Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Resha Maulana
Abstrak :
Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat manusia tidak akan pernah lepas dari kegiatan ekonomi. Di dalam kegiatan ekonomi ini secara garis besar terdapat dua pihak, yaitu pelaku usaha dan konsumen. Pelaku usaha adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi, sedangkan konsumen adalah pihak yang menikmati hasil kegiatan ekonomi pelaku usaha tersebut. Kedua pihak tersebut saling membutuhkan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masing-masing, sehingga kedudukan antara pelaku usaha dengan konsumen pada dasarnya adalah sama atau sederajat. Namun pelaku usaha yang bertujuan untuk mendapat keuntungan dalam menjalankan usahanya terkadang ingin mengeruk keuntungan yang lebih besar lagi dengan cara yang dapat merugikan konsumen, diantaranya dengan mencantumkan klausula baku dalam nota penjualan barang . Klausula baku ini mengalihkan tanggung jawab pelaku usaha, sehingga konsumen sendiri yang harus menanggung kerugian yang dideritanya. Hal ini mengakibatkan keadaan yang tadinya sejajar menjadi timpang karena kedudukan pelaku usaha menjadi lebih tinggi dari kedudukan konsumen. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan, dapat diketahui dasar hukum yang mengatur tentang klausula baku dalam nota penjualan barang dan tanggung jawab pelaku usaha yang mencantumkannya. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata dijadikan acuan untuk memecahkan masalah ini. Ketentuan mengenai pencantuman klausula baku telah diatur dalam UUPK, dan jika dihubungkan dengan KUH Perdata, larangan pencantuman klausula baku dalam UUPK akan membawa konsekuensi hukum terhadap pencantuman klausula baku dalam nota penjualan barang. Dalam UUPK juga diatur mengenai kewajiban pelaku usaha, sehingga dapat diketahui hal-hal apa saja yang menjadi tanggung jawab pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku dalam nota penjualan barangnya. Untuk mengatasi masalah pencantuman klausula baku yang merugikan ini diperlukan sosialisasi mengenai ketentuan dalam UUPK kepada konsumen dan pelaku usaha melalui berbagai media massa agar klausula baku yang merugikan konsumen ini tidak meluas pemakaiannya di masyarakat. Selain itu, diperlukan adanya pengetatan pengawasan serta pemberian sanksi hukum secara tegas.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21240
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhendra Asido
Abstrak :
Tesis ini membahas bagaimana Undang - Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999 (UUPK) yang mengandung prinsip warranty (Express Warranty dan Implied Warranty) meskipun tidak sepcnuhnya menganut prinsip strict liability dapat memberikan perlindungan kepada konsmnen khususnya konsumen sektor produk jasa dan bagaimana peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam menyelesaikan sengketa konsumen khususnya sektor produk jasa. Penelitian ini adalah penelitian hukum norrnatif dengan menggunakan metode yuridis normatif/ data sekunder. Hasil penelitian menyarankan agar UUPK diamandemen agar memuat prinsip strictly liability, diperjelas perihal perlindungan konsumen produk jasa dan memberikan kewenangan yang tegas kepada BPSK sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa konsumen. ...... The focus of this study is how the Act of Consumer Protection No.8 Year 1999 which is adopting principle of warranty (express warranty and implied warranty) though it is not hilly adopting strict liability principle, but able to give protection to consumer particular consumer of service sector and how the role of the Consumer Dispute Settlement Committee (BPSK) in solving consumer dispute particular for consumer of product service sector. This research is normative law research which using normative juridical method/ secondary data. The researcher suggests that Law of Consumer Protection should be revised/ amendment to adopt strict liability principle, and elaborated consumer protection for product service distinctly and firmly giving competence to BPSK as the institution that authoritative to settle consumer dispute.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25725
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zakyah Eryunia
Abstrak :
Masalah perlindungan konsumen dalam hal makanan dan minuman sejak lama menjadi perhatian balk oleh Pemerintah, kalangan lembaga konsumen, masyarakat, maupun kalangan pelaku usaha sebagai pihak yang memproduksi dan mengedarkan produk makanan dan minuman. Produsen harus dapat mempertanggungjawabkan produksi den barang dan/atau jasa yang dihasilkannya. Dalam dunia perdagangan dewasa ini, suatu produk tidak dapat secara langsung dapat diperoleh oleh konsumen dari produsen, namun harus melalui berbagai jalur distribusi seperti distributor, sub distributor, grosir, pengecer dan termasuk pedagang asongan. Dengan keadaan seperti ini konsumen mendapat kesulitan dalam akan melakukan tuntutan atas timbulnya kerugian atas mengkonsumsi produk makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan dan/atau mengandung bahan-bahan yang membahayakan kesehatan konsumen, seperti halnya makanan dan minuman yang telah kadaluwarsa. Penentuan tingkat kualitas produk makanan dan minuman yang masih aman untuk dikonsumsi merupakan masalah yang mendesak untuk dibicarakan, karena penurunan kualitas dapat menyebabkan produk makanan dan minuman menjadi tidak layak lagi untuk dikonsumsi oleh manusia. Dengan kata lain, penetapan kadaluwarsa produk makanan dan minuman menjadi sangat penting baik untuk produsen maupun untuk konsumen. Bagi produsen masalah penetapan tanggal kadaluwarsa terletak pada peraturan-peraturan serta aspek teknologi apa yang perlu diperhatikan dalam menetapkan batas kadaluwarsa, sedangkan bagi konsumen timbulnya rasa aman dengan mengetahui batasan produk makanan dan minuman yang masih mempunyai kualitas balk untuk dimakan. Hukum positif yang diterapkan dalam permasalahan produk makanan dan minuman kadaluwarsa adalah Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), khususnya Pasal 8 ayat (1) huruf g. Dari isi pasal tersebut, walaupun tidak secara tegas ditentukan pihak mana yang menentukan tanggal kadaluwarsa produk makanan dan minuman, tetapi tersirat bahwa pihak produsenlah yang harus menentukan tanggal kadaluwarsa produk makanan dan minuman dengan menggunakan salah satu metode yang ada, salah satunya yaitu Accelerated Self Life Test (ASLT). Pertanggungjawaban produsen atas kerugian konsumen akibat mengkonsumsi produk makanan dan minuman kadaluwarsa berupa Product Liability, dengan menganut asas strict liability yaitu pertanggungjawaban mutlak, namun hal tersebut tidak secara konsisten dilaksanakan, karena adanya kerancuan dalam pasal 19 UUPK. Upaya konsumen yang merasa dirugikan akibat mengkonsumsi produk makanan dan minuman kadaluwarsa dapat menempuh berbagai cara. Menurut Undangundang Perlindungan Konsumen terdapat 2(dua) cara yaitu melalui pengadilan dan melalui luar pengadilan (secara damai antara para pihak atau melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Dengan adanya UUPK dan peraturan perundang-undangan lainnya yang relevan dengan masalah pernyataan kadaluwarsa oleh produsen, diharapkan dapat memberikari kepastian hukum bagi konsumen walaupun pada kenyataannya belum sepenuhnya berjalan efektif.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover