Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Hafsari Amini
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai dinamika kartun politik pada surat kabar Suluh Indonesia yang menggambarkan situasi politik di Indonesia pada tahun 1956- 1958, khususnya yang bertemakan pemerintahan, aksi subversif, dan hubungan Indonesia – Belanda pasca kedaulatan RI. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini adalah bahwa kartun politik pada surat kabar Suluh Indonesia yang merupakan surat kabar partisan dari Partai Nasional Indonesia (PNI) sering digunakan sebagai media kritik bagi partai atau golongan politik yang tidak sejalan. Selain itu surat kabar ini juga digunakan sebagai media penyebar pengaruh dan pujian kepada partainya sendiri.
......The focus of this study is explain about political cartoons dynamics on Suluh Indonesia which describe political situation in Indonesia (1956-1958), especially government, subversive action, and relation between Indonesia – Netherland after Indonesia’s independence. The research using historical methods which is consist of four steps, heuristic, critic, interpretation, and historiography. The result of this research shows the the political cartoons on Suluh Indonesia which had been a part of Partai Nasional Indonesia used as media critic from the opposite party and political groups, and also as complimentary media for own party.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47062
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yulia Widiawati
Abstrak :
Eksistensi dan kehidupan pers sebagai pencerminan dari sistem politik merupakan suatu kenyataan yang menyejarah di Indonesia. Hal itu terbukti jelas dari hasil kajian empirik yang dilakukan oleh Edward C. Smith yang menyimpulkan bahwa eksistensi dan kehidupan pers di Indonesia sepanjang sejarahnya sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh kekuasaan. Ketergantungan pers terhadap politik mencapai puncaknya pada mass Demokrasi Terpimpin. Dengan semboyan politik adalah panglima, pers Indonesia benar-benar berada dalam posisi yang sangat lemah sehingga dengan mudah ditundukkan dan dikendalikan oleh penguasa. Bahkan citra pers sebagai corong partai politik dan idiologi praktis tidak tampak samasekali. Sebab pars hanya boleh menyuarakan pernyataan dan kepentingan pemerintah. Presiden Sukarno yang berada di puncak dan menguasai percaturan politik nasional melakukan pengawasan secara ketat terhadap pers. Demikian ketika pemerintah melancarkan aksi keluar dari PBB, sebagai salah satu slat dan kekuatan revolusioner pers harus mendukung sepenuhnya politik nasional tersebut. Tidak boleh terdengar suara sumbang di tengah arus revolusioner politik luar negeri Indonesia, harus mendapat perhatian mendalam dengan intensitas tinggi dari setiap suratkabar untuk membangkitkan semangat perjuangan rakyat dalam hal mendukung kebijaksanaan luar negeri Indonesia.Pandangan dan sikap pers terhadap isu-isu di balik aksi keluarnya Indonesia dari PBB juga harus mencerminkan pandangan dan sikap pemerintah, terlepas dari setuju atau tidak, sejalan atau bertentangan dengan visi dan misi politik ataupun idilogi yang dianut setiap surat kabar.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S12626
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library