Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novi Lutfiyanti
"Latar belakang: Retensio urine pasca persalinan merupakan salah satu komplikasi tersering dalam persalinan. Salah satu jenis retensi urine yang sulit diketahui adalah tipe covert yang tidak bergejala. Akan tetapi, retensi urine tipe covert dapat menyebabkan retensi urine persisten yang dapat menurunkan kualitas hidup. Diperlukan suatu studi untuk meneliti faktor risiko terjadinya retensi urine tipe covert agar dapat dideteksi lebih dini. Tujuan: Mengetahui faktor risiko retensi urine pasca persalinan tipe covert. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode potong lintang (cross sectional). Subjek dari penelitian ini merupakan ibu yang melakukan persalinan pervaginam di RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSUP Persahabatan, RSUD Koja, RSUD Kabupaten Tangerang, dan RSUD Karawang pada
20 September 2019 hingga 27 Februari 2020. Pasien dengan riwayat retensi urine sebelumnya, penggunaan kateter menetap, atau memiliki nyeri VAS 5 meski sudah diberikan analgetik dieksklusi dari penelitian. Pasien yang tidak berkemih 6 jam pasca persalinan termasuk dalam drop out.
Hasil: Didapatkan sebanyak 520 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Tidak terdapat hubungan antara usia ibu dengan kejadian retensio urine pascapersalinan tipe covert (p > 0,05). Paritas primipara lebih berisiko mengalami kejadian retensio urine pascapersalinan tipe covert (p < 0,001, OR 3,8 IK95% 1,87-7,72). Durasi persalinan kala II ≥ 20 menit lebih berisiko mengalami kejadian retensio urine pascapersalian tipe covert (p < 0,001, OR 36,69 IK95% 14,9-90,20). Ruptur perineum
berat (derajat 3 atau 4) lebih berisiko mengalami kejadian retensio urine pascapersalinan tipe covert (p = 0,050, OR 8,54 IK95% 1,00-73,66). Berat bayi saat lahir > 3.000 gram
lebih berisiko mengalami kejadian retensio urine pascapersalinan tipe covert (p < 0,001, OR 8,54 IK95% 1,76-7,59). Persalinan pervaginam menggunakan alat lebih berisiko
mengalami kejadian retensio urine pascapersalinan tipe covert (p = 0,002, OR 4,79 IK95% 1,75-12,99). Tidak terdapat hubungan antara volume urine kala III dengan kejadian retensio urine pascapersalinan tipe covert (p > 0,05). Kesimpulan: Faktor risiko terjadinya retensi urine pasca persalinan tipe covert adalah paritas primipara, durasi persalinan kala II memanjang, ruptur perineum berat, berat
badan lahir bayi besar, dan persalinan pervaginam dengan bantuan alat.

Background: Postpartum urine retention is one of the most common complications in labor. One type of urine retention that is difficult to know is the asymptomatic covert
type. However, covert type urine retention can cause persistent urine retention which could reduce quality of life. A study is needed to examine the risk factors for covert type urine retention so that they can be detected early. Objective: To determine the risk factors for the occurrence of covert urinary retention after delivery.
Method: This study was an observational analytic study with cross sectional. method. The subjects of this study were mothers delivering vaginal deliveries at Cipto Mangunkusumo General Hospital, Friendship Hospital, Koja Regional General
Hospital, Tangerang District General Hospital, and Karawang General Hospital from September 20th 2019 to February 27th 2020. Patients with a history of previous urinary retention, moderate catheter use, or moderate pain even though analgesics have been excluded from the study. Patients who did not urinate 6 hours after delivery were dropped out.
Result: There were 520 subjects who met the inclusion and exclusion criteria. There was no relationship between maternal age and the incidence of covert postpartum urine
retention (p> 0.05). Primiparous parity was more at risk of having covert postpartum urine retention (p <0.001, OR 3.8% 95.97-7.72). Duration of second stage of labor ≥ 20 minutes is more at risk of covert postpartum urine retention (p <0.001, OR 36.69 IK95% 14.9-90.20). Severe perineal rupture (grade 3 or 4) is more at risk of having covert postpartum urine retention (p = 0.050, OR 8.54 IK95% 1.00-73.66). The birth weight > 3,000 grams is more at risk of having covert postpartum urine retention (p<0.001, OR 8.54 IK95% 1.76-7.59). Vaginal delivery using a tool is more at risk of
having covert postpartum urine retention (p = 0.002, OR 4.79 IK95% 1.75-12.99). There is no relationship between the volume of urine stage III with the incidence covert
postpartum urine retention (p> 0.05). Conclusion: Risk factors of covert type urine retention are primiparous parity, prolonged duration of second stage of labor, severe perineal rupture, birth weight of large infants, and vaginal delivery with the aid of a tool.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Yahdiana
"Telah dilakukan penelitian tentang profil teofilin dalam plasma dan urine setelah pemberian peroral kapsul teofilin yang berisi 150 mg teofilin.
Penelitian dilakukan terhadap 12 orang sllicarelawan pria yang sehat, berat badan berkisar antara 45 sampai 58 kg, umur berkisar antara 19 sampai 25 tahun.
Pengambilan darah dilakukan sebelum obat diberikan, 30, 60, 120, 240 dan 360 menit setelah obat diminumo Urine dikumpulkan pada interval waktu tertentu selama 30 jam. Konsentrasi teofilin dalam plasma dan urine ditetapkan secara spektrofotomeri.
Dari hasil penelitian dida:patkan kadar terapi teofilin dalam plasma tidak tercapai setelah pemberian 150 .. · mg teo£ilin. Ada hubungan antara pro£il teo£ilin dalam plasma dan urine dimana waktu untclr mencanai ekskresi puncak. teo£ilin dalam urine dua kali 1t-1aktu untclt mencapai kadar puncak teofilin dalam plasma. Juga diperoleh parameter-paraiL'!eter farma.'l.cokinetik seperti 1,-mktu paruh (t"l/2), tetapan kecepatan eliminasi dan ekskresi teofilin dalam urine kUt'Tlulatif."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1987
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Elly Sobariah
"Telah dilakukan penelitian untuk memeriksa obat-obat
(go-iongahtranquilizer) dan Tnetabolitnya dari urine.
Penelitian mi bertujuan untuk mencari cara isolasi dan
peniurnian yang terbaik terhadap metabolit obat dari urine.
Selain itu,"jugainenoániCara identifikasi yang cepat, sederhaiia
dan ekonomis.
Dengan métode mi urine dapat dianalisatanpa dihidrolisa
le'bih dahulu, tetapi dapat langsung diisoiasi dengan pelarut
organik (chloroform) dalamsuasana basa untuk obat-obat
yang bersifat basa dan dalam suasana asain untuk obatobat
yang bersifat asam, sedangkan untuk -pemurnian d.ilakukan
ekstraksi kembali dengan asam atau basa dengan tehnik
kertas saring.
Pada penelitian mi identifikasi metabolit obat dilakukan
denganara reaksi warna dan khromatograf I lapisan tipis.
Ternyata ekstrak yang diperoleh dari urine memberikan hacii
yang dapat ditentukan scara kwalitatif.
Disarankan pemeriksaan lebih lanjut dilakukan secara kwantitatif,
juga terhadap metabolit obat dari jaringan tubuh
lain secarakwlittif dan kwantitatifdegafl metode yang
sama.

An investigation to determine tranquilizer drugs and
their metabolites in urine has been carried out.
The objective of this investigation is to find the best method
of isolation and purification of drug metabolites in
urine, besides a rapid, simple and economical.
In this method, the urine can be analyzed without prior
hydrolisis.
Basic drugs can be isolated directly by organic solvent
(chloroform) in alkaline medium, where acid drugs in acid
medium. . . . .
Purification can be done by back-extraction with acid or
alkaline using filter paper.
In this work, identification of drug .metabolites were qualitatively
determined by colour reaction and thin layer
chromatography.
It is suggested to do the same method further examination
quantitatively and also to drug metabolites from other body
tissues.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1982
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brunzel, Nancy A.
