Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hanifah Nur Fadhila
Abstrak :
Representasi media tentang disabilitas kerap kali dihadapkan dalam masalah misrepresentasi dan penggunaan bingkai yang merendahkan jika bukan mengenai masalah kurangnya representasi. Paralimpiade sebagai salah satu ajang terbesar dalam olahraga berpotensi membawa visibilitas mengenai disabilitas serta menjadi daya tarik besar bagi industri media. Namun, diskursus mengenai disabilitas telah lama berada dalam norma ableist. Maka dari itu, tulisan ini bertujuan untuk melihat lebih jauh mengenai ableism yang muncul dalam representasi Paralimpian atau atlet dengan disabilitas pada film dokumenter Rising Phoenix mengenai Paralimpian dan pengalamannya pada Paralimpiade. Temuan data yang didapat dari metode analisis diskursus kritis (CDA) dari Norman Fairclough menunjukkan bahwa representasi Paralimpian dalam film tersebut menunjukkan adanya mekanisme supercrip yang dibangun di sekitar Paralimpian. Hal ini ditemukan dalam penggunaan bahasan superlatif dan narasi pahlawan super. Menggunakan teori medan Bourdieu sebagai landasan teoretis, praktik representasi ini dapat dilihat sebagai ableism dan beroperasi serupa dengan apa yang disebut Bourdieu sebagai “medan”. Oleh karena itu, ableism memiliki kuasa untuk mengkonstitusi diskursus seputar disabilitas sekaligus mengkonstruksi dominasinya melalui kekerasan simbolik. Jenis kekerasan ini dilakukan dan dipertahankan oleh industri budaya karena merupakan sarana untuk menghasilkan keuntungan. Lebih dari itu, proses diskursif ini dapat dilihat sebagai hubungan yang merugikan dalam kriminologi konstitutif dan begitu pula konstruksi yang membangunnya. ......Media representation of disability often time is met with the problem of misrepresentation and degrading portrayals if not always about underrepresentation. Paralympics as one of the biggest events in sports has the potential to attract the visibility on disability issues as well as a big attraction for the media industry. However, the discourse of disability has long been about othering disability underlying an ableist norm. To further examine this problem, this thesis aims to analyze how ableism appears in the way the Paralympians is represented in Rising Phoenix, a documentary film about Paralympians and their experience with Paralympics. The finding gained from Fairclough’s Critical Discourse Analysis (CDA) method shows that Paralympian is represented through a supercrip mechanism in Rising Phoenix. This is evident in the usage of superlative language and superhero narrative. Using Bourdieu’s field theory as the theoretical foundation, this practice of representation can be seen as ableism and operates correspondingly with what Bourdieu called a “field”. Therefore, ableism has the power to constitute the discourse around disability as well as construct its domination through symbolic violence. This type of violence is being performed and sustained by the cultural industry as a means of generating profit. Moreover, this discursive process can be considered as harmful relation in constitutive criminology and so is the construction that builds it.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranaa Arfahunnisaa
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai pengaruh adanya praktik ableism pada penyandang disabilitas netra terhadap terhambatnya pemenuhan hak politik penyandang disabilitas netra pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017. Hambatan yang dihadapi pemilih penyandang disabilitas netra tetap terjadi meskipun Undang-Undang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang mengedepankan perspektif disabilitas telah disahkan dan telah turut memperkuat regulasi penyelenggaran Pilgub DKI Jakarta 2017. Penelitian ini berusaha menganalisis penyebab tidak terfasilitasinya secara penuh penyandang disabilitas netra tersebut melalui analisis menggunakan Critical Disability Theory (CDT). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan mengumpulkan data primer lewat wawancara mendalam kepada informan terkait serta menggunakan data sekunder dari tinjauan literatur yang relevan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Hasil temuan menunjukkan bahwa terjadi ableism yang berasal dari lingkungan eksternal seperti pengetahuan petugas KPPS di TPS sehingga kebutuhan penyandang disabilitas netra sebagai pemilih menjadi terpinggirkan. Selain itu, ableism juga datang dari internal keluarga disabilitas yang menghambat tahap pendataan penyandang disabilitas netra sebagai calon pemilih. Hal ini menyebabkan semakin terhambatnya pemenuhan hak penyandang disabilitas netra pada penyelenggaraan Pilgub DKI Jakarta 2017. ......The focus of this research is to analyze the impact of ableism on visual disabilities and the obstacles to fulfilling their political rights in DKI Jakarta Gubernatorial Election 2017. Obstacles faced by voters with visual disabilities persist even though The Persons with Disability Act which prioritizes the disability perspective has been passed in 2016 and has strengthened the election regulations. This study attempts to analyzes the causes of not being fully facilitated voters with visual disabilities through Critical Disability Theory (CDT). The research uses qualitative research methods by collecting primary data through in-depth interviews with relevant informants and using secondary data from literature reviews to answer research question. The findings show that ableism occurs from the external factors such as the lack of understanding of KPPS officers at the polling stations so the needs of visual disabilities as voters are marginalized. Apart from that, ableism also comes within disabled families which hinders the data collection stage. These causes further obstacles to fulfilling the political rights of visual disabilities during the 2017 DKI Jakarta Gubernatorial Election.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fatkhurozi
