Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Michael Hartanto Angriawan
"ABSTRAK
Latar belakang: Perekat medis akrilat banyak digunakan dalam layanan kesehatan tetapi kerap menimbulkan Medical adhesive-related skin injury (MARSI). Pencegahan dapat dilakukan dengan menambahkan larutan NaCl 0,9%, vaselin album, atau alkohol saat pengangkatan.  Namun belum didukung oleh penelitian. Tujuan: Mengetahui efektivitas penambahan bahan topikal dalam prosedur pelepasan perekat akrilat dalam mengurangi angka kejadian MARSI dan parameter objektif terkait. Metode: Penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal. Dilakukan penempelan perekat akrilat pada empat lokasi di kulit lengan atas dewasa normal. Pada hari ketiga dan keenam perekat diangkat dengan/tanpa menambahkan bahan topikal secara acak pada keempat lokasi dan dilakukan evaluasi angka kejadian MARSI, skor eritema klinis, nilai eritema mexameter, TEWL, dan skor VAS nyeri. Hasil: Terdapat 224 lokasi uji dari 56 sampel. Angka kejadian MARSI pasca pengangkatan pertama 49,5% dan kedua 59,3%, terendah pada alkohol 50%. Alkohol menunjukkan peningkatan rerata skor eritema terendah baik klinis (p=0,102) maupun mexameter (p=0,024).  Alkohol dan vaselin menghasilkan peningkatan nilai TEWL terendah (p=0,709). Alkohol dan NaCl 0,9% tidak bermakna meningkatan skor VAS nyeri (p=0,173 dan p=0,699). Kesimpulan: Penambahan bahan topikal dapat mengurangi angka kejadian MARSI, namun tidak bermakna secara statistik. Alkohol secara konsisten menunjukkan perubahan parameter terkait yang lebih baik.

ABSTRACT
Background: Acrylic-based tapes are widely used in medicine but frequently associated with medical adhesive-related skin injury (MARSI). Addition of normal saline, vaseline or alcohol in its removal may prevent this, but studies are lacking. Aim: To determine the effectiveness of topical substances in reducing MARSI and related parameters during the removal of acrylic-based adhesives. Methods: We conducted a single-blind randomized controlled trial on the skin of normal adults. Tapes were placed on four sites on the upper forearms which were removed on the third and sixth days with/without applying the substances. The incidence, erythema based on clinical scores and mexameter, TEWL, and pain VAS were measured. Results: We obtained 224 test locations from 56 subjects. The incidence was 49.5% on the third day, increasing to 59.3% on the sixth; it was lower in alcohol group (50%). Alcohol resulted in lower mean of clinical erythema (p=0.102) and mexameter scores (p=0.024).  Both alcohol and vaseline gave the lowest TEWL increase (p= 0.709). Alcohol and normal saline was insignificantly increasing pain score (p=0.173 and p=0.699). Conclusion: Application of substances reduced MARSI incidence, but not statistically significant. Alcohol consistently demonstrated more favorable outcome in MARSI-related parameters.

 

"
2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Noer Kamila
"Berbagai molekul bioaktif yang terdapat dalam sekretom mayoritas merupakan molekul dengan ukuran >20 kDa sehingga sulit untuk melewati epidermis dan menimbulkan efek farmakologis. Metode aplikasi sekretom diduga memiliki peranan terhadap efektivitas sekretom sehingga perlu dilakukan suatu uji klinis untuk membandingkan efektivitas aplikasi sekretom terhadap fungsi sawar kulit yang didahului dengan metode microneedling dan laser fraksional CO2. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar tunggal dengan metode split-face yang dilakukan pada wanita berusia 35-59 tahun di Poliklinik Madya, RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Penilaian transepidermal water loss (TEWL), dan skin capacitance (SCap) dilakukan pada minggu ke-0, 2, dan 4. Pada minggu ke-0 dan ke-2 semua subjek dilakukan microneedling dan laser fraksional CO2 yang diikuti dengan aplikasi konsentrat sekretom. Sebanyak 12 SP mengikuti penelitian ini dengan rerata usia 46,2 ± 6,45 tahun. Terdapat penurunan kadar TEWL yang bermakna pada kelompok laser fraksional CO2 (p-value 0,002) dan microneedling (p-value 0,002). Pada analisis lebih lanjut penurunan TEWL bermakna terdapat pada minggu ke-4. Tidak terdapat perubahan kadar TEWL yang signifikan pada kelompok laser fraksional CO2 dibandingkan dengan microneedling. Terdapat peningkatan kadar SCap pada kelompok laser fraksional CO2 dan microneedling namun tidak bermakna secara statistik. Tidak terdapat perbedaan perubahan nilai SCap yang signifikan pada sisi laser fraksional CO2 dibandingkan dengan microneedling. Prosedur laser fraksional CO2 dan microneedling sebelum pemberian konsentrat sekretom memiliki efektivitas yang serupa dalam memperbaiki fungsi sawar kulit. 

