Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Paulus Wirutomo
Jakarta: UI-Press, 2015
302.598 PAU s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009
959.8 SEJ IV
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Toni Hartono
Jakarta: Rajawali Press, 2022
302.2 TON s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nasruddin
Abstrak :
ABSTRAK
Pesantren selain dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam, juga dikenal sebagai lembaga sosial keagamaan. Orientasi kemasyarakatan pesantren sudah terwujud jauh sebelum pesantren dikenal oleh banyak orang. Bentuk kegiatan kemasyarakatan tradisional yang dimaksud antara lain pelayanan pengobatan dan berbagai kegiatan berbentuk pelayanan konsultasi kerohanian yang berkaitan dengan masalah kehidupan sehari-hari. Pelayanan kepada masyarakat tersebut pada dasarnya menunjukkan keinginan untuk mempertahankan kedudukan, tradisi, dan ciri kepribadian kyai dan Pesantren (Zeimek, 1986: 200). Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika para kyai atau pimpinan pesantren pada zaman dahulu selain menguasai ilmu-ilmu agama, juga senantiasa memperdalam pengobatan tradisional dan ilmu gaib. Latar belakang pendarong utama mengapa mereka memperdalam ilmu-ilmu tersebut didasarkan pada alasan bahwa penguasaan terhadap ilmu-ilmu tersebut merupakan suatu kepandaian yang diperlukan untuk menjaga citra dan posisi kyai dan pesantren. Hal itu sungguh bermakna penting dalam pengembangan dakwah dan pengembangan pengikut kalangan kyai pesantren (Horikhosi, 1979.126 dalam Fakih, 1988:149). Perkembangan selanjutnya selain kegiatan yang bersifat kemasyarakatan dikembangkan, namun kerangka dasar pengembangannya tidak berubah yakni disamping untuk pengembangan dakwah Islam, juga dalam rangka memperkuat pengaruh pesantren di masyarakat (Fakih,l9BB:149).
Sejak awal berdirinya hingga kini, menurut Sartano Kartodirdjo dalam Suyoto (1978:72), pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga kependidikan saja tetapi juga merupakan lembaga yang sangat panting dalam membentuk kehidupan sosial, kultural, dan keagamaan. Oleh karena itu, pesantren dianggap sebagai alat transfer budaya yang dapat membawa santri dan masyarakat ke dalam lingkup pengaruh sumber-sumber nilai akhlak sehingga dapat dijadikan kerangka acuan bagi sikap yang ideal menurut ajaran Islam (Wirosardjono, 1988: 81).
Selain itu, pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional masih tetap menampakkan ciri-ciri yang khas. Kekhasan tersebut terletak pada pola budaya yang dapat mempertemukan secara berdampingan antara nilai-nilai tradisional dari lingkungan masyarakatnya dengan manifestasi keislamannya, sehingga terwujudlah suatu konfigurasi khas pesantren oleh Zamakhsyari Dhofier (1982: 44-60) disebut "tradisi pesantren". Kekhasan tradisi pesantren oleh Abdurahman Wahid disebut sebagai "subkultur" yakni komunitas yang mempunyai ciri, watak dan sistem nilai tersendiri. Kekhasan tersebut terletak pada aspek-aspek cara hidup yang dianut, tata nilai dan pandangan hidup yang diikuti, serta hirarki-hirarki kekuasaan intern yang ditaati (Wahid, 1988:43).
