Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Moh. Iqbal Bulgini
Abstrak :
Embargo Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir terhadap Qatar pada 5 Juni 2017 telah merugikan pihak Qatar dan memecah stabilitas GCC'. 'Terlibatnya Iran dan Turki di sisi Qatar membuat perpecahan GCC tidak dapat dihindari. Krisis ini sejatinya dipicu oleh anggapan Arab Saudi bahwa Qatar telah mendukung gerakan teroris yang membuat Arab Saudi mengundang seluruh negara GCC untuk memblokade Qatar, namun diantara negara-negara Teluk, Kuwait adalah satu-satunya negara yang menolak embargo tersebut dan memilih netral, bahkan memediasi krisis. Alasan penolakan Kuwait atas embargo Arab Saudi dan kepentingan Kuwait atas krisis akan dianalisis menggunakan teori neorealisme dan konsep hedging. Penulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif-analitis. Menurut neorealist, netralitas dan mediasi Kuwait dalam krisis Teluk 2017 karena Kuwait ingin “survive” di GCC dan kawasan, mengingat ketrelibatkan Iran di sisi Qatar sedangkan Kuwait tidak ingin berkonflik dengan Iran. Berdasarkan strategi 'hedging', Kuwait melakukan 'indirect balancing' terhadap Arab Saudi seperti menolak pakta keamanan GCC 1981, menolak mengirim pasukan ke Bahrain 2011, dan menantang Saudi mengembangkan zona ekonomi di lima pulau yang melibatkan kehadiran Iran. Kuwait juga melakukan 'engagement' terhadap Qatar dengan memediasi krisis di Qatar pada 2014 dan 2017. ...... The Saudi Arabia, United Arab Emirates, Bahrain and Egypt embargoes against Qatar on June 5, 2017 have harmed the Qatari side and have broken the stability of the GCC. The involvement of Iran and Turkey on the Qatari side has made GCC fragments unavoidable. This crisis was actually triggered by Saudi Arabia's perception that Qatar had supported a terrorist movement that made Saudi Arabia invite all GCC countries to blockade Qatar, but among the Gulf countries, Kuwait is the only country that rejects the embargo and chooses neutral, even mediating the crisis.The reasons for Kuwait's rejection of the Saudi Arabian embargo and Kuwait's interest in the crisis will be analyzed using the theory of neorealism and hedging concepts. This writing uses a qualitative approach with descriptive-analytical analysis. The neorealist, neutrality and mediation of Kuwait in the 2017 Gulf crisis because Kuwait wants to "survive" in the GCC and the region, given Iran's involvement on the Qatar side while Kuwait does not want to conflict with Iran. Based on the hedging strategy, Kuwait undertakes indirect balancing of Saudi Arabia such as rejecting a security pact GCC 1981, refused send troops to Bahrain 2011, and challenge the Saudis to develop economic zones on five islands involving Iran's presence. Kuwait also engaged Qatar with mediating the crisis in Qatar in 2014 and 2017.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T54805
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peggy Puspa Haffsari
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas peran kepemimpinan Indonesia dalam upaya pengelolan sengketa Laut Cina Selatan (LCS). Tujuan penelitian ini adalah memahami peran negara dalam kawasan dan pengaruhnya pada dinamika keamanan di tingkat regional secara komprehensif. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan model deduktif. Kerangka analisis menggunakan konsep kepemimpinan dalam pendekatan kekuatan regional dan kerangka keamanan (Regional Powers and Security Freamwork-RPSF). Terdapat lima komponen yang menjelaskan perilaku pemimpin regional antara lain keterlibatan dalam proses inisiasi (prosess-initiation), keterlibatan dalam pembingkaian isu (issue framing), pertimbangan kepentingan (interest consideration), membangun institusi (institutional development) dan penyebaran kekuatan (deployment of power). Hasil penelitian secara umum mendapatkan bahwa peran Indonesia dalam upaya pengelolaan sengketa LCS cukup aktif namun berdampak terbatas. Peran Indonesia dikatakan aktif terlihat dari telah banyak kerja sama dan diplomasi yang dilakukan Indonesia selama dua puluh enam tahun. Peran Indonesia berdampak terbatas karena ditemukan kendala pada tiap praktek peran kepemimpinan Indonesia dalam mendorong dan mendukung terciptanya solusi internal penyelesaian sengketa LCS dari pihakpihak yang bersengketa.
ABSTRACT
This thesis discusses the role of Indonesian leadership in the effort of managing the South China Sea (LCS) disputes. The purpose of this study is to understand the role of the state in the region and its influence on the dynamics of regional security. This study is a qualitative reseacrh with the deductive model. the analytical framework uses the concept of leadership in regional and security approaches (Regional Powers and Security Framework-RPSF). There are five components that explain the role of initiation, initiation proceedings, discussions in framing issues, considerations of interests, institutional development, and power dissemination. This research finds out that Indonesian role in LCS dispute is quite active but limited impact. The active role of the Indonesian leadership wants to create and maintain an environtement that is fulfilled the absence of open conflict in the LCS. The role of Indonesia has limited impact because it finds obstacles in every practice of Indonesia's leadership role in encouraging and supporting the creation of internal dispute solution of LCS from the parties.
2018
T49046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library