Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azmi Gagatraino
"Penelitian ini dilakukan di kawasan Situs Megalitik Cibalay yang terletak di Desa Tapos 1, Kelurahan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Lingkungan dan manusia merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan. Lingkungan dinilai sebagai salah satu komponen yang membentuk suatu kebudayaan masyarakat. Oleh sebab itu dapat diartikan bahwa situs-situs megalitik yang ada di kawasan Cibalay merupakan hasil dari gagasan dan perilaku  manusia saat itu. Dalam penelitian ini, situs arkeologi tidak lagi dilihat sebagai entitas tersendiri, namun situs dilihat dalam konteks yang lebih luas yaitu dengan aspek lingkungan di sekitarnya. Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui peranan lingkungan terhadap kebudayaan Kawasan Situs Megalitik Cibalay. Untuk memahami hal tersebut maka digunakan konsep determinisme lingkungan. Konsep ini menyatakan bahwa kebudayaan merupakan produk dari lingkungan alam di sekitarnya. Metode yang digunakan ialah pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran. Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa situs-situs megalitik di kawasan Cibalay menempati kondisi lahan yang potensial. Selain itu pula diketahui bahwa kebudayaan di kawasan Cibalay sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.

This research was conducted in the Megalithic Site of Cibalay, located in Tapos 1 Village, Tenjolaya Subdistrict, Bogor Regency. The environment and human beings are two elements that are difficult to separate. The environment is considered one of the components that shape a community's culture. Therefore, it can be interpreted that the megalithic sites in the Cibalay area are the result of human ideas and behavior from that time. In this research, archaeological sites are no longer viewed as independent entities but rather within a broader context, considering the surrounding environmental aspects. The aim of this research is to understand the role of the environment in shaping the culture of the Megalithic Site of Cibalay. To comprehend this, the concept of environmental determinism is employed. This concept asserts that culture is a product of the surrounding natural environment. The methods used in this research include data collection, data processing, and interpretation. Based on the processed data, it was found that the megalithic sites in the Cibalay area occupy potential land conditions. It was also revealed that the culture in the Cibalay area is significantly influenced by its surrounding environment."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ary Sulistyo
"Penelitian ini berfokus pada situs-situs megalitik yang berada di sub DAS Klawing, karena daerah DAS ini dekat dengan Gunung Slemat di bagian tenggara. Temuan-temuan tersebut tersebar di wilayah administrasi di Kecamatan Karangreja, Kecamatan Bobotsari, Kecamatan Mrebet dan sebagian Kecamatan Karanganyar. Penelitian ini tersebar di 4 kecamatan.Situs-situs megalitik di DAS Klawing Purbalingga atau di lereng Gunung Slamet hanya menunjukan karakter situs campuran antara pemujaan dan penguburan, situs pemujaan dan situs-situs objek tunggal..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11502
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tresia Nikita Wanggaria Douw
"Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi motif gambar cadas di Situs Megalitik Tutari dan mengeksplorasi apakah persebarannya mengindikasikan kekunaan. Penelitian memeriksa motif pada bongkah-bongkah batu untuk memahami keragaman artistik gambar cadas. Metode penelitian melibatkan pengumpulan data melalui studi pustaka dan survei lapangan, termasuk dokumentasi verbal dan visual. Data diproses dengan mengidentifikasi, mengklasifikasikan, dan memetakan motif gambar cadas, serta menganalisis menggunakan statistik deskriptif untuk interpretasi data. Hasil analisis distribusi motif di Situs Megalitik Tutari menunjukkan dominasi motif ikan dan keberagaman motif geometris serta fauna. Pola distribusi yang tidak merata menandakan fokus aktivitas pembuatan gambar cadas. Pahatan motif ikan menonjol dengan variasi yang beragam, mencerminkan simbolisme khusus dalam masyarakat Sentani. Kesimpulan: Gambar cadas di Situs Megalitik Tutari berasal dari beragam periode, menunjukkan kompleksitas budaya. 

This research aims to identify rock art motifs at the Tutari Megalithic Site and explore whether their distribution indicates antiquity. The research examined the motifs on the pieces of rock to understand the artistic diversity of rock art carvings. The research method involves collecting data through literature studies and field surveys, including verbal and visual documentation. Data is processed by identifying, classifying and mapping rock art motifs, as well as analyzing using descriptive statistics for data interpretation. Analysis of the distribution of motifs at the Tutari Megalithic Site shows the dominance of fish motifs and a diversity of geometric and fauna motifs. The uneven distribution pattern indicates the focus of rock art creation activities. The fish motif carvings stand out with diverse variations, reflecting the special symbolism in Sentani society. Conclusion: The rock images at the Tutari Megalithic Site come from various periods, showing cultural complexity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Efendi
"Megalitik merupakan peninggalan masa brcocok tanam yang memberikan banyak informasi dari analisis fisik bangunan. Dan lingkungan alamnya. Peninggalan megalitik dengan satuan analisis situs dan satuan runag analisis skala makro dapat dijadikan data untuk mencapai tujuan arkeologi. Peninggala megalitik yang menjadi data dalam skripsi ini berada di kab. Kuningan, yang terdiri atas 23 situs. Kemudian dibagi menjadi dua tipe berdasarkan fungsi yaitu : kelompok situs I dengan jenis tinggala peti kubur batu terdiri atas tujuh , yaitu situs cibuntu, pasawahan, cibari, pagerbarang, gibug, rajadanu dan panawarbeas dan kelompok situs II dengan jenis tinggalan bukan kubur yang terdiri atas menhir, arca megalitik, batu lumpang, meja batu, batu dakon, jambangan batu, dan punden berundak. Kelompok ini terdiri atas enambelas situs, yaitu, situs cimara, cibunar, sigenteng, sangkanerang, timbang, linggabuana, Buyut Sukadana, Balongkagungan, Nusa, Cangkuang, winduherang, Bagawat, Darmaloka, Hululinga, panyusupan dan saliya. Situs-situs itu tersebar di kai gunung Ciremai (3078 m dpal) sebelah timur. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di jawa barat, dan hamper seluruh bagian barat wilayah kabupaten ini merupakan areal kaki gunung tersebut. Selain itu ditemukan juga pada pada beberapa situs megalitik sejumlah beliung persegi, gelang batu dan temuan serta lain. Hal ini menarik untuk dipelajari dalam kaitan dan orientasinya terhadap gunung itu. Permasalahannya adalah variable-variabel lingkungan alam yang bagaimana, yang mempengaruhi peletakan peninggalan megalitik di kab. Kuningan, jawa Barat? Bagaimana persebaran dan orientasinya terhadap gunung ciremai? Serta pada kerangka batu yg mana bias ditempatkan? Tujuan penelitian ini adalah pertama mengetahui variael-variabel lingkungan alam yang berpotensi dalam peletakan peninggalan megalitik di kab. Kuningan jawa Barat, sehingga terlihat kearifan manusia dalam beradaptasi dengn lingkungannya. Kedua menentukan bentuk pesebaran dan melihat orientasinya terhadap gunung Ciremai, sehinggga dapat diketahui keterkaitannya. Ketiga mengetahui pada kerangka waktu yang mana sehingga dapat diketahui sejarah kebudayaan prasejarah khususnya di Jawa Barat dan umumnya di Indonesia. Ruang linkup penelitian ini sebatas hubungan antar situs megalitik sebagai salah satu unsure pemukiman masa prasejarah, dan keberadaan situs megalitik dengan ekologinya. Dengan menekankan pada skala ruang makro, sehingga dapat dijelaskan pola persebarannya. Penelitian ini menggunakan metode yang mengacu pada metode penelitian arkeologi ruang oleh Bruce G. Tigger. Adapun dalam upaya memahami keadaan lingkungan pada zaman prasejarah diperlukan perpaduan data arkeologi dan ekologi. Maka dari itu digunakan pendekatan ekologi. Dalam paradigmanya menyatakan bahwa unsure lingkungan fisik dipandang sebagai factor penenut letak dan pola suatu pemukiman. Asumsinya adalah pemukiman ditempatkan di suatu tempat sebagai responatas factor lingkungan tertentu. Dalam modelnya paradigma ini juga beranggapan bahwa factor teknologi dan lingkungan yang mengondisikan penempatan situs arkeologi. Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah variabel alam yang mempengaruhi peletaka situs megalitik di Kab. Kuningan adalah ketinggian permukaan tanha antara 101_751 m dpl, bentuk medan lereng, batuan geologi QYU, wilayah akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir setempat dengan akuifer produktif, jarak ke sumber air tanah 0,5 km sampai 100 liter/detik, jarak situs ke sungai"
