Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gultom, Polman
Depok: Universitas Indonesia, 1991
S25815
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Nuraeni
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang ketentuan persamaan pada pokoknya dalam sebuah merek berdasarkan pada doktrin-doktrin merek yang dianut dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Doktrin-doktrin merek tersebut menjadi dasar pengujian dalam penolakan pendaftaran merek, oposisi, pembatalan , dan juga salah satu dasar gugatan dalam sebuah pelanggaran merek. Sebagai pembanding tentang ketentuan tersebut digunakan ketentuan yang dianut sistem Amerika Serikat dan Masyarakat Uni Eropa ( European Economic Community). Untuk memahami konsistensi penerapan ketentuan tersebut dalam kasus digunakan dua buah kasus yaitu kasus sengketa merek antara Extra Joss melawan Enerjos dan Kasus IKEA dengan IKEMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif dengan desain preskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat inkonsistensi dalam penerapannya doktrindoktrin merek, sehingga diperlukan beberapa revisi terhadap undang-undang yang berlaku saat ini.
This thesis investigated the use of likelihood of confusion clause from its doctrine point of view as stated in Indonesia’s Mark Law No. 15 Year 2001.The doctrines serve as grounds for refusing registration, opposing application, canceling registration, and for claiming infringment of mark. The U.S System and Europan Economic Community (EEC) sytems are used as comparison to the Indonesian law. To understand the application of the doctrines in cases, two cases were selected, which are Extra Joss versus Enerjos and IKEA versus IKEMA. This thesis used doctrinal method as a research method with prescriptif design. The study found that there are inconsistencies in the application of the mark doctrines therefore some revisions to the law should be made accordingly.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudargo Gautama
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002
346.048 8 SUD u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Loefti
Abstrak :
I. Masalah Pokok. Hak khusus untuk memakai suatu merek menurut Undang-Undang Merek 1961 didasarkan pada pemakaian yang pertama kali, suatu merek di Indonesia. Sebagai pemakai pertama suatu merek, oleh undang-undang dianggap mereka yang mendaftarkan merek itu, kecuali jika dibuktikan bahwa orang lain yang menjadi pemakai pertama sesungguhnya dari merek itu. Dengan demikian dalam suatu perselisihan tentang hak atas merek, maka yang berhak atas merek sengketa adalah mereka yang berhasil membuktikan telah memakai merek sengketa untuk pertama kalinya. Suatu merek mempunyai hubungan yang erat dengan pengesahaan yang menghasilkan atau mengedarkan barang-barang dengan memakai merek itu. Oleh karena itu suatu merek tidak dapat berlaku tanpa ada perusahaannya dan merek itu hapus dengan hapusnya perusahaan yang bersangkutan. dengan demikian kita saksikan apabila seseorang hendak mengoperkan mereknya kepada orang lain, maka harus juga dia mengoperkan segala goodwill yang berkenaan dengan merek itu. Jika telah terjadi peralihan hak suatu merek secara sah, maka pada pemakaian ini dapat pula dihitung pemakaian oleh orang-orang yang berhak atas merek itu terlebih dahulu dan telah kemudian mengalihkan haknya itu. Menurut sistem ini akan sukar untuk memberikan suatu lisensi kepada orang lain, yaitu yang merupakan izin untuk memakai merek itu Perikatan secara umum adalah hubungan hukum antara dua· pihak atau lebih yang dapat lahir baik karena undang-undang maupun perjanjian. Perikatan hak atas merek yang lahir karena undang-undang misalnya pewarisan, namun bagian terbesar adalah lahir karena perjanjian. Hak atas merek menurut Undang-Undang Merek 1961 bukan merupakan obyek perikatan yang dapat berdiri sendiri, karena hakekatnya hak atas merek merupakan goodwill daripada perusahaan yang memproduksi atau memperdagangkan barang-barang. Karena itu perikatan hak atas merek merupakan perikatan sekunder yang selalu bergantung pada adanya perikatan primer, antara lain jual-beli perusahaan, pendirian perserikatan atau badan hukum. 2. Metode Peneletian. Skripsi ini disusun dengan mengumpulkan data baik yang berupa data primer maupun sekunder. Sifat penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitis yaitu kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui gambaran yang lebih jelas tentang suatu peristiwa/obyek. Untuk melengkapinya dipergunakan metode wawancara. 