Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwika Sari Sasoka
Abstrak :
Angka Kematian Bayi merupakan salah satu indikator pembangunan suatu bangsa. Kematian neonatal (0-28 hari) menyumbang lebih dari setengah (59,4%) kematian bayi. Berdasarkan data SDKI 2012 angka kematian neonatal mengalami penurunan sebesar 41% dari 32/1000 kelahiran hidup pada tahun 1991 menjadi 19/1000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Namun pada dua periode terakhir angka kematian neonatal stagnan di angka 19/1000 kelahiran hidup pada tahun 2007 dan 2012. Salah satu faktor yag dapat meningkatkan kematian neonatal adalah jarak kelahiran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak kelahiran yang berkontribusi dan hubungannya terhadap kejadian kematian neonatal. Penelitian ini merupakan analisis data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol dengan sampel sebanyak 102 kasus dan 306 kontrol. Kasus adalah bayi yang mengalami kematian neonatal dan merupakan anak terakhir pada persalinan tunggal. Dan kontrol adalah bayi yang hidup melewati usia 28 hari. Hasil analsis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik , didapatkan adanya perbedaan risiko yang signifikan untuk terjadinya kematian neonatal antara ibu dengan jarak kelahiran < 27 bulan dan jarak kelahiran > 78 bulan dibandingkan dengan jarak kelahiran 28-77 bulan. Ibu yang memiliki jarak kelahiran <27 bulan memiliki risiko 2,2 kali (95%CI : 1,274- 3,822) mengalami kematian neonatal dibandingkan ibu dengan jarak kelahiran 28-77 bulan. Risiko juga meningkat bila jarak kelahiran >78 bulan,, ibu dengan jarak kelahiran >78 bulan memiliki risiko untuk mengalami kematian neonatal sebesar 1,95 kali (95% CI : 1,126-3,368) bila dibandingkan dengan jarak kelahiran 28-77 bulan. ...... Infant Mortality Rate is one of development indicator from a nation. Neonatal mortality (0-28 days) accounts for more than half (59.4%) of infant mortality. Based on the 2012 IDHS data the neonatal mortality rate decreased by 41%, from 32/1000 live births in 1991 to 19/1000 live births in 2007. But in the last two periods, there are stagnant condition of neonatal mortality rate, which is 19/1000 live births in 2007 and 2012. One of the factors that can increase neonatal mortality is birth spacing. This study aims to know the relationship between birth spacing and the incidence of neonatal death. This research is an analysis of data of Indonesia Demographic and Health Survey (SDKI) 2012. The research design is using case control study with the number of sample are 102 cases and 306 controls. Cases are infants who have neonatal death and the last child in a single labor. And control is a baby that lives past the age of 28 days. Multivariate analysis is using logistic regression showed that there was a significant difference of risk for neonatal mortality between mothers with birth spacing <27 months and birth spacing of > 78 months compared with 28-77 month of birth spacing. Mothers with birth spacing <27 month had a 2.2 times (95% CI: 1,274-3,822) risk of neonatal mortality compared to mothers at 28-77 months of birth spacing. The risk also increased when birth spacing is > 78 months, mothers with birth spacing > 78 months had a risk of neonatal deaths of 1.95 times (95% CI: 1,126-3,368) compared with 28-77 months of birth spacing.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melda Suryana
Abstrak :
Latar belakang Infeksi malaria dalam kehamilan berefek serius terhadap ibu hamil maupun janin. Di Purworejo, Jawa Tengah dimana transmisi malaria terjadi sepanjang tahun dan tergantung musim, program pencegahan malaria belum difokuskan pada wanita hamil. Penelitian mengenai infeksi malaria dalam kehamilan masih sangat jarang dilakukan di Indonesia. Tujuan : Mengetahui karakteristik kasus malaria pads wanita usia reproduksi dan hubungan yang valid antara kehamilan dengan infeksi malaria pada wanita usia reproduksi di Indonesia. Metode: disain penelitian Studi Kasus Kontrol tidak berpadanan. Responden adalah wanita usia 15-49 tahun yang datang ke tempat pelayanan kesehatan di 9 kecamatan endemis di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Penelitian dilakukan bulan Juni-Juli 2003 dengan metode wawancara dan pengambilan sediaan apus darah tebal dan tipis. Hasil : Terdapat 1065 subjek terdiri dari 64 kasus (4531% adalah wanita hamil) dan 1001 kontrol (33,17% hamil). Jenis parasit malaria menginfeksi adalah Pfalciparum (46.88%) dan sisanya P.vivax. kasus malaria asimptomatik terdapat pada 24 kasus (37.40%) dan dari 29 kasus wanita hamil sebanyak 