Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wega Sukanto
"Latar belakang: Fibrilasi atrium meningkatkan morbiditas pasien dengan penyakit katup mitral. Insidens fibrilasi atrium pada pasien dengan penyakit katup mitral cukup tinggi karena proses pembesaran atrium dan remodelling. Semakin besar atrium, semakin lanjut juga proses remodelling, keberhasilan bedah ablasi-pun semakin kecil. Populasi pasien di Indonesia memiliki dimensi atrium kiri yang sudah besar. Kami mencoba melakukan penelitian untuk melihat pengaruh dimensi atrium kiri terhadap keberhasilan bedah ablasi di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita, Indonesia.
Metode: Penelitian kohort retrospektif dengan mengambil seluruh data 59 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dari 85 pasien yang menjalani bedah ablasi pada Januari 2012 sampai dengan Oktober 2016 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh darah Nasional Harapan Kita, Indonesia. Data diambil dari rekam medis pasien yang menjalani operasi koreksi katup mitral dengan atau tanpa koreksi katup trikuspid dengan bedah ablasi set lesi bilateral, alat tunggal radiofrekuensi bipolar. Pengamatan irama jantung dilakukan pada minggu pertama, bulan ketiga, dan bulan keenam pascaoperasi. Analisis data menggunakan Mann-Whitney U test dan logistik regresi.
Hasil: Diameter atrium kiri preoperasi pada kedua kelompok keluaran hasil bedah ablasi bulan ketiga dan bulan keenam berbeda bermakna nilai p 0,05 , bulan ketiga nilai p >0,05 , dan bulan keenam nilai p >0,05 pascaoperasi. Analisis multivariat seluruh variabel perancu pada tiap waktu pengamatan tidak didapatkan hubungan yang secara statistik bermakna. Pada kelompok pasien dengan diameter atrium kiri ge;60mm, angka konversi irama menjadi sinus 69,22.
Kesimpulan: Semakin besar diameter atrium kiri preoperasi, semakin tinggi angka rekurensi AF pada pasien penyakit jantung katup mitral. Bedah ablasi tetap dapat menjadi suatu pertimbangan terapi pada pasien dengan diameter atrium kiri yang besar diameter ge;60mm .

Backgrounds: Atrial fibrillation causing many thromboemboli complications. Incidence of atrial fibrillation is high among patients with mitral valve disease. The proccess of enlargement and remodelling of atria were believed to increase failure in ablation surgery. Patients population in Indonesia had enormous size of atria in the time of surgery. We report the correlation between preoperative left atrial dimension with the outcome of the surgery.
Methods: This is a cohort retrospective study. We collected data from medical records of all 59 patients underwent modified Cox Maze IV with single device radiofrequency bipolar and biatrial lesion with mitral valve with or without tricuspid valve intervention throughout January 2012 to October 2016. We observed the outcome in first week, third month, and sixth month after the surgery. This study based on Mann Whitney U test and logisctic regression.
Results: There is significant difference in the preoperative left atrial diameter between two outcome groups AF and non AF at third month and sixth month p value 0.05. Multivariate analysis reveals no significant correlation among confounding factors at all observation time. The successful sinus rhythm conversion among patients with preoperative left atrium diameter greater than 60mm is 69,22.
