Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lisawati Susanto
Abstrak :
Toxopiasnia Gondii adalah suatu protozoa yang dapat menginfeksi manusia. Infeksi T.gondii pada orang dewasa biasanva tanpa gejala klinis, sedangkan pada orang yang imunokompromais dapat berakibat fatal. Diagnosis toksoplasinosis biasanya dilakukan dengan uji serologi yaitu enzyrnelinked inunurnosorbent assay (ELISA) untuk mendeteksi IgG dan IgM Namun pemeriksaan serologi ini tidak memberikan hasil yang memuaskan, sedangkan pengobatan dini perlu dilakukan. Polymerase chain reaction (PCR) merupakan salah satu teknik yang dapat mengatasi masalah tersebut. Penetitian bertujuan untuk mengetahui apakah teknik PCR dapat mendeteksi DNA T.gondii dengan optimasi tekniknya. Teknik ini dilakukan terhadap DNA takizoit T.gondii dengan menggunakan primer 5'GGAACTGCATCCGTTCATGAG3' dan 5'TCITTAAAGCGTTCGTGGTC3'. konsentrasi MgC12 1,5 mM dan 2,0 mM, konsentrasi enzim taq polimerase 0,7 U dan 1,75 U, konsentrasi cetakan DNA 50; 5; 1; 0,5; 0,1; 0,05; 0,01; 0,005 dan 0,001 ng dan jumlah siklus : 35 dan 55 siklus. Hasil menunjukkan bahwa konsentrasi MgC12 1,5 mM, konsentrasi taq polimerase 1,75 U dengan jumlah siklus 55 inemberikan hasil produk PCR berupa pita berukuran 193 hp dengan konsentrasi cetakan DNA sampai 0,00 ng. Dapat disimpulkan bahwa teknik PCR merupakan teknik yang sensitif yaitu dapat mendeteksi 1 pg DNA gondii. ...... Polymerase Chain Reaction to Detect Tachyzoites of Toxoplasma gondiiToxoplasma gondii is a protozoan which can infect human. T. gondii infection is oiler asymptomatic in healthy individuals, however in imrnunocompromised individuals it can be fatal. Diagnosis of toxoplasmosis is usually performed by serology using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) to detect IgG and IgM. However, serology tests do not give an adequate result, while early treatment is necessarily performed. Polymerase chain reaction is a technique which can solve the problem. The aim of this study is to know whether the PCR technique can detect ".gondii DNA. The technique was performed on DNA of T .gondii tachyzoites using Bl gene primers : 5' GGAACTGCATCCGITCATGAG3' and 5'TCTTTAAAGCGTTCGTG G T C with MgCI2 concentrations of 1.5 mM and 2.0 mM, taq polymerase concentrations of 0.7 U and 1.75U, with DNA template concentations of 50, 5, 1, 0.5. U.1, 0.05, 0.01, 0.005 and 0.001 n.. Cycles used in this study were 35 and 55. The results showed that concentrations of 1.5 mM MgC12 and 1.75 U taq polymerase using 55 cycles gave good PCR results. With electrophoresis, the PCR product was a band of 193 bp. It was concluded that PCR is a sensitive technique which can detect 1 pg of T .gondii DNA.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lisawati Susanto
Abstrak :
ABSTRAK
Taxoplasma gondii adalah protozoa intraselular yang dapat menyebabkan toksoplasmosis. Jenis perneriksaan yang banyak dilakukan untuk diagnosis toksoplasmosis pada saat ini adalah pemeriksaan serologi (enzyme-linked immunosorbent assay/ELISA) untuk mendeteksi adanya zat anti IgG dan IgM terhadap T.gondii di dalam serum, namun pemeriksaan serologi ini tidak adekuat. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan laboratorium yang tepat untuk mendiagnosis toksoplasmosis akut, dan dalam hal ini PCR merupakan teknik yang terpilih.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi minimal DNA T.gondii yang masih dapat terdeteksi oleh PCR dengan menggunakan target gen Bl dan gels P30 T.gondii.