Philadelphia, PA : Elsevier Saunders, 2012
616.075 66 BRU f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Ambar Prabowo
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi kristal asam urat urin, mencari factor-faktor risiko yang berpengaruh, dan algoritma risiko terjadinya kristal asam urat urin pada pekerja di bagian binatu, dapur utama dan dapur restoran di hotel T Jakarta. Penelitian survei analitik dengan analisis kasus kontrol terhadap 206 pekerja ditemukan prevalen kristal asam urat urin sebesar 45,2%. Pada analisis univariat terdapat hubungan bermakna antara lingkungan kerja suhu panas (pM),002), jenis pekerjaan (p),003), lama bekerja (p=,021), penyakit diabetes melitus (p),432) dan kadar asam urat darah (p.:1,04) mempertinggi terjadinya kristal asam urat urin. Bila dibandingkan dengan pekerja yang tidak terpapar panas, maka risiko terjadinya kristal asam urat urin pada pekerja yang bekerja di suhu panas 2,7 kali lebih besar(OR 2,74; 95%CI: 1,35-5,61), Setelah dilakukan analisis multivariat, risiko terjadinya kristal asam urat pada urin 8,5 kali leblh tinggi pada lingkungan kerja suhu panas dengan lama bekerja, kadar asam urat darah lebih dari 7.1 mg/dl dan interaksi lingkungan kerja lama kerja. (OR----8,49; 95% CI: 2,35-30,58). Model algoritma faktor risiko yang sesuai dengan data penelitian ini adalah lingkungan kerja suhu panas, lama bekerja, dan kadar asam urat darah lebih dari 7,1 mg/dl.

The objectives in this study are to know the prevalence of urine uric acid crystal in urine, to know the risk factors increasing the uric acid crystallization and to make suitable algorithm for the available data.The analytical survey study with case control analysis found a 45.2% uric acid urine crystallization among 206 workers. The univariate analysis found that heat exposure (p=-0.002), occupation (p=0.003), working duration (p.1.021), diabetes (p=0.032) and uric acid blood (p=0.04) were significantly related to uric acid crystallization in the urine. Workers exposed to heat have 2.7 times increased risk of having uric acid crystallization (OR==2,74; 95% CI: 1.35-5.61) compared to workers working in normal temperature. The multivariate analysis found that risk increased 8.5 times among heat exposed workers when adjusted to working duration, diabetic and uric acid blood (OR=8.49; 95% CI: 2.35-30.58)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Permata Sari
"Pendahuluan : Retensi urine pasca-persalinan (RUPP) adalah ketidakmampuan berkemih spontan 6 jam pasca persalinan dengan residu urine 200 ml. Penatalaksanaan RUPP dengan pemasangan kateter urine. Elektroakupunktur meningkatkan kontraksi detrusor dan mendorong buang air kecil serta mengurangi volume residu urine dengan efek samping minimal. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas elektroakupunktur dalam mempercepat terjadinya proses berkemih dan mengurangi volume residu urine pada pasien dengan RUPP.
Metode: Desain penelitian adalah uji klinis acak tersamar ganda. Penelitian diikuti oleh 60 orang subjek penelitian yang dibagi kedalam kelompok elektroakupunktur (n=30) dan sham (n=30). Pada kelompok elektroakupunktur dilakukan penusukan jarum akupunktur kemudian dihubungkan ke stimulator elektroakupunktur dengan gelombang continuous 2 Hz selama 30 menit. Pada kelompok sham jarum hanya ditempelkan saja, disambungkan ke stimulator elektroakupunktur namun rangsang listrik tidak diberikan. Elektroakupunktur dilakukan 2 kali dalam 24 jam pemasangan kateter urine. Luaran yang dinilai adalah waktu miksi pertama dan volume residu urine 6 jam setelah pelepasan kateter.
Hasil: Waktu miksi spontan pertama pada kelompok elektroakupunktur lebih cepat (p<0,001) dan volume residu urine lebih sedikit dibandingkan kelompok sham (p=0,005).
Kesimpulan: elektroakupunktur mempercepat terjadinya miksi spontan dan mengurangi volume residu urine pada pasien dengan RUPP.

Introduction : Post-partum urinary retention (PPUR) defined as the inability to urinate spontaneously after 6 hours postpartum with residual urine ≥ 200 ml. Management of PPUR by inserting an urinary catheter. Electroacupuncture increased detrusor contractions, encourage micturition and reduce residual volume with minimal side effects. The purpose of this study was to determine the effectiveness of electroacupuncture in accelerating micturition and reducing residual urine in patients with PPUR.
Methods : this is a double-blind randomized clinical trial. This study was followed by 60 subjects who divided into electroacupuncture (n = 30) and sham (n = 30) groups. In the electroacupuncture group, an acupuncture needle was inserted and connected to electroacupuncture stimulator with continuous wave 2 Hz for 30 minutes. In the sham group the needles only attached and there’s no electrical stimulation was given. Electroacupuncture was performed 2 times within 24 hours while patient using catheter.
Results : The first spontaneous micturition in the electroacupuncture group faster (p<0.001) and residual volume was less in the electroacupuncture group than the sham group (p=0.005).
Conclusion: electroacupuncture accelerates spontaneous micturition and reduces residual urine volume in patients with PPUR.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Herdinda Erudite Rizkinya
"Latar Belakang: Pemeriksaan volume urine kala III merupakan salah satu komponen dalam skor Suskhan guna memprediksi retensio urine pasca persalinan. Selama ini pemeriksaan dilakukan dengan kateter urine yang berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi saluran kemih. Ultrasonografi (USG) Dietz merupakan alternatif metode pemeriksaan volume urine. Namun, belum terdapat perbandingan antara USG Dietz dan kateter dalam pemeriksaan volume urine kala III.
Metode: Penelitian analitik korelasional dengan metode potong lintang dilakukan terhadap 30 orang ibu yang menjalani persalinan normal pervaginam di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Umum Kota Tangerang pada Oktober 2020 hingga Desember 2021. Pasien dengan riwayat retensi urine atau memiliki indikasi pemasangan kateter kontinu dieksklusi dari penelitian. Pemeriksaan volume urine kala III dengan USG Dietz dilakukan dengan rumus volume = tinggi (cm) x lebar (cm) x 5,6. Pemasangan kateter urine dilakukan segera setelah pemeriksaan dengan USG Dietz.
Hasil: Sebanyak 30 orang subjek mengikuti penelitian ini. Didapatkan korelasi sangat kuat antara hasil pemeriksaan USG Dietz dan kateter (r = 0,788, p < 0,001). Didapatkan korelasi terbaik pada kelompok subjek dengan volume urine < 50 cc (r = 0,842, p <0,001). Didapatkan selisih antar pemeriksaan yang tidak bermakna secara statistik (p =0,133).
Kesimpulan: Hasil pemeriksaan volume urine kala III dengan USG Dietz memiliki korelasi positif kuat terhadap pemeriksaan dengan kateter urine.

Background: Examination of the third stage of labor urine volume is one of vital components in the Suskhan score to predict postpartum urinary retention. So far, the examination is done with a urinary catheter, which is associated with increased risk of urinary tract infection. Ultrasonography (USG) Dietz is an alternative method of measuring urine volume. However, there is no comparison between Dietz ultrasound andcatheter in the third stage labor urine volume examination.
Methods: A cross-sectional correlational analytic study was conducted on 30 mothers who underwent normal vaginal delivery at Cipto Mangunkusumo Hospital and Tangerang City General Hospital from October 2020 to December 2021. Patients with a history of urinary retention or indications for continuous catheter insertion were excluded
from the study. study. Examination of the third stage of urine volume with USG Dietz was carried out with the formula volume = height (cm) x width (cm) x 5.6. Urinary catheter insertion was performed immediately after examination with Ultrasound Dietz.
Results: A total of 30 subjects participated in this study. There was a very strong correlation between the results of the Dietz ultrasound examination and the catheter (r =0.788, p < 0.001). The best correlation was found in the group of subjects with urine volume < 50 cc (r = 0.842, p < 0.001). The difference between examinations was not statistically significant (p = 0.133).
