Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andina Mellanie Faisal
Abstrak :
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdaulat dan mempunyai wilayah yang sangat luas, oleh karena itu dibagi atas daerah provinsi, kabupaten dan kota, yang tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan. Pemerintah Daerah (pemda) memiliki otonomi sehingga berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk mendukung kemampuan Pemda untuk otonomi maka dibutuhkan peningkatan kemampuan pembuatan dan pelaksanaan pajak daerah agar dapat meningkatkan pendapatan daerah. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada pemda tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk digunakan membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Pajak Daerah terdiri atas Pajak Propinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) merupakan salah satu Pajak Propinsi yang sejak tahun 1976 telah dipungut dengan menggunakan sistem administrasi manunggal di bawah satu atap yang menggabungkan pelayanan administrasi kendaraan bermotor dan pembayaran pajak. Penerimaan PKB tergantung pada perkembangan jumlah dan peningkatan nilai jual kendaraan bermotor tersebut. Pada wilayah Kota Bandung, terdapat peningkatan jumlah dan nilai jual kendaraan bermotor secara tents menerus, hal ini harusnya menjadikan PKB menjadi pajak yang potensial, akan tetapi sepertinya potensi pajak ini belum tergali dengan baik, hal ini terlihat dari kurangnya dana untuk membiayai berbagai sarana dan prasarana umum yang diperlukan berkaitan dengan pertambahan jumlah kendaraan sehingga terjadi kemacetan yang sangat mengganggu kenyamanan berkendaraan. Berdasarkan fenomena ini maka ingin diketahui efektifitas pelaksanaan administrasi pemungutan PKB pada wilayah Kota Bandung dengan kurun waktu penelitian tahun 2003 sampai 2005. Efesiensi administrasi pemungutan PKB dapat diukur dengan menggunakan metode cost of collection efficiency ratio (CCER), Administrative Effectivity Ratio (AER), dan tax performance index (TPI). CCER diukur dengan membandingkan biaya yang dikeluarkan untuk memungut pajak tersebut dengan hasil yang diperoleh, akan tetapi tidak dapat digunakan pada administrasi pemungutan PKB karena tidak terdapat jumlah biaya pemungutan pajak yang khusus untuk pemungutan PKB. AER menggunakan tiga pendekatan, yaitu dari segi penerimaan, dari segi jumlah wajib pajak dan dari segi objek pajak. AER dari segi penerimaan diukur dengan membandingkan jumlah realisasi penerimaan dengan potensi penerimaan yang ada. AER dari segi jumlah wajib pajak memberikan gambaran tentang kemampuan menjaring wajib pajak, akan tetapi tidak digunakan pada administrasi pemungutan PKB dikarenakan wajib pajak pada pajak kendaraan bermotor diasumsikan sama dengan objek pajak pada pajak kendaraan bermotor. AER dari segi objek pajak memberikan gambaran rasio dari objek pajak yang telah dijaring oleh instansi pajak. TPI diukur dengan membandingkan realisasi penerimaan pajak dengan rencana penerimaan pajak. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diketahui telah semakin efektifnya pelaksanaan administrasi pemungutan PKB di Samsat Wilayah Kota Bandung. Akan tetapi masih terdapat beberapa kendala yaitu ketiadaan pengarsipan SPPKB oleh Dipenda dan ketidak teraturan administrasi PKB yang mengakibatkan pendataan objek pajak kendaraan bermotor belum dapat dilaksanakan secara optimal, dan ketiadaan informasi yang berkaitan dengan pengeluaran formulir SPPKB sehingga kinerja fungsi pendataan objek pajak tidak dapat dinilai secara tepat. Bagi Samsat Kota Bandung, perlu dipertimbangkan perluasan/penyebaran tempat pembayaran pajak dan pengiriman SPPT/SKPD kepada setiap wajib pajak serta pengesahan STNK tidak perlu dilakukan setiap tahun sehingga biaya yang ditanggung oleh.wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dapat dikurangi. Selain itu juga diperlukan adanya suatu sistem yang sederhana, cepat dan memanfaatkan tehnologi informasi sehingga dapat memberikan kemudahan, kecepatan dan kenyamanan bagi wajib pajak dalam membayar PKB. Faktor-faktor yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan basis pajak juga harus dihitung dalam penentuan rencana penerimaan PKB sehingga rencana penerimaan akan lebih realitis. Selain itu agar pendataan objek pajak dapat diketahui oleh Kepolisian, Dipenda dan Jasa Raharja maka formulir SPPKB sebaiknya diterbitkan rangkap tiga untuk arsip Kepolisian, Dipenda dan Jasa Raharja. Kerjasama dengan Instansi-Instansi yang terkait seperti pihak Kepolisian, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Dinas Perhubungan, Pabrik/Importir mobil serta Instansi-Instansi teknis lainnya yang berkaitan dengan kendaraan bermotor juga harus ditingkatkan sehingga dapat dicapai optimalisasi pemungutan PKB dan peningkatan kepatuhan wajib pajak. Untuk penelitian lebih lanjut yang dilakukan di Samsat Kota Bandung disarankan untuk menggunakan alat uji yang berbeda atau jangka waktu penelitian yang lebih panjang. Penelitian lebih lanjut juga disarankan untuk dilakukan di Samsat wilayah-wilayah lain sehingga diperoleh hasil-hasil pelaksanaan administrasi pemungutan PKB yang dapat dijadikan sebagai pembelajaran.