Conclusions: Preoperative left atrial diameter affects the outcome of ablation surgery. The bigger the diameter, less success rhythm conversion. But in our population, ablation surgery still can be considered among patients with big left atrial size.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Matondang, Irwan
"Karakteristik plasma yang dibangkitkan dengan menggunakan laser transversely excited atmospheric (TEA) carbon-dioxide pada target pelat Cu dan film Cu hasil proses elektrolisa dipelajari dengan seksama. Terlihat jelas dengan menggunakan target film Cu, ambang batas energi laser untuk membangkitkan plasma menurun hingga tiga kali dibandingkan dengan ambang batas energi laser untuk membangkitkan plasma pada pelat Cu. Karakterisasi plasma film Cu menunjukkan bahwa plasma film Cu juga dibangkitkan mengikuti mekanisme gelombang kejut. Hal ini dibuktikan dengan bentuk plasma film Cu yang semisferis dan intensitas emisi plasma sekunder yang berbanding iurus dengan intensitas emisi plasma primer. Hal ini menunjukkan bahwa plasma sekunder dibentuk dari atom-atom yang memancar keluar dari plasma primer dengan kecepatan tinggi melalui mekanisme gelombang kejut. Selanjutnya juga ditunjukkan bahwa propagasi muka gelombang plasma sekunder dari plasma film Cu adalah sebanding dengan waktu pangkat 0,4 yang bersesuaian dengan model gelombang kejut sferis yang diturunkan oleh Sedov. Selanjutnya karakterisasi untuk menunjang analisis spektrokimia juga dilakukan dan dengan menggunakan film yang dibuat dari air keran pada logant Ni, analisis kualitatif juga berhasil dilakukan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T4544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Srie Redjeki
"Penelitian tentang pengaruh ablasi mat a uniia^teral dan bila'keral 'telah dilakukan barhadap stadiun juvonil udang Galah (MacrobrachiuMi rosenbergii do Man). Tujuan penoli'tian inx adalah untuk nongotiahui pejrbodaan ponga— ruh ablasi mata unilateral dan bilateral terhadap laju pertumbuhan dan persentase nortalitas stadiun juvenil udang Galah. Metoda penelitian yang dipakai adalah metoda eksperimental, nenggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan ulangan 9 kali. Perlakuan yang diberikan yaitu ablasi mata unilateral (Al) dan bilateral (A2) serta tanpa ablasi mata (TA). Ablasi mata dilakukan dengan memecah bola mata dan memijat keluar seluruh isi bola mata. Parameter yang diukur adalah laju pertumbuh an berdasarkan pertambahan berat rata-rata (gram) dan panjarig rata—rata (cm), serta persentase mortalitas. ^ji Tukey dengan taraf nyata o. ~ 0,05 menunjukkan adanya laju pertumbuhan berat yang berbeda nyata antara ke-3 perlakuan. Sedangkan hasil uji Tukey terhadap laju pertumbuhan panjang menunjukkan adanya perbedaan nyata antara perlakuan TA-Al dan TA—A2, serta tidak ada per bedaan nyata antara perlakuan A1-A2. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Ablasi mata pada stadium juvenil udang Galah meningkatkan laju pertumbuhan; (2) Stadium juvenil udang Galah yang diablasi mata bilateral nenunjukkan peningkatan laju pertumbuhan dan persentase nortalitas yang lebih besar dibandingkan dengan udang yang diablasi nata unilateral dan udang yang tanpa ablasi nata."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Nurcahyadi
"ABSTRAK
Saat ini teknologi nuklir berkembang dengan baik di Indonesia dan pemanfaatannya baik di bidang kesehatan, pertanian, peternakan, industri dan energi digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. Dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi nuklir tentu harus mempertimbangkan dan meminimalisir efek bahaya dari radiasi nuklir, baik untuk pekerja yang berada dilingkungan instalasi nuklir maupun bahaya kontaminasi lingkungan disekitar instalasi nuklir. Untuk itu kegiatan pemantauan, pendeteksian dan pengukuran radiasi mutlak diperlukan. Umumnya kegiatan pemantauan, pendeteksian dan pengukuran radiasi dilakukan dengan perangkat deteksi nuklir. Pada penelitian kali ini dilakukan metode alternatif pengukuran, analisis dan identifikasi unsur radioaktif dengan teknik laser