Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Instrumental thin-layer chromatography delivers comprehensive coverage of this separation tool with particular emphasis on how this tool can be used in advanced laboratories and integrated into problem-solving scenarios. Significant improvements in instrumentation have outpaced the development of information resources that describe the latest state-of-the-art and demonstrate the full capabilities of TLC. This book provides a contemporary picture of the fundamentals and practical applications of TLC at a level suitable for the needs of professional scientists with interests in project management where TLC is a common tool. Compact, highly focused chapters convey essential information that defines modern TLC and how it can be effectively implemented in most areas of laboratory science. Numerous figures and tables provide access to material not normally found in a single source yet are required by working scientists.
Amsterdam: Elsevier, 2015
e20427020
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Berlin: Springer-Verlag, 1969
R 543.8 THI
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Ambar Setiyowati
Abstrak :
Dewasa ini aflatoksin mendapat banyak perhatian di kalangan banyak ahli, karena diduga keras bahwa senyawa tersebut merupakan bahan penyebab kanker (karsinogenik). Akibat yang paling mencemaskan bagi mereka yang mengkonsumsi bahan makanan yang tercemar aflatoksin ialah kerusakkan hati dari tingkat yang paling ringan sampai paling berat, yakni kanker hati. Penelitian ini dilakukan untuk identifikasi dan penetapan kadar cemaran aflatoksin dalam makanan yang mengandung kacang tanah dan kacang kedelai secara KLT densitometri, menggunakan fase diam lempeng KLT silika gel 60 GF254 dan fase gerak kloroform-etil asetat (7:3) dengan deteksi fluoresensi pada panjang gelombang eksitasi 354 nm. Hasil dari pembuatan kurva kalibrasi aflatoksin B1 (AFB1) dan aflatoksin G1 (AFG1) antara 10-100 ppb; batas deteksi AFB1 dan AFG1 masing-masing 2,93 ppb dan 4,77 ppb.Penerapan metode ini pada sembilan macam sampel yang mengandung kacang tanah dan kacang kedelai menunjukkan hasil positif AFB1 pada delapan sampel dengan kadar 1-4 ppb dan satu sampel yang positif AFB1 dan AFG1, dengan kadar AFG1 4,43 ppb. Hasil ini lebih kecil dari LOD dan LOQ. ......At present, aflatoxin is beginning to get more attention from the scientist, because highly suspected that this compound is carcinogenic. The most anxious effect to them who consumed food-contaminated by aflatoxin is liver damaged, which varied from the lowest level until the highly dangerous level (liver cancer). This study was designed to identified and determined the aflatoxin concentration in the food samples which contain peanut and beans. That using TLC-densitometry, the analitycal condition is using: TLC silica gel 60 GF254 as the stationary phase, chloroform-ethyl asetat (7:3) as the mobile phase, fluorescence measurement mode with the 354 nm. The results showed calibration curve of AFB1 and AFG1 between 10-100 ppb; detection limit of AFB1 and AFG1 are 2.93 ppb and 4.77 ppb. The implementation of this method in 9 samples that contain peanuts and soy beans that sold in the market shows positive of AFB1 in 8 samples with concentration of AFB1 1-4 ppb and positive of AFB1 and AFG1 in only one sample with concentration 4.565 ppb. This results less than LOD and LOQ.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S32886
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Arniati
Abstrak :
Petai cina [Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit] adalah salah satu tanaman obat yang diketahui memiliki khasiat sebagai antelmintik, diuretik, dan dapat merontokkan rambut. Untuk menjamin mutu, keamanan dan kemanfaatan dari obat tradisional diperlukan standardisasi ekstrak tumbuhan obat. Sebagai bahan penelitian, dikumpulkan biji petai cina dari daerah Bogor, Tawangmangu dan Purwodadi. Ekstraksi biji dilakukan dengan cara maserasi. Dari penelitian ini diperoleh ekstrak kental berwarna cokelat hingga cokelat kehitaman dengan bau khas dan rasa sedikit pahit, Rendemen ekstrak, kadar senyawa terlarut dalam air, dan kadar senyawa terlarut dalam etanol berturut-turut adalah: 23,58-25,58%, 63,33-71,09%, dan 1,52-2,05%. Parameter non spesifik ekstrak etanol biji petai cina mencakup: susut pengeringan, kadar air, kadar abu total, dan kadar abu yang tidak larut asam berturut-turut adalah: 27,95-28,89%, 22,97-28,9%, 7,02-8,54%, dan 1,26-1,55%, sedangkan sisa pelarut etanol tidak lebih dari 1% dan cemaran logam berat (Pb dan Cd) tidak lebih dari 0,01%. Uji menunjukkan bahwa ekstrak mengandung alkaloid, glikosida terpen/sterol, saponin dan tanin. Pola kromatogram lapis tipis dan densitometer kromatografi lapis tipis diperoleh dengan menggunakan fase gerak dapar fosfat (NH4H2PO4 2% dengan penambahan H3PO4) pH 2,44 memperlihatkan 6 bercak ungu setelah disemprot dengan ninhidrin 0,3%. Kadar mimosin pada ekstrak adalah 12,28-14,11%.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S32632
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Triandi Tjahjanto
Abstrak :
Telah dilakukan immobilisasi TiO2 dalam bentuk lapisan tipis pada permukaan kaca preparat. Teknik pelapisan menggunakan teknik proses sol-gel (PSG) dari prekursor titanium tetraisopropoksida yang dilarutkan dalam isopropanol pada konsentrasi 0,05 M dan 0,1 M. Lapisan tipis yang diperoleh dikarakterisasi dengan instrumen spektrofotometer UV-Vis, difraksi sinar-x, foto SEM, serta dilakukan uji aktivitas mendegradasi fenol sebagai model limbah organik dan uji adsorbsi. Hasil XRD menunjukkan bahwa kristal yang diperoleh anatase dan tidak terdeteksi adanya rutil. Dari difraktogram tersebut juga dapat diperkirakan ukuran kristal yang dihasilkan adalah sekitar 19 - 39 nm. Foto SEM menunjukkan permukaan yang cukup berpori, namun uji adsobsi menunjukkan peningkatan luas permukaan hanya 20%. Dari hasil uji aktivitas dapat diprediksi bahwa katalis dengan tebal 6,33 µm, dan kandungan TiO2 1,04 mg/cm2 akan memiliki aktivitas optimum.
The Characterization of Thin Layer Titanium Dioxide from Titanium Tetraisopropoxide Precursor and the Examination of Its Activity as Photo CatalystImmobilization of TiO2 as thin layer on microscope slide glasses has been done. The slide was coated by sol-gel technique with titanium tetraisopropoxide as precursor diluted in isopropanol at the concentration of 0.05 M and 0.1 M. The thin films produced were characterized with W-Vis spectrophotometer, X-ray diffraction analyzer (XRD), SEM, and the activity as photo catalyst was examined by degrading phenol as an organic pollutant model, and also done adsorption examination. The XRD results show that the crystal produced were in the anatase form and there are no rutile form detected. The results were also provide that the expectation size of the crystal was about 19 -- 37 nm. SEM results show moderate porosity of the thin layer surface but the adsorption examinations provide that the effective surface width increased in only 20 percent. From the result of activity examinations was been able to predict that thin layer catalyst at the thick of 6.33 µm, and TiO2 loading of 1.04 mg/cm2 has maximum activity.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T9464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Selama penelitian lapangan pada bulan Februari 2007 di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKS), sebanyak sembilan individu siput Phyllidiidae yang berhasil diamati memangsa spons. Phyllididae yang teramati selama penelitian termasuk ke dalam genus Phyllidiella dan genus Phyllidiopsis. Tiga individu spesies Phyllidiella pustulosa ditemukan memangsa spons yang berbeda. Dalam penelitian ini berhasil ditemukan dua spesies Phyllidiidae yang belum pernah dilaporkan spons mangsanya, yaitu Phyllidiopsis pipeki dan Phyllidiella nigra. Spesies-spesies yang teramati sedang memakan spons mangsanya dan pada umumnya ditemukan pada kedalaman 18--20 meter, kecuali spesies Phyllidiella nigra yang hanya dapat ditemukan di rataan terumbu. Hasil analisis kimiawi senyawa metabolit sekunder dengan menggunakan thin layer chromatography (TLC) pada masing-masing spesies Phyllidiidae dan spons mangsanya menunjukkan bahwa terdapat persamaan antara senyawa metabolit sekunder dari sembilan spesies Phyllidiidae dan spons mangsanya.
Universitas Indonesia, 2007
S31438
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Zuspita Anggrarini
Abstrak :
Asam benzoat dan asam sorbat merupakan zat antimikroba yang digunakan sebagai bahan pengawet pada makanan. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan asam benzoat dan asam sorbat yang terkandung dalam berbagai merek kecap yang beredar di kota Depok secara kromatografi lapis tipis (KLT) densitometri. Analisis dilakukan dengan menggunakan fasa gerak n-heksana : etil asetat (4:1) dengan penambahan asam asetat 1% volume; deteksi dengan Camag TLC Scanner III pada panjang gelombang maksimum 230 nm untuk asam benzoat dan 262 nm untuk asam sorbat. Dengan metode ekstraksi AOAC, rata-rata perolehan kembali untuk asam benzoat dan asam sorbat masing-masing adalah 100,51% dan 85,06%; hasil percobaan dari 10 sampel ternyata ditemukan 6 sampel mengandung asam benzoat dengan kadar 87,48 - 3880,31 mg/kg kecap (dimana 1 sampel diantaranya melebihi kadar yang telah ditetapkan pemerintah); 2 sampel mengandung asam sorbat dengan kadar 15,74 - 20,46 mg/kg kecap dan 2 sampel lainnya tidak mengandung asam benzoat dan atau asam sorbat. ......Benzoic acid and sorbic acid are antimicrobial substances that used as the food preservative substances. The purpose of this research was to analyze the level of benzoic acid and sorbic acid in some brands of soy sauce that were sold in Depok using thin layer chromatography (TLC) method. The analysis used n-hexane : etil acetat (4:1) with addition of 1% acetic acid as mobile phase; detection using Camag TLC Scanner at maximum wavelength 230 nm for benzoic acid and 262 nm for sorbic acid. Using the AOAC extraction method, the average of recovery were 100.51% for benzoic acid and 85.06% for sorbic acid. The result of the test showed, 6 out of 10 sample consist of benzoic acid between 87.48 - 3880.31 mg/kg (which 1 sample consist more than maximum level); 2 sample consist 15.74 - 20.48 mg/kg; while 2 other samples did not contain benzoic acid and sorbic acid.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S32892
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Aflatoksin B1 adalah salah satu jenis mikotoksin jamur yang dikenal karena efek toksik dan karsinogeniknya pada beberapa hewan coba dan manusia. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan aflatoksin B1 dalam susu dan yoghurt kemasan di wilayah Lembang, Bandung Utara, secara Kromatografi Lapis Tipis Densitometri. Kondisi optimum terdiri dari fase diam yang berupa lempeng KLT silika gel 60 F254 (Merck), ukuran 20 x 10 cm dan fase gerak berupa campuran pelarut kloroform-etil asetat (7:3). Deteksi dan kuantitasi dilakukan dengan Camag TLC scanner III, menggunakan detektor fluoresensi pada panjang gelombang eksitasi maksimum 354 nm dan emisi 432 nm. Hasil pengamatan menunjukkan data kurva kalibrasi yang linear antara 20-160 pg dengan koefisien korelasi 0,9998; batas deteksi 3,002 pg; dan batas kuantitasi 10,005 pg. Rata-rata uji perolehan kembali menggunakan matriks blangko susu dan yoghurt rasa durian sebesar 100,05% dan 98,24%. Penerapan metode ini terhadap masing-masing dua merk sampel susu murni dan yoghurt rasa buah menunjukkan tidak satupun yang tercemar aflatoksin B1.
