Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maya Kusumaningrum
1993
S29836
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sehabuddin Nur
Abstrak :
ABSTRAK
Flotasi (pengambangan) dilakukan terhadap logam-logam Fe(III) dan Cr(III) yang telah dikomplekskan dengan tanin sesuai dengan perbandingan stoikiometrinya. perbandingan stoikioinetri kompleks 1ogam-tarin ditentukan dengan inetoda perbaridingan fbi inenggunakan spektrofotometer UV-Vis. Pengaruh pH, konsentrasi dart jenis surfaktan terhadap hasil fiotasi diamati dengan mengukur konsentrasi logam sebeluin dart sesudah fiotasi dengari inenggunakan spektrofotometer serapan atom. Kompiek iogam-tart in d ibentuk dengan perbarid irtgan stoikiometri logam tanin 4 1 dan kesyabilan koinpieks logain Fe(III)-tanirt iebih besar dibandingkan dengan kompleks Cr(III)-tanirL Fiotasi terbaik urituk logam Fe( [II) dergar inenggurtakan surfaktan dodesilamin, heksadesilamiri dan oktadesiianTgin diperoieh pada pH 4 sedangkan untuk logam Cr(iii) pada pH 8 dengar surfaktan dodesilamin serta pH 7 untuk kedua surfaktan lainnya. Selektivitas flotasi dengan menggunakan surfaktan oktadesilamin > heksadesilamin > dodesilamin. Flotasi dengan menggunakan surfaktan dodeilamin diperoleh hasil yang lebih besar dibandingkan dengan kedua surf aktan lainnya. Pemanfaatan teknik flotasi untuk inenurunkan konsentrasi campuran logam Fe(III) dan Cr(III) da1au larutan dengan menggunakan surfaktan dodesilamin pada pH 7, dihasilkan penurunan konsentrasi kedua logani lebih dan 80 %. Flotasi pada pH 3,5 dengan menggunakan surfaktan dodesilainin dapat nieniisahkan sebagian besar logani Fe(III) dari logam Cr(III).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donanta Dhaneswara
Abstrak :
Material SBA-15 merupakan salah satu material mesopori dengan ukuran pori antara 2-50 nm. Material ini dapat diaplikasikan dalam berbagai penggunaan seperti dalam proses adsorpsi, katalis, filtrasi dan membran. Proses sintesis material SBA-15 dilakukan melalui jalur sol-gel. Bahan dasar yang digunakan ialah tetraethylorthosilicate (TEOS, Si(OC2H5)4) sebagai prekursor (sumber atom Si), surfaktan kopolimer triblok Pluronik P123 (EO20PO20EO20) sabagai cetakan/template dan air yang nanti akan bereaksi dengan TEOS. Kemudian ditambahkan juga bahan aditif yaitu etanol sebagi pelarut antara air dan TEOS dan HCI sebagai katalis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi surfaktan terhadap karakteristik pori material mesopori SBA-15, serta memprediksi luas spesifik permukaan material SBA-15 sehlngga bisa diketahui nilai optimum penambahan konsentrasi sulfaktan terhadap luas spesifik permukaan. Variasi peningkatan konsentrasi surfaktan mulai dari 0,007 M hingga 0,066 M, sedangkan konsentrasi TEOS, air, etanol dan HCI dibuat tetap. Proses sintesis material SBA-15 terjadi dalam dua tahap yaitu proses pembentukan gel dan kemudian dilanjutkan dengan proses kalsinasi (400°C). Material SBA-15 kemudian dikarakterisasi dengan particle size; picnometer; SAXD, Adsorpsi-Desorpsi N2, SEM EDS, AFM, FESEM dan TEM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi surfaktan tidak mempengaruhi struktur Kristal SBA-15, tetapi semakin tinggi konsentrasi surfaktan akan menurunkan derajat kristalisasi dari struktur heksagonal seperti terlihat dari hasil SAXD. Hasil pengujian luas spesifk permukan dengan adsorpsi-desorpsi N2 memperlihatkan peningkatan luas spesifik permukaan dari 482,20 m²/g menjadi 746,70 m²/g, dengan persentase kenaikan sebesar 54%. Peningkatan luas spesifik permukaan tersebut secara umum disebabkan oleh terbentuknya pori utama. Dengan metode perhitungan luas spesifik permukaan teoritis, diprediksi bahwa konsentrasi surfaktan optimum adalah sebesar 0,054 M, dimana nilai eksperimental luas spesifik permukaannya memiliki kesesuaian dengan nilai teoritis. Pada konsentrasi ini diperkirakan sebagai kontribusi maksimum dari pori utama. Pada konsentrasi surfaktan sebesar 0, 060 M dan 0,066 M dengan persentase kenaikan 11,11% dan 22,20% dari konsentrasi surfaktan 0,054 M akan lerjadi peningkatan luas spesifik permukaan dari 598,50 m²/g menjadi 702,10 m²/g dan 746,70 m²/g dengan persentase kenaikan 17,30% dan 24, 76%. Peningkatan luas spesifik permukaan ini bukan Iagi disebabkan oleh terbentuknya pori utama, melainkan pori antar dinding (intrawall pores). Pori intrawall tersebut terbentuk akibat kecenderungan kemampuan self assembly dari surfaktan pada daerah di antara pori-pori utama.