Most of the various bioactive molecules present in the secretome are molecules with a size of >20 kDa, making it difficult to pass through the epidermis and cause pharmacological effects. Secretome application method is thought to have an important role in the effectiveness of the secretome, so a clinical trial is needed to compare the effectiveness of the secretome application on the skin barrier function which is preceded by the microneedling method and fractional CO2 laser. A single-blind, randomized split-face was conducted on women aged 35-59 years at Madya Clinic, dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Transepidermal water loss (TEWL) and skin capacitance (SCap) assessments were carried out at weeks 0, 2, and 4. At weeks 0 and 2 all subjects underwent microneedling and fractional CO2 laser followed by application of secretome concentrate. Twelve participants took part in this study with an average age of 46.2 ± 6.45 years. There was a significant decrease in TEWL levels in the fractional CO2laser (p-value 0,002) and microneedling (p-value 0,002) groups. Significant decreases in TEWL were found at week 4. There was no significant change in TEWL levels in fractional CO2 laser group compared to microneedling. There was an increase in SCap levels in fractional CO2 laser and microneedling groups but it was not statistically significant. There was no significant difference in SCap value changes on the CO2 fractional laser side compared to microneedling. Fractional CO2 laser and microneedling procedures prior to administration of secretome concentrate have similar effectiveness in improving skin barrier function"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhli Aulia Mughni
"Latar belakang: Untuk menghasilkan rambut dan kulit kepala yang sehat, produk perawatan harus digunakan dengan frekuensi tepat. Perempuan berhijab semakin umum dijumpai di Indonesia. Saat ini belum ada kesepakatan mengenai frekuensi keramas yang paling tepat pada perempuan berhijab. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian yang membandingkan pengaruh frekuensi keramas berbeda terhadap nilai transepidermal water loss (TEWL) dan hidrasi kulit kepala perempuan berhijab.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara frekuensi keramas dengan nilai TEWL dan hidrasi kulit kepala perempuan yang menggunakan hijab.
Metode: Sebanyak 60 perempuan sehat usia reproduksi berhijab menjadi subjek penelitian dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 30 subjek pada kelompok A (keramas sering, setiap 1-2 hari sekali) dan 30 subjek pada kelompok B (keramas jarang, setiap 3-5 hari sekali). Dilakukan pengukuran nilai TEWL dan hidrasi kulit kepala pada baseline, hari ke-14, dan hari ke-28. Uji kemaknaan perbedaan nilai TEWL dan hidrasi kulit kepala antara kedua kelompok dilakukan menggunakan analisis Mann-Whitney.
Hasil: Median nilai TEWL kulit kepala hari ke-14 kelompok A adalah 20,07 g/m2/h dan kelompok B adalah 17,05 g/m2/h (p<0,05). Median nilai TEWL kulit kepala hari ke-28 kelompok A adalah 20,87 g/m2/h dan kelompok B adalah 17,67 g/m2/h (p<0,01). Median nilai hidrasi kulit kepala hari ke-14 kelompok A adalah 8,18 AU dan kelompok B adalah 12,52 AU (p>0,05). Median nilai hidrasi kulit kepala hari ke-28 kelompok A adalah 11,48 AU dan kelompok B adalah 12,77 AU (p>0,05).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara frekuensi keramas dengan nilai TEWL kulit kepala perempuan berhijab. Frekuensi keramas yang sering dapat meningkatkan nilai TEWL kulit kepala perempuan berhijab secara bermakna, tetapi tidak terdapat hubungan antara frekuensi keramas dengan nilai hidrasi kulit kepala perempuan berhijab

Background: To obtain healthy hair and scalp, care product should be used in the right frequency. Women wearing hijab are becoming more common in Indonesia. There is no unified consensus regarding the correct frequency of hair washing in women wearing hijab. Therefore, research is needed to compare the influence of different hair wash frequencies on the scalp skin transepidermal water loss (TEWL) and hydration in women wearing hijab.
