Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
England : The Avi Publisher, 1967
610.28 FIR s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Fitriana
Abstrak :
Latar Belakang: Persalinan preterm adalah persalinan sebelum usia kehamilan 37 minggu lengkap. Persalinan preterm ini masih menjadi masalah di seluruh dunia. Pada laporan World Health Organization WHO , Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan persalinan preterm terbanyak yakni 675.700 persalinan pada tahun 2010. Berbagai faktor dihubungkan dengan penyebab terjadinya persalinan preterm, termasuk salah satunya adalah gangguan nutrisi selama kehamilan, terutama seng, selenium, besi dan tembaga. Tujuan: Penelitian ini membandingkan kadar seng, selenium, besi dan tembaga pada serum maternal ibu hamil normal dan preterm. Metode: Penelitian dilakukan dengan uji potong-lintang dengan subjek penelitian ibu hamil baik preterm maupun aterm yang akan melaksanakan persalinan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Budi Kemuliaan Jakarta pada Januari hingga April 2017. Penelitian dilakukan dengan membandingkan kadar masing-masing mikronutrien pada kedua kelompok subjek. Hasil: Dalam jangka waktu Januari hingga April 2017 didapatkan 53 subjek penelitian yakni 30 ibu hamil normal dan 23 ibu dengan kehamilan preterm. Seluruh subjek dimasukkan dalam analisis data. Kadar seng, selenium, besi dan tembaga pada ibu dengan kehamilan preterm secara berurutan adalah 42 g/dL, 72,39 g/L, 74 g/L, dan 2144,52 g/dL. Sedangkan kadar seng, selenium, besi dan tembaga pada ibu hamil normal secara berurutan adalah 42 g/dL, 67,27 g/L, 70,5 g/L, dan 2221 g/dL. Tidak ada perbedaan bermakna kadar mikronutrien pada kedua kelompok subjek. Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kadar seng, selenium, besi dan tembaga pada ibu hamil normal dan ibu dengan kehamilan preterm. ...... Background: Preterm labor is delivery before 37 weeks of gestation. This preterm labor is still a worldwide burden. According to World Health Organization WHO report in 2010, Indonesia was ranked the fifth among other countries, with 675.700 preterm deliveries. Various factors were associated with the cause of preterm labour, including nutritional disorder in pregnancy, such as zinc, selenium, iron and copper. Objective: The aim of this study is to compare zinc, selenium, iron and copper levels in maternal serum of normal and preterm pregnancy. Methods: It is a cross sectional study with preterm and normal pregnant woman who will carry delivery in Dr. Ciptomangunkusumo National Hospital and Budi Kemuliaan Jakarta Hospital from January to April 2017. This study was conducted by comparing the levels of each micronutient in both groups of subjects. Result: From January until April 2017, there were 53 subjects divided into 30 normal pregnant women and 23 preterm pregnant women. The levels of zinc, selenium iron and copper in preterm pregnancy were 42 g dL, 72,39 g L, 74 g L, and 2144,52 g dL. Levels of zinc, selenium, iron and copper ini normal pregnant women were 42 g dL, 67,27 g L, 70,5 g L, and 2221 g dL. There was no difference in micronutrients level in both groups. Conclusion: This study concluded that there was no difference in zinc, selenium, iron and copper levels in normal and preterm pregnancy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Deviriyanti Agung
Abstrak :
Latar Belakang: Preeklamsia merupakan masalah penting yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal. Preeklamsia berhubungan dengan stres oksidatif pada sirkulasi maternal. Preeklampsia merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan antioksidan sehingga terjadi reaksi inflamasi berlebihan pada kehamilan yang berakibat disfungsi endotel. Antioksidan dan inflamasi dalam tubuh ditentukan oleh status gizi ibu dan bayi yang dapat dinilai dari kadar serum ibu seperti zink, selenium, besi dan tembaga. Tujuan: Diketahuinya perbedaan kadar zink, selenium, besi dan tembaga dalam serum maternal dan tali pusat pada preeklamsia. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan jumlah sampel 35 yang melakukan persalinan di RS Cipto Mangunkusumo. Setelah itu data disajikan dalam tabel dan dianalisis dengan uji T berpasangan dan uji Wilcoxon. Penelitian ini sudah lolos kaji etik dan mendapat persetujuan pelaksanaan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI-RSCM. Hasil: Kadar rerata zink pada serum maternal dan tali pusat adalah 43,17 11,07 g/dl dan 86,66 25,54 g/dl dengan selisih rerata -43,49 27,83, nilai p ...... Background: Preeclampsia is a significant health problem and is the leading cause of maternal and perinatal mortality and morbidity. Preeclampsia is associated with oxidative stress in the maternal circulation. Preeclampsia was a manifestation of the free radical and antioxidant imbalance resulting inflammation and endothelial dysfunction. Antioxidant dan inflammation was determined by nutrition status that measured in maternal and fetal serum such zinc, selenium, iron and copper. Objective: Investigate the mean difference of zinc, selenium, iron and copper in maternal serum and fetal umbilical cord in pregnancy with preeclampsia. Methods: This was a cross sectional study enrolled 35 preeclampsia patients pregnancy visiting Cipto Mangunkusumo Hospital. Data was presented in table and was analyzed by paired T test and Wilcoxon test. This study had been granted ethical clearence and approved by Ethical Committee for Health Research Faculty of Medicine University of Indonesia Cipto Mangunkusumo Hospital. Result: The zinc maternal level and fetal umbilical cord were 43,17 11,07 g dl and 86,66 25,54 g dl, p
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Striratnaputri
Abstrak :
Patogenesis sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) dan sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) belum diketahui secara menyeluruh. Antioksidan seperti enzim glutation peroksidase (GPx) dan kofaktornya yaitu selenium diperkirakan berpengaruh dalam menghambat progresivitas penyakit sindrom nefrotik (SN). Namun sampai saat ini belum ada studi yang menilai peran selenium dalam patogenesis terjadinya SNRS dan SNSS. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kadar selenium pada pasien SNSS dan SNRS menggunakan studi potong lintang. Penelitian dilakukan pada 81 pasien SNRS dan SNSS berusia 2-18 tahun yang datang ke poliklinik rawat jalan nefrologianak RSUPNCM pada bulan November-Desember 2019 dengan metode consecutive sampling. Hasil penelitan menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara kadar selenium pada kedua kelompok. Peran selenium sebagai antioksidan terhadap patogenesis SNRS dan SNSS sulit dibuktikan karena patogenesis penyakit ini bersifat multifaktorial. Penelitian lanjutan dengan desain penelitian kasus kontrol dan pengukuran selenium serial diperlukan untuk memastikan hal ini. ......The pathogenesis of steroid resistant nephrotic syndrome (SRNS) and steroid sensitive nephrotic syndrome (SSNS) has not yet been fully known. Antioxidants such as glutathione peroxidase enzyme (GPx) and its cofactor, selenium, are thought to have an effect of slowing down the progress of nephrotic syndrome (NS). However, until now, there are no studies that evaluate the role of selenium in SNRS and SNSS’s pathogenesis. The purpose of this research is to compare the selenium levels of SNRS and SNSS patients using a cross-sectional study. This research was conducted on 81 SNRS and SNSS patients ages 2 to 18, who visited RSUPNCM’s pediatric nephrology outpatient clinic in November 2019 to December 2019, using consecutive sampling method. The result shows that there’s no significant difference in the selenium levels of both groups. Selenium’s role as an antioxidant for the pathogenesis of SNRS and SNSS is hard to prove because it is multifactorial. Advance research using a case-control study and a serial of selenium examination is needed to confirm this.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nurul Kirana
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Kerusakan oksidatif berperan dalam proses penuaan dan juga beberapa penyakit degeneratif. Menjaga status antioksidan tubuh merupakan hal penting dalam mencegah terjadinya kerusakan oksidatif. Selenium adalah mineral yang penting mengingat perannya dalam pembentukan enzim antioksidan (selenoprotein), salah satunya glutation peroksidase untuk perlindungan terhadap radikal bebas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara asupan selenium dan aktivitas glutation peroksidase dengan karbonil plasma pada usia lanjut. Metode Penelitian: Penelitian potong lintang ini dilakukan di 5 Posbindu di Jakarta Selatan. Dilakukan wawancara untuk mengetahui identitas dan riwayat penyakit kronis. Data aktivitas fisik didapat melalui wawancara dengan kuesioner Physical Activity Scale for the Elderly (PASE). Indeks massa tubuh diperoleh dari hasil pemeriksaan antropometri berupa berat badan dan tinggi badan dari konversi tinggi lutut. Data asupan makan subjek diperoleh dari wawancara food recall 24 jam pada satu hari kerja dan satu hari libur serta Semi Quantitative-Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). Pemeriksaan laboratorium dilakukan di laboratorium biokimia FKUI untuk mengetahui aktivitas glutation peroksidase, dan karbonil plasma. Hasil: Sebanyak 94 usia lanjut dengan rerata usia 70,34 ± 6,079 tahun mengikuti penelitian ini. Sebanyak 40% subjek mempunyai status gizi normal dengan 69,1% subjek memiliki riwayat penyakit kronis. Sebanyak 75,5% subjek pada penelitian ini belum mencukupi kebutuhan asupan selenium yang direkomendasikan Rerata kadar karbonil plasma 5,83 ± 1,95 nmol/ml dan 69,1% subjek mempunyai aktivitas glutation peroksidase yang rendah.. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat korelasi antara asupan selenium dengan aktivitas glutation peroksidase. Pada analisis multivariat asupan selenium dan tiga variabel perancu yaitu usia, indeks massa tubuh, dan asupan beta karoten hanya mempengaruhi kadar karbonil plasma sebanyak 3,7%. Diskusi: Hasil asupan selenium pada penelitian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. Makanan sumber selenium banyak berasal dari makanan berprotein yang dikonsumsi sehari-hari sehingga data asupan selenium didapat dari gabungan antara food recall 2 x 24 jam dan SQ-FFQ. Pemeriksaan status kognitif subjek juga perlu dilakukan untuk memastikan ada tidaknya gangguan kognitif. Pemeriksaan status antioksidan endogen lain seperti glutation (GSH) juga perlu dilakukan pada penelitian berikutnya untuk mengetahui faktor lain yang mempengaruhi aktivitas glutation peroksidase dalam menekan kerusakan oksidatif pada usia lanjut.
ABSTRACT
Introduction: Oxidative stress contributed in aging process and several degenerative diseases. Maintaining the body's antioxidants status were important to prevent oxidative stress. Selenium was an important trace element due to as a component of antioxidants enzymes (selenoproteins), including glutathione peroxidase for protection against free radical. We aimed to study the association between selenium intake and glutathione peroxidase activity with plasma carbonyl in elderly. Methods: Cross sectional study was held in 5 elderly communities in south Jakarta. Identity and chronic disease history were obtained from interview and Physical activity scale for the elderly (PASE) questionnaire used for assess physical activity. Weight and knee height measurement used to determine body mass index. Dietary intake data obtained from repeated 24 hours recall and Semi Quantitative-Food Frequency Questionnaire (SQ-FFQ). laboratory examination held in laboratory of biochemistry FKUI for assess glutathione peroxidase activity and plasma carbonyl level. Results: There were 94 elderly with mean of age 70.34 ± 6.079 years old contributed to this study. 40 % subjects had normal nutritional status and 69.1 % subject had history of chronic disease. There were 75.5 % subject had low intake of selenium. Mean of plasma carbonyl was 5.83 ±1.95 nmol/ml and 69.1% subject had low glutathione peroxidase activity. Statistical analysis results showed there were no significant correlation between selenium intake and glutathione peroxidase. In multivariate analysis selenium intake, age, body mass index, and beta-carotene intake explained 3,7% of the plasma carbonyl. Discussion: The result of selenium intake in current study much lower than previous study. Dietary selenium data obtained from repeated 24 hours recall combine with FFQ-SQ because the selenium food source similar with protein foods that consume daily. Assessment of cognitive function among subject needed for ensure cognitive status related to ability to remember dietary intake. Status of endogen antioxidant including glutathione (GSH) need to be considered for understanding about another factor that influence glutathione peroxidase in preventing oxidative stress.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Pertiwi Putri Rahayu
Abstrak :
Selenium merupakan mikronutien yang penting dibutuhkan tubuh bagi pertumbuhan dan perkembangan, dan banyak digunakan dalam bidang kesehatan. Selenium diperlukan untuk mencegah kerusakan sel dalam tubuh dengan cara melindungi sel-sel jaringan tubuh, menangkal radikal bebas dan bersama-sama dengan vitamin E sebagai antioksidan. Penelitian sebelumnya dilakukan di Laboratorim Biologi LIPI Cibinong, penambahan selenium pada media tanam P. ostreatus sebanyak 25 ppm menghasilkan peningkatan kandungan selenium pada tubuh buah tetapi masih jauh dari kebutuhan tubuh manusia 60 mdash;70 g/hari pada orang dewasa. Penelitian bertujuan untuk menganalisis penambahkan senyawa selenium ke dalam media tanam P. ostreatus sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kandungan selenium dalam tubuh buah jamur, dan menganalisis apakah penambahan selenium dapat meningkatkan aktivitas antioksidan pada tubuh buah jamur. Penambahan konsentrasi selenium pada media tanam menggunakan beberapa konsentrasi berbeda yaitu 0, 50, 75, dan 100 ppm. Metode yang digunakan pada penelitian untuk melihat hasil produktivitas yaitu dengan menganalisis berat basah, panjang tangkai, diameter tudung, dan untuk menganalisis kandungan selenium pada tubuh buah yaitu dengan menggunakan teknik spektrofotometer serapan atom AAS. Sedangkan untuk menganalisis aktivitas antioksidan yaitu dengan metode ?-carotene bleaching BCB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas P. ostreatus mengalami peningkatan setelah dilakukan penambahan konsentrasi berbeda pada media tanam, dianalisis pada hasil berat besar tertinggi tubuh buah diperoleh dengan berat 80,00 6,35 g, diameter tertinggi tubuh buah diperoleh sebesar 10,56 0,43 cm, kandungan selenium pada tubuh buah P. ostreatus mengalami peningkatan setiap penambahan konsentrasi selenium semakin tinggi 100 ppm yaitu sebesar 22,19 ppm, dan nilai aktivitas antioksidan tertinggi setelah penambahan Se pada media tanam yaitu pada perlakuan penambahan Se 50 ppm yaitu sebesar 2,13 0,77 p ...... Selenium is an essential micronutrient which is needed for the body growth and development, and is much used in the health care. Selenium prevents cells damage in the body by protecting the tissues work together with vitamin E as the antioxidant to counteract free radicals. The previous research was conducted in Biology Laboratory of LIPI Cibinong, showed an increase of selenium level in P. ostreatus fruit body after 25 ppm selenium addition in its cultivation medium, but it was still inadequate for human body needs, particularly in adults 60 mdash 70 mg day. The aim of the study was analysis of selenium compound addition into the P. ostreatus culture medium could increase selenium levels, the productivity and antioxidant activity in mushrooms fruit bodies. The addition of selenium concentration in the growing media applied some different concentrations, namely 0, 50, 75 and 100 ppm. The method applied in this research was finding out the productivity by analyzing wet weight, stem length, cup diameter, and selenium content in the fruit body by applying atomic absorption spectrophotometric technique AAS . To analyze antioxidant activity, however, was to apply carotene bleaching BCB. The results showed that the productivity of pleurotus ostreatus increased after conducting some additions of different concentrations on the growing media, which was analyzed as a result of the highest heavy weight of fuit body which was obtained as much as 80,00 6,35 g, the highest diameter of fruit body was obtained as much as 10,56 0,43 cm, the content of selenium in the fruit body of pleurotus ostreatus increased more 100 ppm, namely as much as 22,19 ppm, and the highest value of antioxidant activity after adding selenium on the growing media, as well as additional treatment of 50 ppm selenium, namely as much as 2,13 0,77 p
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T49385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Azizah
Abstrak :
Selenium yeast merupakan salah satu sumber selenium dan ekstrak khamir merupakan sumber untuk memperoleh manan dan β-glukan, namun di Indonesia untuk memperoleh selenium yeast masih sulit. Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan metode pembuatan selenium yeast yang optimal serta isolasi manan dan β-glukan dari ekstrak khamir hasil fermentasi Saccharomyces cerevisiae. Pembuatan selenium yeast dilakukan dengan variasi penambahan selenium yaitu konsentrasi 30 µg/mL [Selenium yeast A], 40 µg/mL [Selenium yeast B], dan 50 µg/mL [Selenium yeast C] pada kultur fase stasioner (84 jam), kemudian diinkubasi kembali selama 24 jam. Kadar selenium dianalisis dengan SSA dan proteinnya dianalisis dengan metode Bradford. Isolasi manan dan β-glukan dengan menggunakan air dengan pemanasan, kemudian diendapkan dengan pelarut organik. Analisis manan dan β-glukan dalam isolat dilakukan dengan KCKT-RID. Hasil pembuatan selenium yeast diperoleh selenium yeast A, B dan C masing-masing, sejumlah 2,5; 2,1 dan 2,0 g serta hasil analisis kadar selenium masing-masing yaitu 4258,0096; 5097,4238; 5508,9759 µg/g dan protein masing-masing yaitu 0,8505; 0,8642; 0,9900 mg/mL. Hasil isolasi manan dan β-glukan masing-masing, sejumlah 0,2243 g dan 0,9130 g serta hasil analisis kadar manan dan β-glukan masing-masing yaitu 76,63% dan 95,47%. Selenium yeast dengan kandungan selenium tertinggi dapat diperoleh dengan penambahan selenium konsentrasi 50 µg/mL pada kultur fase stasioner. ......Selenium yeast is a source of selenium and yeast extract is a source for obtaining mannan and β-glucan, but in Indonesia it is still difficult to obtain selenium yeast. The purpose of this study was to obtain an optimal method of producing selenium yeast and the isolation of mannan and β-glucan from the fermentation of Saccharomyces cerevisiae. Selenium yeast was made by varying the addition of selenium, namely concentration 30 µg/mL [Selenium yeast A], 40 µg/mL [Selenium yeast B], and 50 µg/mL [Selenium yeast C] in stationary phase culture (84 hours), then incubated again for 24 hours. The contents of selenium were analyzed by AAS and the protein were analyzed by the Bradford method. Isolation of mannan and β-glucan were using water with heating, then precipitated with organic solvent. Manan and β-glucan analysis in isolates was carried out by HPLC-RID. The results of the manufacture of selenium yeast obtained selenium yeast A, B and C amounting to 2.5; 2.1 and 2.0 g, the results of the analysis content of selenium are 4258.0096; 5097.4238; 5508.9759 µg/g and protein are 0.8505; 0.8642; 0.9900 mg/mL, respectively. The results of the isolation of mannan and β-glucan were 0.2243 g and 0.9130 g, the results of the analysis of the levels of mannan and β-glucan were 76.63% and 95.47%, respectively. Selenium yeast with the highest selenium content can be obtained by adding selenium concentration of 50 µg/mL in the stationary phase culture.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramita Gayatri Dwipoerwantoro
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
D1745
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>