Universitas Indonesia, 2007
S32586
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mayang Puspita
Abstrak :
Transetosom merupakan nanovesikel pembawa obat berupa bentuk pengembangan dari transfersom dan etosom yang mengandung komponen surfaktan sebagai aktivator tepi dan etanol tinggi. Kandungan kedua komponen ini menjadikan transetosom yang fleksibel dan mampu melewati celah sempit hingga menembus lapisan kulit subkutan  Senyawa model yang digunakan adalah diflunisal yang berupa obat anti-inflamasi golongan non-steroid. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dua jenis metode pembuatan transetosom, meliputi metode dingin dan metode hidrasi lapis tipis. Kedua metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan karena mudah dalam pembuatan dan mampu memberikan karakteristik vesikel yang baik dengan nilai persentase efisiensi penjerapan yang tinggi. Transetosom yang dibuat dengan kedua metode, kemudian dilakukan karakterisasi meliputi ukuran partikel, indeks polidispersitas, potensial zeta, indeks deformabilitas, dan persentase efisiensi penjerapan. Hasil penelitian menunjukkan transetosom dengan metode pembuatan hidrasi lapis tipis memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan metode dingin berdasarkan hasil karakterisasi efisiensi penjerapan dan indeks deformabilitas. Persentase efisiensi penjerapan untuk metode hidrasi lapis tipis dengan nilai sebesar 29.141 ± 2.194 %, sedangkan untuk metode dingin dengan nilai sebesar 17.573 ± 1.268 %. Namun, berdasarkan kondisi stabilitas fisik, metode dingin menunjukkan ukuran partikel yang lebih stabil dibandingkan metode hidrasi lapis tipis. ......Transethosome is a drug-carrier that is developed from transferosome and ethosome which contain surfactant compound as the edge activator and high ethanol content. These two components makes the transethosome flexible and able to pass through narrow gaps to penetrate the subcutaneous layer of skin. The model compound used is diflunisal which is a non-steroidal anti-inflammatory drug. This study aims to compare the two types of transethosomes production methods, including the cold method and the thin layer hydration method. These two methods are the most commonly used methods because of easy to manufacture and able to provide good vesicle characteristics with high entrapment efficiency percentage values. The transethosomes prepared by both methods were then characterized including particle size, polydispersity index, zeta potential, deformability index, and the percentage of entrapment efficiency. The results showed that transethosomes using the thin layer hydration method produced better results than the cold method based on the characterization results of entrapment efficiency and deformability index. The percentage of entrapment efficiency for the thin layer hydration method is 29.141 ± 2.194 %, while for the cold method is 17.573 ± 1.268 %. However, based on physical stability conditions, the cold method showed more stable particle size than the thin layer hydration method.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuyu Rachmat Tayubi
Abstrak :
Sebagai bahan semikonduktor. CuInSe2 yang berbentuk serbuk ( powder ) telah dibuat menjadi lapisan tipis dengan menggunakan metode evaporasi thermal. Lapisan yang dihasilkan, didapat dari dua kali evaporasi dengan temperatur substrat yang berbeda masing-masing 150 °C dan 200 °C. Untuk lapisan tipis dengan temperature substrat 150 °C diannealing pada atmosfir Selenium. sedangkan lapisan tipis dengan temperatur substrat 200 °C diannealing dalam ruang vakum selama 10 menit pada temperatur 200 °C. Selanjutnya pengukuran sifat optik dan sifat listrik dilakukan terhadap ketiga bagian sampel. antara lain; sampel lapisan tipis yang belum diannealing dalam ruang vakum/diannealing pada atmosfir Selenium, yang diannealing dalam ruang vakum dan yang diannealing pada atmosfir Selenium yaitu untuk dikarakterisasi. Dari hasil pengkarakterisasian dilaporkan bahwa, dengan proses annealing pada atmosfir Se dan ruang vakum bentuk spektrum transmisi dan reflektansi terlihat lebih halus. Kedua lapisan tipis ini baik yang diannealing dalam ruang vakum maupun diannealing pada atmosfir Selenium memiliki resistivitas sekitar ( 2.2 s/d 2.5 ) ohm cm dengan type konduktivitasnya cenderung lebih banyak type - N dari pada type - P.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
T9321
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>