Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Yoga Kartika
Abstrak :
Ada 4 unsur utama sebagai bentuk medan Pulau Jawa, yaitu Wilayah Lipatan Tersier Selatan dengan dataran-dataran rendah yang tercakup diantaranya. Wilayah Pegunungan Tengah yang sebenarnya adalah sebuah depresi, tetapi karena tutupan bahan vulkanik wilayah ml menjadi tinggi. Wilayah Lipatan Utara dengan beberapa bentuk diantaranya. Wilayah Dataran Aluvial yang terdapat di pesisir Utara Jawa. Adapun pembagian fisiografi di Jawa Tengah yaitu terdiri dari empat zona fisiografi yaltu Zona Pesisir Utara Jawa Tengah, Zona Serayu Utara, Zona Pegunungan Serayu Selatan dan Zona Pesisir Selatan Jawa Tengah. Menurut Bemmelen (1949), Gunung Sundoro - Sumbing sendini terletak pada bagian diantara Zona Serayu Utara dan Zona Pegunungan Serayu Selatan, yaltu merupakan daerah depresi yang disebut dengan Zona Serayu. Gunung Sundoro - Sumbing merupakan gunung api muda yang memisahkan Zona Serayu Utara dengan Zona Pegunungan Serayu Selatan dan merupakan awal dari suatu seri dan dataran antar pegunungan di Jawa Timur. Masaah yang ditelaah dalam penelitian mi adalah Unit-unit geomorfologi apa saja yang terdapat pada Gunung Sundoro - Sumbing. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisa peta topografi yang dibantu dengan peta geologi yang kemudian menghasiikan peta unit geomorfologi, serta metode deskripsi untuk menerangkan unit geomorfologi. Hasil akhir dari penelitian mi berupa ningkasan sebagai benikut : Di wilayah penetitian terdapat 3 unit geomorfologi. Unit Gunung Api terdini dari Gunung Api Sundoro, Gunung Api Sumbing, Gunung Api Gianti, Gunung Api Bencong, Gunung Api Prahu, Gunung Api Sroja, Depresi Serayu, Lembah Begaluh,. Kubah Lava Sumbing, Kaldera Sumbing, Cone Sundoro, Dataran Antar Pegunungan Sundoro - Sumbing, dan Maar. Unit Struktural terdini dari Lembah Hulu Sungai Serayu, Perbukitan Lipatan Serayu Selatan, Lembah Purworejo, Dome Progo Barat dan Perbukitan Lipatan Krikil. Unit Fluvial terdini dari Depresi Progo
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wicaksono
Abstrak :
Sampai saat penelitian ini selesai ditulis, di Indonesia belum ada penelitian tentang parut hasil operasi labioplasti yang membandingkan antara pemakaian jahitan dengan benang absorbable polyglactin 910 yang diangkat 1 minggu pasca operasi, dengan jahitan dengan benang yang sama yang dibiarkan lepas sendiri (diserap). Perlakuan benang yang dibiarkan lepas sendiri telah dipraktekkan untuk efisiensi pada kegiatan-kegiatan operasi labioplasti masal yang bersifat sosial, untuk mengantisipasi pasien-pasien yang tidak bisa mendapatkan pertolongan pengangkatan jahitan. Metodenya: dibuat 2 golongan sampel pada pasien-pasien sumbing bibir satu sisi lengkap secara acak, yaitu golongan benang absorbable yang diangkat 1 minggu pasca operasi labioplasti, dan golongan benang absorbable yang tidak diangkat. Dilakukan operasi labioplasti di suatu Klinik Bedah, oleh satu operator, jahitan kulit menggunakan benang Vicryl ukuran 6-0, cutting, simple interrupting, teknik operasi labioplasti modifikasi dari Millard. Follow-up 1 minggu pasca operasi. Pada golongan benang yang diangkat dilakukan pengangkatan jahitan, sementara golongan benang yang tidak diangkat dibiarkan saja. Kepada orang tua pasien diberitahukan Cara merawat luka. Penilaian dilakukan pada saat pasien datang lagi untuk operasi palatoplasti, dilakukan dokumentasi foto pada parutnya, serta anamnesis orang tua pasien. Foto-foto tersebut secara acak dinilai oleh 6 orang penilai. Penilaian parut menggunakan sistirn skoring VAS (Visual Analogue Score) dan PASS (Photographic Assessment Scar Scale) dari Beausang, yang diadaptasi menjadi kriteria penilaian 'baik-sedang-buruk'. Uji analisis dengan tabel 2x3 dengan Chi Square Tests, dibantu software SPSS v10.05, p-value < 0,05 dianggap bermakna. Terdapat 43 orang pasien, usia 1 sampai 12 tahun, golongan benang yang diangkat 20 orang (46,51%) dan golongan benang yang tidak diangkat 23 orang (53,49%). Penilaian parut dengan skor VAS didapatkan kriteria parut `buruk' pada golongan benang yang tidak diangkat Iebih besar persentasenya dibanding golongan benang yang diangkat (21,74% berbanding 10%). Penilaian parut dengan skor PASS didapatkan kriteria parut 'buruk' pada golongan benang yang tidak diangkat lebih besar persentasenya dibanding golongan benang yang diangkat (7,25% berbanding 0,83%). Kesimpulannya, parut pada kulit pasca labioplasti, jahitan kulit menggunakan benang absorbable polyglactin 910 yang tidak diangkatldibiarkan lepas sendiri, lebih buruk daripada parut pada golongan benang tersebut yang diangkat. Sehingga disarankan pada kegiatan operasi labioplasti masal sosial, meskipun menggunakan benang absorbable pada jahitan kulit sebaiknya jahitan tersebut diangkat pasca operasi.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mokoginta, Setiawan S.A.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T4169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover