Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indar Sri Bulan
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai kepemilikan saham yang dilarang sebagaimana diatur dalam Pasal 27 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang dikaitkan dengan tanggungjawab pemegang saham sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 tahun 2007. Dengan menggunakan metode menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang didasarkan data sekunder berupa studi dokumendokumen dari bahan kepustakaan berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier sebagai sumber utamanya. Adapun instrumen lain yang digunakan adalah penafsiran serta wawancara langsung dengan nara sumber yang berkaitan dengan penelitian deskriptif ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terkait penjatuhan denda administratif akibat terpenuhinya unsur-unsur dalam ketentuan Pasal 27 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang menjadi beban perseroan terbatas, (para) pemegang saham dapat mengajukan gugatan derivatif ke Pengadilan Negeri jika diduga adanya penyalahgunaan wewenang atau kelalaian anggota Direksi dalam melakukan tindakan kepemilikan saham oleh perseroan pada beberapa perusahaan dan atau pendirian beberapa perusahaan. Pemegang saham yang juga terbukti baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi tetap harus bertanggungjawab secara pribadi, sehingga dengan demikian tidak berlaku lagi tanggung jawab terbatas baginya.
This thesis discusses the ownership of shares that are prohibited under Article 27 of Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition as it relates to the responsibilities of shareholders as stipulated in Law No. 40 of 2007 concerning Private Lialibility Company. Using the method of normative juridical research that is research based on secondary data such as document studies of literature in the form of primary, secondary and tertiary legal materials as its main source. The other instrument used is the interpretation as well as live interviews with resource persons associated with this descriptive study. Results of research indicate that if administrative penalties due to the fulfillment of the elements of Article 27 of Law No. 5 of 1999 which were charged to a limited liability company, (the) shareholders may file a derivative lawsuit at the District Court if the alleged abuse of authority or negligence of any member of the Board of Directors in taking ownership action in other companies or the establishment of several companies. Shareholders are proved either directly or indirectly utilize the company in bad faith solely for personal purposes will continue to be personally liable, and could not invoke limited liability.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27519
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aqilla Febriandiny
Abstrak :
Seiring berjalannya evolusi teknologi, semakin banyak hal yang sudah mulai berubah. Salah satunya adalah peran uang tunai yang mulai tergantingan dengan uang elektronik. Dengan uang elektronik, setiap individu dapat melakukan transaksi di tempat makan, tempat berbelanja, maupun tempat parkir. Salah satunya adalah Trans Studio Mall Cibubur yang menyediakan pilihan alat pembayaran yang salah satunya adalah uang elektronik, tepatnya dengan produk dari PT Allo Bank Indonesia Tbk.. Namun hal ini terasa janggal dikarenakan setiap pengunjung yang ingin menggunakan uang elektronik, terpaksa harus mendaftarkan dirinya sebagai bagian dari PT Allo Bank Indonesia Tbk. terlebih dahulu dan tidak bisa menggunakan jenis uang elektronik yang lainnya karena QRIS yang disediakan belum dapat beroperasi sebagaimana mestinya. Maka dari itu, Penulis ingin menganalisis apakah tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai praktik monopoli apabila ditinjau dari hukum persaingan usaha dan membahas mengenai praktik pembayaran parkir yang seharusnya dilakukan di Trans Studio Mall Cibubur agar sesuai dengan ketentuan UU No. 5 Tahun 1999. Metode yang akan digunakan adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis dan metode analisis kualitatif. Dimana data-data yang akan digunakan ialah data sekunder yang memfokuskan pada peraturan perundang-undangan, buku, jurnal, dan lain sebagainya, sehingga untuk memperoleh data-data tersebut, Penulis mengaplikasikan studi kepustakaan dan wawancara narasumber sebagai alat pengumpulan data. Kemudian pada