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Ariningrum
Abstrak :
Pencatatan data kematian di Bumiayu melebihi prediksi angka kematian diwilayahnya. Faktor-faktor penting yang mendukung tingginya pencatatan data kematian di Kecamatan Bumiayu telah diamati pada waktu prapenelitian. Terdapat indikasi tentang adanya keterkaitan antara sistem sosial dengan birokrasi pada kerja pengumpulan data yang menunjang kelancaran dan pencapaian cakupan kegiatan tersebut. Selain itu terdapat relasi hegemoni yang berkembang dalam hubungannya dengan kegiatan pencatatan data kematian pada masyarakat di Kecamatan Bumiayu.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem sosial yang berkembang pada masyarakat Bumiayu jika ada kematian anggota keluarga dan peranan sistem tersebut dalam menunjang kelancaran kegiatan pencatatan data kematian di Kecamatan Bumiayu, menjelaskan proses terbentuknya keterpaduan sistem sosial dan birokrasi yang terdapat pada kerja pengumpulan data kematian dalam menjalankan kegiatan pencatatan data kematian di Kecamatan Bumiayu, dan menganalisis faktor-faktor penting yang berkembang dalam kerjasama sistem sosial dan sistem birokrasi pada kegiatan pencatatan data kematian.Kajian ini menggunakan pendekatan teori dari Antonio Gramsci. Pendekatan kualitatif dengan strategi etnografi digunakan pada penelitian ini. Hasil-hasil penelitian menunjukkan adanya peranan dari nilai-nilai Islam yang mendukung keberhasilan pencapaian cakupan pencatatan data kematian di Kecamatan Bumiayu. Lebai sebagai intelektual organik pada sistem sosial masyarakat Bumiayu mengenai pengurusan jenazah dan petugas SRS sebagai intelektual organik pada birokrasi kerja pengumpulan data kematian. Keterpaduan antara sistem sosial dan sistem birokrasi pada kerja pengumpulan data kematian membuahkan hasil berupa kerjasama antara petugas yang tergabung dan tidak tergabung dalam tim. Hal tersebut menunjukkan hegemoni telah berjalan pada kerjasama tersebut. Anggota tim SRS telah dapat mengembangkan ide mengenai kegiatan Sistem Registrasi Sampel menjadi sebuah ideologi. Komitmen aktif yang diikuti dengan ketaatan spontan telah menandakan terjadinya equilibrium keseimbangan antara pihak yang memerintah dan yang diperintah. Situasi demikian memudahkan untuk berjalannya suatu kegiatan. Hegemoni yang telah terbentuk didukung unsur kolektifitas dan kedisiplinan. Teori hegemoni dari Gramsci dapat digunakan untuk menjelaskan proses berjalannya suatu kebijakan.Penelitian ini juga menyarankan agar pelaksanaan pencatatan data kematian perlu memperhatikan sistem sosial lokal yang dianggap bermanfaat menunjang pelaksanaan kegiatan. Konsep hegemoni dari Gramsci perlu diterapkan dalam pelaksanaan pencatatan data kematian, karena kegiatan tersebut dapat berjalan jika ada equilibrium antara pihak yang memerintah dan diperintah, kolektifitas, dan kedisiplinan. Perlunya prinsip kebersamaan dan konsensus terhadap tujuan dan keberhasilan program. Keadaan tersebut dapat tercipta dengan mengadakan suatu kegiatan yang mempertemukan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan.
Recording of data on mortality in Bumiayu exceeds the predicted mortality rate in the region, so it can be used as a case study to see the cause of the success of the activity. Important factors supporting the high recording of data on mortality in Bumiayu Subdistrict have been observed at the time of pre study. There is an indication of the linkage between the social system and the bureaucracy at work of collecting data on mortality that support smoothness and achievement of coverage. In addition, there is a hegemony relationship in the activity of recording data on mortality in Bumiayu community. This research aims to analyze the social system that developed in the Bumiayu community if there is a death in the family and the role of the system to support the fluent recording of data on mortality of in the Bumiayu Subdistrict, explains the integration of social system and bureaucratic system contained in the work of collecting of data on mortality in the course of recording of data on mortality in District of Bumiayu, and analyze important factors that develops in cooperation of social system and bureaucratic system in activity of recording of data on mortality. This research uses a theory from Antonio Gramsci. Qualitative approach with ethnographic strategy used in this study. The results research show that there is a role of Islamic values that support the successful achievement of coverage recording of data on mortality in Bumiayu Subdistrict. Lebai as organic intellectual in social system of Bumiayu society to take care the corpse and SRS officers as organic intellectuals in the work bureaucracy of collecting data on mortality. The integration between the social system and the bureaucratic system in the work of collecting data on mortality resulted in the form of cooperation between officers who joined and did not join the team. It shows hegemony has been running on the cooperation. SRS team members have been able to develop ideas about the activities of the Sample Registration System into an ideology. Active commitment followed by spontaneous obedience has signaled equilibrium between the governing and the governed. Such a situation makes it easy for an activity to run. The established hegemony