induced plasma spectroscopy LIPS . Penggunaan teknologi LIPS dipilih karena LIPS adalah suatu teknik analisis sampel secara in situ, kualitatif dan kuantitatif yang cepat, dan hampir tanpa preparasi sampel. Analisis dan identifikasi unsur radiaoaktif dilakukan dengan menembakkan laser pulsa NdYAG Q-Switch 355 nm, 10 Hz, durasi pulsa 5.5 ns, f = 100 mm, dengan variasi energi 5.5 mJ - 140 mJ dan dengan variasi tekanan udara 4 Torr ndash; 1 atm pada sampel material radioaktif alamiah atau Naturally Occurring Radioactive Material NORM dengan metoda ablasi laser yang dilanjutkan dengan metoda spectral plasma analisis. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, secara kualitatif teknik LIPS mampu mengidentifikasi adanya unsur radioaktif Uranium U dan Thorium Th yang terdapat pada sampel uji dengan energi laser optimum sebesar 107 mJ dan secara kuantitatif didapatkan nilai prediksi konsentrasi unsur Uranium sebesar 155 ppm dengan persentase error 11.3 dan nilai batas deteksi sebesar 7.89 ppm, nilai prediksi konsentrasi unsur Thorium sebesar 124 ppm dengan persentase error 8 dan nilai batas deteksi sebesar 12.4 ppm. Dengan kata lain teknik LIPS secara inheren sangat cocok dan sangat memungkinkan digunakan sebagai teknik pengukuran, analisis dan identifikasi keberadaan unsur radioaktif.

ABSTRACT
Nuclear technology is currently well developed in Indonesia and its use in the field of health, agriculture, industry and energy is completely used for the welfare of all the people of Indonesia. In the development and utilization of nuclear technology should certainly consider and minimize the effects of nuclear radiation hazards, both for the workers who are in the environment of nuclear installations and the danger of contamination of the environment around nuclear installations. Therefore monitoring activity, detection and measurement of radiation is absolutely necessary. Generally the monitoring activity, detection and measurement of radiation carried by the nuclear detection devices. In this study, alternative methods of measurement, analysis and identification of radioactive elements is carried out by using laser induced plasma spectroscopy LIPS . The use of LIPS technology is selected since LIPS is a technique in situ sample analysis, qualitative and quantitative fast, and almost no sample preparation. Analysis and identification of the radioactive element is carried out by firing laser pulses NdYAG Q Switch 355 nm, 10 Hz, pulse duration of 5.5 ns, f 100 mm, with a variation of the energy 5.5 mJ 140 mJ and with variations in air pressure 4 Torr 1 atm in a sample of Naturally Occurring Radioactive Material NORM with laser ablation method, followed by plasma spectral analysis method. Based on the research that has been done, LIPS technique is qualitatively able to identify the presence of radioactive elements, i.e. Uranium U and thorium Th contained in the test sample with a laser energy optimum of 107 mJ and quantitatively obtained predictive value of elemental concentrations of Uranium of 155 ppm along with 11.3 of percentage error and 7.89 ppm of detection limit value, also the predictive value of the elemental concentration of thorum of 124 ppm along with 8 of percentage error and 12.4 ppm of detection limit value. In other words, LIPS technique is inherently very suitable and it is possible to use as a measurement technique, analysis and identification of the presence of radioactive materials."
2016
T47405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Narpati
"Ablasi termal dilakukan dengan memanfaatkan perubahan temperatur untuk menghancurkan jaringan yang abnormal atau memulihkan fungsinya. Teknik terbaru pada ablasi termal adalah Ablasi Gelombang Mikro MW Ablation yang mengandalkan pada propagasi gelombang elektromagnetik yang mampu meningkatkan suhu dari jaringan secara cepat. Perubahan temperatur ketika ablasi akan menyebabkan kandungan air pada jaringan organ tubuh akan berkurang 78 jaringan dari organ hati terdiri dari air dan mempengaruhi nilai permitivitas dan konduktivitas dari jaringan tersebut.
