Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Hanani
Abstrak :
ABSTRAK
Saat ini pengembangan obat tradisional diusahakan agar dapat sejalan dengan pengobatan modern yang berarti dapat bersama-sama masuk dalam jalur pelayanan formal. Pengembangan obat tradisional juga didukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, tentang fitofarmaka, yang berarti diperlukan adanya pengendalian mutu simplisia yang akan digunakan untuk bahan baku obat atau sediaan galenik.

Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah dengan melakukan standarisasi simplisia dan ekstrak (sediaan galenik), karena khasiat suatu tanaman tergantung pada kandungan kimianya, dimana kandungan kimia ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tempat tumbuh, iklim, curah hujan, panen. Standarisasi diperlukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana dapat menentukan keseragaman mutu simplisia dan ekstrak suatu tanaman yang tumbuh dari beberapa daerah yang mempunyai ketinggian, keadaan tanah dan cuaca yang berbeda.

Graptophyllum pictum (L) Griff yang dikenal masyarakat Indonesia dengan nama daerah handeuleum atau daun wungu banyak dimanfaatkan dalam obat tradisional untuk mengobati penyakit wasir atau hemorrhoid.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan parameter-parameter yang dapat digunakan untuk menentukan mutu simplisia dan ekstrak etanol (50%) daun handeuleum yang berasal dari 3 tempat yang berbeda (Tawangmangu, Depok dan Bogor) serta menentukan pola KLT dan KLT densitometernya.

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap simplisia daun handeuleum adalah penetapan kadar abu, kadar abu yang tidak larut dalam asam, kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut dalam etanol. Pola KLT dan KLT densitometer diamati dari fraksi heksan dan metanol dari simplisia dan ekstrak etanol (50%) daun handeuleum. Penampak bercak yang digunakan adalah vanilin-asam sulfat aluminium trildorida dalam metanol. Ekstrak etanol (50%) daun handeuleum dibuat secara maserasi lima kali; kemudian dilakukan pemeriksaan organoleptis, kelarutan (air, etanol 70% dan kloroform), keasaman (pH) dan residu kering.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa parameter lebih dapat digunakan terhadap simplisia daun handeuleum adalah kadar abu tidak dari 12%, kadar abu tidak larut dalam asam tidak lebih dari 2%, kadar sari larut dalam air tidak kurang dari 29%, dan kadar sari larut dalam atonal tidak kurang dari 6%. Pola KLT dan KLT densitometer (pada = 420 nm) sari heksan dan metanol simplisia daun handeuleum menunjukkan adanya 11 dan 9 bercak, masing-masing dengan fase gerak heksan-etil asetat (7:3) dan etil asetat-asam formiat-air (10:2:3).

Parameter yang dapat digunakan terhadap ekstral etanol (50%) daun handeuleum adalah residu kering tidak kurang dari 80%, keasaman (pH) antara 6,9--7,4; sedangkan kelarutan dalam air, etanol 70% dan kloroform, secara berurutan adalah mudah larut, larut dan sukar larut.

Pola KLT dan KLT densitometer dari heksan dan metanol ekstrak etanol (50%) dari daun handeleum menunjukkan adanya 11 dan 9 bercak, masing-masing dengan fase gerak heksan-etil asetat (7:3) dan etil asetat-asam formiat-air (10:2:3).
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Irin Marsita
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab bioskop atas terjadinya perbuatan penggandaan film di dalam gedung pertunjukan bioskop. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini terkait dengan kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu tersebarnya rekaman secara live film “Warkop DKI Reborn” melalui media sosial yaitu dengan aplikasi live streaming Bigo Live di hari pertama film tersebut tayang di Bioskop. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Pasal 10 Undang-Undang Hak Cipta secara hukum telah memberikan tanggung jawab bioskop sebagai Pelaku Usaha Perfilman untuk tidak membiarkan adanya penggandaan film di dalam bioskop tersebut. Perbuatan penggandaan diantaranya perekaman menggunakan kamera video (camcorder) di dalam gedung bioskop dengan memanfaatkan teknologi live streaming, selain harus menghukum pelakunya, juga seharusnya membebani pihak bioskop. Sebagai Pelaku Usaha Perfilman yang memperdagangkan film, bioskop harus sadar dan memahami besarnya kerugian akibat penggandaaan yang sering terjadi di gedung bioskop, sehingga mereka bertanggung jawab untuk meningkatkan standarisasi keamanan bioskop dan pemerintah juga harus membuat suatu aturan mengenai standarisasi keamanan bioskop. ...... This thesis discusses the responsibility of cinemas on the occurrence of duplication in theaters. The problems discussed in this thesis is related to the recent case of  live streaming of the “Warkop DKI Reborn” movie through the application of Bigo Live on the first premiere day in the cinema. The research method used in this thesis is juridical normative with the use of secondary data. According to Article 10 of Copyright Law, cinemas as a Film Business Actor is held responsible for not allowing any duplication of films inside the theater. The act of duplication includes recording using a video camera (camcorder) inside a movie theater using live streaming technology. In addition to punishing the culprit, cinemas should also be held responsible. As a Film Business, cinemas should be aware that duplication often takes place inside their theaters, and so they should be held reponsible to upgrade their “cinema security standarization”, and so should the government issue a law on it.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library