Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adhityawarman Menaldi
Abstrak :
Bagi orang-orang yang menderita penyakit tertentu, menjalani kehidupan sehari-hari seperti layalmya orang nomml bukanlah sesuatu yang mudah. [ni dapat discbabkan karena penyakit yang mengganggu fungsi tubuh, atau bisa juga adanya stigrnatisasi terhadap suatu penyakit yang membuat si penderita tidak dapat berfungsi optimal di masyarakat (Anderson, etal, 1997). Salah satu penyakit yang hingga saat ini masih memiliki stigma ”berbahaya” di masyarakat adalah kusta (Finlay, etal, 1996, dan Bainson & Van Den Bome, 1998). Halim & Kurdi (dalam Sjamsoe Daili, dkk,, 2003) menyebutkan bahwa dampak dari adanya penyakit kusta ini adalah kecacatan Cacat ini sendiri kernudian dibagi menjadi dua jenis yaitu cacat Esik dan cacat psikososial. Bayangan cacat ini seringkali membuat penderitanya tidak dapat menerima kenyataan bahwa ia. mendexita kusta, akibatnya akan ada perubahan mendasar pads. kepribadian dan tingkah lakunya. Tekanan psikis inilah yang rnembuat para penderita atau mantan penderita lebih memilih untuk berada bersama orang-orang yang menumtnya "senasib”. Meskipun demikian, tidak sedikit juga dari penderita kusta yang masih berusaha untuk bertahan hidup dan bekerja dengan segaja usaha yang dapat dilalcukml Bagi mereka yang mwih berusaha, sudah tentu memiliki kekuatan atau srreng1h yang menonjol dan diri mereka. Pembahasan mengenai strength dari manusia merupakan bagian dari kajian Positive Psychology Penerapan dari strength dan virtue setiap individu pada berbagai aspek kehidupatmya sehari-hari akan menghmilkan kebahagiaan yang sejati (Seligman, 2002). Berangkat dan penjelasan di alas peneliti tertarik untuk melalcukan peneliiian yang dilandasi tclaah positive psychology terhadap penderita penyakit kronis khususnya kusla Langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan menyusun alat ukur character strengths penyandang kusta dengan mengadaptasi VIA-IS dan menguji validitas dan reliabilitasnya pada kelompok sampcl. Hasil adaptasi alat ukur VIA-IS pada sampcl panyandang kusta adalah dari 240 item pada VIA-IS, 63 item memiliki koefisien korelasi yang rendah terhadap skor total. Koeisien reliabilitas masing-musing strengths dalam VIA-IS cukup beragam, berkisar antara 0,509 - 0,787 . Reliabilitas tertinggi ada pada pengukuran Playyitlness dan terendah pada Equity. Pembuatan norma pada alat ukur VIA-IS dilakukan pada 24 strengths clan kemudian ditetapkan klasifikasi dari sangat kuat, kuat, sedang, lemah, sangat lemzxh. Prom VIA-IS pada pcnyandang kusta menunjukkan bahwa lima strengths yang menonjol dengan rata-rata tertinggi adalah Gratitude, Kindness, Spirituality, Capacity to Love, dan Equity. ......For people who suffer from a certain disease living life like normal people is not easy. Reason being is because certain disease can alfect body function or because of stereotypes against certain disease which make the person unable function fully in society (Anderson, et.al., 1997). One disease which still has a “dangerous” stereotype in society is leprosy (Finlay, et.al, 1996 and Bainson and Van Den Bome, 1998). The effect of leprosy is retardation (Halim and Kurdi in Daili, et.al., 2003). Retardation itself is divided into two types, namely physical retardation and psychosocial retardation. The thought of retardation olien makes people atfected with leprosy unable to time reality that they suffer from leprosy which impacts on a change in personality and behavior. This psychological pressure makes the leprosy or former leprosy patients decide to also live with leprosy patients. On the other hand, a lot of them try to survive living and working with every effort they can. Those who are still trying have a certain strength which stands up in them. The study of strength in human is part of positive