekanis mortar geopolimer dengan memanfaatkan metode pencampuran basah. Penelitian ini memiliki 3 fasa yang terdiri dari penelitian pada material penyusun, pasta geopolimer, dan mortar geopolimer. Pada pembuatan pasta geopolimer dengan perbandingan 20%, 30%, dan 40% aktivator terhadap abu terbang; lalu diuji kemampuan menahan beban menggunakan beban tetap. Hasil pengujian menunjukkan pasta geopolimer dengan kadar aktivator 40% memiliki kemampuan menahan beban yang lebih baik dibandingkan pasta geopolimer dengan kadar 20%. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan mortar geopolimer dengan perbandingan pasir dan abu dasar, variasi rasio air, dan variasi umur tekan. Hasil penelitian mortar menunjukkan mortar dengan kadar lebih dari 37,5% memiliki nilai kuat tekan sekitar 8 Mpa hingga 9 Mpa. Penelitian variasi kadar air menunjukkan peningkatan kadar air mengakibatkan penurunan nilai kuat tekan. Penelitian terkait faktor umur menunjukkan peningkatan kuat tekan hingga 68,3% sebanding dengan tingkat kebasahan mortar.

Bottom-ash is one of waste produced from coal combustion process. Bottom-ash utilization as raw material can help increasing production of geopolymer concrete and reducing bottom-ash waste and air pollution from ordinary portland cement production process. This research aim is to observe the effect of sand and bottom-ash mixture as fine aggregate on mechanical properties of geopolymer mortars using wet mix methods. This research includes 3 phase which include research on raw material, geopolymer paste, and geopolymer mortars. On making process of geopolymer paste with (20%, 30% and 40%) of activator to fly-ash, then assessed using fixed load. The result showed the geopolymer paste with 40% activator ratio have more strength to hold load than geopolymer paste with 20% activator ratio.Next, continued on geopolymer mortars making with ratio variation of sand and bottom-ash, water ratio variation, and age factor. The research result showed mortars with bottom-ash ratio more than 37,5% have similar compressive strength around 8 Mpa to 9 Mpa. Research about water ratio variation showed increased water content causing reduced compressive strength. Research about age factor showed incresing compressive strength upto 68,3% proportional to mortar dampness.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Fajar Hermansyah
"Akhir-akhir ini, industri semen dan beton semakin sering disorot, khususnya oleh para pecinta lingkungan. Ini disebabkan emisi karbon dioksida, komponen terbesar gas rumah kaca, yang dihasilkan dari proses kalsinasi kapur dan pembakaran batu bara. Isu lingkungan ini tampaknya akan memainkan peran penting dalam kaitan dengan isu pembangunan berkelanjutan di masa mendatang. Hal ini menuntut para ilmuwan dan engineer untuk mencari cara untuk mengurangi emisi karbon dioksida, misalnya dengan mengurangi penggunaan semen dalam konstruksi.
Perkembangan mutakhir yang menjanjikan saat ini adalah penggunaan abu terbang sepenuhnya sebagai pengganti semen portland lewat proses yang disebut polimerisasi anorganik (geopolimer). Kegunaan abu terbang pada sejumlah proyek infrastruktur selain lebih ramah lingkungan, mengurangi jumlah energi yang diperlukan karena berkurangnya pemakaian semen portland, lebih awet dan lebih murah, bahan ini juga tetap menunjukkan perilaku mekanik memuaskan.
Dalam penelitian ini material geopolimer menggunakan bahan dasar abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) sebagai pengganti agregat halus, dimana bahan-bahan tersebut diklasifikasikan sebagai limbah B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.18 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 85 Tahun 1999.

Recently, industry cement and concrete progressively is often floodlighted, specially by environmental community. This is caused by carbon dioxide emission, biggest component of glasshouse gas, is yielded of process tilery calsinasion and coal combastion. This environmental issue seems will play important role in relation to issue development of have continuation in period to come. This matter claim man of sciences and engineer to look for the way to lessen the carbon dioxide emission, for example by lessening usage of cement in construction.
Recent growth which promise in this time is usage of fly ash fully in the place of cement portland pass the process of so-called inorganic polymerize (geopolymer). Usefulness of fly ash at a number of infrastructure projects besides friendlier environment, lessen the amount energy needed because decreasing of usage of cement portland, more cheaper and durabel, this materials also fixed show behavior of mechanic characteristic.
In this research, geopolymer material use the elementary materials fly ash and bottom ash in the place of smooth aggregate, where the materials is classified as waste B3 pursuant to PP No.18 1999 and PP No. 85 1999.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35793
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fadil Akbar
"Pembakaran sampah padat kota (MSW) menghasilkan abu dasar pembakaran (IBA), residu padat yang kaya akan logam dan dapat didaur ulang. Penelitian ini berfokus pada peningkatan pemulihan logam dari IBA melalui perlakuan suhu tinggi. IBA magnetik dikenakan proses termal menggunakan tungku induksi pada suhu 1600°C, dengan berbagai kombinasi karbon dan besi cor sebagai aditif. Material yang dihasilkan dianalisis untuk mengevaluasi fraksi slag dan logam, dengan fokus pada mengoptimalkan hasil logam. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa penambahan karbon meningkatkan pembentukan slag, sementara besi cor mempromosikan pemulihan komponen logam. Analisis metalografi mengungkapkan fase slag yang berbeda dan komposisi unsur berdasarkan aditif yang digunakan. Fluoresensi sinar-X (XRF) dan mikroskop elektron pemindai (SEM) digunakan untuk menilai komposisi kimia dan struktur mikro dari sampel slag dan logam. Analisis neraca massa lebih lanjut mengonfirmasi pengaruh aditif terhadap efisiensi pemulihan logam. Penelitian ini menunjukkan potensi untuk mengoptimalkan pemulihan logam dari IBA, berkontribusi pada praktik pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan konservasi sumber daya.

Incineration of municipal solid waste (MSW) produces incinerator bottom ash (IBA), a solid residue rich in metals that can be recycled. This study focuses on enhancing metal recovery from IBA through high-temperature treatment. Magnetic IBA was subjected to a thermal process using induction furnaces at 1600°C, with various combinations of carbon and cast iron as additives. The resulting materials were analyzed to evaluate slag and metallic fractions, with a focus on optimizing metal yield. The experimental results indicated that the addition of carbon increased slag formation, while cast iron promoted the recovery of metallic components. Metallographic analysis revealed distinct slag phases and elemental compositions based on the additives used. X-ray fluorescence (XRF) and scanning electron microscopy (SEM) were employed to assess the chemical composition and microstructures of both slag and metallic samples. Mass balance analysis further confirmed the influence of the additives on metal recovery efficiency. This research demonstrates the potential for optimizing metal recovery from IBA, contributing to sustainable waste management practices and resource conservation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library