PCR terhadap target gen B1 dilakukan menurut metode Chang & Ho dan gen P30 menurut metode Weiss dkk. dan Chang & Ho. Primer gen BI terdiri dari oligo 1 : 5'GGAACTGCATCCGTTCATGAG3' dan oligo 2 : 5'TCTTTAAAGCGTTCGTG GTC3'. Primer gen P30 terdiri dari oligo 1 : 5'CACACGGTTGTATGTCGOT-I ICGCT3' dan oligo 2 : 5'TCAAGGAGCTCAATG TTACAG CCT3'.

Pada penelitian ini, PCR dengan target gen P30 yang dilakukan menurut metode Weiss dkk. memberikan pita yang tidak spesifik, karena itu dilakukan juga PCR dengan metode menurut Chang & Ho. Pada metode Chang & Ho penggunaan siklus sebanyak 30, 35, 40 dan 45 siklus tidak memberikan gambaran pita, sedangkan penggunaan 50 siklus baru memberikan hasil pita spesifik T.gandii pada elektroforesis. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi minimal DNA T.gondii yang masih terdeteksi dengan menggunakan target gen B1 pada sampel DNA murai T.gondii adalah sebesar 0,1 pg, pada sampel DNA murni T.gondii yang dicampur dengan DNA manusia sehat sebesar 1 pg, sedangkan pada darah manusia sehat yang dicampur dengan suspensi takizoit masih dapat terdeteksi sampai jumlah DNA dalam 1 takizoit. Dengan target gen P30 hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi minimal DNA T.gondii yang rnasih terdeteksi pada sampel DNA murni T.gondtl adalah 1 pg, pada sampel DNA murni T.gondii yang dicampur dengan DNA manusia sehat adalah 0,025 ng dart pada sarnpel darah manusia sehat yang dicampur dengan suspensi takizoit adalah DNA yang berasal dari minimal 20 takizoit.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa uji yang menggunakan target gin B1 lebih sensitif dibandingkan dengan gen P30.
ABSTRACT
Determination of Minimal Concentration of The DNA Toxoplasma gondii Which Still Can be Detected by The Polymerase Chain Reaction Using BI and P30 Genes.

Taxoplasma gondii is an intracellular protozoan which causes toxoplasmosis. Serological test (ELISA) for detecting the presence of IgG and IgM antibodies against T.gondii is usually performed nowadays, however this serological test is not adequate. Therefore an accurate laboratory test is needed for diagnosing acute toxoplasmosis, and in this case the polymerase chain reaction (PCR) is the method of choice.

The aim of this study is to assess the minimal concentration of the DNA of T.gondii which still can be detected by the PCR using B1 and P30 genes as targets.

The PCR against B1 gene as target was performed by using the method described by Chang & Ho, and described by Weiss et al and Chang & Ho against P30 gene as target. The B1 gene primers consisted of oligo 1 :5'GGAACFGCATCCGTTCATGAG3' and oligo 2 : 5'Te ITAAAGCGTTCGIGC3TC3', whereas the P30 gene primers consisted of oligo 1 5'CACACGGTTGTATGT'CGG ITI'CGCT3' and oligo 2 : 5'TCAAGG AGCTCAAT GTTACAGCCT3'.

It was shown that no specific bands were observed in the PCR with P30 gene as target (performed according to the method described by Weiss et al), therefore another PCR according to the method described by Chang & Ho was performed. In this method the electrophoresis did not show any band when 30, 35, 40 and 45 cycles of PCR were used however, by using 50 cycles a specific band was observed.

The results obtained showed that the minimal DNA concentrations which still could be detected using B1 gene as target were as the following : 0.0001 ng DNA in 50 1~1 PCR solution from samples of pure DNA, 0.001 ng DNA 1 50 1.11 PCR solution from samples of pure DNA mixed with normal human blood and the amount of DNA originated from at least 1 tachyzoite . Likewise, the minimal DNA concentrations which could still be detected using P30 as target gene were : 0.001 ng DNA in 50 tit PCR solution from samples ofpure DNA, 0.025 ng DNA in 501.11 PCR solution from samples of pure DNA mixed with normal human blood and the amount of DNA originated from at least 20 tachyzoites.

It was concluded that the assay using B1 gene as target was more sensitive than the one using P30 gene as target.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ayda Rahmad
Abstrak :
Latar Belakang

Toxoplasma gondii merupakan protozoa intraseluler yang dapat menimbulkan infeksi pada berbagai spesies mamalia. Pada manusia, parasit ini dapat menyebabkan cacat bawaan pada bayi dengan angka kejadian antara 2-7 per seribu kelahiran hidup (1,2,3).

Infeksi janin secara transplasental dapat terjadi, apabila ibu hamil mengalami toksoplasmosis akut primer dan menurut laporan, besarnya peluang infeksi tersebut adalah±40% (4). Manifestasi klinis sangat bergantung kepada saat parasit tersebut masuk ke dalam tubuh janin. Dari kepustakaan diketahui, apabila toksoplasmosis pada janin terjadi pada kehamilan trimester I maka dampaknya lebih berat, antara lain terjadinya abortus atau lahir mati (5,6). Dampak infeksi yang terjadi pada trimester berikutnya adalah kelahiran dengan cacat bawaan, seperti hidrosefalus, mikrosefalus, hepatosplenomegali, retinokoroiditis, tuli, gangguan motorik dan gangguan tingkat kecerdasan. Sebagian bayi dilahirkan tanpa gejala, sebagian lainnya disertai gejala yang langsung terlihat setelah dilahirkan, sesudah bayi berusia beberapa hari, minggu, bulan atau tahun.

Di Indonesia, adanya toksoplasmosis bawaan dilaporkan sejak tahun 1976 (7,8,9). Laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gandahusada (10) pada tahun 1988 menunjukkan adanya toksoplasmosis kongenital sebesar 18,2% . Di antara wanita yang mengalami abortus spontan, ternyata 21,5% menunjukkan adanya IgG Toxoplasma. Sebesar 22,8% IgG Toxoplasma ditemukan di antara mereka dengan riwayat kelahiran mati (11).

Toksoplasmosis pada orang dewasa umumnya tidak disertai gejala tetapi kadang-kadang hanya dijumpai adanya limfadenopati. Riwayat limfa denopati, juga dijumpai pada wanita yang melahirkan bayi dengan toksoplasmosis bawaan, tetapi jumlahnya hanya 10 - 20%.

Mengingat toksoplasmosis pada orang dewasa tanpa gejala, sedangkan pada bayi bisa tanpa gejala atau dengan gejala yang beraneka ragam, maka untuk menegakkan diagnosis toksoplasmosis, pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan.