psychology. The application of strength and virtue in each individual in every aspect of daily life can outcome in true happiness (Seligman, 2002). Based onthat, researcher is interested in conducting a research based on positive psychology towards people alfected with chronic leprosy. Thus, the first step is designing an inventory for “character strength” in people affected with leprosy by adapting Values In Action-Inventory ofStrengrh (VIA-IS) and testing the validity and reliability of the sample group. Result of the adapted VIA-IS of the sample group is that from 240 items on VIA-IS, 63 items have a low correlation coelicient against the total score. The reliability coetticient of each strength in VIA-IS are quite the same, namely between 0.509-0.787. The highest reliability score is on (dimention) “Playfulness” and the lowest on “Equity”. The nonns of VIA-IS was conducted on 24 strengths and four classifications are made ranging &om very strong, strong, weak and very weak. The VIA-IS profile on people a.E`ected with leprosy shows that five strengths have the highest score which are Gratitude, Kindness, Spirituality, Capacity to Love and Equiw.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T34074
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ginandjar
Abstrak :
Berdasarkan kondisi pasar yang ada saat ini (market attractiveness) dan keunggulan-keunggulan (competitive advantage) yang dimiliki oleh produk internet broadband IM2 via 3G HSDPA maka strategi pemasaran offensive harus dijalankan oleh IM2 untuk memasarkan produk internet broadband IM2 via 3G HSDPA. Strategi tersebut harus juga diimplementasikan dalam bentuk tactical marketing mix yang optimal. Secara demografi, target segment produk ini menyasar kalangan dewasa berusia 20-29 tahun yang pada umumnya merupakan pekerjalkaryawan dengan SES A-Cl. Sementara dari geografinya, Jakarta dan Surabaya merupakan dua kota pertama yang menjadi prioritas, disusul dengan bandung dan semarang, barulah kota-kota lainnya di Indonesia. Positioning dari produk ini sebaiknya mengedepankan keunggulan dari teknologi yang digunakan karena hal ini yang membedakan produk ini dari produk sejenis lain yang telah lebih dahulu hadir dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih kepada pelanggannya. Positioning ini harus menjadi dasar bagi IM2 untuk mengemas branding produk internet broadband IM2 via 3G HSDPA. Namun demikian, produk ini sebaiknya tetap menjadi sub-brand dari Brand 1M2 Indosatnet. Dalam marketing communication-nya juga perlu disusun message yang sesuai dengan produk dan branding yang telah didefinisikan. Di samping itu, karena produk ini masih baru - sekalipun jasa internet bukan merupakan barang baru lagi - maka pembentukan brand ativarness merupakan hal yang sangat krusial harus dilaksananakan terlebih dahulu. Dengan kondisi ini, early adaptor sebagai tipikal audience juga harus dipertimbangkan dalam penyusunan message yang akan digunakan dalam marketing communication. Beberapa kaidah perlu dijaga dalam mengomunikasikan message agar pelaksanaannya optimal dan tidak malah menimbulkan beragarn interpretasi. Storytelling, tonelnuansa, picture/gambar dan word/kata-kata yang hares menarik dan sinergi dengan message yang disampaikan. Sekali lagi, nuansa teknologi baru yang menyelesaikan permasalahan-permasalahan sebaiknya juga mendasari pengkomunikasian message terse but. Sesuai dengan strategi pemasaran yang offensive, maka marketing comnrunicatian produk ini juga harus mengacu pada strategi tersebut. Namun demikian, bukan berarti frekuensi komunikasi saja yang semata-mata hares tinggi, namun lebih ditekankan pada optimalitas frekuensi dengan reach (tingkat absorpsi audience) yang cukup efektif. Dengan hal-hal di atas diharapkan IM2 akan berhasil meningkatkan performansi bisnisnya dalam bidang jasa Internet.
