Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haura Emilia Erwin
2011
T29645
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kennedy, Kevin
London: Sweet & Maxwell, 2001
341.754 KEN c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jhamtani, Hira P.
Abstrak :
Indonesia became a member of the World Trade Organization (WTO) in 1994 without prior reset on the benefits and adverse impacts, and the rights and obligations involved in taking such a policy measure. The government also did not prepare human resources and other capacities need take advantage of being a WTO member. Consequently, Indonesia is trying hard to comply WTO rules but does not have the capacity to tap the opportunities provided by trade liberalize This article aims to explain the challenges and problems faced by Indonesia related to the WTO is especially about the problem of Indonesia's position in the WTO. Remembering it is only rece that Indonesia began to actively strife for a better bargaining position at the WTO negotiation, ? article also recommends seven steps to improve the situation, including statements that request \ new government to take immediate practical steps involving briefing about WTO to the ministers, study on the impacts of WTO, establish a strong WTO negotiating team, perhaps in office of the president, and to halt all liberalization policies until national trade and industrial ma plans and positions are established
2004
GJPI-7-1-Nov2004-48
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Soros, George
New York: PublicAffairs, 2002
337 SOR g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yong-Shik, Lee
Netherlands: Kluwer, 2008
338.9 YOU e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2008
341.754 WOR l (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lepi Tanadjaja Tarmidi
Abstrak :
World Trade Organization (WTO) adalah kepanjangan dari GATT (General Agreement on Tariffs and Trade), dan mulai berdiri 1 Januari 1995. Karena itu semua tujuan, prinsip perdagangan dunia dan hasil-hasil perundingan Putaran-Putaran perdagangan di bawah GATT, di mana yang terakhir adalah Putaran Uruguay, menjadi bagian dan mengikat bagi WTO. Namun WTO adalah badan yang sama sekali berbeda dengan GATT. Dalam GATT dahulu tidak ada negara anggota, tetapi negara peserta adalah contacting party dari GATT, dalam arti bahwa suatu negara peserta hanya terikat dengan peraturan-peraturan tertentu saja yang ditanda-tanganinya dan tidak terikat dengan semua peraturan yang ada dalam GATT. Sementara dalam WTO, semua negara peserta adalah anggota dan semua kesepakatan yang ada dalam WTO tanpa kecuali mengikat bagi semua anggota dan ada sanksi hukumnya (legally binding) bila terjadi pelanggaran. Kedudukan hukum WTO jauh Iebih kuat, karena selain ditanda-tangani oleh Menteri Perdagangan masing-masing negara peserta, isi kesepakatan Putaran Uruguay dan pendirian WTO jugs harus diratifikasi oleh parlemen negara anggota masing-masing, artinya diperkuat oleh persetujuan wakil-wakil rakyat. Demikianpun, DPR Indonesia telah memberikan persetujuannya pada tanggal 2 November 1994.
2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Joko Juliantono
Abstrak :
ABSTRAK
Saat ini, globalisasi dan liberalisasi tidak dapat dilihat hanya sebagai wacana, melainkan sebagai tantangan yang harus dihadapi. Sebagai suatu fenomena ekonomi, globalisasi dan liberalisasi telah mendorong berbagai bentuk perubahan yang mempersatukan perekonomian dunia ke dalam suatu sistem perekonomian global. Suatu sistem di mana arus perdagangan barang dan jasa sebenarnya sudah tidak bisa lagi dibendung oleh batas-batas kekuasaan politik suatu negara. Dalam arus seperti itulah. World Trade Organization (WTO) sebagai suatu badan yang secara khusus menangani perdagangan internasional, memiliki peran sekaligus pengaruh yang penting bagi perubahan dunia khususnya dalam hal perekonomian.