3. Hal Yang Diketemukan a. Hak atas merek adalah merupakan hak kebendaan immateriil yang dapat dimiliki seseorang baik karena pendaftarannya maupun karena pemakaian yang sesungguhnya. b. Lisensi hak atas merek tidak dikenal dalam Undang-Undang merek 1961 karena ketentuan tersebut bertentangan dengan pasal 20 mengenai pemindahan hak. Dengan lisensi dimaksudkan pemberian izin untuk memakai merek kepada orang lain dengan persyaratan tertentu. Pemakaian oleh licensee penerima izin dianggap sebagai pemakaian oleh Licensor pemberi izin dan karena itu hak atas merek pendaftaran merek tetap ada pada Licensor. Walaupun Undang-Undang tidak mengatur, praktek pemberian lisensi menggunakan merek dagang ini hidup dan berkembang dalam masyarakat dan dituangkan dalam bentuk perjanjian I lisensi. Peranan penanaman modal asing dalam proses alih tehnologi sangat penting dalam pembangunanan ini sudah tentu memerlukan sarana hukum untuk melindungi kepentingan para pihak yang terlibat, antara lain perlindungan lisensi merek dagang dalam undang-undang nasional. 4. KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN Kesimpulan Lisensi merupakan segi perikatan berdasarkan perjanjian yang tidak dikenal dalam Undang-Undang Merek 1961, tetapi karena tidak dilarang oleh undang-undang, ketentuan tersebut sah dan mengikat para pihak berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Saran-Saran Seyogyanya pemerintah segara mrnengajukan perubahan atas Undang-Undang Merek 1961, dalam mana ketentuan-ketentuan mengenai lisensi diatur didalamnya.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustahdi
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
T36170
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Ilham Suryadirja
Abstrak :
Seiring dengan meningkatnya arus perdagangan barang dan jasa di era perdagangan bebas dewasa ini, pilihan berbagai macam produk baik barang dan jasa semakin bervariasi dan beragam. Keluasan pilihan bagi konsumen dalam menentukan pilihan produk tersebut menjadikan merek dagang menjadi sangat relevan dan penting, karena kualitas dan reputasi suatu produk tercermin dari pilihan merek yang tersedia. Persaingan yang ketat dalam upaya meraih kesuksesan pasar atas suatu produk yang diluncurkan pasaran sedikit banyak tergantung dari beberapa hal diantaranya : persepsi konsumen atas kualitas merek, bentukdesain merek, packaging, sistem distribusi, ketersediaan di pasar dan faktor-faktor penunjang lainnya. Menurut Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek didefinisikan sebagai sebuah tanda yang terdiri dari : gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang mempunyai daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Sedangkan di Amerika, kemasan tiga dimensi / trade dress dalam merek diatur dalam Lanham Act. Guna mendapatkan perlindungan merek sesuai dengan Lanham Act di U.S, maka bentuk tampilan tersebut setidaknya harus memenuhi 2 syarat : adanya unsur nonfunctionality dari bentuk tampilan, dan unsur distinctive atau daya pembeda. Nonfunctionality artinya bentuk tampilan suatu produk harus tidak bersifat fungsional, artinya tidak bisa didaftarkan apabila bentuk tampilan produk tersebut merupakan syarat agar produk tersebut berfungsi (atau dengan kata lain produk tersebut tidak bisa berfungsi apabila tidak ditampilkan sedemikian rupa). Syarat yang kedua adalah daya pembeda ; artinya bentuk atau tampilan suatu produk tersebut harus berbeda dengan produk yang lain, dan tentunya mempunyai kekhasan tersendiri sehingga bisa dibedakan dengan bentuk produk pesaingnya. Fungsi pembeda diantara merek lebih jauh tidak hanya terbatas pada bebedanya kata, huruf, warna tetapi juga berkembang ke arah bentuk tampilan luar produk, packaging, aroma, suara dan juga kesan atas produk tersebut. Bentuk tampilan luar (trade dress) dalam UU Merek No.15 tahun 2001, belum merupakan unsur yang termasuk dalam merek, sehingga tidak bisa mendapatkan perlindungan apabila ternyata ada bentuk tampilan produk yang mirip/ tidak berbeda meskipun berbeda kata, huruf warna yang digunakan satu sama lain, sehingga perlu diupayakan pengaturan lebih lanjut pada UU Merek yang akan datang. Tampilan luar yang berupa 3 dimensi juga diatur dalam desain industri, meskipun demikian ada perbedaan yang signifikan antara tampilan luar yang bisa dilindungi di bawah UU Merek dengan UU Desain Industri