Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Baby Ingrid
Abstrak :
Seiring dengan perkembangan yang terjadi di berbagai bidang kehidupan, kini wanita maupun pria memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri. Wanita yang bekerja di luar rumah menjadi sorotan masyarakat ketika ia memutuskan untuk tetap bekerja setelah menikah dan mempunyai anak. Pandangan tradisional masyarakat menuntut wanita untuk bertanggung jawab terhadap urusan rumah tangga dan pengasuhan anak. Ada berbagai alasan mengapa seorang istri memutuskan untuk bekerja. Selain untuk memperoleh penghasilan (ekonomis) juga adanya kebutuhan untuk memperluas wawasan intelektual dan interaksi sosial (non-ekonomis). Keputusan istri untuk bekerja mendatangkan konsekuensi pada tiga aspek dalam lingkungannya, yaitu pada hubungan perkawinan, pada anak serta pada dirinya sendiri. Penelitian-penelitian yang dilakukan selama ini cenderung berfokus pada konsekuensi negatif tanpa lebih dalam melihat pandangan obyektif, dari pihak istri dan suami. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui gambaran yang lebih mendalam mengenai persepsi kedua pihak terhadap tujuan dan konsekuensi istri yang bekerja penuh waktu. Adapun yang dimaksud persepsi adalah interpretasi secara selektif oleh individu untuk memberi arti pada Iingkungannya Dengan demikian permasalahan dalam penelitian ini ialah : Bagaimanakah persepsi suami dan istri terhadap istri yang bekerja sebagai karyawati penuh waktu ? Penelitian ini menggunakan pengumpul data berupa kuesioner dan wawancara sebagai pelengkap. Subyek penelitian ialah pasangan suami-istri yang bekerja penuh waktu sudah mempunyai anak, berpendidikan minimal SLTA. Istri berusia 22-45 tahun dan bekerja di instansi swasta. Hasil yang diperoleh dari 57 pasang suami-istri menunjukkan bahwa istri dan suami mempersepsi adanya tujuan ekonomis dan non-ekonomis dari bekerja. Adapun terhadap konsekuensi, suami mernpersepsi konsekuensi yang positif dari istri yang bekerja sedangkan istri mempersepsi adanya konsekuensi yang positif dan sekaligus negatif pada hubungan perkawinan, anak dan diri istri yang bersangkutan. Hasil tambahan menyatakan bahwa semakin positif persepsi suami terhadap konsekuensi istri bekerja semakin negatif persepsi istri, sebaliknya semakin positif persepsi istri semakin negatif persepsi suami. Hasil wawancara mendukung hasil di atas dan memberi data tambahan bahwa pasangan suami istri cenderung rnenjalankan peran tradisional. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa istri bekerja untuk tujuan ekonomis dan non-ekonomis, dimana hal ini dipersepsi sama pentingnya oleh suami maupun istri. Berkaitan dengan konsekuensi istri bekerja, ternyata persepsi suami Iebih positif dibandingkan dengan persepsi istri bekerja yang bersangkutan. Sebagai tambahan, hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa pasangan suami-istri mempersepsikan peran masing-masing dalam rumah tangga yang masih cenderung tradisional.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2484
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norma Linda
Abstrak :
Masuknya wanifa ke dalam dunia kerja membawa berbagai perubahan ke dalam kehidupan perkawinan maupun keluarga. Konsekuensi langsung dari aktivitas kerjanya adalah terjadinya perubahan atau penambahan peran bagi wanita. Wanita pekerja berlambah perannya sebagai pencari nafkah, selain peran tradisional yang dijalankan sebagai ibu rumah tangga yang bertanggung jawab atas kelancaran kehidupan rumah langga dan pengasuhan anak. Perubahan/penambahan peran ini lidak hanya berdampak pada wanita, Bagi pasangannya, hal ini berdampak limbulnya kebuluhan atau tuntutan untuk menyesuaikan/mengubah peran sesuai dengan perubahan yang terjadi pada peran wanita pasangannya. Salah salu bidang kehidupan keluarga yang terkena dampak perubahan karena Wanita bekerja adalah pembagian tugas funiah tangga, termasuk pengasuhan anak yang secara tradisional menjadi tanggung jawab wanita. Reran suami sebagai pasangan wanita pekerja dalam hal ini menjadi amat penting. Para suami dituntut untuk mengubah sikapnya menjadi lebih egaliter, bersedia berbagi tugas rumah tangga, bukan semata-mata berdasarkan stereotip peran gender, tapi lebih mempertimbangkan faktor kemampuan dan kesempatan yang tersedia. Dari penelaahan teoritis, maupun hasil penelitlan di negara-negara barat, ditemukan bahwa suami yang berorientasi peran gender egaliter lebih bersedia untuk berpartisipasi nyata dalam melakukan tugas rumah tangga dan pengasuhan anak yang secara tradisional dipandang sebagai tugas wanita. Agar wanita dapat menjalankan fungsi secara lebih efektif dalam dunia kerja, ia perlu mendapat dukungan dari suami berupa kesediaan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tugas rumah tangga. Mengingat kenyataan bahwa semakin banyak wanita Indonesia memasuki dunia kerja, maka perlu diperoleh gambaran mengenai orientasi peran gender pasangannya. Lebih jauh ingin diketahui apakah ada kaitan antara peran gender seseorang dengan pilihan tugas rumah tangga yang dilakukannya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mendapat gambaran orientasi peran gender para suami yang istrinya bekerja dengan memanfaatkan BSRI, selain itu pilihan pekerjaan rumah tangga diteliti dengan kuesioner yang ditujukan pada 62 responden para suami yang istrinya bekerja yang dipilih secara accidental. Data diolah dengan perhitungan frekuensi dan chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara orientasi peran gender para suami tersebut dan pilihan pekerjaan rumah tangga yang dilakukan. Hal yang menarik adalah bahwa cukup banyak suami yang berorentasi peran gender androgini (49,1%) sebanding dengan yang berorientasi maskulin (50%). Namun diketahui bahwa tetap ada pemilihan pekerjaan rumah tangga yang menurut subyek seharusnya dilakukan oleh suami, suami dan orang lain, suami istri, istri serta istri dan orang lain, padahal menurut Pogrebin (1983) pemilihan pekerjaan rumah tangga lebih didasarkan pada kemampuan yang dimiliki. Tidak signifikannya kaitan antara orientasi peran gender dan pilihan pekerjaan rumah tangga diperkirakan dapat disebabkan oleh kurang luasnya sampel sehingga skor tersebar dalam rentang yang terlalu sempit. Selain itu, hal ini memberi indikasi bahwa pandangan tradisional mengenai peran wanita masih mengakar pada para suami yang istrinya bekerja. Para suami dapat menerima kegiatan kerja istrinya, tetapi masih berpandangan bahwa urusan rumah tangga dan perawatan anak adalah tugas utama para istri yang tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Dengan demikian sebagian besar responden berada dalam bentuk perkawinan modern, menurut klasifikasi Dancer and Gilbert (1993).
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2676
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Patri Hartanti
Abstrak :
Individu dalam kehidupan bermasyarakat memiliki peran-peran tertentu yang disandangnya. Salah satu yang saat ini sedang marak dibicarakan adalah peran suami istri yang sama-sama bekerja. Pria dan wanita yang telah memasuki masa dewasa dan menikah, diharapkan memenuhi harapan peran masing-masing aebagai pasangan. Sebagaimana dijelaskan dalam peran jenis kelamin, pria maupun wanita juga mempunyai peran-peran yang harus dipenuhi oleh diri sendiri dan berhak meminta pasangannya melakukan kewajiban perannya. Peran jenis kelamin tradisional yang selama ini ditanamkan adalah bahwa pria sebagai suami diharapkan untuk mencari keluarga sementara peran wanita adalah sebagai pengelola rumah tangga dan anak-anak. Bagaimana dengan keberadaan pria dan wanita yang suami istri bekerja? Fenomena pria dan wanita yang suami istri bekerja saat ini banyak terjadi. Banyak alasan mengapa pria dan wanita menikah memutuskan untuk sama-sama bekerja, diantaranya mencari tambahan penghasilan meningkatkan taraf hidup, merasa kesepian dan terasing di rumah dan sebagainya. Keputusan pria dan wanita menikah untuk sama-sama bekerja ini menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, yang salah satunya adalah berkuranggnya waktu bagi keluarga, terutama bagi pengelolaan rumah tangga dan merawat anak~anak. Penelitian ini menitikberatkan pada pembagian peran antara pria dan wanita yang suami istri bekerja, khususnya dalam melaksanakan tugas rumah tangga dan tugas perawatan anak. Mengapa hal ini menarik diteliti disebabkan oleh beberapa sumber yang menyatakan bahwa masalah yang seringkali