Abstrak :
Penelitian ini membahas proses kewirausahaan sosial yang dilakukan penyandang disabilitas di Kopi Tuli dari disiplin ilmu Kesejahteraan Sosial. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh Ableism yang dialami penyandang disabilitas Tuli. Penyandang disabilitas di Indonesia sering mendapatkan diskriminasi ketika melamar pekerjaan sehingga hanya sedikit dari mereka yang bisa mendapatkan pekerjaan. Hal ini kemudian memunculkan sebuah usaha sosial bernama Kopi Tuli yang mempromosikan bahwa penyandang disabilitas khususnya Tuli dapat bekerja layaknya orang Dengar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa proses kewirausahaan sosial mulai dari anteseden, orientasi kewirausahaan, hingga outcomes yang dihasilkan oleh usaha sosial Kopi Tuli. Seluruh proses penelitian dilakukan sejak Oktober 2021 sampai Juni 2022. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara secara luring dan daring melalui Whatsapp dan Google Meet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anteseden usaha sosial Kopi Tuli antara lain: (a). peningkatan kondisi kesejahteraan disabilitas sebagai motivasi/misi sosial; (b). ide peluang usaha didasarkan pada minat, kondisi Tuli, dan peningkatan tren kopi; (c). akses permodalan menggunakan modal pribadi dan relasi keluarga; serta (d). Teman Tuli sebagai pemangku kepentingan utama. Orientasi kewirausahaan Kopi Tuli antara lain: (a). melakukan inovasi dengan mengubah Teman Tuli yang dianggap tidak mampu bekerja menjadi keunikan yang bernilai jual; (b). proaktif melaui kolaborasi dengan berbagai organisasi untuk mencapai tujuan usaha; (c). melihat kompetisi sesama usaha Tuli bukan sebagai saingan melainkan sebagai tujuan bersama; (d). memiliki otonomi yang luas karena menggunakan modal pribadi namun memiliki batasan dengan kolaborator lainnya; serta (e). berani mengambil resiko dengan menggunakan Tuli sebagai pekerja dan mengubah model bisnisnya menyesuaikan kondisi pandemi Covid-19. Outcomes usaha Kopi Tuli antara lain: (a). menciptakan tiga nilai sosial yaitu kesadaran masyarakat bahwa Teman Tuli dapat bekerja, terjalinnya relasi Teman Dengar dengan Teman Tuli, dan ketertarikan untuk mempelajari bahasa isyarat bagi Teman Dengar yang kemudian mendorong masyarakat menuju inklusi sosial; (b). Teman Tuli merasa puas dalam bekerja di Kopi Tuli baik dari aspek ekonomi maupun sosial; serta (c). memberikan solusi yang berkelanjutan bagi kesejahteraan Teman Tuli namun perlu perbaikan dalam keberlanjutan sumber dayanya. Kesimpulan penelitian ini diketahui bahwa penyandang disabilitas di Kopi Tuli telah menjalankan proses kewirausahaan sosial dengan baik meskipun terdapat beberapa permasalahan yaitu pada bagian otonomi dalam orientasi kewirausahaan dan keberlanjutan solusi dalam outcomes. ......This study discusses the process of social entrepreneurship carried out by persons with disabilities in Kopi Tuli from the discipline of Social Welfare. This research is motivated by Ableism experienced by people with Deaf disabilities. People with disabilities in Indonesia are often discriminated against when applying for jobs, so only a few of them can find work. Kopi Tuli, a social enterprise which promote people with disabilities, especially the deaf would work with them and the hearing ones. This study aims to analyze the process of social entrepreneurship, from antecedents and entrepreneurial orientation to the outcomes produced by Kopi Tuli social enterprises. The entire research process was carried out from October 2021 to June 2022. Offline and online interviews carried out data collection via WhatsApp and Google Meet. The results of the study show that the antecedents of Kopi Tuli's social enterprises include: (a). improve disability welfare conditions as motivation/social mission; (b). business opportunity ideas based on interests, deafness, and increasing coffee trends; (c). access to capital using personal capital and family relations; and (d). deaf People as the primary stakeholders. Kopi Tuli's entrepreneurial orientation includes: (a). innovate by changing Deaf People who are considered unable to work into unique selling points; (b). proactively through collaboration with various organizations to achieve business goals; (c). acknowledge competition among Deaf businesses not as a rival but as a common goal; (d). has broad autonomy because it uses personal capital, but has limitations with other collaborators; and (e). dare to take risks by using Deaf as workers and change their business model to adapt to the conditions of the Covid-19 pandemic. The outcomes of the Tuli Coffee business include: (a). creating three social values, namely public awareness that Deaf People can work, establishing a relationship between Hearing People and Deaf People, and an interest in learning sign language for Hearing People. Thus, it encourages the community towards social inclusion; (b). Deaf People are satisfied with working at Kopi Tuli, both from an economic and social perspectives; and (c). provide sustainable solutions for the welfare of Deaf People, regardless of how this outcome also needs improvement in the sustainability of its resources. This study concludes that people with disabilities in Kopi Tuli have carried out the social entrepreneurship process well even though there are several problems, namely in the autonomy section in entrepreneurial orientation and sustainability of solutions in outcomes.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library