Dalam forum WTO, isu liberalisasi di bidang pertanian menjadi isu yang paling panas di antara isu isu perdagangan lainnya. lsu inilah yang menyebabkan negara-negara anggota WTO terfragmentasi dalam beberapa kubu kekuatan ekonomi. Dalam suasana perundingan yang timpang dan penuh dengan dominasi, negara-negara berkembang kerap menjadi obyek dari negara-negara maju untuk mempraktikkan liberalisasi perdagangan pada level yang cukup jauh. Akan tetapi, khususnya negara-negara maju menjadi elemen yang paling banyak mengingkari komitmen pasar bebas yang ditunjukkan dengan keengganannya membuka pasar domestik, mengurangi subsidi domestik, maupun mencabut subsidi ekspor.

Sebagai salah satu negara anggota dan pendiri WTO, Indonesia telah terikat dengan berbagai macam perjanjian perdagangan liberal sejak lembaga tersebut didirikan. Akan tetapi, landasan yang melatarbelakangi keikutsertaan serta strategi untuk membela kepentingan nasional dalam menghadapi berbagai perundingan WTO kerap tidak dipersiapkan dengan baik. Masalah- masalah seperti perbedaan karakteristik usaha pertanian Indonesia yang umumnya dikelola oleh petani-petani kecil dengan sarana berupa lahan yang sempit dengan karakteristik industri pertanian negara-negara maju hampir tidak pernah menjadi perhatian pemerintah dalam konteks menghadapi perundingan WTO. Akibatnya, diplomasi pemerintah Indonesia dalam forum-forum WTO tidak memiliki nilai tawar yang memadai untuk menghadang kehendak dominatif dari negara-negara maju.

Bertolak dari hal tersebut, tesis ini disusun sebagai upaya untuk mengidentifikasi persoalan-persoalan yang muncul sebagai akibat kegagalan diplomasi Indonesia yang hampir bisa dikatakan tidak membawa manfaat bagi pembangunan pertanian di Indonesia. Dalam upaya itu, tesis ini juga menjelaskan ragam kepentingan yang kerap saling berbenturan dalam forum WTO, serta mengidentifikasi posisi Indonesia dalam forum-forum WTO, khususnya yang membahas liberalisasi di sektor pertanian. Penelaahan lebih jauh terhadap masalah-masalah tersebut dimaksudkan untuk mengkaji peluang-peluang alternatif sebagai jalan keluar dari permasalahan yang kini membelit Indonesia.

Tesis ini berkesimpulan bahwa fenomer.a kegagalan pasar secara global telah semakin menjadi kenyataan. Ancaman tersebut tidak hanya berlaku di pasar internasional, melainkan juga di pasar dalam negeri. Ketidakseimbangan peranan negara dengan pasar menjadi faktor yang mempertinggi aricaman tersebut. Untuk itu diperlukan upaya-upaya baru guna membangun keseimbangan baru antara negara dengan pasar. Hal inilah yang semestinya menjadi perhatian utama dalam diplomasi luar negeri Indonesia, khususnya dalam forum WTO yang membahas masalah liberalisasi pertanian.
2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Cipta Anugrah
Abstrak :
ABSTRAK Prosedur penyelesaian sengketa dagang dalam WTO diatur dalam artikel XXII dan XXIII GATT 1994 dan Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU). Menurut Pasal 3.7 DSU, sasaran dan tujuan utama sistem penyelesaian sengketa WTO adalah menjamin penyelesaian yang positif bagi suatu sengketa dan sistem ini sangat cenderung menyelesaikan sengketa melalui konsultasi daripada proses pengadilan. Penyelesaian sengketa ini dilaksanakan dengan beberapa cara yang diatur dalam DSU, yaitu konsultasi atau negosiasi, pemeriksaan oleh Panel dan Appelate Body, arbitrase, dan good offices, conciliation, dan mediation, dengan yurisdiksi yang bersifat integrated, compulsory, dan contentious. Berdasarkan Pasal 3.2 DSU, sistem penyelesaian sengketa WTO bertujuan untuk memelihara hak dan kewajiban negara anggotanya berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Persetujuan WTO (covered agreement). Sengketa dapat muncul ketika suatu negara menetapkan suatu kebijakan perdagangan tertentu yang bertentangan dengan komitmennya di World Trade Organization (WTO) atau mengambil kebijakan yang kemudian merugikan kepentingan negara lain. Negara - negara anggota WTO telah sepakat bahwa jika ada negara anggota yang melanggar peraturan perdagangan WTO, negara - negara anggota tersebut akan menggunakan sistem penyelesaian multilateral daripada melakukan aksi sepihak. Ini berarti negara-negara tersebut harus mematuhi prosedur yang telah disepakati dan menghormati putusan yang diambil. Salah satu jalan keluar, dan merupakan upaya terakhir dalam penyelesaian sengketa, apabila pihak pelanggar tidak dapat melaksanakan rekomendasi/putusan DSB adalah retaliasi atau penangguhan konsesi. Pasal 22 ayat 6 DSU.