Deteksi toksoplasmosis akut, terutama pada wanita hamil dan bayi, hendaknya dilakukan sedini mungkin agar segera dapat diberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya kelainan pada janin. Demikian pula pada bayi, agar komplikasi lebih lanjut dapat dihindari.
Jakarta: 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisawati Susanto
Abstrak :
Toxoplasma gondii adalah protozoa intraselular yang dapat menyebabkan toksoplasmosis. Pada orang sehat (imunokompeten) infeksi biasanya tidak disertai gejala klinis, sedangkan pada penderita imunokompromais terutama pada penderita AIDS infeksi dapat berakibat fatal. Infeksi primer pada wanita hamil dapat mengakibatkan terjadinya transmisi melalui plasenta ke janin. Karena itu pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk menentukan adanya infeksi T.gondii, sehingga pengobatan dapat diberikan dengan segera untuk menghindari kerusakan lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah Polymerase chain reaction (PCR) dengan menggunakan gen P30 dapat mendeteksi DNA T.gondii. Pada DNA yang diisolasi dilakukan PCR terhadap target gen P30 menurut metode menurut metode Weiss dkk. dan Chang & Ho. Primer gen P30 terdiri dari oligo 1 : 5'CACACGGTTGTATGTCGGTTTCGCT3' dan oligo 2 : 5'TCAAGGAGCTCAATG TTACAGCCT3'. Sampel DNA yang digunakan untuk PCR dengan target gen P30 terdiri dari berbagai macam bahan yaitu : (a) DNA murni T.gondii dengan berbagai konsentrasi, (b) campuran DNA murni T.gondii dengan DNA darah manusia sehat, (c) DNA dari takizoit yang berasal dari campuran 99 ml darah manusia sehat dengan 1 ml suspensi takizoit yang masing-masing mengandung 1000,100, 50, 40, 30, 20 dan 10 takizoit. PCR dengan target gen P30 yang dilakukan menurut metode Weiss dkk. memberikan pita yang tidak spesifik. Pada metode Chang & Ho penggunaan siklus sebanyak 30, 35, 40 dan 45 siklus tidak memberikan gambaran pita, sedangkan penggunaan 50 siklus baru memberikan hasil pita spesifik T.gondii pada elektroforesis. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi minimal DNA T.gondii yang masih terdeteksi pada sampel DNA murni T.gondii adalah 1 pg, pada sampel DNA murni T.gondii yang dicampur dengan DNA manusia sehat adalah 0,025 ng dan pada sampel darah manusia sehat yang dicampur dengan suspensi takizoit adalah DNA yang berasal dari minimal 20 takizoit. Dengan demikian dapat disimpulkan PCR dengan menggunakan target gen P30 dapat digunakan untuk mendeteksi DNA T.gondii.
Detection of P30 gene to diagnosis of toxoplasmosis by using polymerase chain reaction. Toxoplasma gondii is an intracellular protozoan which causes toxoplasmosis. In healthy persons (immunocompetent) the infection is usually asymptomatic; however in immunocompromised patients, especially AIDS patients, the infection can be fatal. Primary infection in pregnant women can be transmitted to the fetus via the placenta. Therefore laboratory examination is absolutely neccesary to assess the presence of T.gondii infection hence prompt treatment can be given to prevent further damage. The aim of this study is to know whether by using P30 gene as target the Polymerase chain reaction (PCR) can detect T.gondii DNA in Indonesia. The PCR was performed on the DNA which had been isolated against P30 gene as target by using the method described by Weiss et al and Chang & Ho. The P30 gene primers consisted of oligo 1: 5'CACACGGTTGTATGTCGGTTTCGCT3' and oligo 2: 5'TCAAGGAGCTCAATGTTAC GCT3'. The DNA samples used in the PCR with P30 gene as target were derived from the following materials: (a) pure T.gondii DNA of various concentrations, (b) a mixture of pure T.gondii DNA and normal human blood DNA, (c) tachyzoite DNA derived from the mixture of 99 ml normal human blood and 1 ml tachyzoite suspension with the following amount of tachyzoites :1000,100, 50, 40, 30, 20 and 10 tachyzoites. It was shown that no specific bands were observed in the PCR with P30 gene as target (performed according to the method