PT Indosat Multi Media well had known as IM2 a subsidiary company of PT Indosat with internet and multimedia service business. Product Portfolio IM2 consists of many products related to the internet and multimedia. One of the products is the internet service which is popular as th IM2 indosatnet. For this product, 1M2 is as an ISP (Internet Service Provider). Until end of 2006, 1M2 Indosatnet can be provided via many access networks e.g. dial-up, hotspot, via Starone, via Fren, etc. 3G HSDPA is comming to provide another option for internet access network which just come recently. It is also called as IM2 Internet broadband via 3G HSDPA. 3G HSDPA is a new technology which can be used for internet access. The infrastructure of 3G HSDPA is using the 3G network. 3G HSPA has many advantage compared to the existing access network technology. Hopefully it can fulfill the entire user requirement for internet service, especially in the bandwidth and mobility. 1M2 shall utilize 3G HSDPA as much as possible for improving IM2 business in term of market share, sales revenue as well as profitability. Base on recent market attractiveness of internet service and competitive advantage of internet broadband IM2 via 3G HSDPA, the offensive marketing strategy must be run by 1M2 to market the internet broadband IM2 via 3G HSDPA product. In order to apply this strategy, an optimal tactical marketing mix must also be applied. On the target wise, segment target of this is adult with age 20-29 which mostly are the magic people (employeelbusiness people) with SES A-CI. in term of Geographic, Jakarta and Surabaya are two city with first priority, followed by Bandung and Semarang and then the other cities. Positioning of this product shall be the advantage of new technology which is used. It's very important to also provide the advantage for the customer in term of internet access. This positioning should be as the foundation for IM2 to brand the 1M2 Internet broadband via 3G HSDPA. Nevertheless, this product should still be the sub-brand 1M21ndosatnet brand. Some criteria must also be set to do marketing communication. It is important to ensure that the message is delivered effectively and not causing wrong interpretation. Storytelling, tone, picture and word that will be used must be interesting and synergize with the message. Again, new technology which can solve some problem in accessing the internet must be boosted as the main thing for delivering the message. Offensive marketing strategy should be applied, so the marketing communication of this product must also follow this strategy. Offensive doesn't only mean high frequent of the marketing communication but must also attain the reach (audience absorption level) effectively. By implementing all of the recommendations above, IM2 will hopefully be able to improve the business performance in the internet service.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmayani
Abstrak :
[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki dan menelaah strategi perjuangan hak kaum tani oleh La Via Campesina yang berperan sebagai aktor gerakan sosial transnasional sekaligus sebagai ideas kaum tani itu sendiri. Sebagai aktor gerakan sosial transnasional, La Via Campesina dibangun dari elemen identitas, solidaritas, tujuan bersama, dan aksi kolektif yang berkelanjutan, dengan pergerakan dari level lokal, nasional, regional, hingga internasional. Sedangkan sebagai ideas, La Via Campesina bergerak membawa ide, nilai-nilai, dan norma kaum tani dari level lokal hingga ke tataran internasional untuk memperjuangkan hak-hak kaum tani. Ide alternatif yang dibangun oleh La Via Campesina untuk memperjuangkan hak kaum tani adalah dengan menawarkan konsep kedaulatan pangan dan reforma agraria yang diarusutamakan kedalam pembentukan norma hak asasi petani yang kemudian diperjuangkan melalui proses institusionalisasi norma hak asasi petani La Via Campesina di Dewan HAM PBB, agar terbentuk konvensi hak asasi petani sebagai instrumen baru dalam mekanisme norma HAM internasional PBB yang akan melindungi hak-hak kaum tani didunia. Strategi perjuangan yang dilakukan oleh La Via Campesina dalam penelitian ini adalah strategi kampanye, aksi kolektif, mobilisasi, jaringan, persuasi, dan advokasi.
ABSTRACT
This study aims to investigate and examine the strategy of the fight for peasantry rights by La Via Campesina, who takes role as a transnational social movement actor as well as ideas for the peasantry itself. As a transnational social movement actor, La Via Campesina is developed from elements of identity, solidarity, common goals, and sustainable collective actions, whose movements ranged from local, national, regional, and international level. Meanwhile, as ideas, La Via Campesina brings up the ideas, values, and norms of the peasantry from local level to international boards to fight for the peasantry rights. One alternative idea developed by La Via Campesina for the fight of peasantry rights is to offer the concept of food sovereignty and agrarian reform to be mainstreamed into the formation of norms of peasants rights which then fought through the institutionalization process of norms of the peasants rights of the La Via Campesina at the Human Rights Council, in order to form peasants rights conventions as a new instrument in the norms mechanism of the UN international human rights that would protect the peasantry rights in the world. The strategy of the fight waged by La Via Campesina in this study is a strategy of campaign, collective actions, mobilization, networking, persuasion, and advocacy, This study aims to investigate and examine the strategy of the fight for peasantry rights by La Via Campesina, who takes role as a transnational social movement actor as well as ideas for the peasantry itself. As a transnational social movement actor, La Via Campesina is developed from elements of identity, solidarity, common goals, and sustainable collective actions, whose movements ranged from local, national, regional, and international level. Meanwhile, as ideas, La Via Campesina brings up the ideas, values, and norms of the peasantry from local level to international boards to fight for the peasantry rights. One alternative idea developed by La Via Campesina for the fight of peasantry rights is to offer the concept of food sovereignty and agrarian reform to be mainstreamed into the formation of norms of peasants rights which then fought through the institutionalization process of norms of the peasants rights of the La Via Campesina at the Human Rights Council, in order to form peasants rights conventions as a new instrument in the norms mechanism of the UN international human rights that would protect the peasantry rights in the world. The strategy of the fight waged by La Via Campesina in this study is a strategy of campaign, collective actions, mobilization, networking, persuasion, and advocacy]
2015
T43584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nyoman Bagus Donny Aryatma Mahadewa
Abstrak :
Latar Belakang: Kanker serviks masih merupakan penyakit keganasan tersering kedua yang mengenai perempuan di Indonesia dimana setiap tahunnya didapatkan hampir 15.000 kasus baru dan setengahnya meninggal.1-4 Oleh karena itu, skrining kanker serviks penting sebagai usaha pencegahan primer. Metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) merupakan metode alternaltif yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Female Cancer Program (FCP)-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) berkolaborasi dengan Universitas Leiden memiliki program see and treat yaitu skrining lesi prakanker serviks dengan metode IVA dan secara langsung dapat memberikan krioterapi pada kunjungan pertama. Sejak 2007 hingga 2011,FCP Jakarta melakukan skrining lesi prakanker serviks dengan metode IVA melibatkan 25.406 perempuan yang tersebar di beberapa wilayah Jakarta. Dengan menggunakan data tersebut, kita dapat mengetahui prevalensi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya IVA positif di Jakarta yang berguna bagi peningkatan performa kegiatan skrining pencegahan kanker serviks. Tujuan: Untuk mengetahui prevalensi IVA positif di Jakarta dari 2007 - 2011 dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya lesi prakanker yang ditandai dengan IVA positif. Metode Penelitian: Penelitian potong lintang menggunakan data program see and treat dari Desember 2007-Desember 2011, dilaksanakan oleh FCP di 6 wilayah di Jakarta menggunakan metode IVA yang dilakukan oleh dokter umum serta bidan yang ada di puskesmas dibawah pengawasan teknik oleh dokter spesialis Obsteri dan Ginekologi. Hasil Penelitian: Sejak Desember 2007 hingga Desember 2011 terdapat sebanyak 25.406 perempuan yang mengikuti program see and treat. Dari 25.406 perempuan terdapat 1192 kasus (4,7%) perempuan dengan hasil IVA positif dimana 1162 kasus (97%) diantaranya memiliki luas lesi acetowhite<75% dan sisanya memiliki luas lesi acetowhite>75%. Sebanyak 4745 kasus (18%) perempuan mengalami servisitis dan 19 kasus (0,07%) perempuan sudah menderita kanker serviks. Faktor-faktor risiko yang menunjukkan hubungan kemaknaan (p<0,05) terhadap timbulnya IVA positif yaitu jumlah pernikahan, paritas, kebiasaan merokok dan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan odd ratio 1,51;1,85;1.95 and 0,68 secara berurutan. Diskusi dan Kesimpulan: Prevalensi IVA positif masih cukup tinggi pada populasi Jakarta dan faktor risiko jumlah pernikahan, paritas, kebiasaan merokok dan penggunaan kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi hasil IVA. ......Background: Cervical cancer is still the 2nd most frequent cancer in women especially in developing countries that almost 15,000 women were diagnosed with cervical cancer every year in Indonesia and half of them died from the disease.1-4 Therefore screening program is still important to prevent it.Inspection with acetic acid (VIA) is introduced as an alternative method that more suitable with indonesia?s condition. The female cancer program (FCP)-Faculty of Medicine University of Indonesia (FMUI) organization collaborates with University of Leiden has a program called see and treat program that screen precancerous lesions using VIA method and simultaneously offer the immediate therapy on the first