44.83% asimptomatik. Wanita yang tinggal di daerah LCI dan tidak beraktivitas keluar rumah di malam hari bila hamil memiliki OR 6.42 (CI 95 % 1.34-30.79) dibandingkan wanita tidak hamil. Wanita hamil yang tinggal di daerah LCI namun beraktivitas keluar rumah di malam hari akan meningkat risikonya secara bermakna menjadi 27 kali (OR 27.39; CI 95 % 4.79-156.44) dibandingkan wanita tidak hamil yang tinggal di daerah dan memiliki aktivitas yang sama. Wanita yang tinggal di daerah dengan tingkat transmisi sedang (MCI) dan keluar rumah di malam hari, bila hamil memiliki OR 5.35 (CI 95 % 1.85-1232) dibandingkan wanita tidak hamil. Kesimpulan : Kehamilan meningkatkan resiko untuk terkena malaria pada wanita usia reproduksi dan efeknya bcrbeda menurut aktivitas dan tingkat transmisi malaria daerah tempat tinggal. Program malaria perlu dimasukkan dalam pelayanan ANC pada program KIA. ......Pregnancy as a Risk Factor of Malaria Infection among Women at Reproductive Age in Purwerejo Distric, Central Java, 2003Background : Malaria in pregnancy has serious effect for pregnant women and the fetus. In Purworejo where malaria is perennial and highly seasonal, malaria's program not yet focusing on pregnant women. Recently study about malaria and pregnancy still rare in Indonesia. Objective : To examine the characteristic of malaria cases among women at reproductive age and to prove the valid relationship between pregnancy and malaria infection among them. Methods : Unmatched case control study. Subjects were collected from women (15-49 years old) who visited primaries health cares in 9 endemic subdistricts in Purworejo district, Central Java. Research was held on June - July 2003, by interviewing respondent using questionnaire and taking thick and thin blood smears. Results: There were 64 cases (45.31% were pregnant) and 1001 controls (33.17% were pregnant). 46.88% cases were infected by P. falciparum and the rest were by P.vivax. There were 37.40% asymptomatic cases from all cases and 44.83% asymptomatic cases from 29 eases who were pregnant. Compare with nonpregnant women who lives in LCI areas and has no outdoor activity at night, pregnant woman who lives in the same areas and same activity, have risk 6 times fold to have malaria infection (OR 6.42; CI 95 % 1.34-30.79). But if pregnant woman, who lives in LCI areas, has outdoor activity at night then the risk become 27 times fold (OR 27.39%; CI 95 % 4.79-156.44) compare to nonpregnant women who lives in the same area and same activity. Woman who lives in MCI areas and has outdoor activity at night, if she become pregnant then she will have OR 5.35 (CI 95 % 1.85-12.72) than nonpregnant woman. Conclusion: Pregnancy has a significant effect with malaria infection and the effect depend on the outdoor activity at night and level of malaria transmission of the living area.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12768
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afudin
Abstrak :
Seperti negara-negara di dunia, di Indonesia penyakit infeksi hepatitis A Virus (HAY) hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang besar. Tingginya angka endemisitas dan maiden HAV mempunyai korelasi dengan tingkat higiene dan kondisi sanitasi, disamping perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat itu sendiri. Secara umum penularan hepatitis A yang paling dominan adalah secara faecal/ oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja manusia yang mengandung HAV. Di Kabupaten Kebumen, KLB infeksi HAV yang terjadi pada tahun 2001 menunjukkan kemungkinan masih rendahnya kondisi sanitasi dan PHBS dari masyarakat. Disamping itu masih rendahnya cakupan SAB sebesar 33.3% dan SAGA 16,7% merupakan kontribusi yang patut dipertimbangkan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi HAV. Rancangan penelitian menggunakan desain kasus kontrol tidak berpadanan, dengan jumlah sampel sebanyak 154 orang. Data sekunder berupa data kasus dan kontrol diperoleh dari hasil pemeriksaan serologic oleh Tim Terpadu (Subdit Surveilans, US NAMRU-2 dan DKK Kebumen) yang berasal dari 2 wilayah puskesmas tempat terjadinya KLB infeksi HAV. Sedangkan data primer dikumpulkan dengan mengunjungi responden untuk melakukan wawancara dan pengamatan menggunakan kuisioner disamping pengambilan sampel air, untuk selanjutnya dianalisis menggunakan program komputer di Laboratorium Komputer Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Hasil analisis bivariat didapat bahwa terdapat hubungan bermakna antara beberapa faktor risiko yaitu: kualitas bakteriologis air, tempat/sarana b.a.b., cuci tangan setelah b.a.b. dan kebiasaan makan jajan (masing-masing mempunyai nilai pO,05). Hasil analisis multivariat (uji regresi logistik) menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian infeksi HAV adalah: jenis sarana b.a.b., kebiasaan cuci tangan setelah b.a.b. dan makan jajan. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya interaksi antara ketiga variabel tersebut. Kesimpulan dari penelitian iai adalah bahwa orang yang melakukan b.a.b. di JAGA yang tidak memenuhi syarat, mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan setelah b.a.b.(tidak higienis) dan sering makan jajan berisiko lebih besar terserang infeksi HAV. Disarankan kepada Dinas Kesehatan untuk lebih meningkatkan kegiatan inspeksi sanitasi SAS, secara jangka panjang meningkatkan cakupan SAB & JAGA, melakukan kaponisasi sumur penduduk setelah terjadinya KLB, pemberdayaan masyarakat dan penyuluhan khususnya PHBS dan lingkungan yang saniter. Kepada masyarakat termasuk pengelola usaha makanan jajanan untuk selalu menjaga higiene perorangan dan meningkatkan higiene sanitasi agar kasus serupa tidak terjadi di masa mendatang. Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui kekuatan hubungan sebab akibat, disamping memperhatikan variabel-variabel lain yang terkait. Daftar bacaan: 47 ( 1985-2001)
Related Factors With Infection Hepatitis A Virus (HAV) Occurence in Regency Kebumen, Year 2001 (Case Control Study of Outbreak Hepatitis)Like nations in the world in Indonesia infection hepatitis A virus (HAV) disease till in this time still represent big health problem. Number endemisitas incident HAV and height have correlation with level of hygiene sanitation and beside the clean life behavior and make healthy (PHBS) society itself In general most dominant infection HAV is by faecal oral of through food and beverage which contamination by faeces of human being containing HAV. That happened outbreak infection HAV in regency Kebumen the year 2001 showing the possibility of still lower sanitation and PHBS from society. Lower of coverage of water supply (SAB) equal to 33,3% and family latrine (SAGA) 16,7% representing proper contribution considered. Aims of this research to know epidemiological description and related factors with infection HAV occurrence. Design of research use not matched case control, with amount of sample as much 154 people. Secondary data of case and control obtained from result inspection of serologic by Inwrought Team (Subdit Surveillance, US NAMRU-2 and DKK Kebumen) coming from 2 region of Public Health Service of place the happening of outbreak infection HAV. While of primary data collected visitedly is respondent to conduct interview and perception use questioner beside take of sample water to know quality of bacteriological Analysis to use computer program in Computer Laboratory of Public Health Faculty University of Indonesia. Result of bivariate analysis got that there are relation have a meaning of between some risk factor that is quality of water bacteriological, place of excrement (b.a.b), clean hand habit after b.a.b, eat junk food habit and age (each having p value <0,05) with infection HAV occurrence. While other dissimilar risk factor that type of SAS, clean hand habit of before eating and the gender do not related significant (each having p value >0,05). Result of analysis multivariat (Logistic Regression test)) indicating that dominant factors which deal with infection HAV occurrence is: place of b.a.b. type, habit clean hand after b.a.b. and eat junk food habit. At this research is not found an interaction existence of among third the variable. Conclusion from this research is that one who do b.a.b in JAGA of ineligible, having habit do not clean hand after b.a.b (is not hygienic) and often eat something of the home have risk more attacked by infection HAV. Suggested to Public Health Service to more improve early warning system (SKID), empowerment and the counseling especially of PHBS and healthy environment. To society include the junk food handler always take care of personal hygiene and sanitation in order the similar case is not happened in the future. Continuation research require to be conducted to know causality strength, while considered other variable that related. Library list: 47 (1985-2001)
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T13002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Farid Aziz, supervisor
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor prediktor metastasis kelenjar getah bening (KGB) pada pasien dengan kanker serviks stadium IB dan IIA. Penelitian dilakukan dari bulan Mei 1996 sampai bulan Desember 2001. Ada 183 pasien kanker serviks dengan stadium menurut FIGO IB dan IIA menjalani operasi histerektomi radikal dan limfadenektomi. Dari pasien tersebut 158 pasien yang dapat dinilai, terdiri dari 43 pasien dengan metastasis KGB dan 115 tanpa metastasis KGB. Rancangan penelitian adalah kasus-kontrol. Kasus adalah pasien dengan metastasis KGB dan kontrol pasien tanpa metastasis KGB. Analisis multivariat dilakukan setelah analisis bivariat. Pada analisis bivariat umur < 39 tahun, diameter lesi >4 cm, stadium IIA > 4 cm, histopatologi dengan diferensiasi sedang dan buruk, invasi ke pembuluh darah dan limfa merupakan variabel yang independen terjadinya metastasis KGB dengan nilai p ≤ 0,05. Tetapi pada analisis multivariat yang muncul sebagai variabel independen adalah umur muda, paritas > 4, diameter lesi, histopatologi adenoskuamosa, dan invasi limfo-vaskular dengan nilai p ≤ 0,05. Kesimpulan: Usia muda, paritas > 4, stadium IIA > 4 cm, diameter lesi, histopatologi adenoskuamosa, invasi limfa-vaskular merupakan faktor risiko terjadinya metastasis dan dapat dipergunakan sebagai faktor prediktor metastasis KGB. (Med J Indones 2004; 13: 113-8)
The aim of this study was to identify possible predictor factors of lymph node metastases in patients with cervical cancer stage IB and IIA. Study was conducted between May 1996 and December 2001. There were 183 patients of cervical cancer with FIGO Stage IB and IIA who were underwent radical hysterectomy and lymphadenectomy. From those 158 patients could be evaluated, consisting 43 patients with node metastases 115 patients without metastases. Research design was case control study. Case was patients with node metastases and control was those without node metastases. Multivariate analysis was made after bivariate analysis. On bivariate analysis age < 39 years, diameter of lesion > 4 cm, stage IIA > 4 cm, histopathology moderate and poor differentiation, blood and lymphatic vessel invasion were independent variables for node metastases with p value ≤ 0.05. However, on multivariate analysis younger age, parity ≥ 4, diameter of lesion, histopathology adenosquamous, and lymph vascular invasion (+) as independent factors for node metastases with p value ≤ 0.05. Conclusion: Younger age, parity ≥ 4, stage IIA > 4 cm, diameter of lesion, histopathology adenosquamous, and lymph vascular invasion (+) were risk factors for node metastases and can be used as predictors. (Med J Indones 2004; 13: 113-8)
Medical Journal of Indonesia, 2004
MJIN-13-2-AprilJune2004-113
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Kontrasepsi hormonal berhubungan dengan perubahan dalam metabolisme beberapa zat gizi yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan berat badan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji risiko obesitas pada pemakai kontrasepsi hormonal di Kabupaten Kulon Progo, Jogjakarta. Rancangan penelitian potong lintang digunakan untuk menentukan prevalensi obesitas pada penderita kontrasepsi. Sampling klusters acak sistematik dengan desa sebagai klusternya, digunakan untuk memilih 647 pemakai kontrasepsi di Kulon progo. Sebagai kasus didapat 102 pemakai yang ‘obese’ dan 102 orang sebagai kontrol, sebelumnya dilakukan kesetaraan untuk umur dan status sosial ekonomi pada kasus dan kontrol. Rancangan kasus kontrol dalam penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi risiko obesitas di antara pemakai kontrasepsi hormonal. Penelitian ini menunjukkan prevalensi obesitas di antara pemakai kontrasepsi di Kulon Progo adalah 15.9%. Pemakai kontrasepsi hormonal memiliki risiko menjadi obesitas sebesar 9.4 kali (95% CI: 1.1 – 81.5). Pemakai kombinasi pil terlihat memiliki risiko tertinggi, diikuti oleh pemakai susuk, sedangkan risiko pemakai ‘implant’ sama dengan pemakai kontrasepsi non hormonal. Risiko obesitas tidak berhubungan dengan asupan energi ataupun keluaran energi. Peningkatan risiko obesitas pada pemakai kontrasepsi hormonal tetap signifikan setelah dilakukan kontrol terhadap usia, paritas, berat badan awal, status sosial ekonomi, asupan energi dan keluaran energi serta obesitas pada orang tuanya. Kami menyimpulkan bahwa risiko obesitas lebih besar pada pemakai kontrasepsi hormonal dibandingkan dengan pemakai kontrasepsi nonhormonal. Pemakai kombinasi pil memiliki risiko tertinggi. (Med J Indones 2005; 14: 163-8)