2000
S11760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinny Riandini
"Banyaknya menhir di Kecamatan Ciampea, baik yang berdiri di dalam bangunan maupun yang berdiri sendiri merupakan suatu gejala yang menarik untuk dikaji sebagai sebuah penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat kecenderungan dalam bentuk, ukuran, posisi, dan penempatan menhir-menhir tersebut serta keterkaitannya dengan fungsi menhir-menhir itu sendiri. Data yang digunakan adalah seluruh menhir yang terdapat di Kecamatan Ciampea baik yang berdiri di dalam bangunan maupun yang berdiri sendiri. Menhir-menhir tersebut tersebar di lima situs. Adapun situs-situs tersebut adalah Situs Kramat Kasang, Situs Balaikambang, Situs Area Domas, Situs Komplek Jamipaciing, dan Situs Pasir Manggis. Seperti layaknya penelitian Arkeologi pads umumnya, metode analisis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis khusus dan metode analisis kontekstual. Pada analisis khusus, menhir-menhir tersebut diamati satu persatu mengenai bentuk, ukuran, dan orientasi dari tiap-tiap menhir yang ada di daerah penelitian. Setelah dilakukan analisis khusus, hasil dari analisis khusus ini digunakan untuk membuat pengelompokan menhir dengan membuat integrasi dari varibel-variabel analisis tersebut dengan tujuan untuk mengetahui tipe beserta variasi_variasinya. Setelah mendapatkan hasil tersebut, penelitian dilanjutkan dengan analisis kontekstual. Analisis kontekstual ini dilakukan untuk melihat adakah kecenderungan hubungan antara tipe-tipe menhir tersebut terhadap situsnya yang menjadi matriks dari keberadaan menhir itu sendiri. Pada akhirnya setelah rangkaian pendeskripsian dan tahapan analisis yang telah dilakukan, menghasilkan kesimpulan bahwa menhir yang terdapat di Situs Kecamatan Ciampea ini sebagian besar berbentuk balok pipih (Bd), dengan ukuran menhir yang relatif kecil (1lk) dengan tinggi maksimal 18-68 cm. Di letakkan di sebelah tenggara (Kh), dan di letakkan dengan posisi memanjang ke arah timur (PD). Apabila dikaitkan dengan fungsi berdasarkan tipe dan juga penempatannya maka terdapat menhir yang diperkirakan sebagai penopang, pembatas tema dan juga sebagai sarana pemujaan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11566
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Santoso
"Bangunan megalitik dibangun atas dasar kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Kepercayaan akan hal ini dimanifestasikan dalam berbagai bentuk megalitik. Pada beberapa punden berundak, kepercayaan ini dapat dibuktikan dengan adanya altar dengan orientasi ke tempat yang lebih tinggi atau penempatan menhir sebagai perwujudan roh nenek moyang. Keumuman yang ada di teras-teras punden berundak adalah ditemukannya menhir yang ditempatkan pada teras utama. Permasalahan penelitian dalam kaitannya dengan hal ini adalah batu lumpang di situs Pasir Lulumpang memiliki keunikan dengan ditempatkan pada teras teratas punden berundak. Tentunya dengan kondisi yang demikian, batu lumpang punden berundak situs Pasir Lulumpang memiliki kekhasan dalam hal organisasi ruang yang ada. Adanya upaya untuk mencari jawaban dengan analogi etnografi tentu saja menjadi alternatif bagi peneliti sebagai sumber interpretan yang juga menjadi bantuan analisis dengan permasalahan sebagaimana yang telah diungkapkan di atas. Adanya penempatan batu lumpang di teras teratas setidaknya menunjukkan bahwa ada yang dibedakan dalam hal penempatannya jika dibandingkan dengan fenomena di punden berundak lainnya. Di sini demikian nyata adanya fenomena pertandaan. Dengan kenyataan tentang permasalahan penelitian di atas maka adanya batu lumpang di puncak punden berundak ini menimbulkan berbagai pertanyaan, yaitu:Komponen-komponen apa saja yang termasuk dalam fenomena pertandaan pada punden berundak?, Apakah yang menjadi ground dalam pertandaan? Termasuk qualisign, sinsign, atau legisign? Apakah yang termasuk dalam ikon, indeks, dan simbol dalam hubungan antara tanda dengan referent-nya?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11745
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reko Tjatur B.
"ABSTRAK
Analisis yang memperhatikan situs sebagai satuan ruang penelitian pada tingkat meso telah kerapkali dilakukan dengan berbagai cara dan tujuan. Penelitian kali ini bertujuan untuk menganalisis situs guna mengetahui keteraturan-keteraturan dari temuan dalam situs. Hal tersebut dikaji dengan cara memperhatikan faktor-faktor bentuk dan ukuran batuan, jarak antar batu, dan denah tata letak batu. Kali ini analisis situs tersebut diterapkan pada situs masa megalitik di Desa Belumai, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. Di dalam situs Belumai yang diteliti tersebut terdapat 103 batu, yang terdiri atas 2 lumpang batu, 1 batu gajah, 1 batu datar, dan 99 batu tegak. Situs ini dipilih dari sejumlah situs di daerah Pasemah karena banyaknya jumlah batuan, terutama batu tegaknya, dan terkonsentrasinya temuan tersebut pada satu lahan datar, sementara daerah sekitarnya berlembah dan berbukit-bukit. Data penelitian dikumpulkan melalui survei lapangan, dengan cara mengukur masing-masing batu serta jarak antar batunya, sedang analisisnya menggunakan analisis pola titik (point pattern analysis). Setelah keletakan ruangnya dalam situs dipetakan, barulah dapat diungkap adanya himpunan batuan. Setiap himpunan tersebut disebut dengan Kelompok, yang terbagi atas Kelompok Utama, Kelompok Kedua, dan Kelompok Lain-lain. Setiap Kelompok tersebut diberi kode 3 angka, sehingga dapat mewakili tata letak batuannya. Angka-angka hasil pengukuran di atas kemudian divisualisasikan dalam bentuk gambar grafik garis, di mana masing-masing Kelompok batuan membentuk pola garis yang tertentu pula. Semakin sejajar grafik garisnya dengan sumbu horisontal maka semakin tampak keteraturan-keteraturannya. Dari bukti-bukti keteraturan tersebutlah dapat diperkirakan adanya norma budaya masyarakat masa megalitik di situs Belumai.

"
1996
S11883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Dedy Sulaiman
"Ciri khas dalam tradisi megaiitik adalah upacara yang menyolok pada waktu penguburan. terutama bagi mereka yang dianggap sebagai tokoh masyarakat. Bagi masyarakat seperti ini satu kematian tidak membawa perubahan esensial dalam status, kondisi ataupun sifatnya. Kematian membawa jasad dan jiwanya ikut pulang ke tanah yang dianggap asal. Sebagai wujud budaya matcri, wadah kubur merupakan indikator sistem religi khususnya pada tradisi Megalitik. Penelitian ini membahas persebaran dan orientasi situs kubur di Pulau Samosir. Untuk menjawab penelitian ini maka digunakan pendekatan determinasi lingkungan. Pendekatan ini melihat hubungan antara situs dengan situs serta hubungan antara situs dengan kajian penelitian terhadap situs kubur di Pulau Samosir ini tidak difokuskan pada morfologi wadah kubur, melainkan lebih memperhatikan lingkungan alam di sekitar Pulau Samosir dan variabel-variabel yang mempengaruhi persebaran wadah kubur tersebut.. Variabel-variabel sumber daya alam yang digunakan yaitu ketinggian, kelerengan, tanah, batuan, kemampuan tanah, air dan mata air, dan sungai. Variabel alam tersebut telah menyebabkan derajat persebaran situs megalitik mengelompok di pinggiran Pulau Samosir yaitu di sebelah timur laut dan barat laut. Dilihat dari orientasinya bahwa sebagian besar wadah kubur di Pulau Samosir menghadap ke tempat tinggi di tengah Pulau Samosir (ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut). Dengan uraian di alas dapat dikatakan bahwa penempatan situ-situs di Pulau Samosir tidak dilakukan dengan sembarangan. Penempatan situs tersebut mempertimbangkan, dan memanfaatkan sumber Jaya alam yang tersedia di Pulau Samosir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia pada masa megalitik di Pulau Samosir bersifat pasif dalann memanfaatkan alam. Mereka hanya memanfaatkan sumber daya alam yang sudah tersedia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12037
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library