visit setting using cryotherapy. Since 2007 until 2011, the FCP from Jakarta Regional has done cervical cancer screening involving 25.406 correspondents patients spreading across several primary health centers and other agencies in several areas of Jakarta. By using these data, we can find out the prevalence and risk factor of VIA positive in Jakarta as a useful data to improve the performance of cervical cancer screening program. Objective: The purpose of the study was to report the prevalence and risk factor of VIA Test-Positive in Jakarta from 2007- 2011. Material and Method: An Observational study using the data from see and treat program that has been conducted at several areas in Jakarta from December 2007 until December 2011. VIA was used as the screening method, and performed by doctors and midwives in community health centers with technical supervision by gynecologists and management supervision by District and Provincial Health Officers. Results: Starting December 2007 to December 2011, there were 25.406 women screened with VIA (Visual inspection with acetic acid). From 25.406 correspondents that had been screened, there were 1192 cases (4,5%) of VIA test positive. The risk factors that significantly (p<0,05) can influence the result of VIA in this study were number of marriage, parity, smoking habits and the use of hormonal contraception with OR 1,51;1,85;1.95 and 0,68 respectively. Disscussion and Conclusions: Prevalence of VIA test-positive is still high in Jakarta population and number of marriage, parity, smoking and the use of hormonal contraception can influence the result of VIA.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melisa Yenti
Abstrak :
Kanker serviks merupakan penyakit kanker dengan pervalensi tertinggi kedua pada perempuan di Indonesia. Deteksi dini kanker serviks metode IVA merupakan program preventif prioritas pemerintah Indonesia dalam pengendalian kanker serviks, namun cakupan pemeriksaannya masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan perilaku deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA pada WUS usia 30-50 tahun. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, data dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner kepada 180 WUS dan dianalisis menggunakan uji chi-square dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan 22,8 WUS melakukan deteksi dini metode IVA. Penelitian ini membuktikan pengetahuan, keterpaparan informasi dan dukungan tenaga kesehatan berhubungan dengan perilaku deteksi dini kanker serviks metode IVA, sementara pendidikan, akses kepelayanan kesehatan dan dukungan suami sebagai konfonding pada hubungan tersebut. Keterpaparan informasi merupakan faktor dominan, WUS yang terpapar informasi mengenai kanker serviks berpeluang 13,8 kali lebih tinggi untuk melakukan deteksi dini kanker serviks metode IVA dibandingkan WUS yang tidak terpapar informasi setelah dikontrol pendidikan, akses kepelayanan skrining dan dukungan suami p=0,013, OR:13, 869, 95 CI:1,723-111,650. Sedangkan pekerjaa dan asuransi kesehatan tidak berhubungan dengan perilaku deteksi dini kanker serviks metode IVA. Instansi terkait perlu melakukan upaya intervensi komunikasi informasi dan edukasi berupa penyuluhan dan penyebaran media promosi terkait kanker serviks dan tes IVA untuk meningkatkan jumlah WUS yang terpapar informasi. ......Cervical cancer is cancer with the highest prevalence in Indonesia women. Early detection of cervical cancer VIAmethod is the government 39 s priority preventive program in controlling cervical cancer, but the coverage of the examination is still low. This study aimed to determine the determinants of the behavior of early detection of cervical cancer with VIA method in women of childbearing age of 30 50 years. This study used cross sectional design, data was collected through interviews using questionnaires to 180 samples and analyzed using chi square test and multiple logistic regression test. The results showed 22.8 of childbearing age women perform early detection of cervical cancer VIA method. These finding revealed that knowledge, information exposure and support of health care related to early detection of cervical cancer VIA method, while education, access to health care and husband support as confounding. Information exposure is a dominant factor, childbearing age women exposed to information about cervical cancer had 13.8 times chance to early detection of cervical cancer VIA method than unexposed information after being controlled by education, screening service access and husbands support p 0,013, OR 13, 869, 95 CI 1,723 111,650. Meanwhile, work and health insurance are not related to the behavior of early detection of cervical cancer VIA method. Relevant institutions need to make efforts communication, information and education in the form socialization and dissemination of promotion media related to cervical cancer and VIA test to increase the number of childbearing age women exposed information.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51396
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathalina
Abstrak :
Sanksi pidana dan sanksi administratif merupakan dua jenis sanksi yang dirumuskan dalam berbagai ketentuan administrasi di Indonesia. Fenomena perumusan kedua jenis sanksi tersebut mengalami dinamika baik dalam perumusan maupun penerapannya, khususnya dalam ketentuan tentang kepabeanan dan cukai, perpajakan, kehutanan, dan lingkungan hidup, yang mana keadaan ini membawa permasalahan dalam praktik penegakannya. Penelitian ini berangkat dari permasalahan pokok tentang pentingnya suatu pedoman untuk menentukan perumusan ketentuan pidana dalam ketentuan administrasi sebagai suatu pola formulasi yang melandasi perumusan sanksi dalam menentukan jenis sanksi administratif dan/atau sanksi pidana dalam ketentuan di bidang fiskal dan sumber daya alam serta perlunya pengaturan tentang pedoman bagi pejabat administrasi dan/atau penegak hukum yang berwenang dalam menerapkan sanksi tersebut. Jawaban dari pertanyaan penelitian dicari melalui studi dokumen terhadap ketentuan perundang-undangan, doktrin, dan putusan pengadilan dalam bidang yang menjadi topik penelitian. Mengingat fokus penelitian adalah pengaturan dan penerapan sanksi administratif dan pidana dalam ketentuan administrasi, maka kajian tentang sanksi administratif dan sanksi pidana, teori tentang pidana dan pemidanaan, serta penerapan prinsip ultimum remedium dan una via, digunakan untuk menganalisis bagaimana pembentuk undang-undang menyusun ketentuan dengan dua jenis sanksi tersebut dan bagaimana pejabat administrasi menentukan sanksi yang dijatuhkan dalam kasus-kasus faktual. Penelitian ini menghasilkan temuan, sebagai berikut: pertama, dalam pembentukan jenis dan sifat sanksi, pembentuk undang-undang merujuk pada ketentuan yang telah ada, namun dalam risalah pembahasan RUU tidak dilengkapi argumentasi tentang justifikasi pidana dan pemidanaan serta prinsip ultimum remedium, melainkan hanya mempertimbangkan bahwa sanksi pidana diperlukan untuk memperkuat sanksi administratif guna menjerakan para pelaku; kedua, penerapan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif dalam kasus-kasus faktual dilakukan sebagaimana kualifikasi dalam rumusan pasal yang dilanggar, urutan prosedur penyelesaian kasus serta dapat pula diterapkan secara bervariasi sehingga dapat bersifat kasuistis untuk tiap-tiap kasus dan tulisan ini memberikan pedoman untuk persoalan tersebut; ketiga, prinsip ultimum remedium digunakan dalam bidang perpajakan dan lingkungan hidup kecuali untuk rumusan yang tidak memberikan sanksi yang berjenjang karena mengingat sifat bahaya dan seriusnya perbuatan dari pelanggaran tertentu. Prinsip una via telah diterapkan dalam kasus fiskal khususnya di bidang perpajakan di tingkat Mahkamah Agung, dengan catatan bahwa prinsip una via berlaku sebagai perluasan dari prinsip nebis in idem, bahwa untuk satu pelanggaran yang serupa tidak dapat diterapkan dua jenis sanksi yang memiliki sifat punitif yang sama. Saat ini prinsip una via sudah dirumuskan dalam ketentuan di sektor keuangan. ......Criminal sanctions and administrative sanctions are two types of sanctions formulated in various administrative acts in Indonesia. The phenomenon of the formulation of these two types of sanctions experiences dynamics situation both in formulation and implementation, particularly in provisions concerning customs and excise, taxation, forestry, and the environment, which creates problems in the law enforcement practices. This research departs from the main problem regarding the importance of a guideline for determining the formulation of criminal provisions in administrative provisions as a pattern of formulation that underlies the formulation of sanctions in determining the types of administrative sanctions and/or criminal sanctions in provisions in the fiscal and natural resources sector and the need for setting guidelines for administrative officials and/or law enforcement officials authorized to apply the sanctions. To finds the answers for the research questions are sought through document studies of statutory provisions and acts, doctrines, and court decisions. Considering that the research focus is on the regulation and application of administrative and criminal sanctions in administrative provisions, the study of administrative sanctions and criminal sanctions, the theory on justification of punishment as well as the application of the principles of ultimum remedium and una via, are used to analyze how legislators formulate provisions with the two types of sanctions and how administrative officials determine the sanctions imposed in factual cases. This research resulted in the following findings: first, in establishing the type and nature of sanctions, the legislators referred to existing provisions, however, the treatise on deliberating the bill was not accompanied by arguments regarding criminal justification and sentencing as well as the ultimum remedium principle, but only considered that criminal sanctions are needed to strengthen administrative sanctions to deter the perpetrators; secondly, the application of criminal sanctions and/or administrative sanctions in factual cases is carried out according to the qualifications in the formulation