Objective: To assess the correlation between hair wash frequency with scalp skin TEWL and hydration in women wearing hijab.
Methods: Sixty healthy women in reproductive age are recruited and allocated into two groups, 30 subjects in group A (frequent hair wash, every 1-2 days) and 30 subjects in group B (infrequent hair wash, every 3-5 days). Measurements of scalp skin TEWL and hydration was performed on baseline, day-14, and day-28. Significance test of the difference in scalp skin TEWL and hydration scores between groups was done using Mann-Whitney analysis.
Results: The day-14 median value of scalp skin TEWL was 20,07 g/m2/h in group A and 17,05 g/m2/h in group B (p<0,05). The day-28 median value of scalp skin TEWL was 20,87 g/m2/h in group A and 17,67 g/m2/h in group B (p<0,01). The day-14 median value of scalp skin hydration was 8,18 AU in group A and 12,52 AU in group B (p>0,05). The day-28 median value of scalp skin hydration was 11,48 AU in group A and 12,77 AU in group B (p>0,05).
Conclusion: There is a correlation between hair wash frequency and scalp skin TEWL score in women wearing hijab. Frequent hair wash may significantly increase scalp skin TEWL score in women wearing hijab. However, there is no correlation between hair wash frequency and scalp skin hydration in women wearing hijab
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Dorthy Santoso
"Latar belakang: Diabetes melitus tipe 2 merupakan salah satu penyakit metabolik yang sering dijumpai dan merupakan salah satu dari empat prioritas penyakit tidak menular. Prevalensi penyakit DM meningkat dengan pesat dan akan menjadikan Indonesia peringkat ke empat dunia. Betambahnya jumlah penyandang DM dan komplikasi akibat DM menjadi beban negara terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu komplikasi yang terkait dengan bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin adalah komplikasi mikrovaskular yakni neuropati. Neuropati otonom ditandai dengan kulit kering dan jumlah keringat yang berkurang. Kekeringan kulit yang tidak di tata laksana dengan baik mempermudah timbulnya kaki diabetik.
Tujuan: Mengetahui pengaruh kadar HbA1c dan gula darah terhadap kulit kering pada pasien DM tipe 2.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan terhadap pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Endokrin Ilmu Penyakit Dalam dan Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUPN. Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada bulan Juli hingga September 2018. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik untuk menentukan derajat kekeringan kulit dengan menggunakan penilaian SRRC, dilanjutkan dengan pemeriksaan corneometer dan tewameter. Terakhir dilakukan pemeriksaan laboratorium darah untuk kadar HbA1c dan GDS.
Hasil: Didapatkan total 95 subjek dengan usia rerata 54 tahun, hampir sebagian besar pasien tidak merokok, tidak menggunakan pelembap dan AC, tidak menggunakan air hangat untuk mandi, mengkonsumsi obat penurun kolesterol, mengalami neuropati dan menopause, serta durasi lama DM ≥5 tahun. Hasil utama penelitian ini didapatkan korelasi yang bermakna secara statistik antara kadar HbA1c dengan nilai SRRC berdasarkan uji nonparametrik Spearman (r = 0,224; p = 0,029). Perhitungan statistik dilanjutkan kembali dengan analisis stratifikasi dan regresi linear stepwise.

Background: Type 2 diabetes mellitus is one of the most common metabolic diseases and is one of the top four non-contagious priorities. DM prevalence has been increasing rapidly and would make Indonesia ranked fourth in the worldwide. The increasing number of people with DM and its associated complications are major burden, especially for developing countries such as Indonesia. One of the complications associated with Dermatology and Venereology is microvascular complications, specifically neuropathy. Autonomic neuropathy is characterized by dry skin and reduced amount of sweat. Unmanaged dry skin is a potential risk factor of developing diabetic foot.
Objective: To determine the effect of HbA1c and blood glucose level on dry skin in type 2 diabetes mellitus patient.
Methods: This study was a cross-sectional study conducted on patients with type 2 diabetes mellitus in the Endocrine outpatient clinic of the Internal Medicine and Dermatology and Venereology outpatient clinic of RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta from July to September 2018. History taking, physical examination to determine the degree of skin dryness using SRRC assessment, followed by examination of the corneometer and tewameter. At last, blood test examination was performed for HbA1c and random blood glucose levels measurement.
Results: A total of 95 subjects were enrolled with an average age of 54 years, most if the patients were non-smoker, did not use moisturizers and air conditioning, did not use warm water for bathing, consumed cholesterol lowering agent, experienced neuropathy and menopause, and have been suffering DM for more than 5 years. The main results of this study were statistically significant correlation between HbA1c levels and SRRC values based on the Spearman nonparametric test (r = 0,224; p = 0,029). Statistical calculations were continued with stratification analysis and stepwise linear regression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dhita Octriani
"ABSTRAK
Latar Belakang. Dermatitis pada tangan akibat kerja DTAK bersifat kronis, memiliki prognosis buruk, dan berdampak signifikan terhadap aspek psikososial dan pekerjaan. Prevalensi dermatitis kontak pada tenaga kerja bongkar muat TKBM Pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta adalah sebesar 24,3 , dengan lesi di tangan 47,1 . Penggunaan alat pelindungdiri APD masih belum cukup untuk mengatasi masalah ini, sehingga dibutuhkan intervensi lain. Penggunaan pelembap untuk memperbaiki sawar kulit dipertimbangkan efektif untuk mencegah keparahan DTAK.Metode. Penelitian ini adalah kuasi eksperimental satu kelompok. Intervensi dilakukan dengan menggunakan gliserin 10 dalam vaselin album sekali sehari setelah bekerja selama 14 hari.Hasil. Rerata nilai transepidermal water loss TEWL setelah intervensi 11,4 3,8 g/m2/jam lebih rendah dibandingkan rerata nilai TEWL awal 14,2 4 g/m2/jam , dengan perbedaan rerata nilai TEWL sebesar 2,8 2,9 g/m2/jam p= 0,000 95 CI 1,5-4,1 . Median nilai hand eczema severity index HECSI setelah intervensi 9,5 3-34 lebih rendah dibandingkan median skor HECSI awal 29,5 6-80 , dengan perbedaaan rerata skor HECSI sebesar 19,5 -2-46 p= 0,000 . Korelasi antara perubahan nilai TEWL dan perubahan skor HECSI tidak bemakna p= 0,476 dengan kekuatan korelasi sangat lemah r= 0,160 . Variabel exposure rating tahunan debu semen berhubungan dengan perubahan skor HECSI p= 0,002 . Setelah intervensi seluruh lesi di jari-jari, telapak tangan, punggung tangan dan pergelangan tangan mengalami perbaikan yang bermakna.

ABSTRACT
Background. Occupational hand dermatitis OHD is chronic, has a poor prognosis, and significantly affects psychosocial and occupational aspects. The prevalence of contact dermatitis of loading dockworkers at Port Sunda Kelapa Jakarta was 24,3 and 47,1 lesion was on the hands. The use of personal protective equipment PPE is deemed inadequate to solve this problem, thus requiring other intervention. Using moisturizer for improvement of skin barrier is considered to be effective for preventing severity of occupational hand dermatitis.Method. The study design was quasi experimental one group pre and post test design. The 14 days intervention was performed on the loading dockworkers by instructing them to apply 10 glycerin in vaseline album on their hands once daily after working.Result. The mean value of transepidermal water loss TEWL after intervention 11.4 3.8 g m2 hour was lower than the mean value of TEWL before the intervention 14.2 4 g m2 hour . The TEWL mean difference was 2.8 2.9 g m2 hour p 0.000 95 CI 1.53 4.1 . The median value of hand eczema severity index HECSI after intervention 9.5 3 34 was lower than the median value of HECSI before the intervention 29,50 6 80 . The HECSI mean difference was 19.5 2 46 p 0,000 . The correlation between TEWL changes and HECSI changes was not significant p 0.476 and the correlation strength was very weak r 0.160 . Annual exposure rating of cement dust associated with the HECSI changes p 0,002 . After intervention, all lesions on the fingers, palms, back of hand and wrist were significantly improved p 0,05 , except for the finger tips. Additional analysis showed that the commonly found morphology of the lesion was infiltrate papule, scaling and erythema. After intervention, the severity score of the morphology lesions was also significantly decreased p 0,05 .Conclusion. Once daily application of 10 glycerin in vaseline album for 14 days could improved skin barrier function and the severity of OHD, thus can be advised for loading dockworkers with high annual exposure rating of cement dust.