terjadi pada pasangan suami istri bekerja adalah pada pembagian waktu untuk keluarga dan pekerjaan. Adapun masalah umum yang diajukan dalam penelitian adalah; Bagaimana harapan dan kenyataan atas partisipasi diri dan pasangannya dalam pelaksanaan tugas rumh tangga dan tugas perawatan anak pada pria dan wanita yang suami istri bekerja? Adanya ketidakseimbangan partisipasi antara, pria, dan wanita dalam pelaksanaan tugas-tugas tersebut menarik peneliti untuk menjawab masalah ini. Subyek penelitian ini adalah pria dan wanita yang suami istri bekerja, memiliki anak usia balita dan berpendidikan minimal SLTA. Alat ukur utama yang digunakan adalah kuesioner dan wawancara sebagai alat tambahan untuk memperkaya analisa data dari kuesioner. Kuesioner terdiri dari 34 item (11 item tugas rumah tangga dan sisanya item tugas perawatan anak). Kepada responden ditanyakan bagaimana harapan serta kenyataan pada tiap item tugas, sehingga analisa dilakukan pada masing-masing item tugas pula (survey opini). Harapan dan kenyataan dilihat melalui derajat tanggung jawab antara pria dan wanita yang suami istri bekerja. Caranya, dengan melingkari salah satu angka yang terentang dari angka 5 (bertanggungjawab penuh) sampai angka 1 (tidak ikut bertanggungjawab). Hasilnya, wanita mengharap dirinya (sebagai istri) sedikit dibantu dalam pelaksanaan tugas perawatan anak, tapi mengharap berbagi tanggung jawab dengan suami daiam melaksanakan tugas rumah tangga. Harapan pria (sebagai suami), istri tetap bertanggung jawab lebih besar dari dirinya pada pelaksanaan tugas perawatan anak. Dengan demikian, ada kesesuaian harapan pria dan wanita dalam hal Ketidaksesuaian kenyataan yang dipersepsi oleh pria atas tanggungjawab istri rata-rata terjadi di mana kenyataan partisipasi istri dipersepsi lebih kecil dari harapannya. Sedangkan pada wanita, ketidaksesuaian harapan dengan kenyataan atas partisipasi dirinya terjadi di mana partisipasi istri dipersepsi lebih besar dari kenyataannya. Di samping pria dan wanita menyatakan harapan atas partisipasi istri, kedua kelompok responden juga diminta menyatakan harapan dan mempersepsi kenyataan partisipasi suami dalam rumah tangga. Tugas yang paling banyak diharapkan wanita dari suami untuk sama-sama bertanggung jawab lebih cenderung pada tugas praktis perawatan anak, seperti membuatkan susu botol, memakaikan popok dan sebagainya. Pada sendiri sebagai suami mengharap dirinya hanya membantu untuk sebagian besar tugas rumah tangga. Perbedaan harapan antara pria dan wanita adalah pada tugas mengatur keuangan rumah tangga dan membuatkan susu botol balita. Pria mengharap partisipasi dirinya lebih sedikit dibanding partisipasi istri. Ketidaksesuaian harapan pria atas partisipasi dirinya dengan kenyataan yang dipersepsinya lebih kepada tugas perawatan anak, di mana ketidaksesuaian tersebut terjadi karena kenyataan partisipasi suami yang dipersepsi pria lebih kecil dari harapannya. Sedangkan ketidaksesuaian harapan wanita atas partisipasi suaminya dengan kenyataan yang dipersepsi wanita lebih kepada tugas perawatan anak.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dian Kencana Wulan
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam rumah tangga berkembangnya peran tradisional wanita sebagai ibu dan istri menjadi peran pekerja tidak saja menuntut penyesuaian dari pihak wanita tetapi juga dari pihak pria (suami). Di satu sisi kehadiran istri bekerja dapat mengurangi beban suami menghidupi keluarga. Namun di sisi lain dapat menyebabkan pergeseran kekuatan dalam perkawinan dan menimbulkan sejumlah tuntutan untuk berbagi tugas pengasuhan anak dan rumah tangga. Bahkan situasi ini berpeluang menyebabkan harga diri suami terganggu karena suami merasa tersaingi oleh tingkat pendidikan, jabatan dan penghasilan istri.

Keadaan ini dipengaruhi oleh kuatnya nilai-nilai tradisional yang ditanamkan masyarakat. Sejak kecil, orang tua dan lingkungan oenderung mengarahkan seseorang untuk berperilaku sesuai dengan stereotip peran jenis kelaminnya. Jika pada wanita yang ditanamkan adalah pentingnya aspek keluarga, maka pada pria yang ditanamkan adalah pentingnya aspek kerja. Hal ini menyebabkan pria memandang karir pekerjaan sebagai sumber harga dirinya.

Di samping itu, stereotip peran jenis kelamin juga mempengaruhi terbentuknya sex-role beliefs seseorang yaitu: kepercayaan seseorang tentang hubungan peran yang pantas antara pria dan wanita. Sex-role beliefs merupakan suatu kontinum yang memiliki dua kutub yaitu tradisional dan liberal. Seseorang yang memiliki sex-role beliefs tradisional percaya bahwa pria memiliki kedudukan yang Iebih tinggi dibandingkan wanita, sedangkan suami yang memiliki sex-role beliefs liberal percaya bahwa kedudukan pria dan wanita setara. Sex-role beliefs mempengaruhi keseimbangan kekuatan dalam perkawinan; sex-role beliefs tradisional berasosiasi dengan pembagian kekuatan suami istri yang tidak seimbang. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa suami dengan sex-role beliefs tradisional lebih sering mengalami stres dan kecemasan apabila memiliki istri bekerja dibandingkan apabila istri tidak bekerja. Sedangkan pria yang memiliki sex-role beliefs liberal cenderung menunjukkan gejala depresi yang lebih ringan dibandingkan suami dengan sex-role beliefs liberal dalam menghadapi situasi keluarga dengan istri bekerja.

Di landasi penelitian tersebut, diduga keterlibatan istri pada suatu pekerjaan yang berorientasi karir yaitu: pekerjaan yang menonjol bagi identitas seseorang, membutuhkan pendidikan dan komitmen tinggi serta memiliki prestis dan identik dengan penghasilan yang memadai akan lebih berpengaruh terhadap harga diri suami dengan sex-role beliefs tradisional dibandingkan suami dengan sex-role beliefs liberal. lni disebabkan suami dengan sex-role beliefs tradisional memiliki dorongan untuk menjadi pihak yang dominan dalam rumah tangga khususnya dalam menjalankan peran pencari nafkah

Penelitian ini ingin menguji kebenaran dan dugaan tersebut yaitu dengan melihat bagaimanakah pengaruh sex-role beliefs terhadap harga diri suami. Selain itu, juga ingin diketahui apakah usia berpengaruh terhadap harga diri suami dan bagaimanakah pengaruh perbedaan tingkat pendidikan, jabatan, dan penghasilan suami istri terhadap harga diri suami yang memiliki sex-role beliefs tradisional dan liberal.

Penelitian ini dilakukan di Jakarta terhadap 68 responden. Sampel penelitian ini adalah suami dan istri bekerja minimal sebagai supervisor, berusia 25-50 tahun, berpendidikan minimal akademi atau pendidikan lain yang sederajat, memiliki anak dan berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke atas. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner yaitu kuesioner harga diri dan sex-role beliefs.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam harga diri antara suami yang memiliki sex-role beliefs tradisional dan liberal. Keduanya memiliki harga diri yang tergolong tinggi. lni berarti sex-role beliefs bukan merupakan faktor yang berpengaruh pada sampel penelitian ini. Diduga tingginya harga diri subyek dipengaruhi oleh kekhususan sampel penelitian ini yaitu mayoritas subyek adalah orang-orang yang sukses karena memiliki pendidikan tinggi, menduduki jabatan tinggi dan berpenghasilan tinggi pula. Hasil lainnya menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh usia terhadap harga diri suami. Sementara itu, dari hasil penelitian untuk mengetahui pengaruh perbedaan tingkat pendidikan, jabatan dan penghasilan suami istri terhadap harga diri suami yang memiliki sex-role beliefs tradisional ternyata hanya variabel penghasilan saja yang terbukti berpengaruh terhadap harga diri suami dengan sex-role beliefs tradisional yaitu ditemukannya perbedaan yang signifikan dalam harga diri suami tradisional yang berpenghasilan sama dengan istri dan yang berpenghasilan lebih rendah dari istri. Sedangkan pada suami dengan sex-role beliefs liberal, tidak ditemukan pengaruh perbedaan tingkat pendidikan, jabatan dan penghasilan suami istri terhadap harga diri.

Harga diri yang menjadi dependent variable dalam penelitian ini adalah harga diri umum (globali self esteem) yaitu penilaian diri yang menyeluruh yang diberikan seseorang pada dirinya. Selain harga diri umum, pengukuran harga diri juga dapat ditinjau per dimensi, maka untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti pengaruh sex-role beliefs terhadap harga diri pada dimensi tertentu misalnya harga diri suami pada dimensi kompetensi peran pencari nafkah. Selain ttu untuk melengkapi hasil penelitian ini, dapat pula dilakukan penelitian serupa yang melibatkan keiompok- kelompok subyek dengan karakteristik berbeda, misalnya pada suami yang memiliki penghasilan lebih rendah dari istri atau suami yang memiliki jabatan lebih rendah dari istri.
1997
S2652
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library