Hormonal contraception is related to change in the metabolism of some nutrients that may lead to an increase in body weight. The aims of this study is to assess the risk of obesity in hormonal contraceptive users in the District of Kulon Progo, Jogjakarta, Indonesia. A cross sectional study was used to determine the prevalence of obesity among users of contraception. A systematic cluster random sampling, using villages as clusters, was used to choose 647 users of contraception in Kulon Progo. A hundred and two obese cases and 102 control, matched-for-age and socioeconomic status, controls were included in the case control study used to evaluate the risk of obesity among users of hormonal contraception. The prevalence of obesity among users of contraception in Kulon Progo was 15.9%. Users of hormonal contraception has a increased risk for obesity, OR: 9.4 (95% CI: 1.1 – 81.5). Users of combination pills faced the highest risk, followed by users of injected progesterone depot, while the risk in implant users was the same as that in users of non-hormonal contraception. The risk of obesity was significantly higher after 7 years of hormonal contraception use. The risk of obesity was neither related to energy intake nor expenditure. The increased risk of obesity in users of hormonal contraception was still significant after controlling for age, parity, initial weight, socioeconomic status, energy intake and expenditure, and parental obesity. We conclude that the risk of obesity is higher in users of hormonal contraception compared to the non-hormonal ones. Users of combination pills face the highest risk of obesity. (Med J Indones 2005; 14: 163-8)
Medical Journal of Indonesia, 14 (3) July September 2005: 163-168, 2005
MJIN-14-3-JulSep2005-163
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Zuraidah
Abstrak :
LATAR BELAKANG: Salah satu penyebab kematian bagi penderita kanker pada wanita adalah kanker serviks. Secara histopatologik kanker leher rahim yang banyak ditemukan adalah jenis karsinoma sel skuamosa. Pada penelitian diteliti beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan karsinoma sel skuamosa. METODE: Desain studi ialah kasus-kontrol dengan subyek penderita kanker leher rahim jenis karsinoma sel skuamosa berdasarkan pemeriksaan histopatologik yang datang ke RSUPNCM Jakarta dan belum mendapatkan pengobatan. HASIL: Dari 302 wanita penderita kanker leher rahim jenis karsinoma sel skuamosa yang diteliti terdapat 34,4% pada golongan umur 52 tahun sampai 62 tahun yang memiliki risiko tinggi, dengan rasio odd suaian (OR) 24,05 dan 95% interval kepercayaan 6,34 ; 91,24. Umumnya wanita berpendidikan tingkat SD dan wanita tidak sekolah memiliki risiko tinggi dibandingkan dengan wanita yang berpendidikan SMP ke atas, dengan rasio odd suaian berturut-turut 17,97 dan 12,91 dan 95% interval kepercayaan berturut-turut 2,82 ; 114,66 dan 1,96 ; 84,92. Jenis kontrasepsi yang digunakan yang dapat meningkatkan risiko adalah kontrasepsi hormonal jika dibandingkan dengan yang tidak memakai kontrasepsi, dengan rsio odd suaian 2,83 dan 95% interval kepercayaan 1,34 ; 6,00. KESIMPULAN: Pada penelitian ini terlihat bahwa faktor-faktor risiko dominan yang berhubungan dengan terjadinya kanker leher rahim jenis karsinoma sel skuamosa adalah umur yang lebih tua, tingkat pendidikan rendah dan penggunaan kontrasepsi hormonal.
Risk Factors of Cervical Squamous Cell Carcinoma in Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Hospital Jakarta 1997-1998BACKGROUND: Mortality of cervical cancer is highest among cancer in women. The histological type of cervical cancer is mostly squamous cell carcinoma. The purpose of this study is to show the risk factors of cervical squamous cell carcinoma. METHOD: The design is a case control study carried out in patients from Dr. Cipto Mangunkusumo National Central Hospital Jakarta during 1997-1998 confirmed histologically with cervical squamous cell carcinoma, who has not started any treatment. RESULT: From 302 women with squamous cell carcinoma of cervix examined, the high risk groups were found to be as follows : 1) 52-62 year age group (34,4%) with adjusted odds ratio (OR) 24,05 and 95% confidence interval (95% CI) 6,34 ; 91,24 2) low education level, elementary 1 no education compare with women with higher education level showed adjusted odds ratio (OR) 17,97 and 12,91, and 95% confidence interval (95% CI) 2,82 ; 114,66 and 1,96 ; 84,92 3) hormonal contraception compared with those who didn't use any contraception showed adjusted odds ratio (OR) 2,83 and 95% confidence interval (95% CI) 1,34 ; 6,00. CONCLUSION: This study showed that older age group, low education and hormonal contraception were dominant risk factors of cervical squamous cell-carcinoma.
2001
T10520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mailisafitri
Abstrak :
ABSTRAK
Berdasarkan data riskesdas tahun 2007 stroke menjadi penyebab kematian utama yaitu 15,4% dari total kematian. Penelitian kasus kontrol ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kematian pasien stroke di instalasi rawat inap Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi selama tahun 2010 dengan menggunakan data rekam medik pada tahun 2010. Pengambilan data dilakukan selama bulan maret 2011, dengan jumlah kasus 200 dan kontrol 400 (1:2). Kasus adalah pasien stroke yang meninggal dibuktikan dari ringkasan kematian pasien; kontrol adalah pasien yang keluar hidup. Hasil analisis chi-square menunjukkan faktor yang berhubungan dengan kematian pasien stroke adalah; umur ≥ 60 tahun (OR=1,718; 95% CI: 1,238-2,384), pasien dengan riwayat jantung (OR=2,870; 95% CI: 1,684-4,891), kelas rawat di ruangan ICU (OR=69,167; 95% CI: 32,785-145,92) dan stroke hemoragik (OR=27,556; 95% CI: 17,907-42,405) sedangkan riwayat hipertensi sebagai faktor protektif (OR=0,594; 95% CI: 0,383-0,921). Pengendalian faktor risiko dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat stroke. Perlunya penanganan medik yang cepat untuk menentukan jenis stroke pasien dengan CT scan atau skor kesadaran dan pemberian obat untuk mengontrol penyakit penyerta pasien dapat menurunkan kematian akibat stroke.
ABSTRACT
Data from Basic Health Research In Indonesia 2007 found that stroke is the number one cause of death, causing 15,4% of total deaths. This case control study aimed to indentify factors that associated with mortality of stroke patients in inpatient installation in National Stroke Hospital, Bukittinggi during 2010 by using medical records in 2010. Data were collected in March 2011, with 200 cases and 400 controls (1:2). The case group is stroke patient who died; evidence was taken from the summary of the patient’s death; while the control group is stroke patient who survived. The results from chi-square analysis show that factors associated with mortality of stroke patients are; age ≥ 60 years old (OR=1.72; 95% CI: 1.24-2.38), patients with history of CHD (OR= 2.87; 95%CI:1.68-4,89), ICU class treatment (OR=69.17; 95% CI: 32.78-145.92) and hemorraghic stroke (OR=27.56; 95% CI: 17.91-42.41) whereas hypertension history as protective factor (OR=0.59; 95% CI: 0.38-0.92). Controlling of risk factors can reduce morbidity and mortality due to stroke. The need of prompt medical treatment to determine the type of patient’s stroke by using CT scan or awareness score and also medication to control comorbidities may reduce the mortality from stroke.
2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arleni
Abstrak :
Campak merupakan penyakit yang sangat menular dan sebagai penyebab utama kematian anak di negara berkembang termasuk di Indonesia. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat mempunyai cakupan imunisasi campak yang cukup tinggi dari tahun 2009-2013. Namun demikian masih terjadi KLB penyakit campak yang terjadi pada periode Desember 2013 sampai dengan Februari 2014 di Desa Segarjaya Kecamatan Batujaya. Desain penelitian ini adalah desain kasus kontrol. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian campak pada Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di Desa Segarjaya Wilayah Puskesmas Batujaya Kabupaten Karawang Tahun 2014. Kasus adalah anak usia 0-14 tahun yang didiagnosa menderita campak berdasarkan gejala klinis dan tercatat dalam laporan C1 Dinas Kesehatan dan didiagnosa campak pada saat investigasi KLB, kontrol adalah anak yang tidak menderita gejala klinis campak, tetangga kasus yang rumahnya berdekatan dengan perbandingan jumlah kasus dan kontrol 1:2. Sebanyak 57 kasus dan 117 kontrol yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor utama yang berpengaruh terhadap kejadian campak pada KLB campak adalah jenis kelamin lak-laki OR=1,9 (CI 95%: 1,00-3,6), status anak yang tidak imunisasi memiliki OR= 2,5 (CI 95%: 1,20-5,2), anak yang mempunyai riwayat kontak OR=15,4 (CI 95%: 6,9-33,9). Sedangkan faktor yang bersifat protektif adalah faktor ibu yang tidak bekerja OR=0,4 (CI95%: 0,20-0,91). Dari hasil penelitian disarankan agar meningkatkan peran serta masyarakat dalam program imunisasi dan melaporkan segera jika ada kasus dengan gejala campak pada tenaga kesehatan, penguatan program imunisasi dan penguatan surveilans epidemiologi campak. ......Measles is a highly contagious disease and a major cause of child mortality in developing countries, including in Indonesia. Karawang regency is one of regencies in West Java has the measles immunization coverage is high enough from the years 2009 to 2013. However, there are measles outbreaks occurred in the period December 2013 to February 2014 in the Segarjaya Village District of Batujaya. This study design is case-control design. The purpose of this study to describe the factors that influence the incidence of measles in Extraordinary Events (KLB) in the Segarjaya Village of measles Regional Health Center Batujaya Karawang of district in 2014. Cases were children aged 0-14 years who were diagnosed with measles based on clinical symptoms and recorded the Department of Health and C1 reports diagnosed measles outbreaks during the investigation, control is a child who does not suffer from clinical symptoms of measles, a neighbor whose house is adjacent to the case of a comparison of cases and controls 1:2. A total of 57 cases and 117 controls who met the inclusion criteria. The results showed that the main factors that influence the incidence of measles in measles outbreaks are lacquer-male gender OR=1.9 (CI 95%: 1,00-3,6)), the immunization status of children who do not have OR=2.5 (CI 95%: 1,20-5,2), children who have a history of contact OR = 15.4 (CI 95%: 6,9-33,9). While the protective factor is a factor that is not working mothers OR=0.4 (CI95%: 0,20-0,91). From the results of the study suggested that increase community participation in immunization programs and report immediately if there is a case with symptoms of measles on health workers, strengthening immunization programs and the strengthening of epidemiological surveillance of measles.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55921
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Iis Sinsin Nuryasini
Abstrak :
Osteoporosis merupakan salah satu isu penting dalam bidang kesehatan masyarakat. Jumlah penderita osteoporosis diprediksikan akan mengalami peningkatan secara tajam seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan angka harapan hidup. Dari berbagai literatur didapatkan angka prevalen osteoporosis berkisar dan 6,5-30,3%. Penderita osteoporosis sangat rentan terhadap fracture. Perempuan merupakan populasi paling berisiko (population at risk) terhadap osteoporosis. Di Indonesia, menurut data WHO tahun 1995, prosentase penduduk perempuan yang masih hidup hingga usia 60 tahun ke atas sebesar 75% sementara laki-laki hanya 16%. Program pencegahan perlu dilakukan untuk memperlambat munculnya osteoporosis. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan osteoporosis. Salah satu faktor yang diduga mempunyai efek protektif (pencegah) terhadap kejadian osteoporosis adalah penggunaan pil keluarga berencana (pil KB). Untuk perempuan Indonesia, faktor ini belum pernah diteliti. Padahal jika melihat jumlah pengguna pil KB di Indonesia, ditemukan bahwa prevalen pengguna pil KB pada semua golongan usia cukup tinggi yaitu 14,8-17,1%, dan usia yang mulai menggunakan pil KB adalah 15-19 tahun. Pil KB yang digunakan oleh perempuan Indonesia sebagian besar (77,1%) merupakan jenis pil kombinasi (combined oral contraception) dengan estrogen sebagai komponen utamanya. Dari literatur tentang hubungan estrogen dan osteoporosis ditemukan bahwa peran estrogen adalah menghambat proses resorpsi tulang baik secara langsung dan tidak langsung. Beberapa penelitian tentang hubungan riwayat penggunaan pil kontrasepsi dan osteoporosis pada wanita ras putih masih menunjukkan kontroversi. Berdasarkan hal itu, perlu diteliti hubungan antara penggunaan pil KB dengan osteoporosis primer pada perempuan Indonesia. Disain penelitian menggunakan kasus kontrol tidak berpadanan dengan jumlah 674 responden dari seluruh data catatan medis pasien di Makmal Terpadu Imunoendokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sejak Juli 1995 sampai engan Oktober 2000. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana. Kasus dan kontrol diambil dari tempat yang sama dengan jumlah 337 kasus dan 337 kontrol. Kasus didiagnosis dengan menggunakan nilai z yang dihasilkan oleh DEXA (Dual Energy X-ray Absorpliometry). Untuk mendapatkan kasus dan kontrol yang eligible untuk penelitian ini dilakukan proses eksklusi yang meliputi usia kurang dari 40 tahun, catatan medis yang tidak lengkap, penderita osteoporosis sekunder, dan penderita osteoarthritis. Selain faktor riwayat penggunaan pil KB, faktor lain yang diteliti adalah usia, indeks massa tubuh, paritas, status olah raga, status menopause, usia saat menopause, dan lama menopause. Analisis data menggunakan regresi logistik ganda dengan bantuan perangkat lunak Stata versi 6.0 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat penggunaan pil KB dengan osteoporosis primer dan hubungan tersebut tersebut dipengaruhi oleh variabel usia dan usia saat menopause serta berbeda pada strata indeks massa tubuh. Kondisi gemuk pada seseorang yang menggunakan pil KB akan meningkatkan probabilitas terhadap osteoporosis primer secara bermakna daripada bukan pengguna pil KB; sementara kondisi berat badan lebih dan kurang pada pengguna pil KB menurunkan probabilitas terhadap osteoporosis primer. Semakin tinggi usia, usia saat menopause, dan indeks massa tubuh, probabilitas osteoporosis primer semakin rendah. Variabel paritas, status olah raga rutin dan lama menopause tidak berhubungan dengan osteoporosis primer. Diantara variabel di dalam model logistik ganda, variabel yang mempunyai probabilitas paling tinggi terhadap osteoporosis primer adalah usia saat menopause awal. Penelitian ini menggunakan data sekunder sehingga tidak dapat mengontrol sejumah variabel lain yang berpotensi sebagai variabel confounding. Berdasarkan hasil penelitian maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk memastikan efek dan pil KB dan melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan usia menopause awal dan usia menopause terlambat. Perempuan yang pemah menggunakan pil KB dan mempunyai berat badan yang gemuk pada saat ini disarankan agar menurunkan berat badan; sementara pengguna pil KB yang mempunyai berat badan lebih atau kurang pada saat ini disarankan agar mempertahankan berat badannya dalam rentang berat badan lebih atau kurang. Bukan pengguna pit KB lebih baik mempunyai berat badan yang lebih namun agar menghindari obesitas karena merupakan risiko munculnya penyakit lain. SeIain itu, perempuan pada usia menopause awal sebaiknya memeriksakan densitas mineral tulang agar dapat dilakukan pencegahan dini. ......Osteoporosis is a current issue on public health due to the increasing number of osteoporotic patients on the populous countries which has an increasing number of life expectancy. Data published by World Health Organization in 1995 showed that 75% of Indonesian women survived into eldelry age (more than 60 years old) while for Indonesian men the number was only 16%. Women tend to be more susceptible and high-risk for osteoporosis_ Osteoporosis leads to osteoporotic fracture. A public health preventive and health promotion program should be done to delay osteoporosis. Many studies has been conducted and published for identifying factors associated with osteoporosis. History of oral contraceptive use is one factor, which has a contribution for preventing osteoporosis. To date no literature has shown the effects of history of oral contraceptive use on osteoporosis among Indonesian women. Demographic Health Survey 1997 showed that the prevalence of oral contraceptive use (pills) was 14,8%-17,1% and the age whose starting to use oral contraceptive was 15-19 years. About 77,1% of oral contraceptive used by Indonesian women was classified as type of combined oral contraceptive which contains oestrogen hormone. Oestrogen will directly and indirectly affects bone remodelling. The association between history of oral contraceptive use in white women remains a controversy. The aim of this study was to determine the association between history of oral contraceptive use among Indonesian women. A case control study was conducted at The Collaborative Laboratory on Immunoendocrinology Faculty of Medicine University of Indonesia Jakarta (MITE FKUI Jakarta). Data was collected from subjects attending the clinic since July 1995 till October 2000. A simple random sampling was used to determine 337 cases and 337 controls among study population. The exclusion criteria for study sample were: age less than 40, incomplete medical records, secondary osteoporosis and osteoarthritis. Both cases and controls were diagnosed using z score of DEXA (Dual Energy X-ray Absorpiiametry) at MTIE FKUI Jakarta. Variables under study were history of oral contraceptive use, age, current body mass index, parity, current exercise, menopausal status, age at menopause, and years since of menopause. Analyzing data used Stata version 6.0 for Windows and the methods of analysis applied multiple logistic regression for unmatched data. The results showed an association between history of oral contraceptive use and primary osteoporosis after controlling age and age of menopause. The association was significantly different at body mass index level (p<0,05). An oral contraceptive user whose obesity had higher probability to primary osteoporosis than non oral contraceptive users; meanwhile overweight and small body mass index had the smaller probability to primary osteoporosis. The study also found negative association between age, age at menopause and current body mass index with primary osteoporosis (p<0,05). Parity, current exepcise and years since menopause were not statistically significant. The study also found that early age of menopause as the highest probability to primary osteoporosis. The secondary data source caused several potential confounding variables which influenced the study results were not included. Based on these results, it is very important to conduct further studies to confirm the effect of oral contraceptive use among Indonesian women and to find factors associated with early age of menopause and late age of menopause. Oral contraceptive users whose greater body mass index are recommended to decrease body mass index into a normal range; meanwhile oral contraceptive users whose small body mass index or overweight should maintain their weight. Non oral contraceptive users are better to be overweight. This study also recommends to do early detection of bone mineral density for the early age of menopausal women.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>