"
2018
T58848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Dorthy Santoso
"Latar belakang: Diabetes melitus tipe 2 merupakan salah satu penyakit metabolik yang sering dijumpai dan merupakan salah satu dari empat prioritas penyakit tidak menular. Prevalensi penyakit DM meningkat dengan pesat dan akan menjadikan Indonesia perillgkat kc empat dunia. Bctrunbalmya jumlnh penyandang DM dan komplikasi akibat DM menjadi beban negara terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu komplikasi yang l~rkail d~Ilgan bidang Hum Kesehatan Kulit dan Kelamin adalah komplikasi mikrovaskular yakni neuropati. Neuropati otonom ditandai dengan kulit kering dan jumlah keringat yang berkurang. Kekeringan kulit yang tidak di tata laksana dengan baik mempennudah timbulnya kaki diabetik. Tujuan: Mengetahui pengaruh kadar HbAle dan gula darah terhadap kulit kering pada pasien DM tipe 2. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan terhadap pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklini.k Endokrin IImu Penyakit Dalam dan Poliklinik Hmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUPN. Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada bulan Juli hingga September 2018. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik untuk menentukan derajat kekeringan kulit dengan menggunakan penilaian SRRC, dilanjutkan dengan pemeriksaan eorneometer dan tewameter. Terakhir dilakukan pemeriksaan laboratorium darah untuk kadar HbAle dan GDS. Basil: Didapatkan total 95 subjek clengan usia rerata 54 tahun, hampir sebagian besar pasien tidak merokok, tidak menggunakan pelembap dan AC, tidak menggunakan air hangat untuk mandi, mengkonsumsi obat penurun kolesterol, mengalami neuropati dan menopause, serta durasi lama DM 2:5 tabun. Hasil utama penelitian ini didapatkan korelac;;i yang hennakna seeara statistik antara kadar HbAle dengan nilai SRRC berdasarkan uji nonparametrik Spearman (r· = 0,224; P = 0,029). Perhitungan statistik dilanjutkan kembali dengan anal isis stratiflkasi dan regresi linear stepwise. Kesimpulan: Pada pasicn DM tipe 2 terdapat peningkatan SRRC dan SCap yang dipengaruhi oleh kadar HbAle.

Background: Type 2 diabetes mellitus is one of the most common metabolic diseases and is one of the top four non-contagious priorities. DM prevalence has been increasing rapidly and would make Indonesia ranked fourth in the worldwide. The increasing number of people with DM and its associated complications are major burden, especially for developing countries such as Indonesia. One of the complications associated with Dermatology and Venereology is microvascular complications, specifically neuropathy. Autonomic neuropathy is characterized by dry skin and reduced amount of sweat. Unmanaged dry skin is a potential risk factor of developing diabetic foot. Objective: To determine the effect ofHbAlc and blood glucose level on dry skin in type 2 diabetes mellitus patient. Methods: This study was a cross-sectional study conducted on patients with type 2 diabetes mellitus in the Endocrine outpatient clinic of the Internal Medicine and Dermatology and Venereology outpatient clinic of RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta from July to September 2018. History taking, physical examination to dctcrminc the degree of skin dryness using SRRC assessment, followed by examination of the comeometer and tewameter. At last, blood test examination was performed for HbAlc and random blood glucose levels measurement. Results: A total of95 subjects were enrolled with an average age of 54 years, most if the patients were non-smoker, did not use moisturizers and air conditioning, did not use warm water for bathing, consumed cholesterol lowering agent, experienced neuropathy and menopause, and have been suffering DM for more than 5 years. The main results of this study were statistic3.Ily significant correlation between HbAlc levels and SRRC values based on the Spearman nonparametric test (r = 0,224; P = 0,029). Statistical calculations were continued with stratification analysis and stepwise linear regression. Conclusion: Type 2 DM patients experience increment in SRRC and SCap, which are associated with HbA 1 c level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
T59211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library