akhirnya, hasil yang didapatkan adalah PT Allo Bank Indonesia Tbk. tidak terbukti melakukan praktik monopoli di Trans Studio Mall Cibubur dalam hal pembayaran parkir dan penerapan sistem pembayaran parkir yang seharusnya dilakukan oleh Trans Studio Mall Cibubur ialah segera mengaktifkan QRIS dan menambahkan pilihan pembayaran dengan uang elektronik lainnya, seperti E-Money di setiap pos parkirnya agar terciptanya persaingan usaha yang sehat dan memberikan kemudahan bagi para pengunjung mall. ......As technology evolves, more and more things have started to change. One of them is the role of cash which is starting to be replaced by electronic money. Electronic money allows everyone to transact at places to eat, shop, or in parking lots. One of them is Trans Studio Mall Cibubur which provides a choice of payment instruments, one of which is electronic money, to be precise, with products from PT Allo Bank Indonesia Tbk. from PT Allo Bank Indonesia Tbk. first and cannot use other electronic money because the QRIS provided cannot operate properly. Therefore, the author wants to analyze whether this action can be said to be a monopoly practice if viewed from the business competition law and discusses the practice of parking payments that should be made at Trans Studio Mall Cibubur so that it complies with the provisions of the Law No. 5 of 1999. The methods used are normative juridical with a descriptive-analytical research typology and qualitative analysis methods. The data used is secondary data which focuses on laws and regulations, books, journals, and so on; thus, to obtain these data, the author applies literature studies and interviews with informants as data collection tools. Then, in the end, the results obtained were PT Allo Bank Indonesia Tbk. not proven to have monopolized practices at Trans Studio Mall Cibubur in terms of parking payments and implementation of a parking payment system that Trans Studio Mall Cibubur should carry out is to immediately activate QRIS and add payment options with other electronic money, such as E-Money at each parking post in order to create fair business competition and provide convenience for mall visitors.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Eva Kristina
Abstrak :
Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya pengaduan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang mengatakan bahwa 21 Cineplex Group telah melakukan praktek persaingan usaha tidak sehat khususnya dalam bidang distribusi film impor maupun film lokal. Dan dengan adanya praktek persaingan usaha tidak sehat tersebut, membawa dampak negatif terhadap perfilman nasional. Hal ini disebabkan karena adanya arus film impor yang besar dan pihak 21 Cineplex Group lebih mengutamakan untuk memutar film impor daripada film lokal hanya demi untuk kepentingan dan keuntungan mereka sendiri tanpa memperhatikan perfilman nasional sehingga pada akhimya perfilman nasional makin lama makin terpuruk. Karenanya penulis merasa perlu untuk melakukan analisis terhadap distribusi perfilman di Indonesia baik itu film impor maupun film lokal serta analisis selera responden terhadap media yang digunakan untuk menonton sebuah film dan selera responden terhadap jenis film yang mereka tonton. Penelitian ini mengkombinasikan berbagai macam metodologi baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif Metodologi yang bersifat deskriptif kualitatif terutama dilakukan dalam menganalisis kebijakan, dan metodologi yang bersifat kuantitatif pada umumnya dilakukan dengan Chi Square Test dan menggunakan SPSS versi 10. Hasil penelitian ini berupa analisis distribusi film impor maupun film lokal, di mana dalam analisis ini menjelaskan apakah terdapat entry barrier atau tidak bagi pesaing kecil untuk mendapatkan film impor maupun film lokal dari pesaing besar khususnya dari Cineplex 21 Group. Selain itu peneliti juga melakukan analisis selera responden terhadap jenis film dan media untuk menonton sebuah film yang lebih disenangi oleh penonton yang ada di bioskop 21 dengan pembagian kuesioner kepada para responden menurut kelasnya masing-masing. Di sini juga peneliti melakukan analisis kebijakan dengan menggunakan UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No 8 Tahun 1992 tentang Perfilman, dan UU No 12 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. DaIam analisis kebijakan ini dijelaskan bagaimana keterkaitan dan keefektifan dari ketiga