Conclusion: The results of the third stage labor urine volume examination with USG Dietz had a strong positive correlation with the examination with a urinary catheter.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Gayatri
"Pada Lansia, masalah inkontinensia urin merupakan masalah yang sering terjadi. Prevalensi inkontinensia urin di komunitas pada orang yang berumur lebih dari 60 tahun berkisar 15-30 % dan angka kejadian pada wanita dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan pria (Appleby, 1995). Menurut Wetle, et all (1995) kemungkinan Lansia bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Di Indonesia data tentang Lansia dengan masalah inkontinensia urin belum ada, sehingga prevalensi pasti tentang hal tersebut tidak diketahui. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya laporan dari Lansia tentang masalah ini sehingga petugas kesehatan tidak menyadari adanya masalah ini. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa rata-rata sampel mempunyai pandangan bahwa inkontinensia urin merupakan bagian dari proses penuaan tetapi mereka yakin bahwa inkontinensia urin dapat disembuhkan. Dampak yang dirasakan oleh responden antara lain; merasa kurang percaya diri, malu menemui orang lain, sehingga mereka tidak ingin melakukan perjalanan jauh. Apabila mereka harus pergi keluar rumah sering membatasi minum agar tidak merepotkan bila sedang berkemah. Rasa malu dan menganggap masalah ini bukan sebagai sesuatu yang serius serta anggapan bahwa inkontinensia urin merupakan bagian dari proses penuaan menyebabkan mereka tidak pernah menanyakannya pada petugas kesehatan. Pada responden mempunyai tingkat pemahaman tentang inkontinensia urin yang tinggi akan segera mencari pertolongan pada tenaga kesehatan."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Joesri Djamaloeddin
"ABSTRAK
Berbagai cara untuk mengetahui derajat keterpaparan uap benzene yang dapat mengganggu kesehatan manusia, salah satunya adalah dengan kadar fenol dalam urine sebagai indikator, terutama pada para pekerja yang sehari harinya kontak dengan bahan ini.
Penelitian dengan pendekatan cross sectional ini, bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana keterpaparan fenol dalam uap benzene. Hasil wawancara dan pemeriksaan kadar fenol dalam urine di laboratorium FKM Ul terhadap 57 responden yang bekerja di SUPPDN Pertamina Palembang, Balik Papan, Semarang dan Surabaya menunjukkan kadar urine rata-rata 9,333 mg/liter. Kisaran yang didapat terendah 1,354 mg/liter, tertinggi 61,351. Dari nilai ini diketahui bahwa 43 orang (75,4%) kadar fenolnya dibawah 10 mg/liter masih dalam batas normal, dan 14 orang (24,6 %) diatas l0 mg/liter dianggap sudah terkena pemaparan uap benzene.
HasiI analisis bivariat, dari 5 variabel yang dijadikan model, hanya 2 variabel yang bermakna yaitu lama kerja dengan kadar fenol dalam urine (p=0,000) dan penggunaan alat pelindung dengan kadar fenol dalam urine (p=0,000). Analisa multivariat dari ketiga variabel yang menjadi model tidak ada satupun menunjukkan hasil yang bcrmakna p hitung > p=0,05.
Studi ini membuktikan bahwa ada perbedaan lama kerja dan penggunaan alat pelindung faktor yang dapat mengurangi pemaparan para pekerja dari uap benzene.
Maka sebagai saran untuk mengantisipasi terhadap pemaparan uap benzene yang berbahaya ini perlu dilakukan usaha antara lain, memindahkan karyawan yang telah bekerja lebih dari 5 tahun ketempat lain, untuk memulihkan kesehatannya kembali. Penggunaan alat-alat pelindung dengan baik dan benar secara lengkap ketika sedang bekerja dan mengganti alat alat pelindung yang sudah tidak layak digunakan. Pemeriksaan kesehatan secara berkala pada karyawan untuk mencegah terjadi kelainan dan penyakit akibat pemaparan benzene serta pemantauan kadar benzene dalam udara ditempat kerja minimal 3 bulan sekali.

