Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nancy Kartika
Abstrak :
Arus informasi yang semakin cepat dan kompleks dalam abad 21 ini membutuhkan suatu kemampuan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi. Kemampuan berpikir ini memungkinkan kita membuat pertimbangan dan penilaian terhadap segala macam informasi secara tepat yang akan menghasilkan keputusan yang bijaksana dan dapat dipertanggungjawabkan tentang hal yang diyakini dan dilakukan, yang disebut berpikir kritis (Siegel, 1988; Moore, 1986). Penelitian mengenai berpikir dan berpikir kritis sudah banyak dilakukan oleh para ahli, namun tidak banyak yang mempertimbangkan faktor budaya, padahal bagaimana individu berpikir, merasakan, dan bertingkah laku dipengaruhi oleh budaya. Teori yang ada sekarang sebagian besar mengacu kepada budaya Amerika, yang sangat berbeda dengan budaya Asia, khususnya Indonesia. Menurut Atkinson (dalam Hongladarom, 1999), berpikir kritis itu secara budaya sangat khas dan menjadi bagian praktek sosial di dunia barat, yang tidak terjadi dalam budaya Asia. Benarkah hal demikian yang terjadi ? Bagaimana dengan budaya Indonesia sendiri, yang sangat didominasi oleh masyarakat Jawa ? Apakah tidak mungkin orang Jawa sendiri sebenarnya memiliki konsep berpikir kritis yang sangat khas bagi mereka sendiri ? Karena itu, penelitian ini ingin menggali rumusan berpikir kritis dalam budaya Jawa menurut para pengajar perguruan tinggi bersuku Jawa di Yogyakarta. Mereka adalah orang-orang yang dianggap kredibel untuk memberi masukan dan melakukan analisis terhadap kemampuan berpikir kritis orang Jawa. Pemilihan Yogyakarta sebagai lokasi penelitian karena Yogya selama ini dikenal sebagai pusat kebudayaan Jawa (Mulder, 1984) dan pengaruh budaya Jawa lebih kuat pada mereka yang masih tinggal di daerah Jawa dibandingkan mereka yang di luar Jawa. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai berpikir kritis dalam budaya Jawa dan memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu psikologi di Indonesia, khususnya indigenous psychology. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif agar gambaran berpikir kritis yang sifatnya khas dalam budaya Jawa dapat ditangkap dan dipahami dengan secara lebih mendalam, sesuai sudut pandang para narasumber. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner terbuka sesuai prosedur teknik Delphi yang kemudian dikonfirmasi dengan penggunaan focus group discussion (FGD). Pada tahap awal, digunakan kuesioner terbuka dengan tujuan tergalinya rumusan sementara yang dapat diterima mengenai berpikir kritis yang merupakan masukan dari para narasumber. Pengumpulan data melalui kuesioner ini i dilakukan dua kali melalui surat menyurat dan telepon. Sedangkan FGD merupakan pendukung bagi tahap awal yang melengkapi data yang didapat dari kuesioner. Yang ingin didapatkan dari FGD bukanlah suatu konsensus, melainkan didapatkannya data yang memiliki kualitas yang baik dalam konteks sosial tertentu, di mana peserta dapat mempertimbangkan pandangan mereka dalam konteks pandangan orang lain. Analisis dilakukan terhadap jawaban narasumber pada kuesioner pertama dengan metode analisis isi (content analysis) sedangkan hasil yang didapat dari focus group discussion akan melengkapi analisis terhadap kuesioner. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah rumusan yang berkaitan dengan berpikir kritis, dengan tema-tema : pengertian, karakteristik orang yang berpikir kritis (kognitif, afektif, dan konatif), tujuan dan alasan perlunya pendidikan berpikir kritis, strategi pengembangan berpikir kritis (dalam pendidikan, dalam masyarakat, dan bidang lain), serta peranan budaya Jawa yang mendukung dan menghambat berpikir kritis. Kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa berpikir kritis dalam budaya Jawa merupakan berpikir yang sangat reflektif dan kontekstual. Untuk berpikir kritis, seseorang harus memperhatikan situasi, tempat, dan siapa yang diajak berbicara atau yang dalam budaya Jawa dikenal sebagai empan papan. Berbagai konsep, ajaran, dan praktek dalam budaya Jawa ada yang mendukung dan ada yang menghambat anggota masyarakatnya untuk mengalami perkembangan berpikir kritis. Saran yang diajukan peneliti adalah melibatkan subjek dalam jumlah yang lebih besar sehingga hasilnya lebih dapat digeneralisasikan atau melakukan validasi hasil penelitian ini terhadap berbagai kelompok profesi yang berbeda. Pengambilan data juga dapat dilakukan pada subjek yang berasal dari daerah lain di Jawa.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3120
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chikita Theresia
Abstrak :
ABSTRACT
Status sebagai ibukota dan pusat pemerintahan, memperkuat daya hisap Kota Jakarta bagi pendatang dari berbagai pelosok negeri. Tak terkecuali suku Jawa, suku pendatang yang kemudian mendominasi ibukota. Skripsi ini akan membahas apakah preferensi bermukim yang dimiliki pendatang baru suku Jawa dalam memilih hunian di Jakarta dan bagaimanakah pengaruh budaya Jawa terhadap strategi bermukim para pendatang kemudian. Skripsi ini bersifat kualitatif dan hasil pengamatan menunjukkan bahwa preferensi bermukim pertama para pendatang baru adalah dekat atau tinggal dengan keluarga dekatnya. Kemudian, saat kehidupan bergulir, faktor pekerjaan menjadi determinan krusial yang lebih besar mempengaruhi. Temuan dalam skripsi ini juga menunjukkan bahwa budaya mempengaruhi strategi bermukim migran secara tidak langsung, yang terbaca secara fisik maupun nonfisik.
ABSTRACT
Being the capital city and also the central government for Indonesia, Jakarta becomes so appealing for people around the country to come as migrants. Including Javanese migrants, those turn out to dominate the city. This thesis will explain what housing preference do migrants have in their first arrival to Jakarta and how does Javanese culture affect their housing strategy. This thesis is using qualitative method and the result shows that migrants rsquo first housing preference is to live close to their main relatives. Then, when life goes on, economical factor becomes the most crucial determinant. Also, found in this thesis, that culture does affect migrant rsquo s housing strategy indirectly, which can be read physically by their spatial attributes or even nonphysically by interview.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ras, J.J.
Leiden: Rijksuniversiteit Leiden, 1988
800 RAS m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ras, J.J.
Leiden: Rijksuniversiteit Leiden, 1988
800 RAS m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwin Djuwita Sudjana Ramelan
Abstrak :
Masalah dasar penelitian ini adalah pelestarian lingkungan pada masyarakat jawa kuna. Masyarakat yang diteliti dibatasi pada masyarakat Jawa dari abad ke-8 hingga ke 16. Data diperoleh melalui prasasti, naskah, dan literatur karya para ahli epigrafi. Dalam penelitian ini metode yang dipakai adalah metode induktif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan penterjemahan terhadap seluruh dan sebagian dari bagian-bagian prasasti dan naskah. Penelitian ini berakhir pada tingkat dekripsi. Hasil penelitian ini telah dapat mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
a. Telah terjadi upaya--upaya dari masyarakat Jawa kuna yang dapat diartikan sebagai kegiatan pelestarian lingkungan yaitu (1) penjagaan satu daerah dari kerusakan akibat tanaman liar, (2) pembatasan perburuan dan perlindungan binatang buruan, (3) perlindungan terhadap tanaman tertentu, pembuatan hutan dan aturan-aturan pemanfaatannya, dan adanya aturan-aturan berkenaan dengan pengelolaan lingkungan.
b. Pengelolaan lingkungan diatur oleh para pejabat yaitu: (I) para abdi dalam raja/keraton yanga bertugas menangani masalah kehutanan disebut Pasuk Alas (petugas kehutanan)
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1990
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyati D. Pradipta
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nanny Sri Lestari
Abstrak :
ABSTRAK
Mitos Dewi Sri adalah sebuah cerita kepercayaan rakyat yang sudah sangat tua atau lama. Mitos atau cerita Dewi Sri dikenal di kalangan masyarakat Jawa baik secara lisan maupun tertulis. Pada cerita lisan yang tersebar di kalangan masyarakat luas terdapat berbagai macam versi namun Intil ceritanya tetap sama. Bentuk penyebaran lainnya adalah secara tertulis dalam bentuknya naakah cerita. Dalam naskah--naskah lama cerita Dewi Sri tidak berdiri sendiri tetapi bergabung dengan atau termasuk dalam suatu bagian cerita yang besar, namun seperti halnya dalam cerita lisan inti ceritanya tetap sama.