ABSTRACT Dispute settlement procedure in the WTO set in article XXII and XXIII of GATT 1994 and the Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes (DSU). According to Article 3.7 DSU, major goals and objectives of the WTO dispute settlement system is to ensure a positive solution to a dispute and the system is very likely to resolve disputes through consultation rather than litigation. Dispute resolution is implemented in several ways set out in the DSU, namely consultation or negotiation, examination by the Panel and the Appelate Body, arbitration and good offices, Conciliation and mediation, with jurisdictions that are integrated, compulsory, and contentious. Pursuant to Article 3.2 DSU, the WTO dispute settlement system aims to preserve the rights and obligations of Member States under the provisions contained in the WTO Agreement (covered agreement). Disputes can arise when a country sets a certain trade policies that are contrary to the commitments in the World Trade Organization (WTO) or take out a policy which then harm the interests of other countries. Countries - WTO members have agreed that if member countries that violate trade rules of the WTO, the country - the member states will use the multilateral settlement system rather than take unilateral action. This means that these countries should comply with agreed procedures and respect the decision taken. One way out, and it is the last resort in resolving disputes, if the offender can not implement the recommendation / decision DSB is retaliation or suspension of concessions. Article 22, paragraph 6 DSU.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44881
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Christina
Abstrak :
ABSTRAK
WTO berhasil untuk membentuk Committee on Regional Trade Agreement CRTA pada Februari 1996. Fungsi dari CRTA adalah untuk meninjau semua perjanjian perdagangan regional yang didaftarkan ke WTO dan mempertimbangkan implikasi dari perjanjian perdagangan regional terhadap sistem perdagangan multilateral dan antara perjanjian itu satu sama lain. Namun CRTA tidak memiliki kewenangan yang kuat. Komite ini hanya memiliki fungsi administratif dan studi kelayakan tanpa bisa memberi keputusan yang mengikat. Usulan untuk memperkuat fungsi dari CRTA coba di bawa dalam perundingan Putaran Doha tahun 2001 yang kemudian gagal untuk mencapai kesepakatan. Penelitian ini mengkaji secara mendalam mengenai peranan dari Committee on Regional Trade Agreement WTO dalam kaitannya dengan pengawasan RTA dan juga bagaimana sejauh ini kepatuhan anggota-anggota WTO dalam melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan mengenai persyaratan pembentukan RTA tersebut.
ABSTRACT
The WTO succeeded in establishing a Committee on Regional Trade Agreement CRTA in February 1996. The function of CRTA is to review all regional trade agreements registered with the WTO and to consider the implications of regional trade agreements on the multilateral trading system and between agreements to each other. However CRTA has no strong authority. This committee only has administrative functions and feasibility studies without being able to make binding decisions. The proposal to strengthen the function of the CRTA was brought to the Doha Round of 2001 negotiations which then failed to reach agreement. This study examines in depth the role of the Committee on Regional Trade Agreement of the WTO in relation to RTA surveillance as well as how so far the compliance of WTO members in implementing the established provisions on the requirements for the establishment of the RTA.
2017
T47554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>