ABSTRACT
There are various ways to detect benzene vapor exposure that jeopardize the human health. One is through indicator to ensure the content of phenol level in urine, especially among employees who have a direct daily contact to this chemical.
Research through cross sectional approach is targeting to detect how far their (employees) exposure of benzene vapor. Interview and checking phenol content In urine of 57 respondents working at the SUPPDN Pertamina Palembang, Balikpapan, Semarang and Surabaya at the laboratory of FKM UI shows that the average phenol content is 9.333 mg/liter. The lowest content is 1.354 mg/liter and the highest 61.351 mg/liter. It is detected that phenol content of 43 people (75.4%) is under 10 mg/liter and below the normal limit, and 14 others (24.6%) above 10 mg/liter and considered exposed to benzene vapor.
Bivariate analysis shows that there are only 2 from 4 model variables which are meaningful. I.e. working period and phenol content in urine (df 1 p=0.000) and the use of protecting tools with phenol content in urine (df 1 p=0.000). Multivariates analysis of the 3 variables shows no meaningful result of p count > p=0,05.
The study proves that the difference of working period and using the protecting instruments can reduce the exposure of employees toward benzene vapor.
To anticipate the exposure of hazardous benzene vapor, we suggest to do several acts such as: relocating employees who have been working for 5 years to another locations to get them recovered; utilizing protecting Instruments well when working and replacing the damaged or out of date ones; regular general check-up to prevent abnormality and sickness caused by benzene level: and monitoring of benzene content in working area per 3 months minimally.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nining Restu Kurnianingsih
"Telah dilakukan penelitian tentang profile teofilin dalam plasma
dan urine setelah pemberian.peroral ka psul teofilin yang berisi 300
my teofilin..
Penelitian tersebut dilakukan terhada p 12 orang sukarelawan
yang sehat, berat badan berkisar antara 47 sampal 58 kg. umur
berkisar antara 17 sam pai 28 tahun. Pengambilan darah dilakukan
sebelum obat diberikan, 60, 120, 180, 240, 360, 480 menit setelah
ohat diminum. Urine dikump ulkan pada interval waktu tertentu selama
48 jam. Konsentrasi teofilin daiarn plasma dan urine ditetapkan secara
spektr ofotometri.
Dari hasil penelitian didapatkan kadar terapi teofilin dalam
plasma dapat dicapal dengan pembenian 300 my teofilin. Ada hubungan
antara profil teofilin dalam plasma dan urine dimana waktu untuk
mencapai ekskresi puncak.teofilin dalam urine sama dengan waktu untuk
mencapai kadar puncak teofilin dalam plasma pada t mid. Juga
diperoleh parameter-parameter farmakokinetik seperti waktu oaruh
teofilin (1 1/2), tetapan kece patan eliminasi (Ke), tetapankecepatan
abbsorpsi (Ka) dan ekskresi teofilin dalam urine kumulatif.

The studies of theophylline profile in plasma and urine after
given theophylline orally capsule which contain 300 mg theophylline -
has been carried out.
The studies involved twelve healthy male volunteers, the range
of body weight are beetwen 47 to 58 kg and the ages are between 17 to
28 years old. Blood samples were taken right before the drug was
administered and 60, 120, 180, 240, 360, 480 minutes after that.
Urine samples were collected at regular intervals over 48 hour
periods. The concentration of theophylline in plasma and urine
samples were determined by spectrophotometric method.
From the data obtained, we observed that the therapeutic
concentration of theophylline was reached after given 300 mg
theophylline. There was relationship between theophylline profile in
plasma and urine, in which the time needed to reach the maximum
theophylline excreation in urine was same as the time needed to reach
the maximum theophylline plasma concentration at t mid. From the data
we also observed the pharmacokinetic parameters as the half ii:fe-
(T1/2) elimination rate constant ( Ke ), absorption rate constant (
Ke ) and cumulative urinary excretion.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1988
S31821
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>