Perubahan ini menyebabkan pola radiasi dan impedance matching dari antena aplikator berubah selama proses ablasi berlangsung. Perubahan impedansi membuat sistem menjadi tidak match pada frekuensi kerja sebelumnya Untuk mengakomodasi beberapa frekuensi yang banyak digunakan dalam teknik ablasi gelombang mikro dan untuk menanggulangi masalah yang muncul akibat efisiensi transmisi yang berkurang maka dirancanglah suatu aplikator yang memliki karekteristik Ultrawideband UWB.
Pada penelitian telah dirancang suatu aplikator yang memiliki karakteristik UWB dengan memodifikasi bidang pentanahan aplikator tersebut dengan bentuk slot lingkaran. Hasil pengukuran magnitudo koefisien refleksi dan VSWR menunjukkan aplikator hasil fabrikasi memiliki impedance bandwidth sebesar 7.616 GHz 2.384 GHz ndash; 10 GHz . Hasil tersebut telah memenuhi definisi UWB dan dapat mengakomodasi beberapa frekuensi kerja yang digunakan pada ablasi gelombang mikro 2.45 GHz, 5.8 GHz, 9.2 GHz, 10 GHz.

Thermal ablation is done by utilizing temperature changes to destroy the abnormal tissue or restore its function. The latest technique in thermal ablation is Microwave Ablation MW Ablation that rely on the propagation of electromagnetic waves that able to increase the temperature of a tissue rapidly. Changes in temperature during the ablation process will reduce the water content in the body tissue 78 of the liver tissue is composed of water and affect the value of permittivity and conductivity of the tissue.
These changes cause the radiation pattern and impedance matching of the antena applicator also change during the ablation process. The change on impedance will make the system does not match with the frequency of previous work. To accommodate some of the frequencies that are widely used in microwave ablation technique and to tackle the problems arising from the reduced transmission efficiency then an applicator that possess Ultrawideband UWB characteristics is designed.
In this study, we have designed an applicator which has the characteristics of UWB by modifying the ground plane of the applicator with a circle slot in the ground plane. The measurement result of reflection coefficent S11 and VSWR shows that the fabricated applicator has a impedance bandwidth of 7.616 GHz 2.384 GHz ndash 10 GHz. The results have met the UWB definition and can accommodate multiple working frequencies used in microwave ablation 2.45 GHz, 5.8 GHz, 9.2 GHz, 10 GHz.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
T48014
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Tritansa Faizal
"Aritmia jalur keluar ventrikel (AJKV) sering didapatkan pada populasi umum. Ablasi radiofrekuensi modalitas terapi dengan tingkat keberhasilan tinggi pada AJKV. Menentukan sumber aritmia penting dilakukan karena membantu dalam memilih tehnik ablasi, menghindari komplikasi, serta menghemat waktu fluoroskopi. Algoritma EKG adalah metode yang telah luas dipergunakan untuk memprediksi sumber AJKV, namun membutuhkan keterampilan dalam analisis dan interpretasi EKG. Studi sebelumnya menduga bahwa terjadinya AJKV kiri disebabkan adanya perubahan anatomi aorta. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara sudut aortoseptal yang dinilai secara ekokardiografi dengan sumber AJKV. Studi potong lintang pada 60 pasien pascaablasi AJKV. Sudut aortoseptal diukur pada gambar parasternal long axis (PLAX) secara ekokardiografi, sumber AJKV ditentukan berdasarkan pemetaan saat tindakan radiofrekuensi ablasi. Mayoritas subyek merupakan pasien dengan AJKV kanan (n=40, 66.7%). Analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada variabel usia, tebal septum interventrikular dan sudut aortoseptal antara pasien dengan AJKV kanan dan kiri (p<0,05). Analisis receiver operating characteristic (ROC) dan analisis multivariat menunjukkan bahwa sudut aortoseptal <129.2o merupakan variabel yang secara independen berhubungan dengan sumber AJKV kiri (OR 8.98; IK 2.39-33.75; p=0.001). Terdapat hubungan antara sudut aortoseptal yang diukur secara ekokardiografi dengan sumber AJKV.

Outflow tract ventricular arrhythmias (OTVA) often found in general population. Radiofrequency ablation has become therapeutic modality with high success rate for OTVA. Determining origin of OTVA before ablation is important because will help in choosing approach, avoiding complications, and saving time. ECG-based criteria is method has been widely used to predict origin OTVA, but requires skills in analysis and interpretation. Previous studies suspected that occurrence of left OTVA due to aortic root anatomical changes. This study aim to assess association between aortoseptal angulation and OTVA origin. Cross-sectional study in 60 patients after OTVA ablation, aortoseptal angulation measured on parasternal long axis (PLAX) view by echocardiographic examinations, origin OTVA determined based on mapping during radiofrequency ablation. Majority subjects were right OTVA (n = 40, 66.7%). Bivariate analysis showed there were significant differences in age, interventricular septum thickness and aortoseptal angulation between right and left OTVA (p <0.05). Receiver operating characteristic (ROC) analysis and multivariate analysis showed that aortoseptal angulation <129.2˚ was variable that independently related to left OTVA origin (OR 8.98; IK 2.39-33.75; p= 0.001). There is association between aortoseptal angulation measurement by echocardiography with OTVA origin. Angle below 129.2˚ have 75% specificity and sensitivity to predict a LVOT origin OTVA"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Charles Saputra
"Latar Belakang: Ablasi radiofrekuensi merupakan modalitas terapi dengan tingkat
keberhasilan yang tinggi pada aritmia jalur keluar ventrikel (AJKV). Menentukan
sumber aritma pratindakan penting dilakukan untuk membantu pemilihan tehnik ablasi, menghindari komplikasi, serta menghemat waktu fluoroskopi. Algoritma EKG
merupakan metode yang telah luas dipergunakan untuk memprediksi sumber AJKV,
namun memiliki nilai diagnostik yang sangat bervariasi. Studi sebelumnya
menunjukkan bahwa pengukuran sudut aortoseptal secara ekokardiografi dapat
memprediksi sumber AJKV. Diperlukan penelitian lanjutan untuk membuktikan
validitasnya, dengan urutan pengambilan data yang bersifat prospektif.
Tujuan : Untuk meneliti validitas hubungan antara sudut aortoseptal melalui
pemeriksaan ekokardiografi dengan sumber aritmia jalur keluar ventrikel.
Metode: Uji validitas pada penelitian diagnostik ini dilakukan pada Oktober 2020
sampai Juni 2021 pada pasien dengan TV / KVP dengan tipe EKG blokade cabang
berkas kiri dan aksis inferior yang menjalani terapi ablasi radiofrekuensi. Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan sebelum terapi ablasi radiofrekuensi. Sudut aortoseptal diukur pada pandangan parasternal long axis (PLAX) untuk mengukur sudut antara akar aorta dan septum interventrikular. Lokasi sumber AJKV ditentukan dengan pemetaan elektroanatomi pada saat tindakan ablasi radiofrekuensi dilakukan.
Hasil: Didapatkan sebanyak 41 subyek penelitian dengan rerata umur 44,7± 12,6
tahun. Sebagian besar subyek adalah pasien dengan sumber AJKV kanan (n= 34;
82,9%). Rerata sudut aortoseptal pada subyek dengan sumber AJKV kiri 127,2 ± 2,8
secara signifikan lebih kecil dibandingkan dengan sumber AJKV kanan 136,7 ± 5,7
(p<0.001). Pada subyek yang memiliki sudut <129,2o memiliki nilai sensitifitas 71,4 % dan spesifisitas 85,29% untuk memprediksi sumber AJKV kiri.
Kesimpulan : Studi validasi ini membuktikan bahwa sudut aortoseptal < 129,2o secara ekokardiografi merupakan alat diagnostik yang valid dengan OR 10,1 untuk
memprediksi sumber AJKV kiri.

Background: Radiofrequency ablation has become therapeutic modality with high success rate for outflow tract ventricular arrhythmia (OTVA.) Determining the origin of OTVA before ablation is important to choose the appropriate approach, avoiding multiple complications, and
saving fluoroscopy time. ECG-based criteria is a method that has been widely used to predict the origin of OTVA, but it oftenly has inconsistent diagnostic value to predict the location of OTVA. Previous study showed that aortoseptal angulation by echocardiography might be beneficial to predict the origin of OTVA. We need to validate the result in a prospective manner.
Objective: To validate the association between aortoseptal angulation measurements by echocardiography and OTVA origin.
Methods: A validation of diagnostic study held in October 2020 until June 2021 involving patients VTs/PVCs with the ECG’s morphology of LBBB and inferior axis who underwent radiofrequency ablation (RFA) therapy. An echocardiography examination was held before RFA therapy. Aortoseptal angulation is measured on parasternal long axis (PLAX) view to measure the angle between the aortic root and interventricular septum. The origin of OTVA was determined by mapping during RFA. Results: There were 41 subjects with a mean age of 44.7±12.6 years. Majority of subjects were patients with right OTVA (n = 34, 82.9%). The mean aortoseptal angulation of the left OTVA 127.2 ± 2.8 was significantly smaller than the right OTVA 136.7 ± 5.7 (p<0.001). An angle below 129.2˚ has 71,4 % sensitivity and 85,29% specificity to predict an LVOT origin.
Conclusion: This validation study proved that ortoseptal angulation measurement by echocardiography <129,2o is a valid diagnostic tool to differentiate left OTVA origin with Odds ratio 10,1.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Pristika Nurul Izzah
"ABSTRAK
Nanopartikel emas memiliki keamanan dan biokompatibilitas yang baik dalam menghantarkan target obat pada organ atau jaringan spesifik tertentu. Perkembangan sintesis nanopartikel emas dengan berbagai metode untuk memenuhi tujuan dalam aplikasi biomedis dan farmasi telah menjadi perhatian banyak peneliti sehingga perlu dikaji kelebihan maupun kekurangannya. Metode yang sedang banyak diteliti, yaitu metode green synthesis dan metode ablasi laser yang merupakan metode ramah lingkungan dimana dapat mengurangi toksisitas dari bahan kimia yang berbahaya. Artikel review ini meninjau ulasan mengenai sintesis nanopartikel emas yang berfokus pada metode green synthesis dengan mekanisme reduksi larutan emas (HAuCl4) oleh ekstrak tanaman dan mekanisme ablasi laser Nd:YAG pada pelat emas dalam larutan, faktor-faktor yang dapat memberi pengaruh, serta secara singkat menguraikan aplikasi biomedis nanopartikel emas. Penulis berharap dapat membantu peneliti untuk menentukan metode sintesis yang lebih baik dan efisien dalam menghasilkan nanopartikel emas dengan karakteristik yang sesuai.

ABSTRACT
Gold nanoparticles have good safety and biocompatibility in delivering drug targets to certain specific organs or tissues. The development of the synthesis of gold nanoparticles with various methods to achieve goals in biomedical and pharmaceutical applications has caught the attention of many researchers that needs to be reviewed the advantages and disadvantages. The method that is being researched is green synthesis method and laser ablation method which is an environmentally friendly method which can reduce the toxicity of hazardous chemicals. This review article presents the review of the synthesis of gold nanoparticles which focuses on the mechanism of green synthesis method by reducing of gold solution (HAuCl4) by plant extracts and the mechanism of Nd: YAG laser ablation of gold plates in solution, influential factors, and briefly describes the biomedical applications of gold nanoparticles. The author hopes to help researchers to determine which synthesis methods are better and more efficient in producing gold nanoparticles with appropriate characteristics."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Larasati
"Latar Belakang. Pada pasien katup mitral yang disertai fibrilasi atrium (FA), bedah ablasi dapat dilakukan bersamaan dengan bedah katup mitral. Dalam penelitian ini kami melakukan evaluasi keberhasilan jangka pendek terhadap pasien-pasien katup mitral yang dilakukan bedah ablasi FA di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. Kami mempunyai hipotesis bahwa indeks volume atrium kiri pra-bedah dan pasca-bedah berhubungan dengan keberhasilan bedah ablasi FA jangka pendek.
Metodologi. Merupakan studi retrospektif. Semua pasien yang dilakukan bedah ablasi bersamaan dengan koreksi katup mitral dengan kriteria standard pada periode bulan Maret 2012-Januari 2015 dimasukkan dalam penelitian ini. Data pasien diambil dari catatan medik rumahsakit, termasuk data klinis, EKG, laboratorium, echocardiografi sebelum dan sesudah bedah ablasi. Evaluasi keberhasilan jangka pendek dilihat ada tidaknya FA selama masa hospitalisasi sampai 1 bulan pasca-bedah.
Hasil. Selama periode penelitian, sebanyak 46 pasien ikut dalam penelitian ini {laki-laki 19 (41,3%) dan wanita 27 (58,7%)}.Rerata umur 42,7 ± 9,6 tahun. Lima orang meninggal segera setelah bedah ablasi (8,7%). Tiga puluh pasien tetap dalam irama sinus pada akhir bulan pertama sesudah tindakan bedah (65,2%). Rerata indeks volume atrium kiri pra-bedah pada pasien yang tetap dalam irama sinus pada akhir bulan pertama lebih kecil dibanding dengan yang tetap dalam irama FA, tetapi secara statistik tidak bermakna (156,83 ± 84,3 vs 189,4 ± 92 ml/m2, p=0,256). Rerata indeks volume atrium kiri pasca-bedah pada kelompok pasien yang tetap dalam irama sinus lebih kecil dibanding dengan pasien dalam irama FA pada akhir bulan pertama ( 95,2 ± 55,4 vs 126 ± 43,9 ml/m2, p=0,029) secara statistik berbeda bermakna. . Sembilan belas pasien menggunakan obat penyekat beta (41,3%) ternyata 3 pasien menjadi FA (15,8%) sedang yang tidak menggunakan obat penyekat beta (27 pasien, 58,7%) ternyata 13 pasien (48%) yang secara statistik bermakna (p=0,023). Analisis multivariat dengan menggunakan analisis regresi logistik menunjukkan bahwa indeks volume atrium kiri pasca-bedah adalah berpengaruh terhadap kejadian FA jangka pendek yang secara statistik bermakna (OR 1,02 (IK 95% 1,001-1,04, p=0,043)). Demikian pula penggunaan obat penyekat beta (OR 0,02 (IK 95% 0,001-0,364, p=0,008)).
Kesimpulan. Angka keberhasilan jangka pendek bedah ablasi FA pada pasien katup mitral adalah 65,2 %. Indeks volume atrium kiri pasca bedah berpengaruh terhadap keberhasilan jangka pendek bedah ablasi FA. Temuan tambahan lain dalam penelitian ini yaitu penggunaan penyekat beta pasca bedah berpengaruh terhadap keberhasilan jangka pendek bedah ablasi FA.

Background. Surgical ablation is commonly done in patients with chronic atrial fibrillation (AF) undergo mitral valve surgery. This study was designed to identify the relationship between pre-operative and post-operative left atrial volume indices (LAVi) and short term success of restoration sinus rhythm after surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery.
Methods. Data were collected retrospectively from our hospital medical record . These included electrocardiograms, laboratory, echocardiography before and after surgical ablation in all patients. Each patient was evaluated at the outpatient hospital clinic. The AF recurence was evaluated from the ECG recording within 1 month after surgery. Left atrial volume was calculated using modified Simpson's method. Volume was corrected by surface area.
Results: From March 2012 through January 2015, there were 46 patients who underwent surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery. The mean age was 42.7 ± 9,6 year-old. {males were 19 (41.3%) and females were 27 (58.7%)} Early mortality was found in 5 patients (8.7%). Sinus rhythm (SR) was restored and maintained within first month in 30 patients (65.2%) of the 46 patients. The pre-operative LAVi was smaller in patients who was successfully restored in SR compared with those who was unsuccessfully restored in sinus rhythm, but statistically insignificant (156.83 ± 84.3 vs 189.4 ± 92 ml/m2, p=0.256). However, post-operative LAVi was smaller and statistically significant in those patients who was successfully restored in SR compared with those who was unsuccessfully restored in SR (95.2 ± 55.4 vs 126 ± 43.9 ml/m2, p=0,029). Multivariate analysis using logistic regression analysis showed post-operative LAVi (OR was 1.02 (CI 95% 1.001-1.04, p=0.043) and beta blocker usage early post hospitalization (OR was 0.02 (CI 95% 0.001-0.364, p=0.008) were independent predictor of maintaining SR after surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery.
Conclusions: Short term success rate of the surgical AF ablation in patients with chronic AF and concomitant mitral valve surgery was 65,2%. Post-operative LAVi and post operative beta blocker therapy was independent predictor of maintaining SR after surgical AF ablation concomitant with mitral valve surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muthoharrah
"Daun sirih (Piper betle L) memiliki kandungan kavikol yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acne sebagai salah satu bakteri yang berperan dalam patogenesis jerawat. Meskipun bukan merupakan penyakit serius yang mengancam kesehatan, tetapi dapat membuat penderita merasa tidak nyaman. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan terhadap penelitian sebelumnya yang memformulasikan gel niosom yang mengandung minyak atsiri daun sirih. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa sediaan gel niosom minyak atsiri daun sirih dapat berpenetrasi dibandingkan dengan gel minyak atsiri daun sirih tanpa niosom. Dan sediaan ini diharapkan memiliki stabilitas yang baik. Dalam penelitian ini, gel niosom minyak atsiri daun sirih dan gel minyak atsiri diuji secara transdermal menggunakan sel difusi Franz. Uji penetrasi dilakukan selama 8 jam dan kadar kavikol yang terpenetrasi diukur dengan metode KCKT. Jumlah kavikol pada gel niosom minyak atsiri sirih yang terpenetrasi pada jam ke 8 adalah 129,504µg/cm ± 4,63. Gel minyak atsiri daun sirih tanpa niosom tidak dapat terpenetrasi. Gel yang dibuat dari minyak atsiri daun sirih dengan atau tanpa niosom dalam penelitian ini memiliki stabilitas fisik yang baik selama 12 minggu.

Betel leaf (Piper betle L) contains cavichol that has antibacterial activity against Propionibacterium acne as one of the bacteria that play a role in the pathogenesis of acne. Although not a serious disease that threatens health, but can make people feel uncomfortable. This study is a follow-up study of previous research formulating niosome gel containing essential of betel leaf. The purpose of this study was to prove that the gel preparation of niosom of betel leaf oil can penetrate compared with the gel of betel leaf oil without niosome. And this preparation is expected to have good stability. In this study, niosome gel essential oils of betel leaf and essential oil gel were tested transdermally using Franz diffusion cells. The penetration test was carried out for 8 hours and the penetrated cavasol level was measured by the HPLC method. The amount of cavichol on niosome gel of volatile oil of betel which penetrated at 8 o'clock is 129,504?g / cm ± 4,63. The essential oil gel of betel leaf without niosomes can not be penetrated. Gel made from the essential oil of betel leaves with or without niosomes in this study had good physical stability for 12 weeks.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>