Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Natalia Chintya Odang
"PPAT sebagai satu-satunya pejabat umun yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan-perbuatan hukum tertentu berkenaan dengan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun. Aktaakta yang dibuat oleh PPAT merupakan akta otentik, sepanjang seluruh unsurunsur dari akta otentik terpenuhi. Namun sangat disayangkan, bahwa dalam prakteknya masih banyak ditemukan kesalahan-kesalahan dan pelanggaranpelanggaran dalam pembuatan suatu akta PPAT, yang dapat menyebabkan keotentikan dari akta tersebut menjadi hilang. Penulis memfokuskan pada permasalahan yang terjadi dalam perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS, yaitu bagaimana peran dan tanggung jawab PPAT dalam APHT, apa saja pelanggaranpelanggaran yang dilakukan oleh PPAT dalam pembuatan APHT terkait dengan kasus tersebut, dan apakah putusan dari perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku? Penelitian dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang bersifat normatif yuridis, yaitu dengan cara pengumpulan data yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan dan dengan menganalisis data secara kualitatif dengan melakukan sistematika terhadap penerapan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Atas dasar demikian penulis dapat membuat simpulan bahwa mengenai peran dan tanggung jawab PPAT telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang ada, peran dan tanggung jawab serta ketelitian seorang PPAT sangat penting agar terhindar dari kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu, adapun kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh PPAT tersebut dalam pembuatan APHT, dikarenakan PPAT tidak memeriksa dan tidak teliti terhadap dokumendokumen yang ada, sehingga menyebabkan akta menjadi cacat hukum dan dapat dibatalkan, dan apa yang telah diputuskan oleh Hakim atas perkara nomor 18/PDT.G/2010/PN.GS, telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, yang mana adanya penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan oleh PPAT tersebut yang menyebabkan dapat dibatalkan APHT yang telah dibuatnya.

PPAT as the only public officer given authority to make authentic deeds with regard to specific legal acts concerning land security rights and condominium ownership right, the deeds which made by PPAT is an authentic deed, as long as the entire elements of an authentic deed has fulfilled, however it is unfortunate, that on practice there are still many mistakes and violations found in the making of PPAT deed, which can render the deed authentication becoming lost. The writer focus on problems occurred on case Number 18/PDT.G/2010/PN.GS, which is how PPAT role and responsibility on APHT, what is the violations performed by PPAT in the making of APHT related to that case and whether the case number 18/PDT.G/2010/PN.GS verdict are already compliance with the provisions of the applicable law? Research are conducted by the literature research which is normative juridical by collecting data sourced from the literature and analyze the data in qualitative by conducting a systematic on the application of the applicable regulations. On that such basis writers can make a conclusion that the roles and responsibilities of the PPAT have been regulated in the provision of regulations that already exists, the role and responsibilities as well as the thoroughness of a PPAT are very important to avoid the mistakes that can be harm to certain parties, As for mistakes that has been performed by the PPAT in making APHT, due PPAT not examine and not thorough to the existing documents, thereby render the deed being law deformed and may be annulled, and what has been decided by the Judge of the case number 18/PDT.G/2010/PN.GS, already comply with the provisions of the applicable law, which deviations that has been performed by the PPAT can render the APHT which has been made may be annulled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31043
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anggrita Sudrajiningrum
"Akta hibah PPAT dengan subjek fiktif yang dimana pihak pemberi hibah yang sudah meninggal dunia dibuat fiktif oleh penerima hibah tanpa sepengetahuan PPAT. Dalam pembuatan akta hibah, para pihak tidak menghadap PPAT melainkan PPAT memberikan blanko kosong kepada penerima hibah yang menyebabkan penerima hibah membuat subjek fiktif sebagai pemberi hibah dengan membubuhkan cap jempol pada akta hibah tersebut. Dalam kasus ini, penulis akan membahas mengenai tanggung jawab PPAT atas akta tersebut, serta keabsahan dari akta hibah dengan subjek fiktif tersebut. Metode penelitian ini menggunakan bentuk yuridis normatif, yaitu pendekatan dari sudut kaidah-kaidah dan pelaksanaan peraturan yang berlaku di masyarakat dengan pendekatan kasus Putusan Nomor 93/Pid/B/2016/Pn. Gpr. Sedangkan jenis data yang digunakan ialah data sekunder atau bahan pustaka, yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode analisis data yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Dilihat dari sifatnya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif analitis karena memberikan jalan keluar atau saran untuk mengatasi permasalahan serta berusaha mencari jawaban atas permasalahan. Berdasarkan data hasil yang diperoleh, bahwa akta hibah tersebut menjadi tidak otentik dan karena Pasal 1682 KUHPerdata akta hibah wajib dibuat dengan akta otentik, maka akta hibah tersebut menjadi non-existent. Dan PPAT dalam kasus ini, bertanggung jawab secara administratif, secara perdata karena melanggar Pasal 1365 KUHPerdata, namun tidak dapat dikenakan sanksi pidana.

The deed of grant is issued by Land Deed Official with the fictitious subject when the dead grantor is written fictitiously by the grantee unbeknownst to Land Deed Official. In issuing the deed of grant, the parties do not face Land Deed Official, but Land Deed Official gives the grantee a blank form which encourages the grantee to write a fictitious subject as the grantor by putting a thumbprint on the deed of grant. In this case, the researcher discusses responsibility of Land Deed Official to the deed, as well as validity of the deed of grant with fictitious subject. The normative juridical method was used in this research, with an approach from the perspective of principles and implementation of applicable regulation in the society with the approach of a case, verdict No. 93 Pid B 2016 Pn. Gpr. Meanwhile, the used data were secondary data or literature, which consists of primary and secondary legal materials. The data analysis method used in this research was the qualitative approach. Viewed from its characteristics, this research belongs to the descriptive analysis research since it provides a solution or suggestion to solve the problems and attempts to find an answer to the problem. Based on the obtained result, the deed of grant with fictitious subject turns inauthentic and the deed of grant must be issued with an authentic deed as stipulated in Article 1682 of Indonesian Civil Code. Thus, such deed of grant becomes non existent. In this case, Land Deed Official is administratively responsible since there is an infringement on Article 1365 of Indonesian Civil Code in civil terms, but the criminal sanction cannot be imposed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51079
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Eka Febriana
"PPAT berwenang melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data yuridis pada Kantor Pertanahan, salah satunya adalah jual beli tanah, dimana PPAT berwenang untuk membuat Akta Jual Beli dengan memenuhi syarat bahwa Penjual adalah orang yang berhak untuk menjual objek, Pembeli adalah orang yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk mempunyai Hak Atas Tanah, dan Objeknya adalah Tanah yang boleh dialihkan, artinya tidak berstatus sita maupun menjadi sengketa di Pengadilan. Sebelum dilakukannya pembuatan Akta Jual Beli, PPAT wajib melakukan pengecekkan sertipikat tanah pada Kantor Pertanahan setempat. Dalam prakteknya kerap ditemui bahwa pada saat dilakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan, sertipikat tersebut tidak terdapat catatan mengenai sita maupun sedang sengketa di Pengadilan, namun dikemudian hari diketahui bahwa ternyata sertipikat tersebut masih berstatus sita jaminan pengadilan pada saat dilakukan jual beli. Sehubungan dengan hal tersebut, timbul permasalahan yaitu bagaimana perlindungan serta pertanggungjawaban Bagi PPAT atas Akta Jual Beli dengan objek berstatus sita jaminan yang dinyatakan batal oleh pengadilan? Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, dengan metode kualitatif sebagai metode analisis data, pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen atau studi pustaka. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa perlindungan terhadap PPAT terletak pada Hak Ingkar serta Kewajiban Ingkar PPAT sebagai pejabat umum, serta terhadap PPAT hanya punya tanggung jawab formil terhadap akta jual beli, sehingga dalam kasus yang diangkat PPAT tidak dapat dipertanggungjawabkan secara perdata, pidana maupun administratif.