Cerita Dewi Sri versi lisan dan tulisan ini memiliki satu keunikan jika diperhatikan secara seksama. Keunika tersebut terletak pada versi pengembangan garis besar ceritanya. Pengembangan versi cerita bertumpu pada sebelas hal. Pertama, Dewi Sri berasal dari kahyangan. Kedua, Dewi Sri istri Raden Sedana. Ketiga, Dewi Sri, memiliki kecantikan yang sempurna. Keempat, Dewi Sri sebagai istri Raden Sedana, menghadapi persoalan dengan raksasa Kala. Kelima, Dewi Sri dan Raden Sedana melarikan diri ke hutan untuk menghindari raksasa kala. Keenam, Dewi Sri dan Raden Sedana bersembunyi di hutan. Ketujuh, Dewi Sri dan Raden Sedana berjanji membalas budi rakyat yang telah menolong mereka berdua. Kedelapan, Dewi Sri dan Raden Sedana, akhirnya mati karena sakit. Kesembilan, setelah kematian Dewi Sri dan Raden Sedana dari tempat kuburnya muncul tanaman yang sangat berguna bag' manusia. Ke sepuluh, raksasa Kala eangat marah dan menjelma menjadi binatang perusak tanaman rakyat. Kesebelas, Dewi memohon pada dewata agar mau menolong rakyat. Pada bagian yang kesebelas ini versi pengembangan ceritanya banyak sekali.

Dewi Sri memang bukan mahluk manusia. Dewi Sri adalah mahluk supernatural dari Jenis perempuan. Kemudian menjelma ke bumi juga sebagai mahluk perempuan lagi, kebetulan juga dengan nama Sri. Dewi Sri membalas budi manusia yang menolongnya dengan cara meninggalkan tanaman yang berguna bagi umat manusia. Ketika sudah meninggalkan bumi kembali ke dunia supernatural, masyarakat mengenangnya dengan membuat kegiatan upacara. Kegiatan upacara mengenang jasa Dewi Sri ini, akhirnya berkembang menjadi kegiatan ritual budaya.

Sementara itu di sisi lain dalam masyarakat Jawa dikenal suatu konsep budaya yang sudah tertanam kuat, bahwa perempuan Jawa yang baik adalah perempuan yang mampu melaksanakan ma lima. Ma lima adalah konsep masyarakat Jawa tentang perempuan Jawa yang ideal, artinya seorang perempuan Jawa harus mampu, pertama, masak yaitu mengolah bahan makanan yang sehat untuk keluarganya. Kedua, masak yaitu merawat penampilan jasmaninya dengan baik agar tetap sehat. Ketiga, manak artinya melahirkan dan merawat anak-anaknya dengan baik. Keempat, mrantasi yaitu mampu mengatasi segala masalah dengan cekatan dan baik. Kelima manembah, yaitu menyembah kepada Tuhan dengan baik sesuai dengan ajaran agamanya. Konsep ini dikenal dan tertanam dengan baik pada setiap perempuan Jawa, baik itu yang berpendidikan tinggi maupun yang berpendidikan rendah.

Ketika situasi jaman berubah, konsep yang dikenal oleh masyarakat Jawa tidak mengalami perubahan. Tetapi keadaan fisik social masyarakat mengalami perubahan yang besar sesuai dengan menggelegarnya era industrialisasi di seluruh. Indonesia dengan pusatnya di Jawa. Kota besar selalu dipenuhi oleh kegiatan industri yang dilapisi oleh sarana sampingan yang selalu menarik perhatian orang untuk melihat. Akibatnya arus perhatian penduduk juga terarah pada keadaan ini. Banyak perempuan Jawa yang.ikut suaminya atau keluarganya masuk ke kota. Sementara tinggal di kota persoalan yang dihadapi tidak lama seperti ketika di desa.

Keadaan ini tidak menimbulkan perubahan yang banyak bagi perempuan Jawa yang sudah mengenal konsep ma lima. Satu dari kelima unaur konsep ma lima yang dianggap dapat membantu keluarga dalam memecahkan kesulitan hidup di perkotaan adalah ma yang keempat yaitu mrantasi. Wujud nyatanya dilakukan dengan melanjutkan tradisi berjualan rempah-rempah. Jika di desa hal ini dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, maka di kota perempuan Jawa yang berjualan rempah-rempah melakukannya dengan dipandu oleh suatu pemikiran yaitu harus mendapatkan keuntungan nyata secara ekonomis, karena hal ini sangat berarti banyak bagi keluarganya.

Situasi selanjutnya adalah perempuan Jawa yang tinggal di daerah perkotaan dan berjualan rempah-rempah di pasar. Pertama, perempuan Jawa yang berjualan rempah-rempah di pasar pada ummnya memang menikmati pendidikan formal yang sangat terbatas. Tetapi dalam kegiatan sehari-hari di lingkungan rumah-tangga mereka, mereka mendapat pendidikan informal yang terns menerus. Jadi secara tidak langsung mereka memiliki satu pengetahuan tentang keperluan rumah-tangga, dalam segi tertentu misalnya untuk segi ramuan tradisional, seperti kecantikan dan kesehatan. Kedua, pengalaman berjualan membantu meningkatkan pemahaman mereka terhadap maters rempah-rempah yang
diperdagangkan. tetapi hal ini sekaligus merupakan malapetaka yang berujung saringan nasib dan rejeki bagi mereka. Maksudnya bagi perempuan Jawa yang berjualan rempah-rempah sebagai pemula Bering terjadi, mereka tidak mampu mengelola barang dagangannya dan akhirnya tidak mampu berjualan lagi karena kehabisan modal.
Ketiga, dart basil situaai ini perempuan Jawa yang mampu bertahan adalah pereempuan Jawa yang bernasib balk mampu nnenemukan jalan keluarnya. Misalnya dengan mengurangi volume maters dagangan tetapi meragamkan materi dagangan. Terutama materi dagangan yang mampu bertahan hingga satu bulan lebih. Dengan cara demikian mereka berharap agar mereka dapat memperpanjang waktu penjualan dan masih dapat melakukan transaksi dagang, Berta memperkecil resiko kerugian akibat materi menjadi busuk.

Keempat, situasi ini membuat perempuan Jawa berada pada satu keadaan yang sangat menjepit. Di satu sisi mereka harus membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Di nisi yang lain pengetahuan mereka secara formal sangat minim. Situasi ini menggiring perempuan Jawa pada satu titik pandang bahwa kegiatan yang mereka lakukan ini harus dapat dipertahankan dan sekaligue dapat memberikan jalan keluar bags" pemehuhan - kebutuhan rumah-tangga.

Kelima, sesuatu yang harus dipertahankan ini bagi perempuan Jawa yang berjualan rempah-rempah di pasar, bukan hanya dihitung secara kemampuan berfikir tetapi juga harks-ada pemberian dart Tuhan Yang Maha Kuaaa. Dengan kepasrahan ini, perempuan Jawa berusaha memohon kepada Tuhan agar diberi peruntungan yang balk. Hal ini mengingatkan mereka kepada Dewi Sri yang telah memberikan kemammuran pada manusia.
Dari situasi yang terus menerus mengalami perubahan akhirnya terjadi suatu keadaan yang menggiring pada suatu ?pandangan masyarakat bahwa perempuan Jawa yang ideal adalah perempuan Jawa yang mampu mrantasi. Artinya tidak hanya sebagai ibu rumah-tangga, tetapi juga mampu membantu menutupi keperluan rumah-tangganya dengan bekerja di luar rumah.
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Edy Subandono
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1995
S2470
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library