is supported by the element of collectivity and discipline. The hegemonic theory of Gramsci can be used to explain the process of running a policy. This research also suggests that the implementation of recording data on mortality needs to take into consideration the local social system that is considered useful to support the implementation of the activities. The hegemony concept of Gramsci should be applied in the implementation of the recording data on mortality, because the activity can run if there is equilibrium between the governing and governing parties, collectivity, and discipline The necessity of the principle of togetherness and consensus on the goals and success of the program. The situation can be created by holding an activity that brings together the parties involved in the activity. Keywords social system, hegemony, organic intellectual.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2325
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wuisman, Jan Jacques Jeroen Maria
Abstrak :
Buku Penelitian Ilmu Sosial: Meneladani Pendekatan Sistematis ini adalah kelanjutan dari buku Teori dan Praktek: Memperoleh kembali kenyataan supaya memperoleh masa depan. Jika dalam buku kedua penulis mengurai permasalahan pemanfaatan ilmu sosial dan ilmu lain terkait dengan ilmu sosial untuk tujuan memecahkan masalah konkret atau masalah pembangunan, maka dalam buku ini ditunjukkan jalan keluar dari kebuntuan yang dihadapi para ilmuwan sosial dalam bidang-bidang kebijakan tertentu. Jangkauan yang kelihatannya ambisius tersebut ditopang oleh pengalaman Dr. Jan J.J.M. Wuisman, yang selain mengajar dan mengembangkan metode penelitian ilmu sosial, juga dilatarbelakangi pengalaman praktis ketika menjadi peneliti pada proyek-proyek pembangunan di Indonesia yang disponsori oleh UNDP dan FAO dan proyek-proyek lainnya di Indonesia pada tahun 1970-an ketika pembangunan dimulai di Indonesia.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2021
300.72 WUI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Surti Nastiti
Abstrak :
Kegiatan ekonomi merupakan salah satu perwujudan adaptasi manusia terhadap lingkungan. Sejak masa prasejarah manusia telah menyelenggarakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup utamanya. Adapun faktor yang mendorong perkembangan ekonomi, pada awalnya hanya bersumber pada problem untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs), yaitu kebutuhan untuk memuaskan kebutuhan hidup/biologis. Akan tetapi pada perkembangan selanjutnya, sebagai makhluk sosial manusia juga menghadapi kebutuhan sosial, serta integratif bagi makhluk berakal seperti aktualisasi diri, keagamaan, dan legitimasi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, tidak banyak masalah, akan tetapi justru kebutuhan sosial yang berkaitan dengan problem untuk mencapai kepuasan atau keinginan (wants) atas kekuasaan (power), kekayaan (wealth), dan martabat/wibawa (prestige) itu yang tidak mengenal batas. Kegiatan ekonomi yang tadinya hanya didasarkan kebutuhan hidup kemudian meluas menjadi kebutuhan sosial, karena manusia tidak pernah menikmati hasil produksinya sendiri tapi juga dinikmati oleh orang lain. Dalam ilmu ekonomi dikenal dua kegiatan ekonomi, yaitu ekonomi subsistensi dan ekonomi pasar. Ekonomi subsistensi ialah ekonomi yang terselenggara dengan melakukan produksi untuk kebutuhan sendiri, sedangkan ekonomi pasar terjadi akibat terciptanya hubungan antara dua pihak karena adanya penawaran (supply) dan permintaan (demand) (Wibisono 1991:23). Pada prakteknya tidak ada ekonomi subsistensi yang memungkinkan segala macam hasil produksi dikonsumsi sendiri oleh produsen. Juga tidak ada ekonomi pasar yang memungkinkan semua barang dan jasa didistribusikan melalui pasar. Tidak ada masyarakat yang dapat berfungsi tanpa produksi subsistensi (Evers 1988:171). Timbulnya pasar tidak lepas dari kebutuhan ekonomi masyarakat setempat. Kelebihan produksi setelah kebutuhan sendiri terpenuhi memerlukan tempat penyaluran untuk dijual. Selain itu, tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi dengan hasil produksinya sendiri. Manusia memerlukan "pasar" tempat ia bisa memperoleh barang atau jasa yang diperlukan akan tetapi tidak mungkin dihasilkan sendiri.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Satya Damayanti
Abstrak :
ABSTRAK
Ancaman degradasi yang terus tetjadi pada ekosistem lmnun di pesisir Kabupaten Bintan menjadi dasar dilakukannya pengelolaan ekosistem lamun di dua dasa di pesisir Timor Bintan yaitu Desa Maiang Rapat dan Desa Teluk Bakau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengelolaan ekosistem lamun berdasarkan pola konektivitas sistem sosial ekologi yang diukur dengan indikator ekologi, sosial ekonomi, kelembagaan. Penelitian dilakukan dengan metode survei selama bulan Agustus-September 2010 dengan jumlah responden 120 nelayan. lndikator ekologi memperlihatkan fluktuasi persentase tutupan lamun Bintan dari bulan Maret-Juni 2010 dan didominasi oleh spesies Enhalus acoroldes. Kondisi sosial ekonomi masyarakat umumnya adalah nelayan dengan alat tangkap jaring yang masih membutuhkan mata pencaharian altematif untuk menambah pendapatan. Karakteristik kelembagaan nelayan terlihat darl adanya kelompok nelayan di kedua desa namun sebegian besar nelayan tidak aktif di dalam kelompok tersebut.