described by Weiss et al). The PCR according to the method described by Chang & Ho did not show any band when 30, 35, 40 and 45 cycles of PCR were used however, by using 50 cycles a specific band was observed. The results obtained showed that the minimal DNA concentrations which still could be detected using P30 gene as target were as follows : 0.001 ng DNA in 50 ml PCR solution from samples of pure DNA, 0.025 ng DNA in 50 ml PCR solution from samples of pure DNA mixed with normal human blood and the amount of DNA originated from at least 20 tachyzoites. It was concluded that the assay using P30 gene as target could be used for detecting T.gondii DNA in Indonesia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta
Abstrak :
Ruang lingkup dan Cara penelitian: Toxoplasma gondii adalah parasit yang menginfeksi burung dan mamalia termasuk manusia. Parasit ini dikembangkan untuk penelitian toksoplasmosis. Selama ini pengadaan takizoit di laboratorium FKUI dilakukan dengan cara inokulasi mencit setiap tiga hari. Penelitian ini ingin mengetahui metoda yang lebih praktis dan ekonomis untuk menyimpan takizoit T. gondii untuk menggantikan pengadaan takizoit cara lama. Telah diteliti dua jenis metoda penyimpanan takizoit dalam nitrogen cair, yaitu metoda Lin dan Booth. Sampel adalah takizoit T. gondii sebanyak 2,75x10 per tabung, terdiri dari 72 tabung. Terdapat perbedaan antara kedua metoda : Lin melakukan pencucian berulang dengan larutan NaCl 0,9%, media penyimpan hanya DMSO serta inkubasi sebelum masuk ke nitrogen cair adalah -20°C, -60°C, dilakukan pencairan langsung dalam water-bath. Booth melakukan pemanenan dengan larutan HESS, tanpa pemurnian, media penyimpanan: DMSO + BSA + DMEM, inkubasi: suhu kamar dan -70°C, serta mengalami 3 tahap mencairan dengan 3% FBS dalam DMEM. Parameter yang diamati: Jumlah takizoit mula-mula, persentase viabilitas dan virulensi parasit setelah 2, 4 dan 6 bulan penyimpanan. Hasil dan kesimpulan: Dengan metoda Lin diperoleh viabilitas : 61,38%, 39,50% dan 36,09% setelah 2, 4 dan fi bulan penyimpanan serta hilangnya virulensi. Pada metoda Booth viabilitas setelah 2, 4 dan 6 bulan penyimpanan: 68,49%, 61,68% dan 56,99% dan virulensi tetap baik. Hal ini karena metoda Booth memakai HBSS sebagai larutan pembilas, BSA dan DMEM sebagai medium, serta adanya pencairan kembali secara bertahap, sehingga membran tetap stabil dan terhindar dari "shock osmotik". Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan : nitrogen cair dapat digunakan untuk penyimpanan takizoit jangka panjang dan metoda Booth merupakan metoda penyimpanan yang cukup baik untuk masa penyimpanan 6 bulan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Halleyantoro
Abstrak :
ABSTRAK Toksoplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Penyakit infeksi ini dapat menyebabkan kondisi fatal bila terjadi pada pasien imunokompromis, misalnya adalah toksoplasma ensefalitis (TE) yang menyerang sistem saraf pusat. Untuk menegakkan diagnosis Toxoplasma sebagai penyebab kelainan SSP (sistem saraf pusat) pada pasien HIV sangat sulit, sehingga diperlukan metode pemeriksaan lain sebagai alternatif, salah satunya adalah pemeriksaan PCR mendeteksi gen B1 dari Toxoplasma gondii. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode PCR pada sampel CSS (cairan serebrospinal) yang sesuai untuk menegakkan diagnosis TE dan mengetahui keunggulan dan kelemahan pemeriksaan PCR dibandingkan pemeriksaan IgG anti-Toxoplasma pada cairan serebrospinal. Penelitian dilakukan pada cairan serebrospinal pasien HIV/AIDS dengan gangguan serebral. Hasil pemeriksaan PCR dari 88 sampel CSS pasien HIV yang datang ke Laboratorium Parasitologi FK UI, adalah 23 (26,1%) positif dan 65 (73,9%) negative T. gondii. Ada hubungan postif bermakna antara pemeriksaan PCR dengan pemeriksaan IgG anti-Toxoplasma dari CSS.
ABSTRACT Toksoplasmosis is a disease caused by infection of Toxoplasma gondii. This infection can caused a life threatening condition in immunocompromised patients, for example toxoplasma ensefalitis (TE) which attack central nervous system. It is very difficult to diagnose Toxoplasma as a cause of CNS infection in HIV patient, so we need another methods as alternative, one of which is one of which is a PCR detection of Toxoplasma gondii B1 gene. This research aims to develop a PCR method on samples Cerebrospinal Fluid (CSF) that suitable for TE diagnosis and determine the advantages and disadvantages PCR methods compared to detection of anti-Toxoplasma IgG from CSF. The study was conducted in the cerebrospinal fluid of patients with HIV / AIDS with cerebral disorders. PCR examination results of 88 samples CSS HIV patients who came to the Laboratory of Parasitology FK UI, was 23 (26.1%) positive and 65 (73.9%) negative T. gondii. There is a significant positive relationship between PCR and detection anti-Toxoplasma IgG from CSF.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Halleyantoro
Abstrak :
Toksoplasmosis yang disebabkan oleh parasit intraseluler Toxoplasma gondii merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang cukup tinggi di dunia. Sepertiga dari populasi dunia diperkirakan terinfeksi protozoa ini. Sementara itu penyakit coronavirus 2019 (COVID-19), telah menyebabkan keadaan darurat kesehatan dunia. Sebagian besar pasien COVID-19 akan mengalami beberapa tingkat imunosupresi, sehingga diperkirakan mereka berisiko mengalami reaktivasi infeksi parasit seperti T. gondii. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi seroprevalensi dan karakteristik infeksi T. gondii di antara pasien dengan COVID-19. Metode pada penelitian ini adalah potong lintang (cross sectional). Sebanyak 130 sampel serum dari penderita yang telah diperiksa PCR COVID-19 terdiri dari 89 sampel positif dan 41 sampel negatif COVID-19.  Hasil serologi Toxoplasma pada sampel positif Covid-19 adalah 46,1 % positif IgG anti-Toxoplasma dan 12,4 % positif IgM anti-Toxoplasma. Sedangkan pada kelompok negatif COVID-19 didapatkan 61% IgG anti-Toxoplasma dan 4,9% IgM anti-Toxoplasma. Hasil pemeriksaan aviditas mendapatkan 4 sampel dengan aviditas rendah dan 9 sampel dengan aviditas tinggi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa seroprevalensi Toxoplasma pada penderita Covid tinggi dan 4,5% diantaranya dengan toksoplasmosis aktif dan 33,7% dengan toksoplasmosis laten. Kondisi toksoplasmosis akut dan reaktivasi akan memperburuk kondisi klinis penderita COVID-19 dan bisa berakibat fatal. ......Toxoplasmosis caused by the intracellular parasite Toxoplasma gondii is a disease with a high prevalence in the world, and one third of the world's population is infected with this protozoan. Meanwhile the coronavirus disease 2019 (COVID-19), has caused a world health emergency. Most COVID-19 patients are at risk for reactivation of parasitic infections such as T. gondii. This study aimed to evaluate the seroprevalence and characteristics of T. gondii infection among patients with COVID-19. Cross sectional methods were used in this study. A total of 130 serum samples from patients who had been tested by PCR for COVID-19 consisted of 89 positive samples and 41 negative samples for COVID-19. Serology results in COVID-19 positive samples were 46.1% positive for anti-Toxoplasma IgG and 12.4% positive for anti-Toxoplasma IgM. Meanwhile, in the negative COVID-19 group, 61% IgG and 4.9% anti-Toxoplasma IgM were obtained. The results of the avidity examination obtained 4 samples with low avidity and 9 samples with high avidity. This study conclusion is seroprevalence of Toxoplasma in COVID-19 patients is high and 4.5% of them have active toxoplasmosis and 33.7% with latent toxoplasmosis. Acute toxoplasmosis conditions and reactivation will worsen the clinical condition of COVID-19 sufferers and can be fatal.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Noenoek Poerwaningsih
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>