Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arya Rema Mubarak
"Pembahasan akan pluralisme hukum di Indonesia tidak akan terlepas dari diskursus mengenai Hukum Antar Tata Hukum Intern (HATAH). Dalam era Indonesia modern, salah satu kasus yang berkaitan dengan HATAH ialah pembahasan mengenai Instruski Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. K.898/I/A/1975. Setidaknya ada pembahasan yang berkaitan dengan HATAH. Satu, bercampurnya hukum adat dan hukum negara dalam kapasitas seorang Sultan Hamengkubuwono yang merangkap sebagai Gubernur Provisni Daerah Istimewa Yogyakarta dan pemimpinKasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Dua, substansi dari instruksi tersebut yang menggunakan istilah Warganegara Indonesia Pribumi dan Non-Pribumi, sebuah pembedaan yang erat kaitannya dengan penggolongan penduduk era kolonial. Tulisan ini akan membahas permasalahan pertama yang berujung pada pengkualifikasian apakah instruksi tersebut merupakan sebuah hukum dalam sistem hukum nasional maupun adat. Kemudian, penulis juga menelusuri kaitan dari pendikotomian tersebut dengan konsep penggolongan penduduk zaman Hindia Belanda. Dalam menganalisis permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode penelitian normatif dengan studi kepustakaan dalam pencarian data yang hasilnya ditampilkan secara deskriptif. Tulisan ini berkesimpulan bahwa instruksi tersebut tidak dapat dianggap sebagai sebuah hukum dalam sistem hukum nasional namun ia merupakan bagian dari hukum adat. Selain itu, penggunaan istilah Warganegara Indonesia Pribumi dan Non-Pribumi memiliki kaitan yang erat dengan sejarah penggolongan penduduk masa Hindia Belanda.

The discussion of legal pluralism in Indonesia is inseparable from Internal Conflict of Law (HATAH) studies. In modern Indonesia, one of the cases related to HATAH is the discussion on Vice Governor of the Special Region of Yogyakarta Instruction No. K.898/I/A/1975. There are two aspects that correlate with HATAH. First, the Sultan Hamengkubuwono's capacity which embodies national legal system and adat law as the leader of both Yogyakarta Province and Yogyakarta Sultanate. Second, the use of Native and Non-Native Indonesian terms within the Instruction, a distinction related with population group system of the colonial. This thesis will qualify whether the instruction can be constituted as law from national and/or adat legal system perspectives, alongside with elaboration on correlation of such dichotomy with population group system. In analyzing these problems, the author used normative research methods with literature studies for data gathering technique which then presented descriptively. This thesis finds the instruction cannot be considered as a law within national legal system but a law in Yogyakarta Sultanate's adat law. In addition, this paper also reaches the conclusion that the use of the terms Natives and Non-Natives Indonesian is related to the history of population grouping during the Dutch East Indies.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library