ABSTRACT
The threat of degradation that continues to occur in sea grass ecosystems in the coastal of Bintan Regency became the basis sea grass ecosystem management in two villages on the eastern coast of Malang Rapat Vlllage and Teluk Bukau Village. This study aims to determine the effectiveness of seagrass ecosystem management based on connectivity patterns of socio-eoological sysrem as measured by indicators of ecological, socio-economic, end institutional. Research conducted by survey during August-September 2010 with the number of respondents 120 fishermen. Ecological indicator shows the percentage fluctuations in sea grass cover from March-1une 2010 and is dominated by species Enhalus acoroides. Socio-economic condition of community generally is fishing with nets fishing gear that still need alternative livelihoods to increase income. Institutional characteristics of fishermen can be seen from the group of fishermen in both villages but most fishermen are not active in the group.
2011
T33709
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Limbong, Washington Robert
Abstrak :
Kemajemukan bangsa Indonesia tergambar dari ras termasuk di dalamnya ciri-ciri fisik tertentu; suku bangsa termasuk di dalamnya kebudayaan; bahasa; struktur masyarakat; sistem politik; identitas diri; solidaritas dan mempunyai wilayah sendiri; agama yaitu yang meliputi agama-agama dunia seperti Islam, Kristen, Hindu dan Budha. Perbedaan-perbedaan ini merupakan suatu hal yang tidak bisa dipungkiri, harus diterima sebagai kenyataan dan tidak mungkin dan tidak perlu dirubah. Supaya perbedaan-perbedaan ini tidak merugikan satu sama lain golongan, perlu diadakan pengaturan. Suatu pengaturan hubungan antar golongan, suku bangsa, agama dan lain-lain, hingga berkehidupan dalam keadaan harmoni dan terintegrasi. Setelah Indonesia merdeka, proses untuk menumbuhkan rasa solidaritas ditengah-tengah masyarakat Indonesia ternyata tidak mudah, diperlukan proses dan untuk waktu yang sangat lama. Karena kelompok-kelompok yang ada sebelum kemerdekaan, terdiri dari banyak organisasi sosial yang masih didasarkan kepada kepentingan. Ada organisasi sosial yang berdasarkan solidaritas kedaerahan, berdasarkan solidaritas agama, berdasarkan solidaritas rasial, berdasarkan solidaritas kesukuan, dan berdasarkan solidaritas keindonesiaan. Sejarah pertumbuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menyangkut beberapa aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti halnya konstitusi yang mengalami beberapa kali perubahan hingga pada saat diberlakukan kembali pada tanggal 5 Juli 1959. Sistem demokrasi pada mula kemerdekaan adalah demokrasi Liberal, yang berakibat tumbuhnya partai politik cukup banyak. Keadaan ini tidak pernah menjamin stabilitas nasional dan memberi peluang untuk melaksanakan pembangunan nasional. Terjadi situasi saling mencurigai antara partai politik yang satu dengan yang lainnya, demikian juga terdapat sikap curiga dari daerah-daerah terhadap pemerintah pusat,berkembangnya perasaan kesukuan, kedaerahan, agama, dan golongan. Puncak dari segala kecurigaan yang terjadi, terwujud dalam bentuk pemberontakan-pemberontakan di daerah-daerah. Kebudayaan atau peradaban, adalah kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat kebiasaan, dan lain-lain kemampuan dan kebiasaan manusia selaku anggota masyarakat. Demikian juga nilai-nilai dan norma-norma, objek dan pola-polas orientasi terhadap objek dalam interaksi sosial, kesemuanya disebut fenomena budaya. Sistem Budaya mengatur aspek kehidupan orang-orang yang dianggap, atau yang rnenganggap dirinya sendiri sebagai pendukung sistem itu. Jadi untuk memperoleh keteraturan dalam suatu masyarakat, fenomena budaya harus dipahami dan diterima sebagai sistem-sistem yang ada oleh semua orang-orang pemilik sistem itu. Proses modernisasi bukan sekedar strategi pembangunan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat, melainkan suatu pendekatan komprehensif terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat. Perubahan sosial sebagai akibat modernisasi dalam hal ini sistem kultural, tidak hanya mengesahkan tata kolektif masyarakat tetapi juga menyediakan pedoman bertingkah laku setiap orang. Sistem nilai kultural yang lebih luas yang menggerakkan manusia kearah tindakan rasional. Tindakan rasional meliputi penentuan tujuan yang hendak dicapai secara jelas, perhitungan