The Republic of Indonesia was the sovereign constitutional state and had the territory that very wide, because of that was divided on areas of the province, the regency and the city, that each province, the regency and the city had the government of the area. The regional government had autonomy so as to have the authority to determine and carry out the upper policy of the initiative personally in giving the service to the community. To support the Regional Government's capacity for autonomy then was needed by the increase in the production capacity and the implementation of the regional tax to be able to increase the income of the area. The regional tax was the obligatory subscription that was carried out by the personal person or the body to the government of the area without the balanced direct repayment that could be forced was based on the regulation the current legislation that was used to finance the implementation of the government and the development of the area. The regional tax consisted of the province tax and the regency tax/the city. The motor vehicles tax was one of the province taxes that since 1976 were picked up by making use of the administrative system manunggal below under the same roof (SAMSAT) that united the administrative service of motor vehicles by tax payment. Acceptance of the motor vehicles tax depended to the development the number and the increase of the value sold these motor vehicles. Bandung territory was received the increase the number and the value sold motor vehicles continually, this must made the motor vehicles tax become the potential tax, but apparently the potential for this tax was not yet dug up well, this was seen from the shortage of the fund to finance various means and the infrastructure of the public who was needed regarding the increase in the number of vehicles so as to the impasse happen that very annoying comfort. Was based on this phenomenon then wanted to be known by the effectiveness of the implementation of administration of the collection of the motor vehicles tax to Bandung territory. The period of research time was 2003 up to 2005. The effectiveness of the implementation of administration of the collection of the motor vehicles tax could be measured by making use of three methods that is cost of collection efficiency ratio (CCER), Administrative Effectiveness Ratio (AER), and tax performance index (TPI). CCER was measured with compared between the cost that was spent to pick up this tax and results that were received, but CCER could not be used because not the existence the number of collection fees for the PKB collection. AER made use of three approaches that is from the aspect of acceptance, aspect of the number of tax obligations and aspect of the object of the tax. AER from the aspect of acceptance can be measured by comparing the number of realizations of acceptance with the potential for available acceptance. AER from the aspect of the number of tax obligations gave the picture about the capacity to encompass the tax obligation, but this method was not used because the tax obligation to the motor vehicles tax was the same as the object. AER from the aspect of the object of the tax gave the picture of the ratio of the object of the tax that was encompassed by the tax agency. TPI was measured by comparing the realization of acceptance with the acceptance target of the tax. Based on results of the analysis then was known has increasingly the effectiveness of the implementation of administration of the collection of the motor vehicles tax. But still was gotten by several hindrances that is the lack of SPPKB filing by was corrected and irregularity PKB administration that resulted in object data collection of the motor vehicles tax still could not be carried out optimally, and the lack of information that was linked with the issuing of the SPPKB form so as the achievement of the function of object data collection of the tax could not be assessed exactly. For Samsat Bandung, must be considered by the expansion/the spreading of the place of tax payment and the SPPT sending or SKPD might not be to each tax obligation as well as the STNK ratification carried out every year so as the cost that was borne by the tax obligation in carrying out his taxation obligation could be reduced. Moreover also was needed by the existence a simple system, fast and made use of information technology so as to be able to give the ease, the speed and comfort for the tax obligation in paying the motor vehicles tax. Factors that directly and indirectly influenced the growth of the basis of the tax also must be counted in the determination of the PKB acceptance target so as the determination acceptance would more real. Moreover so that object data collection of the tax could be known by Police, Dipenda and Jasa Raharja then the SPPKB form better be published double three for the Police archives, Dipenda and Jasa Raharja. The co-operation with related agencies like the Police, the Directorate General of the Tax, the Directorate General of the Duty and the Duties, the Directorate of the Communications, the factory/ importer of the car and other technical agencies that was linked with motor vehicles also must be increased so that able to reach optimalization of the collection and the increase in the obedience of the tax obligation of the motor vehicles tax. For the further research that was carried out in Samsat Bandung it was suggested to make use of the test implement that was different or the research period that longer. The further research was also suggested to be done in Samsat other territories so as to be received by results of the implementation of administration of the PKB collection that could be made as study.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Irianto
Abstrak :
Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara untuk digunakan oleh pemerintah guna membiayai kegiatan pemerintah. Salah satu Cara untuk menggali penerimaan negara dari sektor pajak adalah dengan melakukan intensifikasi pajak terhadap perusahaan-perusahaan besar yang berpotensi untuk menunjang penerimaan negara secara signi'fikan. Perusahaan besar akan melakukan transfer kekayaan kepada pemerintah relatif lebih besar dari pada perusahaan yang lebih kecil tetapi pada realitanya belum tentu perusahaan besar membayar pajaknya juga besar. Sehingga kajian dalam penelitian ini adalah akan melakukan analisis hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi besamya perusahaan yang direpresentasikan oleh peredaran usaha, penghasilan kena pajak, aset perusahaan dan modal perusahaan dengan pembayaran pajak penghasilan. Dengan menggunakan sampel sebanyak 149 data yang diambil dan laporan keuangan wajib pajak selama tahun 2004 dan kuesioner, sedangkan teknik analisis menggunakan model prediksi yaitu regresi dengan menggunakan program SPSS (Software Statistical Package for Social Scientist). Dimaksudkan pula untuk mengetahui hasil perhitungan, didapat model terbaik yang dapat menjelaskan hubungan antara besamya perusahaan dengan pembayaran pajak penghasilan. Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan nilai R sebesar 0,959 (positif). Sedangkan besamya R square adalah sebesar 0,920. Dari kedua nilai R ini, maka berarti bahwa terdapat hubungan yang kuat dan positif antara besamya perusahaan yang direpresentasikan oleh peredaran usaha, penghasilan kena pajak, aset perusahaan dan modal perusahaan dengan pembayaran pajak penghasilan. Dan variasi perubahan keempat variabel bebas tersebut kontribusinya sebesar 92% sisanya sebesar 8% merupakan variasi perubahan dari variabel lain yang tidak diamati terhadap pembayaran pajak penghasilan. Hasil pangujian model secara keseluruhan (Uji-F) membuktikan bahwa F-statistik febih besar dari F-tabel yaitu sebesar 411,838 > 2,37 maka keempat variabel bebas tersebut secara bersama-sama mempengaruhi kenaikan atau penurunan pembayaran pajak penghasilan, atau dapat diartikan terdapat hubungan yang sangat signifikan. Sebagai hasil studi, disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara variabel-variabel besarnya perusahaan yang diteliti (peredaran usaha, penghasifan kena pajak, aset perusahaan dan modal perusahaan) dengan pembayaran pajak penghasilan pada KPP Jakarta Pasar Minggu dan disarankan kepada Direktorat Jenderaf Pajak agar program pembentukan KPP Madya di Indonesia yang mengawasi wajib pajak - wajib pajak besar diperluas.
Tax is the biggest governments income that used for paying governments activities. There are many ways to enhance the income and one of them is tax intensification of some large firms that be able to increase the significant amount of the income. The large firms will transfer their asset more than smaller firms to government but the fact's that the large firms don't pay their tax so big for sure. This research studied analysis of relation between some factors influence the size of the firms that interpreted by sates, taxed income, firm's assets, firm's capital by using 149 data of sampling from income statement of taxpayers during 1 year (2004) and questionnaire. Regression analysis with SPSS (Software Statistical Package for Social Scientist) was used to analyze data. This model also can be used to know statistic result that explained the relation of the size of the firms to income tax payment. Results of multiple linear regression analysis show 0,959 of R (Positive), and 0,920 of R square. Those R results mean there are strong relation of the size of the firms that interpreted by sales, taxed income, firm's assets, firm's capital to income tax payment. And various changes of four independent variables contribute 92% and various changes of untested variables contribute 8% toward income tax payment Results of totally test (F-test) prove that F-statistic higher than F-Table, 411,938 > 2,37. Together the independent variables influence increase or decrease income tax payment. further, there is a very significant relationship of them. As study result, the relationship of variables of large firms that tested (sales, taxed income, firm's assets, firm's capital) to income tax payment is very significant at tax service office of Jakarta Pasar Minggu. DJP's (Direktorat Jenderal Pajak) program that sets Middle Tax Service Offices should be spread troughout Indonesia for controlling many big tax payers.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22083
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibrahim
Abstrak :
Proses globalisasi semakin cepat karena didorong kemajuan teknologi informasi dan teknologi transpartasi. Globalisasi yang terjadi membuat persaingan antar negara makin ketat. Berbagai cara dilakukan untuk menarik investor asing, misalnya dengan pemberian insentif perpajakan. Salah satu insentif perpajakan yang diberikan adalah izin penyelenggaraan pembukuan dalam mata uang dollar Amerika Serikat. Pokok permasalahan penelitian ini berkaitan dengan izin pembukuan dan pembayaran pajak dalam mata uang dollar Amerika Serikat adalah bagaimana agar pemberian izin penyelenggaraan pembukuan dan pembayaran pajak dalam mata uang dollar Amerika Serikat tidak mengurangi hak fiskus dan juga tidak menambah beban pajak bagi wajib pajak. Metode penelitian dilakukan berdasarkan metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis, dengan metode pengumpulan data melalui penelitian dokumen yang terkait dan data lapangan dengan melakukan wawancara dengan Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak, Petugas pelaksana lapangan, wajib pajak dan konsultan yang terkait dengan menyelenggarakan pembukuan dan pembayaran pajak dalam dollar Amerika Serikat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kebijakan perpajakan yang terkandung di dalam pengaturan tentang pemberian izin penyelenggaraan pembukuan dalam mata uang dollar Amerika Serikat sehubungan dengan pengakuan penghasilan selisih kurs tidak sejalan dengan pengaturan penghasilan yang ada di dalam undang-undang, yaitu bahwa tambahan kemampuan ekonomis itu dikenakan pajak setelah realisasi. Izin yang hanya diberikan pada sekelompok wajib pajak menimbulkan masalah ketidakadilan perlakuan, tanggungjawab penerimaan pajak yang tidak jelas. Dari hasil penelitian, penulis menyarankan apabila pengakuan keuntungan selisih kurs akan ditentukan lain dari pada penghasilan pada umumnya, maka perlu diadakan perbaikan undang-undang. Apabila perlu peraturan yang lebih rinci mengenai pengakuan penghasilan selisih kurs, maka aturan rinci tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Atas pembayaran pajak dalam mata uang dollar Amerika Serikat disarankan untuk dihapuskan, atau dilakukan pemberian restitusi dalam mata uang dollar Amerika Serikat.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3091
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail
Abstrak :
Kondisi negara yang dalam keadaan krisis multidimensi, menimbulkan tuntutan peningkatan penerimaan negara dari berbagai sumber. Salah satu sumber penerimaan negara yang potensial untuk terus digali adalah pajak. Untuk itu Direktorat Jenderal Pajak meluncurkan sebuah sistem informasi yang disebut dengan Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MPS), yang mengalihkan sebagian besar detail pekerjaan administratif yang rumit ke sistem informasi komputer untuk diproses secara otomatis. Tujuan sistem ini adalah memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak pada saat melakukan penyetoran pajak dan tercapainya tertib administrasi, serta efisiensi waktu dan tenaga kerja dalam pengolahan Surat Setoran Pajak. Peluncuran sistem ini beberapa waktu yang lalu, memang menemui beberapa kendala, namun Direktorat Jenderal Pajak berupaya agar beberapa komitmen dasar dapat terpenuhi, untuk menjaga agar pihak bank tetap menjalankan sistem implementasi ini sesuai dengan yang direncanakan. Upaya perbaikan terus dilakukan agar tujuan dilaksanakannya sistem ini dapat berjalan dengan baik. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara kepada 2 orang pejabat pajak yang memahami persoalan secara mendalam dan memiliki kewenangan dalam hal implementasi Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3). Selain itu dilakukan telaah dan analisis atas berbagai dokumen dari Direktorat Jenderal Pajak, baik pada saat dirancangnya program ini, maupun pada saat dilaksanakannya sosialisasi program ini pada pihak internal Direktorat Jenderal Pajak. Kuesioner disebarkan kepada pihak perbankan, untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) ini di institusi masing-masing. Selain itu juga digali berbagai manfaat yang dirasakan pihak bank, kendala yang dihadapi, serta harapan untuk masa yang akan datang. Dari penelitian tersebut, diperoleh gambaran implementasi Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) yang mulai dapat memenuhi harapan akan tercapainya efisiensi waktu dan sumber daya manusia serta peluang peningkatan efisiensi dan layanan kepada masyarakat di masa akan datang. Kurangnya kordinasi antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Anggaran diharapkan dapat lebih ditingkatkan guna kelancaran penerapan sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12009
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucky Priyanto
Abstrak :
Pajak sebagai sumber penerimaan Negara makin meningkat dari tahun ke tahun, berdasar pada prinsip pembiayaan dengan kemampuan sendiri maka kesadaran masyarakat Wajib Pajak perlu ditingkatkan. Dengan pilar utamanya kepatuhan sukarela untuk menghitung, memperhitungkan dan membayar serta melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai Peraturan Perundang-undangan, maka fiskus menjalankan tugasnya melalui pembinaan, penyuluhan, pengawasan dan penegakan hukum. Salah satu upaya penegakan hukum adalah Penagihan, selain dari Pemeriksaan dan Penyidikan tindak Pidana Fiskal. Tapi dalam pelaksanaannya tugas penagihan hanya dianggap tugas tambahan, pelengkap yang tidak atau kurang penting dibandingkan dengan tugas pemeriksaan. Seharusnya tugas penagihan tidak hanya dilihat semata-mata merupakan tanggung jawab Juru Sita maupun seksi penagihan saja melainkan sangat terkait dengan pelaksanaan pemeriksaaan yang merupakan awal timbulnya pajak yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak, yang apabila akhirnya menjadi tunggakan seharusnya menjadi tanggung jawab pemeriksa maupun petugas keberatan apabila dalam prosesnya Wajib Pajak tidak setuju dan menimbulkan sengketa fiscal. Dengan melihat serangkaian kebijakan dalam rangka penagihan yang dijalankan selama ini, berdasarkan metode deskriptif maka dapat diambil kesimpulan bahwa upaya penagihan belum berhasil, ini bisa terlihat dari makin bertambahnya saldo awal tunggakan setiap tahunnya dan upaya lebih yang dilaksanakan berupa penyitaan/pemblokiran rekening Wajib Pajak serta pencekalan/penyanderaan tidak membawa hasil yang cukup siknifikan apalagi pengaruh deferent effect yang diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis menyarankan untuk melibatkan fungsi seksi penagihan dalam proses pemeriksaan (seperti tahap closing conference) sebagai wujud bahwa proses pemeriksaan juga harus mempertimbangkan upaya penagihan, selain itu adalah meningkatkan Sumber Daya Manusia secara kualitas maupun kuantitas serta memberikan kompensasi dan insentif yang memadai untuk membangkitkan semangat kerja.
Analysis of Implementation of Tax Collection Policy Tax as a source of income for the country is increasing from year to year, as a cost Principe with self-doings thus the conscious of taxpayers must also increase. With its major stone pillar, the obedient consciousness to count, recount, pay the tax and report by tax payers themselves the amount of taxed payment, then tax employees/ fiscus would have run their duties through confoundation, elucidation, supervision and tax enforcement. One of the ways of tax enforcement is through tax collection, as other ways of examining and investigating tax criminal actions. But in implementing the duties of tax collections, usually it only means by other as an additional job, a completion that is not or less important when compared with examination duties of tax. In objective, the task of tax collection is not only the responsibility of a debt collector or the tax collection section, instead it is also very relevant with the implementation of tax examinations which is the first reason that a certain tax is payable thus must be paid by the tax payer, and assuming that in the end it would be a delinquent, it should be responsibility of the tax examiners and the tax objections staff if within its process ends with a disapproval from the tax payers and a fiscal dispute. Seeing the chains of policies in the case of tax collection which have run lately, according to the descriptive method we can make a conclusion that the tax collection ways has not succeeded yet, this can be seen from the increasement balance of delinquent payments every year and more effort of implementation by confiscationing/ blocking the bank bill of tax payers and also capturing/taking of hostages does not bring a significant result more over the deterrent effect which we hope would emerge. According to the things above, writer suggest to involve the function of the tax collection section in the examination process (for example the closing conference) as a form that the examination process must also consider the way of collecting the tax, more over is to increase the source of mankind in quality and quantity, further more to give a sufficient compensation and incentive to increase the enthusiasm of work or tax employees.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ngadiman
Abstrak :
Pelaksanaan pembangunan nasional sebagai proyek besar jelas memerlukan biaya yang tidak sedikit, sektor perpajakan yang dewasa ini menjadi primadona, telah memberikan kontribusi yang besar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sejalan dengan itu pemerintah dalam hal ini Dirjen Pajak mempunyai tugas berat dalam mencapai target dan yang telah ditetapkan pernerintah. Upaya ini dilakukan melalui jaringan Wajib Pajak baru dan intensifikasi perpajakan pada segala bidang. Di lain pihak perusahaan sebagai salah satu Wajib Pajak yang tujuannya meningkatkan nilai perusahaan akan berusaha menekan biaya pajak serendah mungldn. Dengan demikian perusahaan akan menyusun suatu Tax Planning yang baik sebagai upaya legal until meminimalkan besarnya pajak yang harus dibayar baik sebelum maupun sesudah. Di dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi masalah pada besarnya pajak yang harus dibayar sesudah pemeriksaan dengan melihat seberapa besarnya pajak yang harus dibayar sesudah adanya pemeriksaan.

Tujuan yang bendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan bahwa dengan tax planning yang baik akan dapat meminimalkan besarnya pajak yang harus dibayar sesudah adanya pemeriksaan serta menjelaskan kriteria kriteria yang menentukan baiknya suatu tax planning.

Pelaksanaan tax planning pada kenyataannya berkaitan dengan ketaatan pelaksanaan kewajiban perpajakan, pelaksanaan kewajiban pembukuan dan faktor pendukungnya, serta perencanaan teknik-teknik tax planning yang telah dijalankan Wajib Pajak. Sejalan dengan hal tersebut haruslah diperhatikan faktorfaktor seperti fakta yang relevan, faktor pajak dan faktor bukan pajak.

Untuk melihat hubungan tax planning beserta kriteria-kriteria yang menentukan baiknya suatu tax planning dengan besarnya pajak yang harus dibayar sesudah adanya pemeriksaan, maka diperlukan data-data yang disampel secara random dari kantor pajak serta wawancara dengan 30 wajib pajak responden. Dari hasil penelitian di temukan adanya hubungan negatif antara tax planning beserta kriteria-kriteria yang menentukan baiknya suatu tax planning dengan besarnya pajak yang harus dibayar sesudah adanya pemeriksaan.

Dalam pelaksanaan tax planning disarankan agar memperhatikan 3 prinsip dasar yakni tidak melanggar ketentuan perpajakan, secara bisnis masuk dialog dan harus didukung oleh bukti-bukti pendukung yang cukup. Dan pada akhirnya suatu tax planning hanya akan diiaksanakan jika memang secara cost dan benefits menguntungkan.

Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romlah H.
Abstrak :
Keuangan Daerah sangat penting terutama bagi penyelenggaraan dan Pembangunan Daerah, salah satu Sumber Pendapatan Daerah adalah Pajak Pembangunan I. Untuk bisa menjadikan Pajak Pembangunan I sebagai Sumber Pendapatan Daerah yang potensial, perlu peningkatan efektifitas dalam pengelolaannya.

Pemilihan Jakarta Selatan sebagai daerah penelitian karena merupakan daerah yang memiliki pertumbuhan obyek pajak (P.Pb I) relatif lebih tinggi dibanding dengan Kotamadya-kotamadya di Jakarta. Sebagai gambaran, data tahun 1992/1993 jumlah jenis usaha tersebut berjumlah 384 buah yang terdiri dari hotel, motel, losmen, wisma, pondok wisata, hotel, apartemen, cafetaria, coffee shop, tahun 199319/94 berjumlah 470 (naik 15 %) dan tahun 1994/1995 berjumlah 442 buah (sumber KPDE).

Melihat potensi yang ada, selanjutnya sejauhmana Suku Dinas Pendapatan Daerah bisa mengefektifkan administrasi penerimaan Pajak Pembangunan I itu yang terdiri dari : 1). Penentuan Wajib Pajak 2). Penetapan Nilai Kena Pajak, 3). Pemungutan Pajak, 4). Pembukuan, dan 5). Penegakkan Sistem Pajak Pembangunan I dan bagaimana tingkat kesadaran wajib pajak terhadap P.PB I.

Metode penelitian yang digunakan adalah Studi Kasus dengan tipe Deskriptif. Teknik pengambilan sample yang dipergunakan teknik Probability Sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel penelitian dengan cara Proportionate Stratified Random Sampling untuk memperoleh sample dani populasi yang anggotalunsurnya heterogen dan berstrata secara proporsional.

Pajak Pembangunan I berlandaskan pada Perda DKI Jakarta No. 9 tahun 1977. Sistem Self Assessment yang menganut 3 (tiga) cara pemungutan, seperti : Setor Tunai (Contante Storting) yang nilai pajaknya ditetapkan sebesar 10 % dari penerimaan ; Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang nilai pajaknya ditetapkan oleh petugas ; dan Materai Pembangunan (MP) dikenakan Rp. 500 - Rp. 1.000;

Dari penelitian ini diperoleh data bahwa setiap tahun realisasi penerimaan Pajak Pembangunan I telah melampaui target yang telah direncanakan, hal ini terjadi karena pesatnya pertumbuhan rumah-rumah makan dan rumah-rumah penginapan sebagai subyek Pajak Pembangunan I. Namun besarnya angka tunggakan juga mengindikasikan belum efektifnya penerimaan Pajak Pembangunan I, hat ini karena rendahnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia serta terbatasnya sarana dan prasarana yang ada; lemahnya peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan Pajak Pembangunan I, dan kurangnya kesadaran pengusaha terhadap kewajibannya membayar pajak.

Untuk mengatasi kondisi seperti itu, berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah melaui Suku Dinas-suku Dinasnya diwilayah masing-masing, antara lain dengan pengikutsertaan petugas pajak dalam kegiatan pendidikan baik formal maupun informal, pelatihan-pelatihan khusus, kursus-kursus kilat dan seminar-seminar yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang ada; koordinasi dengan instansi-instansi terkait; dan senantiasa mengkaji ulang keberadaan peraturan perundang-undangan yang ada untuk bisa mengantisipasi kemajuan dan perkembangan permasalahan seiring dengan berjalannya waktu.
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hery Purwadi
Abstrak :
Secara administrasi perpajakan, Pajak Penghasilan baru terutang pada saat akhir tahun pajak. Sistem pemungutan pajak yang dilaksanakan sekali pada saat berakhirnya tahun pajak ini mengandung kelemahan baik di sisi Wajib Pajak, maupun di sisi negara. Wajib Pajak akan merasa keberatan apabila seluruh pajak yang terutang harus dibayar sekali saat akhir tahun pajak. Di sisi lain, negara akan kesulitan keuangan dalam tahun berjalan. Untuk mengatasi hal itu, maka negara mengatur pelaksanaan pembayaran pajak dalam tahun berjalan. Salah satu sistem pembayaran pajak dalam tahun berjalan adalah pemotongan PPh Pasal 23. Sistem ini meminta bantuan pihak ketiga sebagai pemberi penghasilan untuk melakukan pemotongan pajak. Pajak tersebut dipotong dari pembayaran penghasilan kepada orang lain. Pajak yang telah dipotong tersebut nantinya dapat dikreditkan dengan seluruh pajak yang terutang saat akhir tahun pajak. Apabila sistem pemotongan PPh Pasal 23 ini tidak berjalan, maka negara akan melakukan penagihan dengan menerbitkan surat ketetapan pajak yang ditujukan kepada pemotong pajak. Dalam pelaksanaan di lapangan, surat ketetapan pajak tersebut selalu berisi pokok pajak yang tidak atau kurang dipotong dan sanksi perpajakan. Permasalahan utama yang muncul yaitu pokok pajak yang ada dalam surat ketetapan pajak tersebut, ternyata ada yang tidak dapat dikreditkan. Dengan tidak dapat dikreditkannya pokok pajak tersebut maka timbul permasalahan, baik di sisi Wajib Pajak pemotong pajak maupun Wajib Pajak penerima penghasilan. Pembahasan dalam tesis ini didasarkan pada kerangka teori bahwa pemungutan pajak ditujukan untuk mengumpulkan penerimaan pajak yang memadai, yang dalam pengaturan dan pelaksanaannya harus memperhatikan Equlity Principle (keadilan), dan Certainty Principle (kepastian hukum). Pemotongan pajak (withholding tax) bukan merupakan pajak, withholding tax hanya merupakan suatu sistem yang digunakan dalam rangka memungut pajak, yaitu pemungutan pajak dalam tahun berjalan. Janis penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah deskriptif analisis. Dalam penulisan tesis ini penulis tidak menggunakan analisa statistik, karena penulis akan lebih mengupas permasalahan yang ada secara mendalam. Dalam melakukan penelitian ini penulis terjun langsung ke lapangan. Maksud penulis untuk langsung turun sendiri kelapangan adalah agar penelitian ini dapat dilakukan secara mendalam. Dalam pelaksanaan penelitian di lapangan, penulis mengadakan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang kompeten di bidangnya (key informant). Hasil wawancara dengan key informant akan dituangkan dalam penulisan tesis ini. Berdasarkan hasil penelitian, temyata tidak dapat dikreditkannya pokok pajak tersebut berkaitan dengan aturan yang ada dalam Undang-Undang No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang membatasi Wajib Pajak untuk melakukan pembetulan surat pemberitahuan. Pembetulan surat pemberitahuan dengan maksud mengkreditkan pokok pajak PPh Pasal 23 (yang ada dalam surat ketetapan pajak) hanya diperbolehkan dalam jangka waktu 2 tahun sebelum berakhirnya tahun pajak, sepanjang DJP belum melakukan tindakan pemeriksaan. Sedangkan dalam undang¬undang pajak yang sama, kewenangan DJP untuk menerbitkan surat ketetapan pajak adalah sepuluh tahun dan itupun dapat diperpanjang dengan kondisi tertentu. Hasil penelitian di lapangan juga menunjukkan bahwa sampai saat ini belum ada upaya yang dilakukan oleh pihak DJP untuk mengatasi permasalahan tersebut. Ketidakmampuan DJP dalam mendeteksi kebenaran pelaporan surat pemberitahuan dilimpahkan kepada Wajib Pajak pemotong pajak dengan pengenaan surat ketetapan pajak yang selalu berisi pokok pajak dan sanksi perpajakan. Dalam analisis yang dilakukan, tidak dapat dikreditkannya pokok pajak yang ada dalam surat ketetapan pajak tersebut menyebabkan adanya ketidakpastian hukum dalam pengenaan pajak dan adanya pengenaan pajak ganda. Peluang terjadinya pengenaan pajak ganda sangat besar, karena di sisi penerima penghasilan ada ancaman sanksi pidana apabila penerima penghasilan tidak melaporkan penghasilan yang telah diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Apabila penerima penghasilan sudah melaporkan penghasilannya maka tidak ada lagi kerugian negara, dengan demikian apabila masih juga diterbitkan surat ketetapan pajak, pada saat itu timbul pengenaan pajak ganda. Penerbitan surat ketetapan pajak yang atas pokok pajaknya tidak dapat dikreditkan juga menimbulkan ketidakadilan karena mendistorsi pajaknya withholder. Guna menghindari hal tersebut disarankan, apabila pihak DJP menerbitkan surat ketetapan pajak yang berisi pokok dan sanksi perpajakan, maka pokok pajak tersebut harus dapat dikreditkan, tanpa syaratapapun. Dalam hal surat ketetapan pajak diterbitkan setelah lewat tahun pajak, disarankan agar jangan mengenakan pokok pajak akan tetapi hanya berisi sanksi yang ditujukan kepada pemotong pajak. Penulis juga menyarankan agar DJP membangun suatu alat atau sistem administrasi perpajakan yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi dan meyakini bahwa penghasilan yang diterima oleh penerima penghasilan sudah dilaporkan seluruhnya, terutama apabila penghasilan tersebut merupakan obyek withholding tax. Dengan sistem administrasi iru diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan yang timbul dalam pengkreditan pokok pajak yang ada dalam surat ketetapan pajak.
On the taxation administration basis, an income tax only is payable at the end of a fiscal year. The tax collection system which is carried out one time at expiry of any fiscal year contains weakness both for the taxpayer and the state. Taxpayer will feel heavily burdened if all taxes payable must be paid once time at the end of fiscal year. On another side, the state will find financially difficult in the current year. To cope with the matter, the state shall arrange the implementation of payment of tax within the current year. One of tax payment system within current year is withholding of income tax Article 23. This system asks assistance from any third party as employer to conduct withholding toward tax. The tax is deducted from income payment to other person. The tax which has been deducted will be credited with all taxes payable at the end of fiscal year. In the event system in withholding of income tax Article 23 does not work, therefore the state will perform collection by issuing letter of stipulation on taxation, which is addressed to the Tax withholder. In the implementation thereof, the tax stipulation letter always contains of tax that is never or less deducted and taxation sanction. The main problem arising thereof is the tax principle contained in the letter of decision found that some portions are unable to be credited. With un-credited of the tax content, it will become the problem both for the tax withholding tax payer or income receiving tax payer. Discussion in this thesis is based upon theoretical framework that the tax imposition aims to collect acceptable tax income, which is in the regulation and implementation shall take into account Equity principle, and certainty principle. A tax withholding is not tax, but tax withholding is only a system, which is used to collect the tax, which is a tax collection within the current year. Research methodology used in this thesis is a descriptive analysis. In writing this thesis, author uses statistical analysis, because author will thither discuss the problem further detail. In conducting this research, author directly went to the field aims to carry out research in detail. In conducting research in the field, the author carries out a direct interview with key informant. Result of interview with key informant will be contained in writing this thesis. Based on result of survey, the tax content could not be credited in relation with regulation contained in Law No. 16 year 2000 regarding General Provision and Procedure of Taxation restricting Tax payer to carry out rectification of a notification letter. Correction the letter of notification aims to credit the tax content income tax Article 23 (contained in he letter of stipulation of tax) only obtained within a period of 2 years prior to expiry date of taxation, authority of DP to issue letter of the tax policy is ten years and could be extended under certain condition. Result of survey in the field also shows that up to this day, there is no effort carried out DJIP in coping with the problem. Inability of DIP in detecting correctness of report of the letter of notification will be handed over to the Tax withholding tax payer. According to the analysis, the un-credited of tax content, which is contained in the letter of tax polic caused legal uncertainty in imposing tax and the double tax imposition. Opportunity of the occurrence of double tax imposition is very high, because at the side of income receiver, there is a criminal sanction if the income receiver failed to report income which has been received over one year fiscal tax. If the income receiver has reported its income so that the state will no longer get loss, but the tax policy is still being issued, double tax imposition will automatically be imposed. The issuance of the tax policy upon the tax content could not be credited also caused unfairness due to distortion the withholder's tax. In order to avoid matters mentioned above, if DP issued the tax policy containing the tax content and sanction, therefore the tax must be credited with no conditions. In the event, the tax policy issued after expiry of fiscal year, you are not allowed to impose the tax content. However, it will only contain sanction addressed to tax withholder. Author also suggests DR establishing the equipment or taxation administration system which may be used to detect and assure that income received by income receiver have been reported entirely, especially if the income is an object of a tax withholding. With this administrative system, it is hoped to assist in coping with the problems arising from crediting the tax content in the tax policy.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22536
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benyamin Zulkarnaen
Abstrak :
Ditinjau dari kondisi wilayah pemungutannya dan karakteristik pajaknya, Pajak Hiburan (PHi) rnerupakan salah satu jenis pajak daerah yang cukup potensial sebagai sumber PAD Propinsi DKI Jakarta, namun perkembangan penerimaannya relatif belum menunjukan hasil yang menggembirakan, karena jika dibandingkan dengan penerimaan jenis pajak daerah lainnya yang dipungut langsung oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Propinsi DKI Jakarta, seperti PKB, BBN-KB, PHR, dan Pajak Reklame, penerimaan Pajak Hiburan menempati urutan yang terakhir dengan trend penerimaan yang cenderung tidak stabil. Kontribusi yang diberikan PHi terhadap PAD selama enam tahun terakhir tercatat rata-rata hanya sebesar 2,35 % dan terhadap penerimaan Pajak Daerah hanya sebesar 2,76 % dengan trend cenderung menurun, hal ini tentunya cukup memprihatinkan karena jika dilihat dari potensi yang ada, penerimaan dari PHi seharusnya mampu memberikan sumbangan yang lebih berarti terhadap PAD Propinsi DKI Jakarta. Berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan dari sektor PITT telah dilakukan Dipenda, mulai dari yang umum seperti merubah bentuk susunan organisasi dan tata kerja, menetapkan kembali wilayah kerja Suku Dinas Pendapatan Daerah, menambah SDM baru dan meningkatkan kualitas SDM yang ada, memperbaiki dan melengkapi sarana dan prasarana kerja, memberlakukan aturan formal Pajak Daerah (Perda No. 4 Tahun 2002 tentang KUPD), mengganti Perda No. 7 Tahun 1996 dengan Perda No. 7 Tahun 1998, dan mempersiapkan Perda yang baru sebagai pengganti Perda No. 7. Tahun 1998 untuk merevisi kebijakan-kebijakan perpajakan di dalamnya yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman namun semua usaha itu nampaknya belum membuahkan hasil yang optimal. Dilatarbelakangi permasalahan tersebut di atas, penelitian ini mencoba untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemungutan Pajak Hiburan dan pengaruhnya terhadap optimalisasi penerimaan PHi di Propinsi DK1 Jakarta, dengan tujuan untuk menemukan hal-hal yang mungkin menjadi penghambat penerimaan pajak hiburan, agar dapat diberikan setitik sumbang saran yang mungkin bermanfaat untuk mengoptimalisasikan penerimaan PHi di Propinsi DKI Jakarta. Landasan teori yang digunakan bertumpu pada tiga subsistem perpajakan yaitu (1) Kebijakan perpajakan, (2) Undang-undang perpajakan, (3) Administrasi perpajakan, ditambah dengan teori-teori lainnya yang relevan terutama yang berkaitan dengan upaya pengoptimalisasian Pajak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analilis dengan menyajikan data historis perkembangan penerimaan PHi dari tahun ke tahun dengan menggunakan tolok ukur upaya pajak, hasil guna dan daya guna yang dibantu dengan analisis migresi dan korelasi menggunakan SPSS versi 10.0, dengan hasil sebagai berikut : 1.Masih terdapat kelemahan dalam kebijakan perpajakan yang mengatur tentang pengelompokan objek dan penetapan tarif yang cenderung menimbulkan ketidakpastian, ketidakadilan dan membuka peluang bagi Wajib Pajak tertentu memilih tarif yang lebih rendah dari yang seharusnya. 2.Pemungutan PHi telah didukung oleh dasar hukum yang kuat yaitu UU No. 34 Tahun 2000 dan Perda No. 7 Tahun 1998 beserta peraturan pelaksanaannya yang proses penetapannya melibatkan peran serta masyarakat dan cukup tanggap terhadap dinamika perkembangan zaman. 3.Pengadministrasian PHi tidaklah rumit namun pelaksanaan pemungutannya belum dapat sepenuhnya menjaga dan memastikan Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakannya serta belum dapat menjaga dan memastikan tidak adanya objek pajak yang terlepas dari pengamatan atau tidak dilaporkan kepada fiskus. 4.Hasil analisa dengan menggunakan tolok ukur upaya pajak menunjukan bahwa kinerja pemungutan PHi belum cukup baik, karena hanya mampu menyerap 17,8 % dari seluruh kemampuan bayar PDRB subsektor jasa hiburan Propinsi DKI Jakarta, dan PDRB subsektor jasa hiburan sendiri tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap realisasi penerimaan PHi. 5.Hasil analisa dengan menggunakan tolok ukur hasil guna menjelaskan bahwa ukuran efektifitas administrasi perpajakan adalah relatif tergantung dari apa yang ingin dicapai, jika menggunakan tolok ukur target, maka pemungutan PHi bisa dikatakan efektif, namun jika menggunakan tolok ukur potensi maka pemungutan PHi tidak efektif. Potensi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap realisasi penerimaan, sedangkan penetapan rencana penerimaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap realisasi penerimaan. 6.Hasil analisa dengan menggunakan tolok ukur daya guna dibantu dengan indikator-indikator kualitatif lainnya menunjukan bahwa pelaksanaan pemungutan PHi di Propinsi DKI Jakarta cukup efisien.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damin
Abstrak :
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta memerlukan sumber dana yang masuk ke Kas Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan utama sebagai andalan dalam membiayai pengeluaran-pengeluaran dalam menyelenggarakan roda pemerintahan Daerah. Pajak Kendaraan Motor (PKB) merupakan salah satu jenis pajak daerah yang cukup potensial dalam pemasukan uang/sumber dana ke Kas Daerah. Tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor merupakan sumber penerimaan daerah, apabila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hutang/tunggakan pajak terjadi kurang tertibnya administrasi PKB, serta fiskus/petugas pajak tidak aktif terhadap wajib pajak yang tidak melaporlmembayar hutang pajaknya dan tidak diterapkan SKPD Kendaraan Bermotor. Pencairan tunggakan pajak kendaraan bermotor mengacu pada Undangundang Nomor 17 tanun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1998 tentang Pajak Kendaraan Bermotor, serta ketentuan yang berlaku tentang penagihan pajak PKB. Dalam praktiknya pelaksanaan pencairan tunggakan pajak kendaraan bermotor banyak mengalami hambatan, disebabkan tidak tertibnya administrasi PKB dan faktor yang menyebabkan terjadinya tunggakan tersebut, diataranya kurang aktifnya fiskus/petugas pajak dalam mengeluarkan ketetapan PKB. Masing-masing seksi pada Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB Samsat DKI Jakarta belum sepenuhnya melaksanakan tugas pokoknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tujuan Penulisan Tesis ini adalah untuk meneliti apakah sistem yang digunakan pada pemungutan pajak kendaraan bermotor sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Disamping hal tersebut bagaimana pengadministrasian pencairan tunggakan pajak kendaraan bermotor, yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait. Dari hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa Unit Pelayanan PKB dan BBN-KB Samsat DKI Jakarta dalam pelaksanaannya dengan sistem pemungutan official assessment. Namun peraturan dan ketentuan yang ada mengacu pada sistem pemungutan Selt Assessment. Tunggakan/hutang pajak kendaraan bermotor diadministrasikan dengan tertib dan penagihan pajak tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk tertibnya administrasi pencairan tunggakan pajak kendaraan bermotor, dilakukan perubahan baik yang menyangkut peraturan maupun peningkatan aparatur pajak dalam melaksanakan tugas pokok.yang telah ditetapkan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12345
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>