Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Totok Sucahyo
Abstrak :
Dengan diberlakukannya UU No.10/1995 tentang Kepabeanan, telah memberikan kewenangan yang semakin besar bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebagai institusi pemerintah untuk dapat memainkan perannya sesuai dengan lingkup tugas dan fungsi yang diemban. Kewenangan yang semakin besar ini, selain menandakan tidak. diberlakukannya lagi pemeriksaan pra-pengapalan atau pre-shipment inspection oleh PT Surveyor Indonesia (wewenang tersebut sepenuhnya dikembalikan kepada DJBC), yang nota bene bahwa kewenangan tersebut adalah kewenangan Customs yang universal, juga merupakan konsekuensi logis atas keikutsertaan Indonesia dalam meratifikasi GATT Agreement maupun AFTA, APEC, dan lain-lain. Wewenang tersebut merupakan tanggung jawab yang besar dan harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh seluruh jajaran institusi DJBC mulai dari hirarki teratas hingga yang terbawah. Hal ini dikarenakan apabila DJBC mengalami kegagalan dalam menekan high cost economy, maka tidak saja akan mengakibatkan kegagalan ekonomi Indonesia untuk menjerat opportunity, mengubah keuntungan komparatif menjadi keuntungan kompetitif, tetapi juga secara substansial dapat mengakibatkan larinya para investor yang semula akan melakukan investasinya di Indonesia dengan segala implikasi ekonomis negatif lainnya. Keinginan dan tuntutan dari para pengguna jasa yang menghendaki adanya suatu sistem kepabeanan yang terbaik dan bermutu internasional merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi, dan sudah menjadi kewajiban moral bagi DJBC untuk melakukan berbagai perubahan yang cukup mendasar, baik dari segi penyempurnaan organisasi dan tatalaksana DJBC, simplifikasi dan sekaligus transparansi sistem dan prosedur kepabeanan, serta pengembangan kualitas sumber daya manusia, sehingga diharapkan nantinya terdapat suatu keselarasan dengan jiwa dan kepentingan dari sistem dan prosedur kepabeanan itu sendiri. Peran DJBC sebagai fasilitator perdagangan ternyata mengalami konflik dengan peran yang lain sebagai aparat fiskal. Sebagai aparat fiskal, DJBC dituntut untuk mengumpulkan pajak sebanyak-banyaknya guna mengisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Apalagi di saat krisis ekonomi seperti saat ini, peran penerimaan pajak dalam sisi penerimaan di APBN sangat diperlukan sebagai alat stabilisasi dan penggerak ekonomi. Untuk mencapai tujuan tersebut, pengawasan harus dilakukan secara ketat agar tidak terjadi penyelewengan. Sedangkan sebagai fasilitator perdagangan, DJBC menggunakan sistem pengawasan dan pelayanan yang lebih fleksibel dengan mengedepankan kelancaran arus barang. Penerapan manajemen strategik dalam pembangunan sudah diakui secara umum dapat membantu dan diperlukan dalam menciptakan good governance di segala aspek pemerintahan. Mengacu pada hal tersebut, DJBC sebagai institusi pemerintah juga dituntut untuk dapat melaksanakan manajemen strategik di sektor publik, yang dimulai dengan dibuatnya perencanaan strategik. Dalam pencapaian mutu kinerja yang optimal, maka maka tiap-tiap kantor pelayanan DJBC dituntut untuk dapat melakukan terobosan dan menciptakan strategi kebijakan yang repat, efektif dan efisien dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya serta dapat digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kerja. Strategi kebijakan tersebut harus dapat meliput tujuan yang harus dan akan dicapai secara komprehensif dan terpadu meskipun antar tujuan tersebut dapat menimbulkan konflik dalam pelaksanaannya di lapangan. Oleh karena itu masukan dari pihak stakeholder dan pihak-pihak yang berkepentingan sangat diharapkan membantu dalam penentuan strategi terbaik, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang akan diraih dengan bias sekecil mungkin.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sarah
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui besarnya biaya pelayanan di gardu tol pada perusahaan jasa tol, baik pelayanan manual, pelayanan elktronik dan otomatis, dengan menggunakan activity based costing (ABC). Penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan apakah terdapat efisiensi dalam pelayanan di gardu tol elektronik dan gardu tol otomatis. Hasil penelitian menunjukkan perhitungan dengan menggunakan ABC, dapat mengklasifikasi lima jenis gardu tol dengan biaya gardu tol yang berbeda-beda sesuai dengan aktifitasnya. Kemudian dilakukan perbandingan antara gardu tol manual, elektronik dan otomatis. Sehingga dari hasil perbandingan tersebut dapat dihitung efisiensi yang dicapai perusahaan dalam penerapan gardu tol elektronik