karena persyaratan tampilan luar berbeda satu sama lain. ......As increased trade flows of goods and services in the era of free trade this adult choice various kinds of products both goods and services more varied and diverse. Sweep choice for consumers in determining product choice makes trademark be very relevant and essential because quality and reputation a product of choice brand reflected available. Intense competition in an attempt to grab the market success of a product that launched the market more or less depending on several things including: the consumer's perception of the quality of the brand, brand design, packaging, distribution systems, availability in the marketplace and other ancillary factors. According to Act No. 15 of 2001 article 1 paragraph 1, brand is defined as a token consisting of: pictures, names, words, letters, numbers, colors, composition or a combination of these elements that have power and is used in the activity of the criterion of trade goods or services. While in america, packaging three-dimensional / trade dress in brand arranged in lanham act. To shelter brand lanham act in accordance with the u.s., and the display at least to meet the requirements of two conditions: nonfunctionality element of view, form and the distinctive or power of distinguishing. Nonfunctionality means the appearance of a product should not be functional, meaning cannot registered if the view that product is a requirement to product functioning ( or in other words those products cannot function if not shown such ). The second requirement is a distinguishing; it means form or appearance of a product should be different with other products and certainly have particularity vidual so as to be distinguishable in the product competition. The function of distinguishing between brand further not only limited to bebedanya word, letters, color but also evolve toward the form of a display outside products, packaging, the scent of; sound and also an impression upon the products. The form of a display outside ( trade ) in the act of dress brand Act No. 15 of 2001, was no of an element whose brands, including in so that cannot be shelter if it turns out that there is a form resembling that of a display of products / is no different in spite of different word, letters color that is used to one another, so that should be channeled further arrangement on the act of brands to come. The appearance of three-dimensions are also provided for in the design industry owever there is a significant difference between a display beyond which can be protected under the law on brands with law industrial design because beyond the requirements of a display different from one another.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30965
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Imanuddin
Abstrak :
Skripsi ini membahas analisis aspek pengawasan dalam pelaksanaan Undang undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis aspek pengawasan dalam pelaksanaan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam Hasil penelitian ini menghasilkan dua tipe pengawasan yaitu pengawasan preventif melalui sosialisasi pengawasan dalam pendaftaran merek pengawasan dalam perpanjangan merek dan pengawasan dalam penghapusan merek Pengawasan kedua adalah tindakan represif berupa koordinasi antar instansi pemerintah responsivitas pemerintah sumber daya dan peran pengawasan masyarakat. ......This research discusses the analysis of monitoring aspect of the implementation of the Trademark Law No 15 of 2001 in the Directorate General of Intellectual Property Ministry of Law and Human Rights. The purpose of this study is to analyze the implementation of the Trademark Law No 15 of 2001 in the Directorate General of Intellectual Property Ministry of Law and Human Rights. This study uses qualitative approach with descriptive design The techniques used for data collection are observation and in depth interview. This study resulted in two types of supervision The first is preventive supervision through socialization supervision in brand registration supervision on brand extention and brand elimination. The second is repressive action such as coordination among government agencies government responsivity resources and the role of public supervision.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Pengayoman, 2002
346.048 IND u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library