Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Mamoto, Retno Sukardan
Abstrak :
Presentasi ini bermaksud untuk menganalisa liputan dari empat media massa terkemuka di Amerika Serikat menganai gerakan PRRI/Permesta dalam periode Februari sampai Juni 1958. Masa ini mencakup keterlibatan Amerika Serikat dalam gerakan PRRI/Permesta. Keempat media massa ini secara keseluruhan memuat sebanyak 171 tulisan yang menyangkut peristiwa ini. Harian Washington Post dan TIme dalam bulan Februari menulis tentang berdirinya pemerintahan PRRI/Permesta dan tanggapan pemerintah pusat untuk menghancurkan pemberontak. Istilah "rebels" digunakan oleh keempat media massa ini untuk menyebut gerakan PRRI/Permesta. Para jurnalis menemukan kelemahan dari pihak organisasi pemberontakan ini, dengan segala gertakan dan ancamannya kepada pemerintah pusat, dan kekuatan yang diproklamirkan melalui jaringan berita luar negeri. Time sangat kritis terhadap pemerintah pusat, dan menyalahkan Sukarno atas kekacauan dalam negeri dengan mengutip kritik-kritik pemimpin pemberontak tentang kepemimpinan Sukarno. majalah ini menyatakan bahwa pemberontakan itu benar dan Sukarno salah.
1999
JSAM-IV-JanJul1999-50
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Ibnu Hamad
Abstrak :
ABSTRAK
Pokok masalah penelitian ini adalah soal keberadaan media massa dalam benturan antar peradaban. Apakah media massa mempercepat ataukah memperlambat terjadinya clash of civilization tersebut? Sebagaimana diramalkan Samuel Huntington, dunia di masa depan akan ditandai oleh benturan-benturan antar peradaban, terutama antara Barat dan Islam. Sehubungan dengan ini, bagaimana media massa, khususnya media cetak, dari masing-masing peradaban menempatkan dirinya dalam perseteruan itu : ikut memanaskan suasana atau mencoba menciptakan iklim yang dialogis.
Aspek yang ditelaahnya adalah seputar isi berita, guna menemukan dan memahami apa yang disebut dengan gejala "retak dalam teks". Apakah cara penyajian dan pemakaian sebutan-sebutan tertentu (sebagai indicator retak teks) memiliki arti (meaning) dan maksud (purpose) tertentu pula? Bisakah gejala itu dijadikan bukti ada (terjadinya) benturan antar-peradaban.
Dengan memakai kerangka teori dan metode semiotika sosial, analisis isi terhadap berita-berita tentang empat peristiwa peradaban (kasus The Satanic Verses novel karya Salman Rushdie; peledakan tower World Trade Center di New York; pengepungan dan penyerbuan markas kelompok Branch Davidian di Waco, Texas; dan pemboman gedung Alfred Murah di Oklahoma City) oleh The Washington Post (mewakili media berperadaban Barat) dan Republika (sampel media berperadaban Timur) menunjukkan bahwa kedua harian ini secara konsisten dan koheren melakukan peretakan teks.
Dapat dirasakan dari cara kedua harian itu memilih gaya penyajian dan sebutannya, bahwa Post dan Republika selalu membuat afeksi (subjective meaning) positif tentang peradaban darimana mereka berasal. Kedua harian ini tampaknya sengaja menjadikan keempat peristiwa tersebut sebagai simbol perantara (condensational symbol) untuk membaguskan peradaban diri sendiri seraya menjelekkan peradaban lawan. Terutama Post, nyata bahwa kedua koran itu terlibat dalam praktik newspeak.
Dipandang dari konsep semantic disclosure tampak bahwa kedua harian itu pun berusaha keras untuk menciptakan mitos baik tentang peradaban dirinya sendiri dan mitos buruk mengenai peradaban orang lain, melalui penanaman makna konotatif dalam berita-berita (teks) yang disajikannya. Maka dapatlah dikatakan bahwa keduanya telah menjadi agen yang sesungguhnya (virtually agent) dari masyarakatnya. Post sebagai agen budaya Barat; Republika mewakili peradaban Timur. Saling silang di antara keduanya menunjukkan adanya (terjadinya) benturan antara kedua peradaban Barat (Kristen) dan Timur (lslam).
Sebagai bagian dari sistem media massa Barat, untuk Post peretakan teks tersebut bertujuan untuk mempertahankan supremasi Barat di dunia internasional. Sementara bagi media Timur seperti Republika langkah itu lebih tepat dikatakan sebagai upaya mengimbangi kekuatan media Barat dalam mencitrakan peradaban yang diwakilinya, Islam.
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
R. Tini Supriatini
Abstrak :
R. TINI SUPRIATINI. NPM 0795040237. Peranan Wartawan The Washington Post Dalam Mcngungkap Skandal Watergate (1972-1974). Di bawah bimbingan dan arahan Ibis Magdalia Alfian, M.A. Pers Amerika Serikat dewasa ini merupakan hasil pergulatan antara berbagai nilai yang terdapat dalam bangsa itu sejak sebelum kemerdekaannya hingga saat ini. Kebebasan pers AS yang didukung oleh Amandemen Pertama Konstitusi, ternyata dalam praktekhya selalu mengalami hambatan dalam merealisasikan kebebasan tersebut. Amerika Serikat sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak-_hak asasi manusia ternyata dalam perjalanan sejarah bangsa itu selalu saja terjadi penyelewengan kekuasaan dalam pemerintahnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam Skandal Watergate yang diawali dengan peristiwa pembongkaran di Mabes Partai Demokrat Gedung Perkanloran Watergate pada tanggal 17 Juni 1972 oleh sekelompok orang yang diduga dilakukan oleh orang-orang dari Partai Republik. Ketika peristiwa itu bergulir, masyarakat Amerika Serikat menganggap angin lalu saja terhadap peristiwa tersebut, sedangkan insan pers khususnya The Washington Ns' sebagai pengamat (watch dog) atau sebagai badan kontrol sosial atas jalannya roda pemerintahan segera menerjunkan wartawannya ,Carl Bernstein dan Bob Woodward untuk menyelidiki peristiwa tersebut yang akhirnya menggelinding bagaikan bola salju menjadi bagian dari skandal politik terburuk dalam sejarah Amerika Serikat. Penyelidikan terhadap skandal tersebut akhirnya membuka suatu jaringan kejahatan politik terorganisasi. Namun yang paling spektakuler adalah berakhirnya secara tragis karir politik Presiden Richard Milhous Nixon yang terpaksa mengundurkan diri dari jabatan kepresidenannya pada tanggal 8 Agustus 1974 sebelum Kongres melakukan voting untuk menjatuhkan impeachment.
2000
S12568
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mamoto, Retno Sukardan
Abstrak :
Pada masa pemerintahan presiden Eisenhower, kebijakan politik luar negeri Amerika ditentukan oleh presiden dan menteri luar negeri, John Foster Dulles. Pengaruh kedua orang ini amat besar di dalam menentukan langkah-langkah kebijakan politik luar negeri, dibarengi dengan kekuasaan dan dukungan keuangan sehingga langkah-langkah yang diambil dalam hubungan Amerika dengan Indonesia berkembang menjadi suatu kebijakan yang rahasia dan membawa dampak yang merugikan dan mengakibatkan hubungan diplomasi kedua negara ini terputus. Di satu sisi, presiden Amerika menghadapi kongres yang tidak selalu sepakat dengan kebijakan kebijakan politik luar negerinya, namun di sisi lain, mendapat dukungan penuh dari kegua unsur dalam kongres yakni dari senar dan DPRnya, untuk kebijakan yang bersifat non kompromi terhadap komunisme. Dalam area ini Eisenhower menjalankan kekuasaannya sebagai presiden, terutama dalam hal menggunakan Badan Intelejens "Si-Ai-E" (CIA) untuk mencapai tujuan-tujuan politik luar negerinya.
1999
JSAM-IV-JanJul1999-123
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library