PPAT has the authority to carry out part of land registration activities by making  a deed as proof of certain legal actions regarding land rights or Ownership Rights on Multi-storey Building Unites, which will be used as a basic for registering juridical data changes at the Land Office, one of which is contract of sale, PPAT authorized to make a Contract of Sale by fulfilling the condition that the Seller is the person entitled to sell the object, Buyer is a person who is permitted by law to have a Land Right, also the object is Land that can be transferred, meaning no seizure status or a dispute in Court. Before making the contract of sale, PPAT is obliged to check the land certificate at the Land Office. In practice, it is oftentime found that during the inspection at the Land Office, the certificate did`nt have a record of seizure or the current dispute in the Court, but later it was discovered that the certificate was still confiscated by court when buying and selling. The problem raised is how is the protection and accountability of the PPAT for Contract of Sale with the seizure status object declared null and void by the court This thesis employs normative-juridical method with qualitative data analysis, data collection used is a study of document or literature. The result of the research  it is known that the PPAT onlu attches formal responsibility for the Contract of Sale, so PPAT cannot be liable both civil, criminal or administrative."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T52468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jami Allaidin
"Tesis ini meneliti tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) terhadap akta jual beli atas sertipikat yang dibatalkan pendaftaran peralihan haknya. Pembatalan pendaftaran peralihan sertipikat hak atas tanah akibat adanya cacat administrasi dan/atau cacat hukum didasari peralihan dari akta jual beli yang dalam pembuatannya terdapat perbuatan melawan hukum oleh salah satu penghadap, tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada PPAT akan tetapi harus diperhatikan batasan pertanggungjawaban PPAT. Rumusan permasalahan yang diangkat adalah tanggung jawab PPAT terhadap akta jual beli atas sertipikat yang dibatalkan pendaftaran peralihan haknya oleh Badan Pertanahan Kota Jakarta Selatan berdasarkan Putusan Nomor 550/Pid.B/2021/PN Jkt/Sel. dan akibat pembatalan peralihan hak yang dilakukan oleh Badan Pertanahan terhadap pihak pembeli. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian doktrinal, sehingga data yang digunakan adalah studi kepustakaan yang didukung oleh wawancara pada narasumber dan penelitian ini bersifat deksriptif-analitis. Hasil dari penelitian ini adalah PPAT tidak bertanggung jawab atas pembatalan peralihan hak, karena telah menjalankan prosedur dengan memeriksa objek hak atas tanah dan dokumen secara formil. Akibat hukum dari pembatalan ini adalah akta jual beli yang dibuat oleh PPAT batal demi hukum karena tidak memenuhi asas-asas dan syarat-syarat sah jual beli sehingga pembatalan pendaftaran peralihan hak berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dengan mengembalikan hak atas tanah ke keadaan seperti semula sebelum adanya perbuatan melawan hukum terjadi.

This thesis examines the responsibilities of Land Deed Drafting Officials (hereinafter referred to as PPAT) regarding sale and purchase deeds of certificates whose transfer of rights registration has been cancelled. Cancellation of the registration of the transfer of a land title certificate due to administrative defects and/or legal defects based on the transfer of a sale and purchase deed in which there was an unlawful act by one of the parties, cannot be held accountable to the PPAT, but the limits of PPAT's liability must be taken into account. The formulation of the problem raised is the PPAT's responsibility for sale and purchase deeds for certificates whose transfer of rights registration was canceled by the South Jakarta City Land Agency based on Decision Number 550/Pid.B/2021/PN Jkt/Sel. and the consequences of the cancellation of the transfer of rights carried out by the Land Agency against the buyer. The research method used is a doctrinal research method, so the data used is a literature study supported by interviews with informants and this research is descriptive-analytical in nature. The result of this research is that PPAT is not responsible for the cancellation of the transfer of rights, because it has carried out procedures by formally examining land rights objects and documents. The legal consequence of this cancellation is that the deed of sale and purchase made by the PPAT is null and void because it does not fulfill the principles and conditions of legal sale and purchase, so the registration of the transfer of rights is canceled based on the Decree of the Head of the Regional Office of the National Land Agency by returning the land rights to their original state. as before the unlawful act occurred."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisha Zahra
"Tanggung Jawab PPAT Terhadap Akta Hibah Yang Dibuat Berdasarkan Surat Keterangan Waris Yang Tidak Sah Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Ungaran Tanggal 20 Juli 2017 Nomor 105/Pdt.G/2016/PN.Unr Tesis ini meneliti mengenai tanggung jawab PPAT terkait dengan akta hibah yang dibuatnya berdasarkan surat keterangan waris yang tidak sah. Dalam kasus yang diteliti oleh penulis, penghadap datang kepada PPAT untuk membuat Akta Hibah atas dasar surat keterangan waris yang tidak sah dikarenakan keterangan yang dibuat dalam surat tersebut palsu, sehingga tidak memenuhi syarat objektif dalam Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian yang terdapat dalam ayat 3 dan 4, yaitu tentang suatu hal tertentu dan sebab yang halal dimana keterangan palsu termasuk sebab yang halal. Seharusnya PPAT memeriksa kebenaran data yang diperlukan dalam pembuatan akta hibah tersebut termasuk memeriksa kembali data data yang diperlukan, maka dalam hal ini PPAT turut bertanggungjawab atas kelalaian yang diperbuatnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif artinya penelitian ini dilihat dari sisi normatif, yaitu penelitian terhadap keseluruhan data sekunder hukum, digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan di bidang jabatan pejabat pembuat akta tanah, bidang hukum perdata, buku-buku, dan artikel-artikel yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Terkait dengan tanggung jawab PPAT maka akan dikenakan sanksi atas pelanggaran ringan sesuai dengan pasal 6 ayat 1 yaitu teguran ataupun peringatan baik dari organisasi profesi PPAT ataupun dari pemerintah. Tentang status hukum akta yang dibuat oleh PPAT tersebut dimana penghadap memberikan keterangan palsu dalam membuat surat keterangan warisnya, maka akta hibahnya batal demi hukum berikut dengan akta yang dibuat setelahnya berdasarkan akta hibah tersebut. Dengan demikian sikap PPAT hendaknya lebih memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku agar akta-akta yang dibuatnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut. Kata kunci: Tanggung Jawab, PPAT, Surat Keterangan Waris, Akta Hibah.

The Land deed Official rsquo s Responsibility Against the Deed of Grant Based on an Unauthorized Inheritance Certificate Case Study of Ungaran District Court Decision Date 20 July 2017 Number 105 Pdt.G 2016 PN.Unr This thesis examines the responsibilities of land deed officials in relation to the Deed of Grant made on the basis of an unauthorized inheritance certificate. In the case that examined by author, the tap comes to land deed officials to make the Deed of Grant based on an unauthorized inheritance certificate is because the information made in the letter was false, so that it does not meet the objective requirement in Article 1320 of the Civil Code concerning the terms of the validity of the agreement contained in paragraphs 3 and 4, which is about particular thing and lawful cause, where fake information is include in lawful causes. The land deed officials should check the correctness of the data required in making the deed including re examining the necessary data, so that in this case the land deed officials is also responsible for the omission that has been done. This research is using normative juridical research method, meaning this research is seen from the normative side, which is the study of all secondary data of law used to analyze the various law and regulations in the field of official position of the land deed, civil law, books, and articles relevant to the issues to be studied. Associated with the responsibility of the land deed officials, they will be charged for minor offenses according to article 6 paragraph 1 of reprimand or warning either from the land deed officials profession organization or from the government. Concerning the legal status of the deed made by the land deed officials in which the tapers gave false information in making the certificate of inheritance, so that the deed of its grant shall be null and void hereafter by a deed made thereafter according to the deed of the grant. Thus, the attitude of the land deed officials should pay more attention to the provisions that apply to the deeds. Key words Certificate of Inheritance, Deed of Grant, Responsibility, The Land deed Officials."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T49301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliva Diestika
"Dalam menjalankan jabatan sebagai seorang Notaris dan juga Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), seorang Notaris/PPAT dituntut untuk selalu memperhatikan batasan-batasan dalam melaksanakan jabatannya. Profesionalitas dalam melaksanakan jabatan harus sama-sama dijunjung oleh Notaris/PPAT tetap sama dengan mematuhi koridor-koridor yang telah diatur. Dalam hal melaksanakan tugasnya Notaris/PPAT bisa saja tidak terlepas dari melakukan pelanggaran kode etik contohnya berupa pelanggaran kode etik berupa kelalaian dalam penyelesaian akta dalam proses balik nama. Pada putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Nomor 14/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/XII/2018, adapun masalah yang diteliti adalah tanggung jawab PPAT atas kelalaian proses balik nama sertipikat pada kantor pertanahan terkait perilaku dalam jabatannya selaku Notaris dan kompetensi serta peran Majelis Pengawas Daerah (MPD) dan Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dalam kasus ini. MPD dan MPW berkompetensi dalam memeriksa dan memberi sanksi dalam kasus ini karena terkait dengan perilaku Notaris dalam menjalankan jabatan lain sebagai PPAT. Seharusnya pada saat kasus ini terjadi, yang lebih tepat untuk memeriksa dan memberi sanksi kepada Notaris/PPAT tersebut adalah Majelis Kehormatan Notaris. Saat ini Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah sudah memiliki alat perlengkapan organisasi yang bertujuan untuk melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan yaitu Majelis Pembina dan Pengawas PPAT (MPPP) guna membantu Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan. Dengan demikian diharapkan keberadaan MPPP beserta dengan MPN dapat berjalan secara beriringan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap PPAT yang juga merangkap jabatan sebagai Notaris.

In carrying out his position as a Notary and also a Land Deed Making Officer (PPAT), a Notary/PPAT is required to always pay attention to the limitations in carrying out his position. Professionalism in carrying out the position must be equally upheld by the Notary/PPAT remain the same by complying with the corridors that have been regulated. In terms of carrying out their duties, the Notary/PPAT may not be separated from violating the code of ethics, for example in the form of a violation of the code of ethics in the form of negligence in completing the deed in the transfer of name process. In the decision of the Notary Regional Supervisory Council Number 14/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/XII/2018, the problem being studied is PPAT's responsibility for the negligence of the certificate transfer process at the land office related to behavior in his position as a notary and his competence and role. Regional Supervisory Council (MPD) and Regional Supervisory Council (MPW) in this case. MPD and MPW are competent in examining and imposing sanctions in this case because it is related to the behavior of a Notary in carrying out other positions as PPAT. At the time this case occurred, it was more appropriate to examine and sanction the Notary/PPAT it was the Notary Honorary Council. Currently, the Association of Land Deed Maker Officials already has organizational equipment that aims to carry out the function of guidance and supervision, namely the PPAT Guidance and Supervisory Council (MPPP) to assist the Minister in conducting guidance and supervision. In this way, it is hoped that the existence of MPPP along with MPN must go hand in hand in conducting guidance and supervision of PPAT who also serves as a Notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jhagad Jhelank Devitrita Wibowo
"Akta Pengakuan Hutang merupakan suatu akta autentik yang mengikat para pihak dan seharusnya tidak dapat dijadikan dasar dari adanya Akta Jual Beli tanah yang belum dibayar secara lunas. Pembuatan Akta Jual Beli yang diikuti dengan Akta Pengakuan Hutang atas dasar jual beli tanah yang belum lunas masih kerap terjadi di kehidupan masyarakat dikarenakan adanya ketidaktahuan mereka sebagai masyarakat awam yang kurang memahami ketentuan hukum yang berlaku dan adanya PPAT yang lalai dalam menerapkan hukum, sehingga ditemukan adanya satu kasus yang berkaitan dengan hal ini yaitu pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 180 K/PDT/2024. Penelitian ini mengangkat tentang kekuatan hukum Akta Jual Beli yang pada kenyataannya dibalut dengan Akta Pengakuan Hutang terhadap pembeli yang tidak beritikad baik dan tanggung jawab hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah terhadap Akta Jual Beli yang belum lunas. Penelitian doktrinal yang dilakukan di sini mengumpulkan bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dinyatakan bahwa kekuatan hukum Akta Jual Beli yang pada kenyataannya dibalut dengan Akta Pengakuan Hutang terhadap pembeli yang beritikad tidak baik adalah batal demi hukum karena Akta Jual Beli tersebut dibuat dengan pembayaran yang belum lunas, sehingga tidak memenuhi asas terang dan tunai menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Adapun tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah tersebut adalah berupa tanggung jawab administratif dalam bentuk teguran atau pemberhentian sementara.

The Debt Acknowledgment Deed is an authentic deed that binds the parties involved and should not serve as the basis for a Land Sale and Purchase Deed that has not been fully paid. However, in practice, the creation of the Sale and Purchase Deed followed by a Debt Acknowledgment Deed based on an unsettled land sale continues to occur in society due to the ignorance of the general public, who lack understanding of the applicable legal provisions, as well as the negligence of the PPAT in enforcing the law. This has led to a case related to this issue, specifically in the Supreme Court of the Republic of Indonesia Decision No. 180 K/PDT/2024. This research highlights the legal force of the Sale and Purchase Deed, which is in fact accompanied by a Debt Acknowledgment Deed, concerning buyers who act in bad faith and the legal responsibilities of the Land Deed Official regarding Sale and Purchase Deeds that remain unsettled. The doctrinal research conducted here collects legal materials through library research, which are subsequently analyzed qualitatively. From the analysis, it can be concluded that the legal force of the Sale and Purchase Deed, which is in fact accompanied by a Debt Acknowledgment Deed for buyers acting in bad faith, is null and void because the Sale and Purchase Deed was created with a payment that has not been settled, thus failing to meet the principles of clarity and cash payment according to Law No. 5 of 1960 on Basic Agrarian Principles. The responsibility of the Land Deed Official in this regard is in the form of administrative responsibility, which may include reprimands or temporary suspension."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Adha
"Peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT, akta tersebut dijadikan dasar pendaftaran pemindahan hak atas tanah yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak baru. Guna memberikan kepastian hukum, sebelum pembuatan AJB, salah satu kewajiban PPAT adalah pemeriksaan kesamaan data yang ada pada sertipikat dengan yang ada pada kantor pertanahan. Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah bagaimana pertanggung jawaban PPAT atas AJB No. 250/2012 dan AJB No. 251/2012 yang cacat hukum, dan Apakah Putusan No. 451/PDT/2015/PT. BDG juncto Putusan No. 381/PDT.G/2014/PN.BDG sudah tepat menurut ketentuan pertanahan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif menggunakan data sekunder. Hasil analisis menunjukkan bahwa jika PPAT melanggar kewajiban pemeriksaan kesesuain sertipikat dengan data yang ada pada kantor pertanahan, maka PPAT dapat diberikan teguran tertulis ataupun peringatan tertulis oleh Kepala Kantor Pertanahan. PPAT bertanggung jawab secara perdata, serta moril, dan secara pidana jika terbukti melakukan pelanggaran baik karena sengaja maupun kelalaian. Putusan No. 451/PDT/2015/PT. BDG juncto Putusan No. 381/PDT.G/2014/PN.BDG PPAT kurang tepat menurut ketentuan pertanan di Indonesia, seharusnya PPAT dapat dimintakan ganti kerugian bukan karena PPAT sebagai pihak dari akta, tetapi atas perbuatan melawan hukum akibat kelalaiannya yang dilakukan PPAT yang menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Transitional land rights must be evidenced by a deed of sale and purchase made before PPAT, such deed used as the basis registration the transfer of rights over land that aims to give legal certainty to the new rights holder. In order to provide legal certainty, prior to manufacture deed of sale and purchase, one of the PPAT obligations is the examination of similarity existing data on the existing certificate with the land office. The main problem in this thesis is how is accountability of PPAT on AJB No. 250 2012 and AJB No. 251 2012 legally flawed, and do Verdict 451 PDT 2015 PT. BDG jo with Decision No. 381 PDT.G 2014 PN.BDG own right under the terms of the applicable land in Indonesia. This study is a normative juridical using secondary data. The analysis showed that if PPAT violate obligations suitability examination certificate with the data that existed at the land office, then PPAT can be given a written warning by the Head of the Land Office. PPAT responsible civilly and morally and criminally if proved to have violated either intentionally or due to negligence. Decision No. 451 PDT 2015 PT. BDG jo Decision No. 381 PDT.G 2014 PN.BDG PPAT are less appropriate according to the land law in Indonesia,PPAT should not be requested compensation for PPAT as part of the deed, but on an unlawful act committed due to negligence PPAT that cause losses for others."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T46969
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puput Melati
"Tesis ini membahas tentang Perlindungan Hukum Terhadap Ahli Waris Pemilik Sertifikat Hak Milik Nomor 1165/R/17/Ilir (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:1729 K/Pdt/2016). Permasalahan dalam tesis ini tentang keabsahan akta jual beli yang cacat hukum, perlindungan hukum terhadap pihak ketiga sebagai pemenang lelang, dan Tanggung jawab PPAT terhadap penerbitan akta jual beli yang cacat hukum. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian hukum dengan pendekatan secara yuridis normatif, tipe penelitian deskriptif analitis, dan metode analisis data menggunakan pendekatan kualitatif . Berdasarkan hasil penelitian Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1729 K/Pdt/2016 yaitu akta jual beli yang tidak terpenuhinya unsur  kesepakatan kehendak dan suatu sebab yang halal.mengakibatkan akta jual beli tersebut tidak sah atau batal demi hukum sehingga dianggap tidak pernah ada perjanjian. Perlindungan hukum terhadap pihak ketiga sebagai pemenang lelang atas objek sengketa ialah hasil putusan Mahkamah Agung Nomor Republik Indonesia 1729 K/Pdt/2016 dimana pemenang lelang adalah pemilik sah atas kepemilikan tanah tersebut dengan dasar telah dikeluarkannya Risalah Lelang Nomor 10/2001 guna sebagai pendaftaran ke Kantor Tanah setempat. PPAT  bertanggung jawab atas akta yang dibuatnya cacat hukum dengan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis  dan sanksi perdata berupa ganti rugi dan bunga.

This thesis discusses Legal Protection of Heirs as the Certificate Owner of Ownership Rights Number 1165/R/17/Ilir (Case Study Verdict of Supreme Court Number 1729 K/Pdt/2016) is about the validity of the legal deed of sale and purchase, legal protection of third parties as auction winners, and the responsibilities of PPAT for the issuance of invalid deed. To answer these problems, the research method used in this research is normative juridical with analytical descriptive research type, and the type of data used in this study is secondary data with qualitative approach. Based on the results research of the Supreme Court Republic of Indonesia decision Number 1729 K/Pdt/ 2016, sale and purchase deed which is not fulfilled the element of agreement causes invalid and legal defeact. Legal protection of third parties as auction winners over the object of the dispute is the result of the Supreme Court Republic of Indonesia decision Number 1729 K/Pdt/ 2016 where the winner is the legal owner of ownership of the land based on the issuance of Minutes of Bid No. 10/2001 for registration to the Office Local land. PPAT is responsible for the deeds that have been  made are legal defects by  administrative sanctions in the form of written warnings and civil sanctions in the form of compensation and interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54174
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Agnes
"ABSTRAK
Secara filosofis keberadaan jabatan PPAT adalah memberikan pelayanan di bidang pendaftaran tanah kepada masyarakat, sehingga masyarakat akan mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan hukum. Kepala BPN dapat menunjuk Camat sebagai PPAT Sementara, PPAT Sementara mempunyai tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang sama dengan PPAT sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun pada kasus yang akan penulis analisis pada proposal tesis ini, yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 3615 K/Pdt/2015 dimana objek jual beli yang dibuat Camat sebagai PPAT Sementara bersertipikat ganda, hal ini membuktikan PPAT Sementara tidak melaksanakan tugas, kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana perundang-undangan. Permasalahan yang dihadapi penulis dalam tesis ini adalah mengenai pembuatan akta Jual Beli Nomor 234/PPAT/II/2014 yang selanjutnya disebut AJB oleh Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3615K/PDT/2015 yang selanjutnya disebut PPATS dan tanggung jawab PPATS terhadap AJB yang objeknya sertipikat ganda. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif serta metode analisanya secara kualitatif sehingga bentuk hasil penelitian ini adalah deskriptif. Menurut hasil penelitian ini, pembuatan AJB tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan, karena PPATS tidak melakukan pengecekkan ke Kantor Pertanahan Timor Tengah Utara dan membuat AJB tanpa adanya SPPT PBB/ PBB sehingga melanggar ketentuan Pasal 38 ayat 2 PP 24/1997. Tanggug jawab PPATS berupa tanggung jawab hukum berdasar Pasal 62 PP 24/1997 serta dapat dimintakan ganti rugi berdasar Pasal 1365 KUHPer dan tanggung jawab moral karena melanggar kode etik profesi berdasar Pasal 28 ayat 2 Perkaban 1/2006 namun tidak dapat dikenakan sanksi berdasar Pasal 6 Kode Etik PPAT karena PPATS bukan anggota IPPAT.

ABSTRACT
Philosophically, the existence of PPAT position is in order to provide services in the field of land registration to the community so that with the service, the community will get legal certainty and legal protection. Head of BPN can appoint Camat as PPAT Temporary. PPAT Temporary having the same duties, obligations and responsibilities with PPAT as regulated in law, but in the case of the author will analysis on this thesis proposal, namely Supreme Court Decision Number 3615 K Pdt 2015 where the object has double certified, proves PPAT Temporary not carrying out duties, obligations and responsibilities as same with PPAT. The problems faced by the authors in this thesis are the making of the Deed of Sale and Purchase Number 234 PPAT II 2014 here in after referred to as AJB by the Camat as the PPAT Temporary in Supreme Court Decision Number 3615K PDT 2015 here in after referred to as PPATS and the responsibility of PPATS against Deed of Sale and Purchase of the object of double certificate. This study uses the normative juridical and methods of analysis qualitative so that the form of this research is descriptive. According to the results of this study, the issuance of the AJB is not in accordance with the laws and regulations, because PPATS makes AJB without the PBB PBB SPPT and does not check to the Land Office of North Central Timor, so making in violation of Article 38 paragraph 2 of PP 24 1997. The responsibilities of PPATS are legal liability based on Article 62 of PP 24 1997 and can be requested for compensation based on Article 1365 KUHPer and moral responsibility for violating professional code of ethics under Article 28 paragraph 2 of Regulation 1 2006 but can not be subject to sanctions based on Article 6 of Code Ethics of Land Deed Officers because PPATS is not a member of IPPAT. "
2018
T51462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>