undang-undang ini dalam mengangkat kasus 21 Cineplex. Group ini dimana dalam UU No 8 Tahun 1992 mengatakan bahwa film sebagai hasil karya seni dan karya cipta manusia berada di dalam koridor atau ruang lingkup karya cipta dan-kekayaan intelektual dan karya cipta ini dilindungi oleh UU No 12 Tahun 2002 tentang Hak Cipta . Sedangkan dalam UU No 5 Tahun 1999 ada beberapa pengecualian diberikan kepada pelaku ekonomi salah satunya Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Dengan demikian dalam penelitian ini diuraikan bagaimana performance dari ketiga undang-undang tersebut dalam mengatasi masalah ini sehingga pada akhirnya dapat memberikan suatu solusi yang membawa dampak positif terhadap perkembangan usaha perbioskopan di Indonesia dan perkembangan perfilman nasional. Selain itu dalam penelitian ini juga diharapkan dapat menjawab pengaduan LSM Monopoly Watch kepada KPPU terhadap kasus 21 Cineplex Group.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henry Arianto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
T36160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Sari
Abstrak :
Dalam kehidupan perekonomian Indonesia diperlukan adanya pengaturan mengenai batas-batas yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam persaingan usaha dan untuk itu telah terbit Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli) beserta dibentuknya lembaga pengawas bagi pelaksaannya yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Permasalahan pokok yang diteliti adalah kesesuaian antara dasar dan pertimbangan-pertimbangan yang dipergunakan oleh KPPU dalam Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001 serta amar Putusannya dibandingkan dengan ketentuan dalam UU Anti Monopoli. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer yaitu Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001, dan UU Anti Monopoli; bahan hukum sekunder meliputi buku, artikel ilmiah dan penelaahan para ahli hukum terhadap praktek monopoli dan persaingan tidak sehat serta bahan hukum tertier dan dianalisis dengan metode kualitatif untuk disimpulkan dalam bentuk eksplanatorisĀ¬analitis. Hasil penelitian mengarah pada kesimpulan bahwa dasar dan pertimbangan hukum yang dipergunakan oleh KPPU dalam Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001 telah sesuai dengan Pasal 22 UU Anti Monopoli yang melarang Pelaku Usaha bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan Pemenang Tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Sanksi berupa larangan untuk mengikuti Tender serupa selama 2 (dua) tahun di seluruh wilayah Republik Indonesia, yang dijatuhkan kepada Pelaku telah sesuai dengan kewenangan KPPU menurut pasal 47 ayat (1) dan (2) huruf c untuk menjatuhkan sanksi admiministratif berupa larangan melakukan kegiatan usaha bagi pelanggar UU Anti Monopoli serta hasil pemeriksaan Majelis Komisi yang dapat membuktikan telah terjadinya Persekongkolan antara Pelaku dengan Panitia Pelelangan dan Kepala Dinas Perternakan berupa perlakuan khusus bagi peserta lelang tertentu. ......In the business realm particularly in Indonesian economic life, there is a need of regulation that determines the matters allowed and prohibited in term of business competition, and for that reason the government has made the Law No.5 Year 1999 concerning the Prohibition of Monopoly Practice and Unfair Business Competition (Anti Monopoly Law), while at the same time established the supervising body for the implementation, named the Supervising Committee on the Business Competition. The main problem to be addressed here is whether the basis and considerations used by the committee in its decision No.07IKPPU-LI12001 and its implementation have been in accordance with the Anti Monopoly Law. This research is conducted by using a normative legal research method, based on secondary data consists of primary legal material (The Committee's Decision No.07IKPPU-LI12001, and the Anti Monopoly Law); and secondary data comprising books, scientific articles and unfair competition, as well as tertiary legal material, which are being analyzed in form of explanatory analytical. The result shows that the basis and the legal consideration used by the Committee in the decision mentioned above has already in accordance with the Article 22 Anti Monopoly Law that prohibits a business practitioner to collude with other party to manipulate and determine the winner of the auction. The punishment imposed to them, in form of 2 (two) years of ban to participate in any auction in the territory of Republic of Indonesia, is in accordance with the Article 47 section (1) and (2) letter c, mentioning the imposing of administrative punishment in form of prohibition to conduct any business activity. In addition, the investigation conducted by the Board of Commission also has managed to prove the collusion committed by the convict and the auction committee, as well as the Chief of Farming Bureau, in form of the grant of privilege to certain auction participants.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T 02249
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robiatna Agus Fanhar
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai kebijakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memberikan penugasan kepada Anak Perusahaan untuk melaksanakan suatu pekerjaan berdasarkan ketentuan Sinergi BUMN. Sebagai pelaku usaha, dalam menjalankan kegiatan usahanya BUMN diwajibkan untuk tetap tunduk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat). Periode tahun 2012-2014, PLN dihadapkan dengan berbagai masalah tenaga kerja alih daya akibat banyaknya PHK dan pemotongan hak normatif pekerja alih daya yang dilakukan oleh perusahaan penerima pemborongan di PLN. Faktor utama penyebab permasalahan tersebut adalah adanya perang harga pada proses tender pengadaan barang / jasa yang menyebabkan harga pemenang tender tidak dapat lagi memenuhi hak normatif tenaga kerja, serta vendor lama yang kalah tender harus melakukan PHK kepada pekerjanya. Hal ini akhirnya berdampak pada terganggunya pelayanan operasi dan pemeliharaan distribusi dan transmisi kepada pelanggan PLN. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut PLN membentuk anak perusahaan PT HP untuk ditugaskan mengamankan layanan operasi dan pemeliharaan transmisi dan distribusi tenaga listrik. Strategi penugasan ini diduga telah menimbulkan persaingan usaha tidak sehat oleh PLN dan PT HP. Dengan corak pasar oligopsoni, PLN diduga telah melakukan penetapan harga, menghambat masuknya pelaku usaha lain ke pasar yang bersangkutan dan melakukan persekongkolan tender dengan PT HP. Dengan dasar hukum Sinergi BUMN yang diatur dalam PERMEN BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa BUMN, penugasan PLN kepada PT HP termasuk perbuatan yang dikecualikan dari pemberlakuan UU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 50 huruf a UU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
This thesis discuss about the policy of State-Owned Enterprises (SOE) on assignment to the subsidiary to carry out a job under the provisions of SOE Synergy. As a business, in operation SOEs are obliged to remain subject to the Law No. 5 Year 1999 regarding Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition (The Law of Antirust and Unfair Competition). In 2012 to 2014, PLN confronted with various problems of outsourcing labor due to layoffs and cuts in workers normative rights of outsourcing undertaken by the vendor companies in PLN. The main factors of this problem are the war pricing in the procurement process, hence the price of the winner bidder could not fulfill workers basic rights. Furthermore, the existing company that lost the bid must layoffs its workers. Finally, those conditions disrupt transmission and distribution operation and maintenance services to PLN?s customers. To resolve these issues, PLN establish a subsidiary called PT HP to assigned for securing the operation and maintenance of transmission and distribution of electricity. This assignment strategy alleged to constitute unfair competition by PLN and PT HP. With oligopolistic market, PLN alleged to have committed pricing, barrier to relevant market entry and tender conspiracy with PT HP. Institutes by SOE Synergy regulated in SOE Minister Regulation No. PER-05/MBU/2008 regarding Guidelines for SOE Procurement of Goods and Services, assignment from PLN to PT HP includes acts that are excluded from the application of the Antitrust and Unfair Competition Law as provided in Letter a Article 50 The Law of Antirust and Unfair Competition.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Savira Azhara Ardiansyah
Abstrak :
Dalam mengikuti proses pengadaan di sektor publik maupun privat, setiap pelaku usaha harus mematuhi aturan yang melarang praktik persaingan usaha yang tidak sehat. Salah satu bentuk praktik tersebut adalah persekongkolan tender. Di Indonesia, larangan persekongkolan tender telah diatur dengan jelas dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999. Meski demikian, masih ada banyak pelaku usaha yang berupaya mencari peluang untuk melakukan persekongkolan tender dengan tujuan memenangkan paket tender dan meningkatkan keuntungan. Isu yang diangkat dalam konteks ini adalah praktik persekongkolan tender yang terjadi dalam proses pengadaan Alutsista di Indonesia. Skripsi ini menganalisis terkait dugaan persekongkolan tender Pengadaan Helikopter TNI Angkatan Udara AgustaWestland-101 Tahun Anggaran 2016 berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 19/Pid.Sus-TPK/2023/PT DKI. Metode penelitian yang dilakukan penulis adalah yuridis normatif yang didasarkan pada hukum tertulis yang membantu masyarakat dalam bertindak. Proses tender pengadaan Helikopter AgustaWestland-101 oleh TNI AU telah sesuai dengan pengaturan yang diatur di dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Walaupun dalam praktiknya terdapat beberapa perilaku yang tidak mencerminkan adanya prinsip serta etika dalam melakukan pengadaan. Tender pengadaan Helikopter AgustaWestland-101 oleh TNI AU tahun anggaran 2016 tidak dapat dikatakan sebagai praktik persekongkolan tender. Tidak semua tanda atau indikasi yang ditemukan oleh penulis dapat dengan pasti membuktikan adanya persekongkolan yang tidak sehat. ......In participating in procurement processes in both the public and private sectors, every business entity must comply with regulations that prohibit unhealthy business competition practices. One of such practices is tender collusion. In Indonesia, the prohibition of tender collusion has been clearly stipulated in Article 22 of Law No. 5 of 1999. However, there are still many businesses that attempt to find opportunities to engage in tender collusion with the aim of winning tender contracts and increasing profits. The issue raised in this context is the practice of tender collusion in the procurement process of Alutsista (main weapon systems) in Indonesia. This thesis analyzes the alleged tender collusion in the procurement of AgustaWestland-101 helicopters by the Indonesian Air Force in the 2016 fiscal year, based on the verdict of the Central Jakarta District Court No. 19/Pid.Sus-TPK/2023/PT DKI. The research method employed by the author is normative juridical, based on written laws that assist society in taking action. The tender process for the procurement of AgustaWestland-101 helicopters by the Indonesian Air Force has been in accordance with the regulations stipulated in Presidential Regulation No. 54 of 2010. However, in practice, there have been several behaviors that do not reflect the principles and ethics of procurement. The tender for the procurement of AgustaWestland-101 helicopters by the Indonesian Air Force in the 2016 fiscal year cannot be considered as a practice of tender collusion. Not all the signs or indications found by the author can definitively prove the existence of unhealthy collusion.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alessandra Patricia Wijaya
Abstrak :
Dalam mengikuti proses pengadaan baik untuk sektor publik maupun privat, setiap pelaku usaha dengan tegas tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan praktik persaingan usaha tidak sehat. Salah satu dari bentuk kegiatan tersebut adalah persekongkolan tender. Larangan persekongkolan tender di Indonesia telah dengan tegas diatur dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, tetapi masih banyak pelaku usaha yang mencari celah untuk melakukan persekongkolan tender dengan harapan dapat memenangkan paket tender dan meningkatkan keuntungan. Selain di Indonesia, praktik persekongkolan tender juga kerap terjadi di negara lain, salah satunya adalah Singapura. Isu yang diangkat dalam hal ini adalah praktik persekongkolan tender yang dilakukan dalam paket pengadaan infrastruktur di Indonesia dan Singapura sebagai negara pembanding. Skripsi ini menganalisis terkait pengaturan persekongkolan tender di Indonesia dan Singapura, serta perbandingan antara 2 (dua) putusan dari kedua negara tersebut, yaitu Putusan KPPU Nomor 25/KPPU-I/2020 dan Putusan CCCS Case Number 500/7003/16. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif, yang menekankan pada penggunaan norma hukum secara tertulis. Dengan membandingkan pengaturan serta implementasi di kedua negara tersebut, ditemukan bahwa terdapat kewenangan CCCS yang tidak dimiliki oleh KPPU sebagai otoritas pengawas persaingan usaha, yaitu kewenangan untuk menggeledah dan menyita. Padahal wewenang tersebut dapat memudahkan KPPU untuk mendapatkan direct evidence ataupun bukti yang lebih kuat untuk membuktikan adanya kasus persekongkolan tender. Lebih lanjut, berbeda dengan Indonesia yang belum mengenal leniency program, Singapura telah menerapkan leniency program dalam kasus persekongkolan tender dengan cukup efektif. Leniency program telah memudahkan CCCS untuk mengungkapkan praktik persekongkolan tender dalam berbagai kasus karena adanya keuntungan yang dapat diperoleh pelaku usaha yang dapat bekerja sama dengan CCCS untuk memberikan informasi yang dapat menjadi bukti yang kuat dalam kasus tersebut. ......When participating in the procurement process for both the public and private sectors, every business actor is strictly not allowed to carry out activities that could lead to unfair business competition practices. One form of such activity is bid rigging. The prohibition of bid rigging in Indonesia has been strictly regulated in Article 22 of Law No. 5 of 1999, but there are still many business actors who are looking for loopholes to commit bid rigging in the hope of winning the tender package and increasing profits. Apart from Indonesia, the practice of bid rigging also often occurs in other countries, one of which is Singapore. The issue raised in this case is the practice of bid rigging carried out in infrastructure procurement packages in Indonesia and Singapore as comparator countries. This thesis analyzes bid rigging arrangements in Indonesia and Singapore and compares 2 (two) decisions from the respective countries, namely KPPU Decision Number 25/KPPU-I/2020 and CCCS Case Number 500/7003/16. The research method used is juridical-normative, which emphasizes the use of written legal norms. By comparing the regulations and implementation in the two countries, it was found that there is CCCS authority that is not possessed by KPPU as the business competition supervisory authority, namely the authority to search and seize. Even though this authority can make it easier for KPPU to obtain direct evidence or stronger evidence to prove the existence of a tender conspiracy case. Furthermore, unlike Indonesia, which is not yet familiar with the leniency program, Singapore has effectively implemented a leniency program in tender conspiracy cases. The leniency program has made it easier for CCCS to reveal bid rigging practices in various cases because there are advantages for business actors who can cooperate with CCCS to provide information that can become strong evidence in such cases.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
On March 5, 1999 Indonesia passed a Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition Policy, known as Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. This Policy was made to prevent the monopoly practice and unfair competition, and to provide the society with a policy to regulate the Indonesian market. The objectives of this policy were largely determined by the need to establish a common market. (it means that without a spesific policy or regulation, it is very difficult to control the trading practices and market structures). In the control of restrictive trade practices, there the need to prove the unfair competition practices exist. The Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition Policy gives authority to abort any agreements that cause monopoly practice and unfair competition. The Supervisory Comission for Business Competition, known as Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), is the one and only that has such authority. As an independent commission, it reports directly to the President, which means the Supervisory Commision for Business Competition has the full authority to keep the competition in Indonesia in the right way according to the Prohibition of Monopolistic and Unfair Business Competition Policy. From this present and to the future, let us hope that the Supervisory Commission for Business Competition will run their job effectivel. (it is also our responsibility to support the Commision in Achieving its objective to establish a fair competition in the Indonesian economy)
Tangerang: Universitas Pelita Harapan,
340 LRJ
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover