Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oliver Dorr
Abstrak :
The commentary on the Vienna convention on the law of treaties provides an in-depth article-by-article analysis of all provisions of the Vienna convention. The texts are uniformly structured : (I) purpose and function of the article, (II) historical background and negotiating history, and (III) elements of the article. The Vienna convention on treaties between states and IOs and between IOs is taken into account where appropriate. In sum, the present commentary contains a comprehensive legal analysis of all aspects of the international law of treaties. Where the law of treaties reaches into other fields of international law, e.g. the law of state responsibility, the relevant interfaces are discussed and contextualized.
Heidelberg : Springer, 2012
e20401289
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
This book offers a comprehensive analysis of the law of treaties based on the interplay between the 1969 Vienna Convention on the Law of Treaties and customary international law. Written by a team of renowned international lawyers, it offers new insight into the basic concepts and methodology of the law of treaties and its problems.
Oxford: Oxford University Press, 2011
341.026 LAW
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Villiger, Mark E.
Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2009
341.37 VIL c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Brotosusilo
Abstrak :
Melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Indonesia secara resmi meratifikasi GATT 1994 dan menjadi anggota WTO. Berdasarkan "The Vienna Convention on the Law of Treaties, May 23, 1969" ratinkasi menimbulkan akibat hukum, antara Iain kewajiban bagi negara yang bersangkutan untuk merubah hukum nasionalnya agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam persetujuan internasional yang bersangkutan. Belasan tahun Indonesia menjadi anggota WTO, hingga saat ini negara ini belum memiliki perundang-undangan yang integral dan komprehensif di bidang perdagangan. Bahkan lebih parah lagi pada saat kemajuan pesat teknologi informasi dan telekomunikasi serta transportasi, Serta perkembangan hukum perdagangan internasional yang telah sampai pada tahapan di mana transaksi perdagangan hampir tidak lagi mengenal batas negara, Sehingga biaya transaksi perdagangan internasional menjadi semakin rnurah dan mudah dilakukan, Iandasan paling mendasar kegiatan di bidang perdagangan masih mengacu pada produk perundang-undangan kolonial, yaitu Bedrifsregiementeri ngs Ordonantie Stbf. 1934 (BRO 1934). Keterbelakangan hukum perdagangan di negeri ini juga meliputi kesiapan peraturan perundang-undangan yang merupakan lmplementasi kesepakatan WTO. Produksi dalam negeri Indonesia daiam era perdagangan global membutuhkan periindungan hukum, karena selama ini dalam implementasi kewajiban Indonesia sebagai anggota WTO, negeri ini lebih mengutamakan perlindungan hukum untuki menjamin kepentlngan-kepentingan (yang kepemilikannya didominasi) pihak asing daripada perlindungan kepada industri dalam negeri maupun konsumen domestik. Oleh karena itu masih perlu dibangun hukum Indonesia yang bukan saja mampu melindungi industri dalam negeri, tetapi juga mengutamakan kepentingan nasional. Peraturan perundang-,undangan 'tentang anti-dumping dan safeguard Indonesia merupakan suatu ?anomaliee? dalam pentas perdagangan internasional, karena bukannya merumuskan proteksi semaksimal mungkin untuk melindungi kepentingan industri dalam negeri dari kerugian akibat perdagangan curang dari impor, sebaliknya lebih berpihak kepada kepentingan industri aslng. Di samping itu, peraturan perundang-undangan anti-dumping dan safeguard Indonesia pembentukannya melanggar prinsip~prinsip demokrasi dan 'The Rule of Law". Akibatnya: a) rumusan dan penerapan peraturan perundang-undangan tentang anti-dumping di Indonesia belum dapat melindungi industri dalam negeri menghadapi ancaman kerugian dari produk yang diimpor melalui praktek perdagangan curang; dan, b) rumusan serta penerapan peraturan perundang-undangan tentang safeguard di Negara ini belum dapat melindungi industri dalam negeri dari kerugian serius yang timbul akibat impor yang melimpah. Untuk rnengatasi persoalan tersebut, dalam rangka melindungi industri dalam negeri dari: a) (ancaman) kerugian yang timbul akibat produk-produk impor melalui praktek perdagangan yang curang; dan, b)kerugian yang serius akibat peningkatan produk-produk impor, perlu dibangun hukum nasional tentang anti-dumping dan safeguard, yang adil , memiliki legitimasi yang kuat dan justifikasi yang mantap, dapat diterapkan dengan efektif, dan mengacu pada kepentingan nasional.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
D1039
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Brotosusilo
Abstrak :
ABSTRAK
Melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Indonesia secara resmi meratifikasi GATT 1994 dan menjadi anggota WTO. Berdasarkan "The Vienna Convention on the Law of Treaties, May 23, 1969" ratinkasi menimbulkan akibat hukum, antara Iain kewajiban bagi negara yang bersangkutan untuk merubah hukum nasionalnya agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam persetujuan internasional yang bersangkutan. Belasan tahun Indonesia menjadi anggota WTO, hingga saat ini negara ini belum memiliki perundang-undangan yang integral dan komprehensif di bidang perdagangan. Bahkan lebih parah lagi pada saat kemajuan pesat teknologi informasi dan telekomunikasi serta transportasi, Serta perkembangan hukum perdagangan internasional yang telah sampai pada tahapan di mana transaksi perdagangan hampir tidak lagi mengenal batas negara, Sehingga biaya transaksi perdagangan internasional menjadi semakin rnurah dan mudah dilakukan, Iandasan paling mendasar kegiatan di bidang perdagangan masih mengacu pada produk perundang-undangan kolonial, yaitu Bedrifsregiementeri ngs Ordonantie Stbf. 1934 (BRO 1934). Keterbelakangan hukum perdagangan 'di negerl ini juga meliputi kesiapan peraturan perundang-undangan yang merupakan lmplementasi kesepakatan WTO.

Produksi dalam negeri Indonesia daiam era perdagangan global membutuhkan periindungan hukum, karena selama ini dalam implementasi kewajiban Indonesia sebagai anggota WTO, negeri ini lebih mengutamakan perlindungan hukum untuki menjamin kepentlngan-kepentingan (yang kepemilikannya didominasi) pihak asing daripada perlindungan kepada industri dalam negeri maupun konsumen domestik. Oleh karena itu masih perlu dibangun hukum Indonesia yang bukan saja mampu melindungi industri dalam negeri, tetapi juga mengutamakan kepentingan nasional.

Peraturan perundang-,undangan 'tentang anti-dumping dan safeguard Indonesia merupakan suatu ?anomaliee? dalam pentas perdagangan internasional, karena bukannya merumuskan proteksi semaksimal mungkin untuk melindungi kepentingan industri dalam negeri dari kerugian akibat perdagangan curang dari impor, sebaliknya lebih berpihak kepada kepentingan industri aslng. Di samping itu, peraturan perundang-undangan anti-dumping dan safeguard Indonesia pembentukannya melanggar prinsip~prinsip demokrasi dan 'The Rule of Law".

Akibatnya: a) rumusan dan penerapan peraturan perundang-undangan tentang anti-dumping di Indonesia belum dapat melindungi industri dalam negeri menghadapi ancaman kerugian dari produk yang diimpor melalui praktek perdagangan curang; dan, b) rumusan serta penerapan peraturanperundang-undangan tentang safeguard di Negara ini belum dapat melindungi industri dalam negeri dari kerugian serius yang timbul akibat impor yang melimpah. Untuk rnengatasi persoalan tersebut, dalam rangka melindungi industri dalam negeri dari: a) (ancaman) kerugian yang timbul akibat produk-produk impor melalui praktek perdagangan yang curang; dan, b)kerugian yang serius akibat peningkatan produk-produk impor, perlu dibangun hukum nasional tentang anti-dumping dan safeguard, yang adil , memiliki legitimasi yang kuat dan justifikasi yang mantap, dapat diterapkan dengan efektif, dan mengacu pada kepentingan nasional.
2006
D842
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Avilia
Abstrak :

ABSTRAK
The Vienna Convention on Consular Relations of 1963 outlined the rights of a state to exercise its obligation to protect the interests of its nationals abroad. The protection given by states to their nationals is commonly referred to as consular assistance. The main objective of consular assistance is to help nationals facing difficulties abroad. In the event of an arrest, the aim of the provision of consular assistance is to protect the inalienable rights of a foreign detainee. The inalienable rights inherent to all detainees are the right retain counsel, and to receive due process of law. Although the 1963 Convention on Consular Relations is the codification of international customary law with regard to states practises in protecting their nationals, the practises may vary from one state to another. This paper analyses the policy and practises adopted by a state to protect its nationals detained abroad and suggests effective policies to provide consular assistance based on the reviewed state practises and policies.
Depok: University of Indonesia, Faculty of Law, 2019
340 UI-ILR 7:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Meithy Tamara
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai status hukum The Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) sebagai perjanjian internasional ditinjau dari perspektif hukum internasional. Untuk menganalisis dan menjawab pertanyaan ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan menguji permasalahan dengan metode yuridis normatif. Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan perjanjian internasional berdasarkan hukum internasional, bagaimana kekuatan mengikat resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta mengenai status hukum dari kesepakatan The Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) sebagai perjanjian internasional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dilihat dari pemenuhan unsur-unsur dari definisi perjanjian internasional berdasarkan Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional dan fakta dikeluarkannya Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2231 yang mendukung JCPOA dengan mendasarkan pada Pasal 25 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengikat, kesepakatan JCPOA adalah perjanjian internasional yang di dalamnya terdapat komitmen-komitmen yang menciptakan hak dan kewajiban internasional. ......The focus of this study is the legal status of the Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) as a treaty from the international law perspective. To analyze and answer this question, researcher used descriptive method by examining the problem with the legal approach of juridical normative. The purpose of this study is to know how the regulation of treaty is, how legally binding a United Nations Security Council resolution is, as well as the legal status of The Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) as a treaty. The result shows that based on the fulfillment of the elements constituting a treaty according to the Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 and the fact that Security Council adopted Resolution 2231 endorsing the agreement with Article 25 of the Charter of the United Nations, which has the notion of legal bindingness, as a legal basis, the JCPOA is in fact a treaty establishing commitments and as a consequence, it creates internasional rights and obligations.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valentina Sahasra Kirana
Abstrak :
Sejak tahun 2009, Indonesia terikat oleh kerjasama open sky ASEAN. Tesis ini membahas keikutsertaan Indonesia dalam kerjasama ini ditinjau dari perspektif hukum internasional dan hubungan internasional. Teori yang menggambarkan hubungan antara kepentingan negara dan kepentingan rezim dalam kerjasama internasional yang seringkali berbenturan digunakan untuk menjelaskan kepentingan nasional Indonesia yang terganggu dalam kerjasama open sky ASEAN di satu sisi dan manfaat kerjasama ini di sisi lain. Di satu sisi, Indonesia bersama dengan kesepuluh negara anggota ASEAN lain memperoleh manfaat dari kerjasama open sky ASEAN melalui proyek Masyarakat ASEAN. Di sisi lain, kepentingan nasional Indonesia untuk melindungi kedaulatan di wilayah udara dan industri penerbangan nasionalnya terganggu dalam kerjasama ini. Ketentuan dalam Konvensi Wina sebagai sumber hukum internasional berperan dalam memberikan peluang bagi Indonesia berupa penarikan diri, reservasi maupun amandemen untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya yang terganggu oleh kerjasama ini, namun dengan tetap menjalankan kewajibannya terhadap rezim. Meskipun ketiga peluang ini dimungkinkan menurut hukum internasional, menurut hubungan internasional peluang untuk reservasi dan amandemen merupakan pilihan yang lebih diplomatis. Dengan meneliti posisi keikut-sertaan Indonesia dalam kerjasama open sky ASEAN, tampak bahwa hukum internasional dan hubungan internasional merupakan dua kajian yang saling mendukung. Hukum internasional merupakan kerangka normatif dalam hubungan internasional yang bertujuan untuk menyeimbangkan kepentingan negara dengan kepentingan rezim dalam sebuah kerjasama internasional. Meskipun demikian, dalam hubungan sarat konflik antara kepentingan rezim dengan kepentingan negara, kepentingan negara lebih banyak memengaruhi kepentingan rezim.
Since 2009, Indonesia has committed to ASEAN open sky cooperation. This research aims to observe Indonesia's participation within this cooperation through international law and international relations lenses. A theory describing conflict relations between state's and regime's interest within international cooperation is used to explain Indonesia's interest when facing challenges within this cooperation, while showing that there are also benefits from this cooperation. On the one side, Indonesia and the other ten ASEAN members enjoy open sky cooperation trough ASEAN Community project. On the other side, this cooperation has posed some challenge to Indonesia in protecting its air sovereignty and national airlines industry. The Vienna Convention as a source of international law offers some possibilities for Indonesia in the forms of withdrawal, reservation, or amendment in order to protect its national interests which have undergone some challenges while still adhering to its obligation to the regime. Even though the three possibilities are supported by international law, from international relation perspective possibilities to reserve and amend are considered more diplomatic. By observing Indonesia's partnership in ASEAN open sky cooperation, it can be concluded that international law and international relations are two disciplines that are complementing each other. International law is a normative construct in international relations that aims to balance state's and regime's interest. However, within conflict relations between regime's and state's interest, it is suggested that state's interest has more domination over regime's interest.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library