Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sania Diaurrahmi BS
Abstrak :
ABSTRAK
Capaian kesejahteraan suatu negara tidak lagi hanya tergantung pada sumber daya alam yang dimiliki. Kemajuan teknologi yang tercermin dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi telah lama dipahami sebagai faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi. Sistem inovasi menjadi penting dalam mengakomodir kebutuhan pengembangan dan distribusi ilmu pengetahuan yang sangat dibutuhkan sebagai bahan bakar utama kemajuan perekonomian dalam era Knowledge Based Economy ini. Keberagaman potensi lokal antar wilayah di Indonesia yang cukup besar memerlukan sistem inovasi yang dapat mengakomodir hal tersebut, sehingga memunculkan pengembangan wacana Sistem Inovasi Daerah SIDa . Dengan berkembangnya SIDa di seluruh daerah akan mendorong capaian inovasi nasional pula.Dengan keterbatasan regulasi dalam implementasi SIDa yang masih dini ini, namun persaingan global terus terbuka, tak dapat dihindari dan semakin kompetitif. Karena itu dibutuhkan berbagai kebijakan yang tepat sebagai langkah-langkah sistemik implementasi inovasi. Dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process AHP disusun hirarki arah kebijakan penguatan SIDa yang dapat segera diberi arahan ataupun regulasi lebih lanjut oleh Pemerintah Pusat dengan meminta expert untuk mengisi kuisioner yang disusun lalu dilakukan pembobotan.Hasilnya kriteria pendanaan menjadi faktor yang dianggap penting untuk dikuatkan dibandingkan kriteria lainnya. Sehingga dalam hirarki arah kebijakan keseluruhan, penataan APBD dan APBN untuk SIDa menjadi arah kebijakan prioritas pertama dan kedua dan kemudian baru dilanjutkan dengan arah kebijakan yang merupakan bentuk komitmen pelaksanaan SIDa di daerah yakni Penyusunan Roadmap, RPJMD dan RKPD di daerah sebagai prioritas ketiga. Meskipun penyusunan Roadmap, RPJMD dan RKPD di daerah merupakan kunci komitmen pelaksanaan penguatan SIDa di daerah, namun jika dukungan regulasi maupun petunjuk pelaksanaannya dirasa lebih memadai dibandingkan arah kebijakaan terkait penataan pendanaan, maka memungkinkan jika arah kebijakan penataan pendanaan diprioritaskan untuk diberi aturan lebih lanjut.
ABSTRACT
Achievement prosperity of a country is no longer just depend on natural resources owned. Advances in technology are reflected in the level of mastery of science and technology has long been understood as an important factor in economic growth. Systems innovation becomes important to accommodate the needs of the development and distribution of knowledge that is needed as the primary fuel economic progress in this era of Knowledge Based Economy. The diversity of local potential between regions in Indonesia sizeable require innovation system can accommodate it, so that led to the development discourse of the Regional Innovation System SIDA . With the development of SIDA in the whole region will encourage the achievement of the national innovation anyway.With a lack of regulation in the implementation of SIDA is still early, but global competition continues to be open, unavoidable and increasingly competitive. Because it takes a variety of appropriate policies as a step by step implementation of systemic innovation. By using Analytical Hierarchy Process AHP arranged hierarchy SIDa strengthening the policy direction that may soon be given a referral or further regulation by the Central Government to ask the expert to fill out questionnaires and then be weighted compiled.The result is a funding factor criteria are considered important for strengthened compared to other criteria. So that in the hierarchy of the overall policy direction, the arrangement of the APBD and APBN for SIDa to be a first and second policy priority and then just continued with the policy direction which is a form of commitment, the implementation of SIDA in the preparation of the Regional Roadmap, RPJMD and RKPD as the third priority. Although the preparation of the Regional Roadmap, RPJMD and RKPD is a key commitment to strengthen the implementation of SIDA in the region, but if the regulatory support and guide its implementation is considered more adequate than the policy direction associated funding arrangement, it is possible that the arrangement of the funding policy priority to be given more rules.
2015
T46578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Pranowo
Abstrak :
Meningkatnya konsumsi daging sapi selama 10 tahun terakhir, tidak diimbangi dengan laju produksi daging nasional, sehingga pemerintah pusat menggulirkan Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014 yang dimulai pada tahun 2010. Dengan potensi yang dimiliki oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ditetapkan sebagai koridor ekonomi MP3EI yang difokuskan pada sektor peternakan. Penelitian ini mengevaluasi program peningkatan populasi sapi di provinsi NTB, program Bumi Sejuta Sapi (BSS) NTB, dan menganalisis sistem inovasi daerahnya. Program BSS NTB tidak mencapai target populasi yang ditetapkan. Melalui pendekatan kualitatif, permasalahan seperti tingkat pemotongan betina produktif yang meningkat, tingkat kelahiran pedet melalui Inseminasi Buatan masih rendah, penggunaan teknologi pakan masih minim, serta pendampingan Sarjana Membanun Desa (SMD) belum optimal menghambat laju pertumbuhan populasi sapi di NTB. Selain itu, sistem inovasi daerah di program BSS belum berjalan efektif karena masih adanya path-dependent pada masyarakat peternak. ...... In order to increased the domestic beef production to fullfill beef consumption that has been increased for the past ten years,the central government through Ministry of Agriculture has enacted a program called Beef Self-Sufficiency Program 2014 which was started from 2010. West Nusa Tenggara (NTB) has been appointed as livestock sector in MP3EI. This study will analyzeregional innovation system in the cattle-beef development program in NTB Province, Bumi Sejuta Sapi(BSS) NTB. BSS NTB didn't meet their target on the cattle-beef population. Using qualitative approach, high rate of slaughter of local cows, low birth rate of calf through artificial insemination, low utilization of feed technology and mentoring through Sarjana Membangun Desa (SMD) not optimal identified as the constraint factors in increasing cattle-beef stock. Moreover, regional innovation system in BSS NTB is not effective due to persistence of path-dependent from the cattle-beef farmers.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T42595
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melati Ayuning Pranasari
Abstrak :
Peningkatan daya saing daerah merupakan salah satu tujuan dari otonomi daerah dan setiap daerah dituntut untuk mampu mempercepat peningkatan daya saing. peringkat daya saing kota Depok dibandingkan dengan kota besar di Indonesia menduduki peringat 107 dari 434 kabupaten/kota yang dipetakan kemampuan daya saingnya. Salah satu indikator untuk mengukur daya saing adalah inovasi, pengembangan inovasi dilakukan dengan membentuk Sistem Inovasi Daerah (SIDa). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis terbentuknya Sistem Inovasi Daerah (SIDa) di Kota Depok dan menganalisis faktor-faktor apa saja berpengaruh dalam pengembangan Sistem Inovasi Daerah (SIDa) di Kota Depok. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah postpossitivisme. Hasil dari penelitian ini adalah tahapan pembentukan SIDa di Kota Depok dilakukan dengan menentukan tema SIDa yaitu menetapkan produk unggulan yang akan dikembangkan, penetapan kebijakan yang akan dijadikan dasar dalam pelaksanaan SIDa dan penataan unsur SIDa (Tim SIDa yang terdiri dari stakeholder yang terkait yaitu pemerintah daerah, bisnis, akademisi, dan masyarakat berbasis komunitas serta kelembagaan). Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan SIDa di Kota Depok adalah potensi yang dimiliki oleh Kota Depok (pertanian, perikanan, peternakan dan industri kreatif), jaringan/interaksi antar stakeholder yang sudah terbentuk dan kelembagaan yaitu keberadaan lembaga R&D baik yang dimiliki oleh Pemda maupun dari perguruan tinggi yang ada di Kota Depok.
An increasing of local competitiveness is one of objectives of local autonomy. Each region should be able to accelerate an improvement of competitiveness. In term of competitiveness, Depok City compared to other big cities in Indonesia ranks at 107 of 434 districts/cities that are mapped its capabilities of the competitiveness. One of indicators for measuring is innovation, i.e. the innovation that formed by establishing a Regional Innovation Sistem or Sistem Inovasi Daerah (SIDa). Objectives of this research are to analyze the formation of SIDa in Depok City and to analyze factors that influence in developing SIDa in the city. A methodology is used in the research is post-positivism. Result of the research is phases of the formation of SIDa in Depok City that is determined a theme of SIDa, which is to establish a superior product that will be developed. The theme refers as well to defining a policy that can be used as a basis for implementing SIDa and structuring elements of SIDa (Team of SIDa consisting relevant stakeholders from local government, private sector, academia, and community - based organizations and institution). Factors that influence in the development of SIDa in Depok City is potential resources (agriculture, fishery, livestock and creative industries), networking/interaction among stakeholders that has been formed and institutionalized, namely the existence of R & D, either belongs to local government or university in Depok City.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45755
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leope Pinnega Herritesta Handika
Abstrak :
ABSTRAK
Kesadaran akan pentingnya pemanfaatan sistem inovasi untuk mendukung pembangunan, dipicu terjadinya proses transisi perekonomian dunia yang semula berbasis pada sumber daya menjadi perekonomian berbasis pengetahuan atau KBE. Tesis ini memberikan kontribusi dalam memahami penguatan Sistem inovasi dalam kebijakan pembangunan di provinsi NTT menggunakan metode SSM dalam kerangka hirarki kebijakan Bromley (1989). Hasil analisis menunjukkan bahwa belum adanya kebijakan lokal sebagai payung legitimasi SIDa di daerah yaitu roadmap penguatan SIDa yang terintegrasi dengan RPJMD menyebabkan penguatan SIDa dalam kebijakan pembangunan pemerintah provinsi NTT tidak berjalan efektif pada tataran organisasi maupun tataran operasional. Oleh karena itu, pengaturan kebijakan pada ketiga tataran kelembagaan tersebut tidak bisa dilihat secara terpisah antara satu dengan yang lain, karena saling berkaitan. Untuk itu pemerintah provinsi perlu melakukan revisi peraturan daerah tentang RPJMD sebagai payung legitimasi SIDa di daerah. Kemudian perlu meningkatkan kapasitas dan kapabilitas BPPD provinsi, sehingga semakin berkompeten mengkoordinasikan kegiatan penguatan SIDa. Terakhir perlu merevitalisasi konsorsium menggunakan model triple helix I.untuk menunjang peningkatan intensitas dan kualitas interaksi stakeholder inovasi dalam dalam satu rantai kegiatan penguatan SIDa.
ABSTRACT
Awareness of importance the use innovation system to support development, triggered by world economy transition which was originally based on a resource based economy into a knowledge- based economy or KBE. This thesis contributes to understanding strengthening of innovation systems in NTT province policy development using SSM method within policy framework of hierarchy Bromley (1989). The analysis showed that the absence of a local policy as an system innovation legitimacy in the region, specifically roadmap SIDA which integrated with RPJMD cause strengthening SIDA in the NTT provincial government's development policy has not been effective at organizational level and operational level. Therefore, setting institutional policy on the third level can’t be seen in isolation from one another, due to inter-related. The provincial government needs to revise local regulations that legitimacy SIDA in the region. Then the need to increase the capacity and capability BPPD province, so the more competent coordinate building activities SIDA. Last need to revitalize the consortium using triple helix model I, to increase intensity and quality of stakeholder interaction in the chain of innovation in building activities SIDA.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T41653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anugerah Yuka Asmara
Abstrak :
ABSTRAK
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menjadi kabupaten paling inovatif di Indonesia, khususnya dalam hal inovasi pelayanan kesehatan (IPK). Sama halnya dengan inovasi di pemerintah daerah lainnya, praktik IPK di Kabupaten Banyuwangi juga tidak terlepas dari tingginya peran kepala daerah. Artinya, keberlanjutan IPK di Kabupaten Banyuwangi akan dipertanyakan jika Bupati Banyuwangi saat ini tidak menjabat lagi. Studi ini merupakan pendekatan post-positivistik dengan jenis penelitian kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan kesiapan Pemkab Banyuwangi dalam menjaga keberlanjutan inovasi melalui Sistem Inovasi Total (SIT) Ato- F. Teknik pengumpulan data dilakukan secara mixed method baik melalui kuesioner dan wawancara mendalam serta dokumentasi. Penelitian yang dilakukan sejak 1 Oktober 2018 hingga 30 Mei 2019, menghasilkan 2 (dua) temuan penelitian. Temuan pertama, kesiapan Pemkab Banyuwangi dalam berubah dapat dikatakan siap, namun kesiapan tersebut belum disertai dengan adanya kesiapan sistem inovasi yang terlembaga di dalam organisasi tersebut. Kasus IPK di Kabupaten Banyuwangi, keempat elemen SIT A-to-F tidak hadir secara utuh. Di elemen proses inovasi, Bupati Banyuwangi memainkan peran mulai dari A-to-F, namun bagaimana teknik inovasi, anggaran, waktu yang dialokasikan masih belum terdokumentasi dengan baik. Begitu pula budaya kreatif yang saat ini mulai terbentuk karena tingginya peran Bupati Banyuwangi dalam menginisiasi hal tersebut. Sementara itu, 2 (dua) elemen lainnya yaitu perencanaan strategis inovasi dan metrikinsentif inovasi masih belum ada di Pemkab Banyuwangi. Temuan kedua, untuk menjaga keberlanjutan inovasi melalui SIT A-to-F, ada faktor-faktor yang menjadi pendorong dan juga penghambat. Ada lima faktor pendorong yaitu adanya regulasi, adanya kompetisi inovasi, perekrutan sumber daya manusia unggul, keterlibatan organisasi non pemerintah, dan komitmen pimpinan organisasi. Sementara itu lima faktor penghambat yaitu belum ada program inovasi secara khusus, belum ada peraturan daerah terkait inovasi, belum ada studi-studi kebijakan terkait inovasi pelayanan publik, belum ada mekanisme insentif khusus bagi inovator, dan tingginya intervensi Bupati Banyuwangi.
ABSTRACT
Regency of Banyuwangi is the leader of all regencies in term of public health service innovation (IPK). In line with innovation practices of local governments at general, IPK practices cannot be removed from high role of a local leader of Banyuwangi. It means that sustainable IPK practice will be questioned if the recent Regent of Banyuwangi will be substituted in next period. The approach used in this study is the post-positivism with type of qualitative research to yield descriptive data, aiming to describe readiness of Regency of Banyuwangi in maintaining sustainable innovation through Total Innovation System (TIS) of A-to-F model. Data collection technique were derived by means of mixed method through questionare, depth interview and documentation as well. The duration of research time which was started from October 1st 2018 up to May 30th, 2019, yielding two study findings. First finding, readiness of Regency of Banyuwangi in context of organizational change is ready, but this readiness has not been accompanied by the readiness of an institutionalized innovation system within the organization. Case of IPK in Banyuwangi Regency, those elements of TIS A-to-F are not present completely. At innovation process element, the Regent of Banyuwangi plays role starting from A-to-F functions, but how innovation technique, fund resouces, and time are not well documented. At creative culture element, role of Regent of Banyuwangi is central in creating this culture. While, two elemens both strategic innovation planning and metricincentive of innovation are not appearing in Regency of Banyuwangi. Second finding, to maintain sustainable innovation through TIS of A-to-F model, there are supporting and hindering factors. The supporting factors are existence of regulation, existence of innovation competition, excellent human resources recruitment, involvement of nongovernment organizations, and leadership commitment. Whereas, the hindering factors are absence of special innovation program, absence of local government regulation of innovation, absence of policy and innovation studies, absence of special incentive mechanism for innovators, and high intervention of Regent of Banyuwangi.
2019
T53761
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library