tentang cara paling efektif untuk mencapai tujuan. Berhasilnya program-program modernisasi dari negara-negara baru sebagian besar tergantung pada jalannya sistem pendidikan mereka. Sekolah sebagai sarana pencerdasan setiap orang, upaya pembentukan nilai-nilai, mempertumbuhkan sikap batin, membentuk alam pikiran yang rasional. Pendidikan, informasi dan komunikasi secara integral komprehensif merupakan faktor yang mutlak perlu untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Faktor-faktor ini mempunyai, pengaruh langsung atas sistem sosio-kultural masyarakat juga berpengaruh kepada kemampuan untuk menerima gagasan-gagasan baru, sehingga berpengaruh pula pada aspek kehidupan yang,lainnya. Implementasi hidup bermasyarakat dalam rangka integrasi, membuat setiap anggota masyarakat akan merasa terikat satu dengan yang lain oleh saling pengertian, altruisme dan cinta. Solidaritas, sebagai salah faktor integrasi, mempersatukan manusia-manusia yang hidup di dalam suatu masyarakat pada suatu saat tertentu di dalam sejarahnya. Artinya, orang-orang dari beberapa generasi yang hidup bersama pada saat yang sama. Suatu jenis ikatan yang mempersatukan generasi-generasi yang menyusul merupakan suatu aspek yang sangat penting dari integrasi. Anggota-anggota masyarakat yang semakin dekat hubungannya satu dengan yang lainnya, semakin besar pula rasa kasih sayang yang sudah tertanam, sehingga semakin besar pula keeenderungan untuk menahan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Hal ini merupakan hasil terwujudnya pola-pola penglihatan (persepsi), perasaan dan penilaian yang dianggap merupakan pola-pola kepribadian masyarakat. Suatu unsur yang sangat penting dari bentuk kepribadian keindonesiaan adalah identitas diri. Setiap orang Indonesia, seharusnya atas segala identitas yang melekat pada dirinya selalu mengutamakan identitas selaku orang Indonesia, kemudian baru diikuti oleh identitas lainnya. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data bersifat memaparkan gejala - studi kepustakaan - Pengamatan lapangan-wawancara dengan kelompok-kelompok masyarakat. Gejala atau kenyataan yang terlihat dalam penelitian kemudian ditafsirkan, digambarkan dengan suatu istilah, pernyataan, atau rumusan dalam penulisan selanjutnya. Integrasi menuntut loyalitas sedangkan modernisasi menuntut kemampuan. Masalah integrasi diwujudkan oleh seperangkat gejala sosial tertentu dalam dunia fisik yang dapat dirasakan, diuraikan, dan diterangkan dalam kerangka pemikiran. Sebagai hasil-hasil yang diperoleh dari pemikiran tersebut, antara integrasi dengan modernisasi tidak selalu serasi tuntutannya. Proses modernisasi mencakup semua aspek kehidupan masyarakat, dimanapun modernisasi itu terjadi termasuk di Indonesia. Dari berbagai masalah yang ditemui, implementasi modernisasi berkaitan dengan integrasi nasional terdapat banyak kenyataan-kenyataan yang tidak saling mendukung. Sebagai misal, apabila modernisasi didahulukan di satu pihak, maka dipihak lain integrasi akan terabaikan. Integrasi, sebagai wadah pengembangan solidaritas yang besar. Apabila tidak terdapat perasaan terintegrasi dari sesama anggata masyarakat Indonesia, dan ternyata masih dominan perasaan kesukuan, ikatan kepulauan, ikatan keagamaan yang tertutup, bahasa dan ikatan primordial lainnya, dengan sendirinya akan tidak mendukung kepada Ketahanan Nasional. Hasil-hasil pembangunan sangat dipengaruhi oleh stabilitas nasional dan stabilitas nasional tergantung kepada sistem politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Berdasarkan hasil-hasil dari penelitian terhadap kenyataan-kenyataan hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang berkaitan dengan Modernisasi dan Integrasi Nasional tampak Modernisasi mempunyai gejala-gejala sendiri demikian juga Integrasi Nasional. Kedua macam proses tersebut faktor-faktornya ada yang saling mendukung dan ada pula yang tidak saling mendukung. Sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang hidup dan tumbuh di tengah-tengah masyarakat Indonesia, Modernisasi membutuhkan banyak hal sekaligus. Sedangkan disisi lain dari kehidupan berbangsa dan bernegara Integrasi Nasional belum sepenuhnya terwujud. Oleh karena itu, proses Modernisasi dan Integrasi Nasional dilakukan berdasarkan asas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan.
Depok: Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>