SBA-15 belongs to mesoporous material having pore size ranging from 2 to 50 nm. This material can be applied in many application such as in adsoption process, catalist, filtration and membrane. SBA-15 was synthesized via sol-gel technique from tetraethylorthosilicate (TEOS, Si(OC2H5)4) as Si source/precursor surfactant triblok copolimer Pluronik P123 (EO20PO70EO20) and water which will react with TEOS. To enhance dissolution of TEOS in water; ethanol and HCl catalyst were added. This study was focused on the effect of surfactant concentration on the pore characteristics and optimization of the specific surface area of SBA-15. Surfactant concentration was varied from 0.007 to 0.066 M while TEOS, water, ethanol and HCl concentration were held constant. The synthesis was divided into two stage i.e gel formation and calcination at 400°C. Characterization of the product was performed using particle sizer; picnometer, SAXD, N2 adsorption-desorption, SEM, EDS, AFM, FESEM and TEM. The SAXD result shows that surfactant concentration can not effect crystal formation, but it will decrease the degree of hexagonal crystal formation. Measurement of specific surface area using N2 adsorption-desorption technique indicates an increase from 482.20 m²/g became 746.70 m²/g which in percentage was 54%. This increasing of specific surface area were mainly caused by main pore formation. It was theoritically calculated that optimum surfactant concentration was 0,054 M where the experimental value of specific surface area was close to its theoritical one. This concentration is considered the maximum specific surface area which is contributed by the main pores. In surfactant concentration 0.060 M and 0.066 M where in percentage are 11.11% and 22.20% from surfactant concentration 0.064 M, the specific surface area from 598.50 m²/g will increase became 702.10 m²/g and 746.70 m²/g, which are 17.30% and 24, 76% respectively. This increasing of specific surface area are not caused by main pore formation, but it was contribution of intrawall pores. These intrawall pores were formed as a result of surfactant tendency for self assembly in areas between the main pores.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
D1223
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Salim
Abstrak :
Bentonit asal Merangin -Jambi telah dimodifikasi menjadi organoclay dengan menggunakan surfaktan nonionik triton X-100 sebagai agen penginterkalasi. Kemudian produk hasil modifikasi dikarakterisasi dengan XRD, FTIR, dan EDX. Sebelum modifikasi, dilakukan fraksinasi bentonit sehingga diperoleh Fraksi 1 yang kaya montmorillonite (MMT) yang kemudian diseragamkan kation bebasnya dengan Na+ (menjadi Na-MMT). Selanjutnya dengan menggunakan metode tembaga amin, nilai KTK Na-MMT diperoleh sebesar 71 mek/100gram Na-MMT. Variasi konsentrasi triton X-100 yang digunakan untuk preparasi organoclay adalah 1070, 4280, 6848, 8560, dan 10272 mg/L. Pengaruh konsentrasi triton X-100 yang ditambahkan terhadap jarak basal spacing organoclay, diamati dengan XRD, dan hasilnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan basal spacing dari 15,74 Å untuk Na-MMT menjadi 20,08 Å, 19,51Å, 18,57Ao dan 17,43Å untuk OC 8560 , OC 6848 , OC 4280 dan OC10272. Kesetabilan organoclay dalam air telah diuji dan hasilnya menunjukkan bahwa semakin besar kandungan surfaktan dalam organoclay semakin rendah kesetabilannya. Jarak basal spacing organoclay mengalami penurunan dari 20,08Ao menjadi 17,62 Ao untuk OC-8560, dari 19,51Ao menjadi 17,28 Ao untuk OC-6848, dan dari 18,57 Ao menjadi 17,20 Ao untuk OC-4280. Hal ini mengindikasikan bahwa surfaktan banyak mengalami pelepasan dari interlayer organoclay ketika jumlah surfaktan yang tersisipkan lebih dari 25,8 mg/g (OC-4280). Kemampuan OC-8560 , dan OC-4280 sebagai adsorben p-klorofenol dibandingkan dengan Na-MMT. Data yang diperoleh pada kurva isotherm adsorpsi menunjukkan bahwa kemampuan organoclay dua kali lebih efektif dibanding NaMMT dalam menyerap p-klorofenol. Proses penyerapan p-klorofenol oleh Na-MMT dan OC-4280 mengikuti kurva isotherm adsorpsi Langmuir. Sedangkan OC-8560 cenderung mengikuti kurva isoterm adsorpsi Freundlich. ......Bentonite from Merangin Jambi has been modified into organoclay using nonionic surfactant Triton X-100 as intercalating agent. Then the products were characterized by XRD, FTIR, and EDX. Prior to modification, bentonite fractionation was performed in order to get Fraction 1 which is rich with montmorillonite (MMT) phase, and then is cation-exchanged with Na+ (called Na-MMT). Furthermore, using a copper amine methode, its cation exchange capacity (CEC) value was determined as 71 mek/100gram Na-MMT. Variation of Triton X-100 concentration used for the preparation of organoclay is 1,070; 4,280; 6,848; 8,560; and 10,272 mg/L. The effect of the addition of Triton X-100 to Na-MMT?s basal spacing, observed by XRD, shows an increase in basal spacing of initially 15.74Å for Na-MMT to 20.08 Å, 19.51Å, 18.57Ao and 17.43Å for OC 8560 , OC 6848 , OC 4280 dan OC10272, respectively. The stability of organoclay in water has been investigated and the result shown that organoclay containing the largest amount of surfactant is more unstable. The basal spacing of organoclays decrease from 20.08oA to 17.62oA for OC-8560, from 19.51oA to 17.28oA for OC-6848 and from 18.57oA to 17.20 for OC-4280. This indicates that more surfactant are removed from the interlayer of organoclay when the amount of surfactant introduced is more than 25.88 mg/g (OC-4280). Organoclay adsorption capacity was observed by using it as adsorbent for p-Chlorophenol and compared with the capacity of Na-MMT. Data obtained on the adsorption isotherm curve shows that the organoclay is twice more effective in adsorbing p-chlorphenols. The adsorption process p-chlorofenol by OC-4280 and Na-MMT follows Langmuir adsorption isotherm curve. While OC-8560 tends to follow Freundlich adsorption isotherm curve.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T30710
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ariyanti Sarwono
Abstrak :
Pembuatan kopolimer (stirena/butil akrilat/metil metakrilat) dilakukan dengan metode polimerisasi emulsi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh variasi inisiator dan teknik polimerisasi terhadap ukuran partikel pada kopolimerisasi emulsi stirena-butil akrilat-metil metakrilat. Inisiator yang digunakan adalah inisiator anorganik dan organik, yaitu ammonium persulfat (APS), hidrogen peroksida (H2O2), ters-butil hidroperoksida (TBHP), serta inisiator redoks (H2O2/asam askorbat). Teknik polimerisasi yang dilakukan adalah teknik batch dan semi kontinu. Kopolimer yang dihasilkan ditentukan kandungan padatan, viskositas, ukuran dan distribusi ukuran partikel, temperatur glass, IR dan berat molekulnya. Hasil kopolimerisasi emulsi bila menggunakan inisiator TBHP dan H2O2 kurang sempurna, oleh karena itu digunakan pasangan inisiator redoks H2O2/asam askorbat. Asam askorbat berfungsi sebagai pemicu dalam pembentukan radikal OH, sehingga polimer emulsi yang dihasilkan lebih sempurna. Semakin banyak inisiator yang ditambahkan, ukuran partikelnya pun akan semakin besar. Ukuran partikel yang dihasilkan akan mempengaruhi sifat-sifat polimer yang dihasilkan. Kata kunci : polimerisasi emulsi, inisiator, surfaktan, teknik polimerisasi.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Eko Ari Wibowo
Abstrak :
Konsumsi kertas semakin meningkat seiring dengan perkembangan pengetahuan, informasi, pengemasan dan sosial budaya manusia. Salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku kertas adalah dengan cara pendaur-ulangan kertas tabloid bekas menjadi serat sekunder dengan terlebih dahulu menghilangkan warnanya dengan metode fiotasi. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan derajat putih yang dihasilkan oleh surfaktan Na-Oleat dan Sodium Dodesii Sulfat (SDS). Kertas taboid bekas dikelompokkan berdasarkan wamanya; hitam, merah, hijau dan campuran. Sebelum fiotasi, dilakukan proses repulping dengan penambahan NaOH, H2O2 , NaaSiOs dan EDTA. Surfaktan yang digunakgn untuk fiotasi adalah Natriun Oleat yang konsentrasinya divariasikan 0,5; 0,75; 1 %. Hasil flotasi diamati melalui pengukuran parameter penunjang yaitu opasitas, gramatur, indeks tarik, indeks sobek dan noda untuk menentukan kondisi optimum. Pada kondisi optimum dibandingkan derajat putih yang dihasiikan oieb surfaktan Na- Oieat. Kondisi optimum diperoleh pada penambahan surfaktan Na-Oleat 0,5 %. Pada kondisi optimum, derajat putih untuk warna hitam 56,49 % dan campuran 55,03 % telah mampu meiewati spesifikasi 3NI yaitu sebesar 55 %. Derajat putih warna merah 52,26 % dan hijau 52,75 % beium mampu meiewati spesifikasi ijNi. bengan surfaktan SOS, derajat putih untuk warna hitam 56,47 % dan warna f campuran 54,38 % mengaiami penurunan sedangkan warna merah 53,46 % dan hijau 52,9 % mengaiami kenaikkan tetapi masih beium mampu meiewati spesifikasi SNi.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Jasmine
Abstrak :
Nanofluida memiliki nilai konduktivitas termal yang baik sehingga baik untuk digunakan sebagai media pendingin bagi perlakuan panas baja. Nanofluida pada penelitian ini akan menggunakan nanopartikel carbon nanotube dan akan ditambahkan surfafktan berupa Sodium Dodecyl Benzene Sulphonate atau SDBS untuk membantu menstabilkan nanofluida. Untuk mengkarakterisasi nanopartikel dilakukan pengujian Field-Emission Scanning Electron (FE-SEM) dan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS) untuk melihat bentuk struktur carbon nanotube serta mengetahui komposisi dari carbon nanotube dan didapatkan hasil berupa 100% Wt% C. Nanofluida lalu difabrikasi dengan cara menimbang serbuk carbon nanotube as-received dengan variabel konsentrasi 0,01%, 0,03%, dan 0,05% dan dimasukkan ke dalam beaker 100 mL. Variabel dari konsentrasi surfaktan SDBS yang digunakan adalah 0%, 10%, 20%, dan 30%. Dispersi dari nanopartikel lalu dilakukan dengan mencampurkan bahan-bahan berupa nanopartikel dan surfaktan serta air distilasi lalu diultrasonifikasi selama 15 menit untuk melarutkan fluida. Setelah itu dilakukan pengujian konduktivitas termal sebanyak 10 kali menggunakan alat pengukur konduktivitas termal KD2 pada masing-masing variabel lalu dirata-rata. Selain itu dilakukan juga pengujian Zeta Potensial untuk melihat nilai potensial zeta dari nanofluida yang menujukkan kestabilan dari nanofluida sendiri. Semakin stabil suatu nanofluida, semakin baik ia dalam menghantarkan atau mengkonduksi panas.
Nanofluids have good thermal conductivity, so they are good for use as a cooling medium for steel heat treatment. Nanofluids in this research will use carbon nanotube nanoparticles and surfafktan in the form of Sodium Dodecyl Benzene Sulphonate or SDBS will be added to help stabilize the nanofluids. To characterize nanoparticles, Field-Emission Scanning Electron (FE-SEM) and Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS) tests were performed to see the structure of carbon nanotubes and to determine the composition of carbon nanotubes and the results were 100% Wt% C. Nanofluids then fabricated by weighing as-received carbon nanotube powder with variable concentrations of 0.01%, 0.03%, and 0.05% and put into a 100 mL beaker. Variables of SDBS surfactant concentrations used were 0%, 10%, 20%, and 30%. The dispersion of the nanoparticles is then carried out by mixing the materials in the form of nanoparticles and surfactants and distilled water and then ultrasonification for 15 minutes to dissolve the fluid. After that the thermal conductivity test was conducted 10 times using a KD2 thermal conductivity meter on each variable then averaged. Potential Zeta testing is also carried out to see the zeta potential value of the nanofluid that shows the stability of the nanofluid itself. The more stable a nanofluid is, the better it is at delivering or conducting heat.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danar Permana
Abstrak :
Penelitian ini memanfaatkan kemampuan zeolit alam Lampung sebagai bonding agent (bahan pengikat) melalui proses flotasi untuk mengangkat limbah amonia ke permukaan. Pada penelitian ini ditambahkan beberapa bahan-bahan kimia berupa koagulan Polyaluminium chloride (PAC) dan surfaktan Sodium Lauril Sulfat (SLS) . Penelitian ini dilakukan dengan variasi pH 6, 10 dan 11, dosis PAC (0 g/L dan 0,13 g/L), dosis SLS (0,2 g/L, 0,4 g/L, 0,6 g/L, dan 0,8 g/L). Berdasarkan hasil penelitian, persentase pemisahan amonia tertinggi adalah 95,33 % pada kondisi pH 6, dosis SLS 0,8 g/L dan dosis PAC 0,13 g/L. Pengaruh penambahan SLS terbukti dapat meningkatkan persentase pemisahan yang dihasilkan.
This research uses Zeolit Alam Lampung as a bonding agent through flotation process to lift ammonia to the surface. Surfactant Sodium Lauril Sulfat (SLS) and coagulant Polyaluminium chloride (PAC) was added to this process. Flotation process was variated in pH (6, 10 and 11), PAC (0 g/L; 0,13 g/L) and SLS (0,2 g/L; 0,4 g/L; 0,6 g/L, and 0,8 g/L). Based on this research, the highest ammonia separation presentation is 95,33%. This result was reached in pH 6 when SLS concentration 0,8 g/L and PAC concentration 0,13 g/L. The effect of addition SLS has made the ammonia separation presentation increased.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S52227
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Deviani Nabila Ridovi
Abstrak :
Penghantaran obat untuk penyakit retinopati diabetic membutuhkan teknik enkapsulasi mikropartikel Poly lactic-co-Glycolic Acid yang dimodifikasi dengan surfaktan kationik Didecyldimethylammonium bromide (DDAB) dan Surfaktan Amfoterik Betaine Hydrochloride agar bermuatan positif sehingga terjadi gaya elektrostatis dengan mucus ocular mata yang bermuatan negatif. Pembuatan mikropartikel PLGA menggunakan metode emulsifikasi dan penguapan pelarut. Berdasarkan hasil uji zeta potensial, dapat disimpulkan, mikropartikel PLGA termodifikasi campuran surfaktan kationik dan surfaktan amfoterik bernilai paling tinggi yaitu sebesar 94.6 mV lalu diikuti oleh mikropartikel PLGA termodifikasi surfaktan kationik Didecyldimethylammonium bromide (DDAB) yaitu sebesar 89.2 mV, dan terakhir mikropartikel PLGA termodifikasi surfaktan amfoterik Betaine Hydrochloride yaitu sebesar 70.6 mV. Sedangkan mikropartikel Poly lactic-co-Glycolic Acid tanpa surfaktan tidak dapat dihantarkan ke mata karena bermuatan negative yaitu sebesar -4.8 mV dan bersifat tidak stabil sehingga dapat memicu terjadinya agregasi pada partikel. Berdsarkan hasil uji Morfologi dengan Scanning Electron Microscope , mikropartikel Poly lactic-co-Glycolic Acid tanpa surfaktan berbentuk bulat dan memiliki ukuran partikel lebih besar dibandingkan dengan yang termodifikasi surfaktan. Sedangkan Morfologi mikropartikel Poly lactic-co-Glycolic Acid dengan surfaktan kationik dan amfoterik berbentuk bulat dengan kristal yang memanjang di sekeliling partikel.
Drug delivery for diabetic retinopathy disease requires encapsulation technique of microparticles Poly lactic - co - Glycolic Acid that surface modified by cationic surfactants Didecyldimethylammonium bromide ( DDAB ) and Betaine Hydrochloride amphoteric surfactants that are positively charged so that will be electrostatic force with ocular eye that is negativeky charged. microparticles PLGA synthesis use emulsification and solvent evaporation method. Based on zeta potential test result, PLGA microparticles modified cationic and amphoteric surfactants highest value that is equal to 94.6 mV followed by a cationic surfactant-modified PLGA microparticles Didecyldimethylammonium bromide (DDAB) that is equal to 89.2, and last-modified PLGA microparticles Betaine Hydrochloride amphoteric surfactant that is equal to 70.6 mV. While microparticles Poly lactic-co-glycolic acid without the surfactant can not be delivered to the eye because of the negatively charged in the amount of -4.8 mV and are not stable so the possibility for aggregation of the particles is high. Based on morphology test by Scanning Electron Microscope, microparticles Poly lacticco-glycolic acid without surfactant has round shape and has a particle size larger than the modified surfactant. While the morphology of microparticles Poly lacticco-glycolic acid with cationic and amphoteric surfactants are round with a crystal that extends around the particles.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Baihaki
Abstrak :
Enhanced Oil Recovery (EOR) merupakan metode tersier yang digunakan untuk meningkatkan produksi minyak bumi. Salah satu teknik yang digunakan dalam EOR yaitu chemical flooding dengan menginjeksikan bahan kimia ke dalam reservoir. Seleksi dilakukan terhadap surfaktan jenis SA (Sodium Lauril Sulfat), surfaktan jenis SB (Polioksietilen alkil eter fosfat) , dan surfaktan jenis SC (Etilen oksida propilen oksida blok kopolimer). Seleksi ini dilakukan berdasarkan 5 paramater uji yaitu Kompatibilitas, Stabilitas Termal, Kelakuan Fasa, Interfacial Tension, dan Imbibisi. Pada konsentrasi 1%, uji kompatibilitas untuk ketiga jenis surfaktan baik. Uji stabilitas termal terhadap surfaktan jenis SA cenderung stabil terhadap pemanasan, surfaktan jenis SB terdegradasi pada hari ke-30, surfaktan jenis SC mencapai cloud point pada hari ke-1 dan terdegradasi pada hari ke-60. Uji kelakuan fasa menghasilkan emulsi fasa bawah untuk ketiga jenis surfaktan. Pengukuran Interfacial Tension untuk surfaktan jenis SA, SB, dan SC berturut-turut yaitu 0,1723 mN/m, 0,0353 mN/m, dan 0,2001 mN/m. Uji Imbibisi menggunakan batuan sintetik (Pasir 70% : semen 30%), menghasilkan recovery oil untuk surfaktan jenis SA, SB, dan SC sebesar 2,09%, 0%, dan 4,16%. Uji Imbibisi menggunakan batuan sintetik (Pasir 90% : semen 10%), menghasilkan recovery oil untuk surfaktan jenis SA, SB, dan SC sebesar 2,42%, 0%, dan 4,69%. Formulasi surfaktan SC dan SA (0,9gr : 0,1gr) pada konsentrasi 1% menghasilkan nilai IFT yang optimal sebesar 0,13 mN/m dan uji Imbibisi menghasilkan recovery oil sebesar 4,84%. ...... Enhanced Oil Recovery (EOR) is a tertiary method used to improve oil production. One of technique is used in chemical EOR is flooding by injecting chemicals into the reservoir. The selection of the surfactant types are SA (Sodium lauryl sulfate), SB (polyoxyethylene alkyl ether phosphate), and SC (Ethylene oxide propylene oxide block copolymers). Selection is done by 5 parameter tests, namely compatibility, thermal stability, phase behavior, Interfacial Tension, and imbibition. At the concentration of 1%, the third compatibility test for both three types of surfactants is are relative good. Thermal stability test of the surfactant types SA tend to be stable against heating, surfactant types SB degraded on 30th day, the surfactant types SC reached the cloud point at day 1 and degraded on the 60th day. Phase behavior test of emulsions give under phase for the three types of surfactants. Measurement of Interfacial Tension for surfactant types SA, SB, and SC are 0.1723 mN/m, 0.0353 mN/m, and 0.2001 mN/m respectively. Imbibition test using synthetic rock (sand 70% : cement 30%), resulting in recovery of oil to surfactant types SA, SB and SC up to 2.09%, 0% and 4.16%. Imbibition test using synthetic rock (sand 90% : cement 10%), resulting in recovery of oil to surfactant types SA, SB, and SC up to 2.42%, 0% and 4.69%. Surfactant formulations of SC and SA (0,9 gr : 0,1 gr) at a concentration of 1% produces optimal IFT value of 0.13 mN / m and test imbibition oil recovery of 4.84%.
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S61753
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>