Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Caesaria Ayu Ramadhani
Abstrak :
ABSTRAK
Pendinginan cepat mengambil bagian penting dalam proses perlakuan panas yang mengontrol struktur mikro, sehingga meningkatkan sifat mekaniknya. Proses perlakuan panas dimulai dengan pemanasan pada suhu tinggi, menahan waktu kemudian pendinginan cepat ke suhu kamar. Dibutuhkan media dengan konduktivitas termal yang baik yang dapat dicapai dengan penambahan nanopartikel ke media pendinginan, disebut sebagai nanofluida. Dalam penelitian ini, partikel karbon disiapkan dengan metode top-down, di mana pengurangan partikel karbon dilakukan oleh planetary ball-mill selama 15 jam pada 500 rpm. Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide digunakan sebagai surfaktan kationik untuk mengurangi aglomerasi pada partikel tersuspensi sehingga meningkatkan efisiensi pendinginan. Field-Emission Scanning Electron Microscope (FE-SEM), dan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDX) digunakan untuk mengamati komposisi bahan, ukuran partikel dan morfologi partikel, dan perubahan permukaan. Karakterisasi awal oleh FE-SEM menunjukkan bahwa ukuran partikel setelah penggilingan rata-rata sekitar 15 μm, oleh karena itu, masih belum dalam kisaran nanometer. Namun, hasil EDS menegaskan bahwa bubuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah 99% karbon. Partikel karbon mikro ditambahkan sebagai partikel pada aquadest sebagai basis mikrofluida. Mikrofluida karbon berbasis air dengan volume 100 ml diproduksi dengan metode dua langkah, dengan mencampurkan partikel mikro karbon pada 0,1% wt%, dan 0,5 wt% dalam berbagai konsentrasi surfaktan kationik 1 wt%, 3 wt, dan 5 wt% masing-masing. Sampel baja karbon AISI 1045 atau JIS S45C diberi perlakuan panas dengan austenisasi pada 1000oC dalam tungku pemanas, diikuti dengan pendinginan cepat dalam cairan mikro sebagai pendinginan sedang yang menghasilkan diagram laju pendinginan. Sifat mekanis dan struktur mikro dari sampel yang dipadamkan akan diamati dengan melakukan pemeriksaan kekerasan dan pengamatan metalografi untuk menganalisis pengaruh berbagai karbon dan konsentrasi surfaktan yang digunakan dalam media quench mikrofluida karbon berbasis air.
ABSTRACT
Microstructure, thus enhance its mechanical properties. The heat treatment process starts with heating at an elevated temperatur, holding time then rapid cooling to room temperatur. It requires a medium with a good thermal conductivity that can be achieved by the addition of nanoparticles to the quench medium, referred to as nanofluids. In this research, carbon particles were prepared by the top-down method, where the reduction of carbon particle was done by planetary ball-mill for 15 hours at 500 rpm. Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide is utilized as a cationic surfactant in order to reduce agglomeration at suspended particles thus increase quenching efficiency. Field-Emission Scanning Electron Microscope (FE-SEM), and Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDX) were used to observe the composition of material, particle size and particle morphology, and the change of the surface. Initial characterization by FE-SEM showed that the particle size after milling was averaged roughly at 15 µm, therefore, it was still not in the nanometer range. However, EDS result confirmed that the powder used in this research were 99% carbon. Carbon microparticles were added as the particle to distilled water as the microfluid base. Water-based carbon microfluid with a volume of 100 ml was produced by the two-step method, by mixing carbon microparticles at 0.1 wt%, and 0.5 wt% in various concentration of cationic surfactant of 1 wt%, 3 wt%, and 5wt % respectively. Samples of AISI 1045 or JIS S45C carbon steels were heat treated by austenizing at 1000oC in a heating furnace, followed by rapid quenching in microfluid as the medium quench resulting on cooling rate diagram. Mechanical properties and microstructures of the quenched samples will be observed by conducting hardness examination and metallography observation to analyze the effect of various carbon and surfactant concentration used in the water-based carbon microfluid quench medium.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumarjanto
Abstrak :
ABSTRAK
Saat ini minyak bumi masih merupakan sumber energi utama. Sebagai sumber energi yang tidak dapat diperbaharui maka minyak bumi yang dihasilkan semakin berkurang pada masa, yang akan datang. Proses pengurasan minyak bumi dengan cara. cc primer" dan "sekunder" memberikan hasil yang terbatas (± 35%), sedangkan minyak bumi yang tersisa pada reservoar masih cukup banyak *(± 65%). Nlinyak bumi yang tersisa, tedebak di dalam pori-pori batuan reservoar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kemampuan. suatu surfaktan untuk menarik beberapa jenis minyak bumi dari pori-pori beberapa jenis batuan reservoar ke dalam. fasa air formasi buatan dengan melihat perubahan sudut kontak yang terjadi dari sistem air fonnasi/minyak bumi/batuan reservoar. Surfaktan yang dipakai mempunyai gugus a-olefin sulfonat. Dengan memvafiasikan konsentrasi surfaktan di dalam air formasi buatan dilihat pengaruh surfaktan terhadap sudut kontak yang terbentuk pada sistem air formasi/minyak bumi/batuan reservoar. Temperatur yang dipakai disesuaikan dengan keadaan reservoar pada umumnya yaltu 50'C dan 60'C. Alat yang digunakan untuk mellhat sudut kontak adalah Goinonieter. Digunakan tiga jenis minyak butni yaltu A, B dan C serta dua jenis batuan reservoar yaltu batuan pasir dan batuan kapur. Sifat fisika darl batuan reservoar yaltu porositas, permeabilitas dan ukuran pori-porinya ditentukan dengan dengan porosimeter, permeameter dan scanning mikroskop elektron. Hasil darl penguk-uran sudut kontak sistern air formasi/minyak bumi/batuan reservoar mernberikan hasil yang baik pada konsentrasi surfak-tan 10 mg/100ml balk pada temperatur 50'C dan 60T. Sudut kontak pada subu 50'C ada'iah 25,50' dan pada suhu 60'C adalah 59,17' untuk minyak burni A dengan batuan. pasir,- minyak bumi A dengan batuan kapur pada suhu 50'C adalah 42,91' dan pada subu 60'C adalah 46,45'; minyak bumi B dengan batuan pasir pada suhu 50T adalah 54,40' dan pada suhu 60T adalah 65,500; minyak bumi B dengan *batuan kapur pada suhu 50'C adalah 40,57' dan pada suhu 60'C adalah 47,71', minyak bumi C dengan batuan. pasir pada suhu SOT adalah 70,44' dan pada suhu 60*C adalah 78,40'; minyak bumi C dengan batuan kapur pada suhu 50T adalah 43,50' dan pada suhu 60'C adalah 49,66'. Surfaktan yang mempunyai gugus cc-olefin sulfonat dapat memberikan peningkatan sudut kontak. Batuan dengan pori-pori yang lebih besar dan. n^nyak burni yang bersifat lebih polar memberikan peningkatan sudut kontak yang lebih besar.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yose Rizal
Abstrak :
ABSTRAK Pada studi ini, nanokomposit perak/mangan (II, III) oksida (Ag/Mn3O4) digunakan sebagai fotokatalis untuk mendegradasi limbah organik di bawah paparan cahaya. Sebelumnya, nanokomposit Ag/Mn3O4 telah berhasil dibuat dengan dua tahap, yaitu sintesis nanopartikel Mn3O4 melalui metode konvensional sol-gel dan kemudian sintesis perak dengan penambahan Mn3O4 melalui teknik hidrotermal. Fotokatalis Ag/Mn3O4 dibuat dengan tiga variasi molar dan dua variasi surfaktan seperti cetyltrimethylammonium bromide (CTAB) dan sodium dodecyl sulfate (SDS). Nanopartikel dan nanokomposit tersebut dikarakterisasi dengan menggunakan X-ray Diffraction (XRD), X-ray fluorescence (XRF), energy dispersive X-ray spectroscopy (EDX), N2 adsorption-desorption, ultraviolet-visible diffuse reflectance spectrophotometer (UV-Vis DRS), dan Raman spectroscopy. Hasil pengukuran UV-Vis DRS memperlihatkan semua fotokatalis berada pada rentang cahaya tampak, dan pada pengukuran N2 adsorption-desorption memperlihatkan penambahan surfaktan mengakibatkan peningkatan pada surface area dan pore volume dari nanokomposit Ag/Mn3O4. Keberadaan Ag dan surfaktan juga memengaruhi spektrum Raman. Fotokatalis-fotokatalis yang dibuat mempunyai stabilitas yang baik dan mampu mendegradasi model pewarna organik Congo red. Efektivitas proses photocatalytic meningkat pada fotokatalis Ag/Mn3O4 yang disintesis dengan bantuan surfaktan. Peran spesies yang aktif berkontribusi dalam proses degradasi pewarna organik yang diamati melalui scavenger test menunjukkan urutan sebagai berikut: holes, elektron, superoxide radicals, hydroxil radicals.
ABSTRACT In this work, silver/manganese (II, III) oxide (Ag/Mn3O4) nanocomposites were used to degrade organic pollutant under light irradiation. Prior, Ag/Mn3O4 nanoparticles have successfully synthesized in two steps, typically synthesis of Mn3O4 nanoparticle by conventional sol-gel process and then synthesis of Ag featuring Mn3O4 by hydrothermal technique. Ag/Mn3O4 photocatalysts were synthesized using three various molar ratios and two various surfactants such as cetyltrimethylammonium bromide (CTAB) and sodium dodecyl sulfate (SDS). The nanoparticles and nanocomposites were characterized by X-ray diffraction (XRD), X-ray fluorescence (XRF), energy dispersive X-ray spectroscopy (EDX), N2 adsorption-desorption, ultraviolet-visible diffuse reflectance spectrophotometer (UV-Vis DRS), and Raman spectroscopy. The UV-Vis DRS results showed all photocatalysts energy gap are in the visible range, and N2 adsorption-desorption analysis showed the addition of surfactants was enlarged the surface area and pore volume of Ag/Mn3O4 nanocomposites. The presence of Ag and surfactants also influenced the Raman spectra. The as-synthesized photocatalysts have excellent stability and were able to degrade Congo red dye. The effectiveness of photocatalytic process was enhanced in the Ag/Mn3O4 photocatalysts with surfactant-assisted synthesis method. The role of active species contributing to the degradation process that was studied by scavenger test results in the following order: holes, electrons, superoxide radicals, hydroxyl radicals.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryo Abyoga Adhyaksa
Abstrak :
ABSTRAK
The interaction of cationic surfactant (CTAB, Cationic surfactant hexadecyl trimethyl ammonium bromide ((C₁₆H₃₃)N(CH₃)₃BR and TTAB, Tetradecyl trimethyl ammonium bromide ( )), a prevalent chemical in the industrial and natural processes, with water ( ) has been studied using GROMACS program and VMD program. In the following project, to simulate the CTAB and TTAB at air-water interface, GROMACS (Groningen Machine for Chemical Simulations) software is used. GROMACS is a molecular dynamics package designed for primary use of simulation of biochemical molecules like proteins, lipids, and nucleic acids that have a many complicated bonded interactions (GROMACS, 2010). Furthermore, to model and display the simulation, VMD (Visual Molecular Dynamics) program is used. VMD is intended for modeling, visualization and analysis of biological systems such as proteins, nucleic acids, lipid bilayer assemblies, etc. In this research project 13 simulations, 6 of these are successive simulations and the other 7 simulations have been included in the appendix. The simulations have been simulated to prove the following 3 hypotheses which are ssurfactants has an amphiphilic nature, surfactants adsorb on the interface between oil and water, lowering the interfacial tension and promoting mixing and surface potential measurement at the air-water interface increases surfactant-dependent manner in the air-water expanded transition region. Therefore with the addition of surfactant to the air-water interface, there will be a sudden increase of surface potential. The first seven simulations that have been included in the appendix were simulated to find the right charge distribution. All the observed results shown by these 13 simulations are not yet predictable or reliable; this is due to not the right amount of simulation time or the charge distribution of the cationic surfactant. The three kinds of observations (the density profile of the cationic surfactant, the surface tension of the cationic surfactant with water, and the surface potential of cationic surfactant with water) are very uncertain and therefore many more simulations are required to be completed in the future.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43554
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Effionora Anwar
Abstrak :
Niosom adalah salah satu vesikel surfaktan nonionik yang dapat membawa obat yang sekarang ini sedang dikembangkan. Salah satu eksipien yang digunakan dalam niosom adalah maltodektrin. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan penjerapan obat oleh niosom yang menggunakan maltodekstrin DE 5-10 dart pati singkong sebagai bahan pembawa. Maltodekstrin dengan ukuran 60 mesh (250 um) ditambah surfaktan non ionik menghasilkan proniosom. Proniosom tersebut bila dihidrasi akan menghasilkan niosom. Proniosom dan niosom yang dihasilkan dievaluasi secara mikroskopik dan analisis kuantiatatif terhadap obat yang dijerap, sebagai bahan obat digunakan klorfeniramin maleat (CTM) sebagai model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa maltodekstrin DE 5-10 dari pati singkong dapat digunakan sebagai pembawa dalam pembuatan proniosom dan proniosom yang dihasilkan tersebut dapat digunakan untuk membuat niosom, dan dapat menjerap obat sebesar 45,54% pada konsentrasis urfaktan lOmMdanCTM ImM.
Niosomes are nonionic surfactant vesicles as carrier for drug, that developed by researcher. One of the exipient can be used in niosom is maltodextrin. The aim of this research was to study entrapment ability of drug by niosom that used maltodextrin DE 5-10 from tapioca starch as carrier substance. The maltodextrin DE 5-10 with particle size 60 mesh (250 um) was added non ionic surfactant for proniosomes preparation. The proniosomes when hydrated could be produced niosomes. Both proniosom and niosomes had been evaluated by microscopic and quantity entrapment drug method, and was used chlorpheniramin maleat as a drug model. Results of this research show that maltodextrin DE 5-10 from tapioca starch can be used as the carrier in the proniosome preparations and can be used for producing niosomes, and could entrapped drug 45,54% at 10 mM surfactant concentration and 1 mM CTM.
[place of publication not identified]: Sains Indonesia, 2004
SAIN-9-3-2004-18
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hartono
Abstrak :
Sebagai surfaktan, lesitin banyak digunakan di dalam berbagai industri sebagai senyawa pembentuk sistem emulsi. Pada tahun 1981 konsumsi lesitin dunia mencapai 100.000 ton, 30.000 ton diantaranya dalam bentuk telah dimodifikasi. Selain banyaknya jumlah kebutuhan, variasi pemakaian lesitin juga sangat beragam. Keadan ini mendorong upaya modifikasi karakter lesitin dari sifat awalnya. Dasar utama modifikasi lesitin adalah merubah komposisi senyawa-senyawa penyusun. Dan berbagai literatur dan laporan hasil penelitian terdahulu, modifikasi lesitin menggunakan enzim dapat dilakukan akan tetapi melibatkan jumlah dan konsentrasi lesitin sangat sedikit. Ternyata bahwa reaksi hidrolisis lesitin menggunakan enzim fosfolipase D dapat berlangsung pada jumlah dan konsentrasi lesitin 7,5 kali lebih banyak. Reaksi hidrolisis mencapai konversi optimum pada konsentrasi awal lesitin 600 mg dalam 8 ml pelarut dietileter. Sedangkan waktu aktiv optimum enzim fosfolipase D berlangsung hingga 180 menit. Lesitin awal mengandung 64,1 % senyawa fosfatidilkolin (PC) dan 26,3 % fosfatidiletanolamin (PE) serta 9,6 % berupa lima senyawa lain. PC dan PE sebagai dua senyawa utama penyususn lesitin temyata dapat dihidrolisis oleh enzim fosfolipase D. Secara umum kecepatan hidrolisis PE lebih besar dari PC. Dan jumlah kandungan tersebut menunjukkan [PC]/[PE] lesitin awal 2,4 mampu menurunkan tegangan permukaan air dad 71,6 dyne/cm menjadi 65,1 dyne/cm pada konsentrasi 2,0 g/f. Sedang kemampuannya mengemulsikan asam lemak C8/C10 dalam air pada perbandingan volume air : asam lemak 15 : 1 sebanyak 29,9 % volume asam lemak yang digunakan. Hasil modifikasi dengan variasi konsentrasi awal lesitin maupun waktu reaksi menghasilkan nilai [PC]/[PE] bervariasi. Kemampuan sampel basil modifikasi menurunkan tegangan permukaan air, menunjukkan pads nilai [PC]/[PE] sekitar 2,2 hingga 2,6 lebih rendah dad awalnya. Untuk nilai [PC]I[PE] diluar daerah tersebut menunjukkan kemampuan sebaliknya_ Sedang kemampuan sampel mengemulsikan asam lemak dalam air, pada nilai [PC]/[PE] di bawah 2,4 meningkat dari awalnya hingga lebih dari 50 % volume asam lemak yang diemulsikan. Pada nilai [PC]/[PE] lebih dari 2,4 kemampuan sampel mengemulsikan asam lemak ke dalam air lebih besar dari awalnya akan tetapi kurang dari 50 % volume asam lemak yang digunakan. Hasil pengukuran kedua aktivitas permukan pada berbagai sampel dapat disimpulkan bahwa modifikasi komposisi [PC]/[PE] mampu meningkatkan aktivitas permukaan lesitin. Lebih jauh dapat disimpulkan bahwa kemampuan PC membentuk sistem emulsi minyak dalam air (O/W) lebih besar dibandingkan PC.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T2433
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deru Vardeo
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengevaluasi performa surfaktan methyl ester sulfonic acid (MESA) sebagai inhibitor presipitasi asphaltene minyak bumi. Performa MESA dievaluasi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan hasilnya menunjukkan bahwa performa optimum dicapai pada rasio volume crude oil/MESA 100:25. FTIR digunakan untuk mengkarakterisasi interaksi asam-basa dan hasilnya mengindikasikan bahwa MESA dapat berinteraksi asam-basa dengan partikel asphaltene. Berdasarkan ukuran partikelnya, asphaltene berada pada tiga kondisi, yaitu stable asphaltene, colloidal asphaltene, dan flocculated asphaltene. Analisis distribusi ukuran partikel menunjukkan bahwa MESA dapat menstabilkan koloid asphaltene dan mereduksi ukuran agregat asphaltene. Penambahan 25 % surfaktan MESA dapat mereduksi ukuran partikel asphaltene dari 1521,55 nm menjadi 404,88 nm. Hasil uji korosi menunjukkan bahwa MESA dapat meningkatkan laju korosi logam namun masih dibawah batas maksimum untuk logam stainless steel 316 dan 304.
ABSTRACT
The main objective of this research presented herein was to evaluate performance of methyl ester sulfonic acid (MESA) as inhibitor of petroleum asphaltene precipitation. MESA was evaluated using UV-Visible spectrophotometer and the result showed that the optimum performance of MESA was at crude oil/MESA ratio 100:25 by volume. FTIR was used to characterize acid-base interaction and the result indicated that MESA could interact with asphaltene particle via acid-base interaction. The particle size distribution measurement showed three different conditions of asphaltenes: stable asphaltenes, colloidal asphaltenes, and flocculated asphaltenes, on the basis of aggregate sizes. The result indicated that MESA could stabilize colloidal asphaltenes and reduce the size of asphaltene agregates. Adding 25 % of MESA could reduced the size of asphaltene particles from 1521,55 nm to 404,88 nm. Corrosion test showed that MESA could increase metal corrosion rate but were still below allowed standard for stainless steel 316 and 304.
2015
T44594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Harimurti
Abstrak :
Sistem nanoemulsi ganda air-minyak-air (w/o/w) merupakan dispersi emulsi tunggal air-minyak (w/o) dalam air sebagai fasa eksternal. Beberapa tahun terakhir ini, sistem nanoemulsi ganda mulai banyak dikembangkan dalam industri nutrasetikal dengan mempertimbangkan keunggulannya dalam melindungi dan mengenkapsulasi senyawa bioaktif yang larut dalam air maupun dalam minyak, serta melepaskan dan menghantarkannya dalam sistem pencernaan tubuh. Pada penelitian ini dikembangkan suatu sistem nanoemulsi w/o/w yang dimuati oleh komponen bioaktif betasianin dari ekstrak naga merah dan kurkumin dari ekstrak temulawak yang memiliki kesamaan sifat fungsional sebagai antioksidan. Pemuatan senyawa hidrofilik dan hidrofobik secara bersamaan dalam sistem nanoemulsi w/o/w diharapkan lebih meningkatkan sifat fungsionalnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan nanoemulsi w/o/w yang stabil dan dapat menghantarkan betasianin sebagai senyawa bioaktif hidrofilik dan kurkumin sebagai senyawa bioaktif hidrofobik. Emulsifikasi dua tahap dilakukan dengan menggunakan tiga cara: ultraturrax – high pressure homogenizer (HPH), HPH - HPH, dan ultrasonic – HPH. Adapun yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi emulsi w/o dan konsentrasi surfaktan Tween 80. Nanoemulsi ganda yang dimuati ekstrak jahe dan ekstrak buah naga merah, dipreparasi menggunakan HPH–HPH dengan konsentrasi emulsi w/o 25% b/b dan Tween 80 2,2% b/b terpilih sebagai formula terbaik dengan karakteristik: diameter droplet 201 nm, PDI 0,17, potensial zeta -37 mV dan fasa minyak terpisah dari nanoemulsi 14% v/v. Nanoemulsi ekstrak jahe dan buah naga merah dengan konsentrasi kurkumin 7–121 µg/mL dan konsentrasi betasianin 4–7 µg/mL, memberikan nilai penangkap radikal bebas (IC50) 931–1179 µg/mL, efisiensi enkapsulasi kurkumin 88–97% dan betasianin 97–98%, serta bioaksesibilitas kurkumin 44–72% dan betasianin 35–65%. Nanoemulsi ganda yang dimuati ekstrak temulawak dan ekstrak buah naga merah, dipreparasi menggunakan ultraturrax–HPH dengan konsentrasi emulsi w/o 15% b/b dan Tween 80 1,5% b/b merupakan formula terbaik dengan karakteristik: diameter droplet 189 nm, PDI 0,16, potensial zeta -32 mV dan fasa minyak terpisah dari nanoemulsi 5% v/v. Nanoemulsi ekstrak temulawak dan buah naga merah dengan konsentrasi kurkumin 807–2246 µg/mL dan konsentrasi betasianin 3–7 µg/mL, memeberikan IC50 908–1074 µg/mL, efisiensi enkapsulasi kurkumin 88–97% dan betasianin 97–98%, serta bioaksesibilitas kurkumin 44–72% dan betasianin 35–65%. Konsentrasi senyawa kurkumin dalam ekstrak temulawak, ekstrak jahe dan betasianin dalam ekstrak buah naga merah berturut-turut adalah 32,3%, 1,9% dan 0,1% b/b. Berdasarkan nilai IC50, aktivitas ekstrak temulawak (92 µg/mL) lebih rendah dari vitamin C (4 µg/mL), dan lebih besar daripada ekstrak jahe (431 µg/mL) dan ekstrak buah naga merah (1504 µg/mL). Dapat disimpulkan bahwa ekstrak temulawak dan ekstrak buah naga merah dengan konsentrasi senyawa bioaktif total rendah dalam nanoemulsi ganda w/o/w (0,2%–0,7% b/b), memberikan nilai IC50 9–12 kali lebih besar dari IC50 ekstrak temulawak dan buah naga merah dalam bentuk alami. Hasil uji toksisitas akut terhadap hewan mencit jantan dan betina menunjukkan bahwa nanoemulsi ganda ekstrak temulawak dan ekstrak buah naga merah tidak menyebabkan toksisitas akut yang berbahaya, sehingga nanoemulsi ganda ini aman dan berpotensi sebagai produk tengahan pangan fungsional. ......The water-in-oil-in-water (w/o/w) double nanoemulsion system is a water-in-oil (w/o) single emulsion dispersion in an external water phase. In recent years, double nanoemulsion systems have been developed in the nutraceutical industry due to their advantages in protecting and encapsulating bioactive compounds that are soluble in water and in oil, as well as releasing and delivering them in the digestive system of the body. Water-in-oil-in-water nanoemulsion formulations loaded with bioactive compounds having antioxidant properties, betacyanin from red dragon fruit extract and curcumin from ginger extract, have been developed in this study. The simultaneous encapsulation of hydrophilic and hydrophobic bioactive compounds in a w/o/w nanoemulsion system is expected to further improve their functional properties. The aim of this study was to obtain the most stable w/o/w nanoemulsion that could simultaneously encapsulate and deliver betacyanin and curcumin, a hydrophilic and a hydrophobic bioactive compound, respectively. The two-stage emulsification was carried out using three homogenization methods: ultraturrax–high pressure homogenizer (HPH), HPH–HPH, and ultrasonic–HPH. The independent variables in this study were the w/o emulsion concentration and the Tween 80 surfactant concentration. The double nanoemulsion loaded with ginger extract and red dragon fruit extract prepared using the HPH–HPH method with a w/o emulsion concentration of 25% w/w and a Tween 80 concentration of 2% w/w was found to be the formulation with the least oil phase separation of 14% v/v. This nanoemulsion had a mean droplet diameter of 201 nm, PDI of 0.17, zeta potential of -37 mV, bioactive concentration of 72–121 µg/mL (curcumin) and 4–7 µg/mL (betacyanin), encapsulation efficiency of 88–97% (curcumin) and 97–98% (betacyanin), bioaccessibility of 44–72% (curcumin) and 35–65% (betacyanin), and, free radical scavenger value (IC50) value of 931–1179 µg/mL. The double nanoemulsion loaded with temulawak extract and red dragon fruit extract prepared using the ultraturrax–HPH method with a w/o emulsion concentration of 15% w/w and a Tween 80 concentration of 1.5% w/w was found to be the the most stable formulation overall with oil phase separation of only 5% v/v. This double nanoemulsion had a mean droplet diameter of 189 nm, PDI of 0.16, zeta potential of -32 mV, bioactive concentration of 807–2246 µg/mL (curcumin) and 3–7 µg/mL (betacyanin), encapsulation efficiency of 88–97% (curcumin) and 97–98% (betacyanin), bioaccessibility of 44–72% (curcumin) and 35–65% (betacyanin), and, IC50 value of 908–1074 µg/mL. The concentration of curcumin in ginger extract, ginger extract and betacyanin in red dragon fruit extract were 32.3%, 1.9% and 0.1% w/w, respectively. Based on the IC50 value, the activity of the temulawak extract (92 µg/mL) was higher than those of ginger extract (431 µg/mL) and red dragon fruit extract (1504 µg/mL), although it still lower than that of vitamin C (4 µg/mL). It can be concluded that ginger extract and red dragon fruit extract with a low total concentration of bioactive compounds in the double nanoemulsion (0.2%–0.7% w/w) gave IC50 value 9–12 times greater than the IC50 values of the extract in their natural form. The results of the in-vivo acute toxicity test on male and female mice showed that the double nanoemulsion of temulawak extract and red dragon fruit extract did not cause acute toxicity. Therefore, this double nanoemulsion is shown to safe and has the potential to be used as a functional food intermediate product.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Niosom adalah vesikel surfaktan non ionik yang memiliki potensi sebagai pembawa obat yang bersifat hidrofobik atau ampifilik. Struktur yang dimiliki niosom mampu mengenkapsulasi obat yang dibawanya. Untuk menghindari masalah kestabilan fisik suspensi niosom (agregasi, fusi, kebocoran obat terjerap) selama penyimpanan, dibuat formulasi kering niosom, proniosom, yang dapat dihidrasi menjadi niosom sesaat sebelum digunakan. Proniosom dipreparasi dari maltodekstrin yang merupakan hasil hidrolisa pati sebagian, tingkat hidrolisanya digambarkan dengan nilai dekstrosa ekuivalen (DE). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan nilai penjerapan dan laju disolusi ketoprofen dalam proniosom yang berbasis maltodekstrin DE 5-10 dan DE 15-20. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa proniosom berbasis maltodekstrin DE 5-10 memiliki nilai penjerapan yang lebih besar dan persentase pelepasan ketoprofen yang lebih lambat dibandingkan proniosom yang berbasis maltodekstrin DE 15-20.
Universitas Indonesia, 2005
S32528
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danika Aprilia Somadinata
Abstrak :
Perlakuan panas merupakan salah satu proses untuk mengoptimalkan sifat-sifat material. Salah satu langkah perlakuan panas adalah proses quenching, di mana suatu objek didinginkan dengan cepat untuk mendapatkan sifat atau struktur mikro secara spesifik. Quenching membutuhkan media pendingin, yang contohnya adalah udara, air, minyak, dan juga nanofluida yang baru dikembangkan, dimana partikel berukuran nano dicampur dengan fluida dasar. Dalam ulasan ini, akan dibahas tentang efek karakteristik nanofluida terhadap laju pendinginan. Karakteristik nanofluida yang berasal dari fluida dasar, ukuran, jenis dan persentase partikel, ukuran dan persentase surfaktan, dan potensial zeta. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk memahami dasar-dasar tentang pengaruh nanofluida dalam proses quenching dan bagaimana memanfaatkannya untuk mendapatkan properti yang ditargetkan dengan cara membandingkan dari literatur-literatur yang sudah ditulis sebelumnya. ...... Heat treatment is one of the process to optimize the properties of material. One of the steps for it is called quenching, where an object is rapidly cooled in order to gain a specific properties or microstructure. Quenching needs a cooling media, some of them are air, water, oil, and the recently developed nanofluid, where nano sized particles are combined with base fluid. In this review, we discussed about the effects of characteristics of nanofluids to the quenching rate. Characteristic of nanofluids, such as base fluids, particle size, type, and percentage, surfactant size and percentage, and zeta potential. The aim of this review is to grasp the basic understanding of the influence of nanofluid in quenching process and how to utilize it in order to get the targeted properties using comparison between already existing literatures.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>