dan gardu tol otomatis. Hasil penelitian ini dapat mendukung activity based management (ABM) dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal yang berkaitan dengan pengurangan beban, profitabilitas dan nilai tambah bagi konsumen. ......This thesis aims to find out the cost service in the highway service companies, both service manuals, as well as electronic and automated services, by using activity based costing (ABC). This study also aimed to determine whether there is efficiency in the electronic and automated services. The results show the calculation by using ABC, can classify five types of tollbooth costs which vary according to activity. Then do the comparison between manual toolbooth electronic and automatic. The result of the efficiency ratio can be calculated that the company achieved the implementation of electronic tollbooth and automatic tollbooth. The result of this research can support the activity based management (ABM) in decision making especialy in matters relatng to the reduction of expenses, profitability and added value for consumers.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T 27733
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Bayu Purwoko
Abstrak :
Sejak 1 April 1997 Ditjen Bea dan Cukai menerapkan sistem pengawasan on arrival dengan post audit. Dalam sistem pengawasan tersebut, Ditjen Bea dan Cukai membagi pelayanan dan pengawasan kepabeanan ke dalam dua jalur yaitu jalur merah dan jalur hijau. Barang yang masuk jalur hijau hanya dilakukan pemeriksaan dokumen dan barang untuk bisa dikeluarkan dari pelabuhan, sedangkan barang yang masuk jalur merah selain dilakukan pemeriksaan dokumen juga dilakukan pemeriksaan fisik. Setelah barang keluar dari pelabuhan, Ditjen Bea dan Cukai melakukan pengawasan dalam bentuk post audit terhadap perusahaan importir secara periodik. Post audit dilakukan terhadap pembukuan perusahaan yang berkaitan dengan impor barang untuk menguji kebenaran informasi dalam dokumen impor, terutama jenis, jumlah, dan nilai barang impor. Setelah UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan berjalan kurang lebih lima tahun, berbagai pihak mulai mempertanyakan kinerja Ditjen Bea dan Cukai. Hal ini terjadi karena berbagai alasan seperti nilai impor yang menurun drastis, membanjirnya barang-barang ilegal dari Cina, serta tudingan adanya praktek underinvoicing, yaitu praktek dimana importir memberitahukan nilai transaksi sebagai dasar penetapan bea masuk lebih rendah dari yang sebenarnya terjadi. Hal ini dilakukan untuk memperkecil bea masuk dan pajak dalam rangka impor lainnya. Hal yang kontras terjadi pada hasil pelaksanaan audit kepabeanan yang ternyata menunjukkan penurunan hasil yang cukup tajam selama tahun 2002-2004 triwulan I. Hal ini menunjukkan pelaksanaan audit kepabeanan ternyata belum mampu menjawab permasalahan ini. Banyak hal yang bisa menyebabkan turunnya penerimaan negara dari hasil audit. Berdasarkan pengamatan penulis, hal yang amat vital pada proses audit adalah tahap pemilihan obyek audit. Dengan sumber daya auditor yang terbatas, Ditjen Bea dan Cukai harus bisa memilih target yang tepat yang bisa memaksimalkan penerimaan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Selama ini pemilihan obyek audit dilakukan secara sederhana berdasarkan data nilai impor, jenis importir, dan besar fasilitas kepabeanan yang diperoleh. Tidak pernah dilakukan studi dan evaluasi yang komprehensif mengenai elemen-elemen yang dapat meningkatkan kemungkinan adanya temuan audit. Dalam rangka reformasi kepabeanan, Ditjen Bea dan Cukai menerapkan kebijakan registrasi importir. Kebijakan ini bertujuan untuk menyusun profil importir dalam rangka manajemen risiko. Hasil registrasi importir berupa profil importir akan digunakan sebagai sumber data penentuan risiko importir yang akan menentukan sifat dan lingkup pelayanan dan pengawasan pihak pabean terhadap importir. Sehubungan dengan pelaksanaan program registrasi importir tersebut, Ditjen Bea dan Cukai akan memiliki sumber data berupa data wajib pajak (importir) yang apabila digabungkan dengan data importasi yang telah dimiliki selama ini akan bisa menjadi alat perencanaan yang kuat dan tepat yang bisa dijadikan dasar pemilihan obyek audit secara akurat. Untuk mengetahui bagaimana profil importir hasil registrasi importir dapat digunakan sebagai alat perencanaan audit maka dilakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan multivariate analysis dengan teknik regresi logistik. Dengan menggunakan teknik ini, kemungkinan hasil temuan audit kepabeanan dapat diprediksi secara ilmiah.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library