of the article that was violated, the sequence of procedures for resolving cases and can also be applied in a variety of ways so that it can be casuistic for each case and this research provides guideline to tackle the challenges; third, the principle of ultimum remedium is used in the fields of taxation and the environment except for formulations that do not provide tiered sanctions due to the nature of the harm and the seriousness of the actions of certain violations. The una via principle has been applied in fiscal cases, especially in the case of taxation at the Supreme Court level, with a main consideration that the una via principle applies as an extension of the ne bis in idem principle, that for one similar violation for two types of sanctions which have the same punitive sanction which cannot be applied. Currently, the una via principle has been formulated in provisions in the financial sector.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nursyifa Qolbi
Abstrak :
Kanker serviks merupakan pertumbuhan abnormal pada sel serviks yang disebabkan oleh infeksi human papilloma virus (HPV). Kanker serviks dapat dicegah dengan pemeriksaan inspeksi visual asam asetat (IVA), sebagaimana yang tercantum dalam Permenkes No.34 Tahun 2015. Angka kematian dan insidens kanker serviks terus meningkat dan angka cakupan pemeriksaan IVA masih jauh dari target. Pengetahuan wanita tentang kanker serviks dan IVA merupakan salah satu penyebabnya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pengetahuan tentang kanker serviks dan pemeriksaan IVA. Metode penelitian yang digunakan berupa survei deskriptif dengan cluster sampling. Responden terdiri atas 112 wanita berusia 15-49 tahun di 10 RW Desa Cimandala yang diukur tingkat pengetahuannya menggunakan kuesioner. Hasil menunjukkan rerata usia responden 35,20 tahun, berpendidikan SMA (50,9%), tidak bekerja (90,2%), berpendapatan dibawah UMR (58,9%), dan tanpa riwayat keluarga dengan kanker (97,3%). Tingkat pengetahuan kanker serviks baik (54,4%). Tingkat pengetahuan pemeriksaan IVA baik (58,9%). Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks dan pemeriksaan IVA berada dalam kategori baik. Persepsi terhadap kanker serviks dan pemeriksaan IVA perlu diteliti sebagai hambatan wanita untuk berpartisipasi pada pemeriksaan IVA. ......Cervical cancer is abnormal growth in cervix’s cells caused by human papilloma virus (HPV). Cervical cancer can be prevented by visual inspection with acetic acid (VIA), as stated in Permenkes No.34 Tahun 2015. Mortality and incidence rate still are increasing and participation rate in VIA are unsatisfactory. Women’s knowledge on cervical cancer and VIA test associated with low rate of VIA test. This study aims to determine the description cervical cancer and VIA test knowledges on married women in Cimandala village. Descriptive survey with cluster sampling was used to collect data in this research. There were 112 women ages 15-49 years old in 10 RW Desa Cimandala. Knowledge was measured by questionaire. In conclusion, average age of participants 35,20 years old, high school graduate (50,9%), unoccupied (90,2%), have low income (58,9%), and no family history with cervical cancer (97,3%). Women’s knowledge on cervical cancer is considered as good (54,4%). Knowledge on VIA test also is considered as good (58,9%). Knowledge on cervical cancer and VIA test is classified as good. Women’s perception about cervical cancer and VIA test should be analysed as barrier for women to participate in VIA test.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Mustika Rini
Abstrak :
Latar Belakang: Saat ini telah diketahui di beberapa negara bahwa puncak insidensi lesi prakanker serviks terjadi pada kelompok usia 30-39 tahun. Namun belum ada data yang menggambarkan tentang sebaran dan hubungan antara usia dengan terjadinya lesi prakanker serviks di Indonesia, khususnya di Jakarta. Tujuan: Untuk mengidentifikasi target kelompok usia pada wanita peserta program skrining "see and treat" dan mengetahui hubungan antara faktor usia, jumlah melahirkan dan hasil Tes Inspeksi Visual Asam asetat (IVA). Metodologi: Desain yang digunakan adalah uji potong lintang pada wanita peserta program di 4 puskesmas Jatinegara April - Mei 2009, untuk mengevaluasi frekuensi usia peserta, ketergantungan usia dan jumlah melahirkan. Hasil: Partisipasi skrining tertinggi adalah pada kelompok usia 35 - 39 tahun (20,8% dari n=612), dan menurun pada usia lebih tua. Usia diatas 35 tahun 3 kali lebih besar kecenderungan memiliki jumlah melahirkan lebih dari 1 kali dibandingakan usia ≤ 35 tahun dengan RO=2,87, IK 95%=1,94 ; 4,24, p<0,0001, PPV 80%. Usia lebih dari 35 tahun memiliki risiko 2 kali lebih besar mendapatkan hasil Tes IVA positif dibandingkan responden yang berusia ≤ 35 tahun dengan RO 1,99, IK 95%= 0,38 ; 10,38, p=0,648. Terdapat hubungan bermakna antara usia, jumlah melahirkan dan usia pertama menikah dengan temuan hasil Tes IVA (0,05 < p< 0,10). Kesimpulan: Data ini menunjukkan bahwa wanita dengan usia diatas 35 tahun dan telah memiliki jumlah melahirkan lebih dari sekali, lebih cenderung memiliki hasil Tes IVA positif.
Background: There were some medical researches from some countries, showed that the peak incidence of premalignant cervical cancer occurred in the 30-39 age group. However, report about distribution and correlation between age and premalignant cervical cancer in Indonesia, especially in Jakarta, are poorly understood. Purpose/Aim: To identify the age group target amongst the female participants of "see and treat" screening program, and to analyze the correlation of age, parity and Visual Inspection Acetic acid (VIA) test result. Methodology: We used a crosssectional test to analyze data from Jatinegara female participants in 4 clinics in Jatinegara during April - May 2009, in order to evaluate the frequency of the age of participants, age dependency, and the number of parity. Result: It showed that the highest screening participation was in women between 35-39 age group (20,8% in n=612), and a little less in elderly women. The ages above 35 has a triple possibility to give birth more than one time than ages below 35 with OR=2,87, CI 95%=1,94 ; 4,24, p<0,0001, PPV 80%. Ages above 35 years occupy double risk to get positive IVA Test result than respondents of ages below 35, with OR=1,99, CI 95%= 0,38 ; 10,38, p=0,648 There were significantly correlation between age, number of parity and the first age of marriage with positive IVA test result (0,05 < p < 0,10). Conclusion: These data suggest that in women > 35 years and had birth more than one time, were possibilities to have positive pre-cancer detected by VIA.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S09049fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Herdhana Suwartono
Abstrak :
Latar belakang: Kanker serviks menyumbang angka kematian kanker keempat terbanyak di dunia khususnya di negara berkembang seperti Indonesia dimana didapatkan sebanyak 0,8 kasus kanker serviks per 1000 penduduk. Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) merupakan cara yang efektif untuk deteksi dini kanker serviks dengan nilai sensitivitas yang cukup baik. Pasien dengan hasil IVA positif perlu segera dilakukan tatalaksana untuk mencegah perkembangan lesi prakanker. Namun, krioterapi sebagai pilihan utama terapi belum tersedia luas di Indonesia. Alternatif tatalaksana yang menjanjikan adalah dengan menggunakan larutan Trichloroacetic Acid (TCA). TCA 85% merupakan bahan yang dapat menginduksi keratocoagulation yang mudah ditangani, murah, dan sebelumnya telah terbukti efektif digunakan untuk menangani keganasan lainnya di area vagina dan anus. Tujuan: Mengetahui efikasi TCA 85% pada tatalaksana IVA positif dibandingkan dengan krioterapi. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian randomized control trial menggunakan metode non-inferiority study. Subyek penelitian ini merupakan pasien dengan hasil IVA positif yang dirujuk ke Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Dilakukan random block sampling untuk menentukan subjek yang mendapatkan terapi TCA (n=36) atau krioterapi (n=36). Selanjutnya dilakukan follow-up pada bulan ke-3 pasca tatalaksana. Dari data yang didapatkan dilakukan analisis bivariat dengan fisher exact test untuk mengetahui hubungan antara variabel. Hasil:Dari 72 subjek yang diteliti, 36 subjek diterapi dengan TCA 85% sedangkan 36 lainnya diterapi dengan krioterapi. Sebanyak 35 (97,2%) pasien yang ditatalaksana dengan TCA 85% mengalami konversi menjadi IVA negatif pada follow-up bulan ke-3, sedangkan seluruh pasien yang ditatalaksana dengan krioterapi menjadi konversi menjadi IVA negatif. Dilakukan analisis bivariat fishers exact test dan didapatkan nilai p sebesar 1,00 (p>0,05). Kesimpulan:Tidak ada perbedaan bermakna dari efikasi penggunaan TCA 85 % dibandingkan dengan krioterapi pada terapi IVA positif.
Background: Cervical cancer mortality rate accounts for fourth among all cancer. In a Developing country such as Indonesia, the prevalence of cervical cancer is 0,8 case per 1000 population. Visual Inspection with Acetic Acid (VIA) is an effective cervical cancer screening method. Patients with positive VIA result have to be immediately treated in order to avoid cancer progression. However, cryotherapy as the first line treatment of positive VIA result is not currently widely available in Indonesia. Alterative treatment using Trichloroacetic Acid (TCA) solution is a promising treatment alternative to cryotherapy as it is cheap and easy to be handled. Furthermore, TCA has been proven to be effective to treat vaginal and anal neoplasia. Objective: To investigate the effectiveness TCA 85% compared to cryotherapy to treat patients with positive IVA result. Method: This is a non-inferiority randomized controlled trial study. Patients with positive VIA result referred to Jatinegara Primary Health Center were included in this study. Eligible samples were then treated with either TCA 85% or cryotherapy. The treatment was determined using simple random sampling method. Samples were then followed up 3 months after treatment in order to determine VIA result conversion. Result: Thirty-six patients were treated with TCA 85% and 36 others were treated with cryotherapy. 35 (97,2%) patients treated with TCA 85% converted to negative VIA, whereas all of the patients that were treated with cryotherapy convert to negative VIA. Bivariate analysis fisher exact test was then conducted with a result P value of 1,00 (p > 0,05). Conclusion: There were no statistically significant difference of result between TCA and Cryotherapy for treating patients with positive VIA result.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>