Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Titik Astuty Rahendra Pratiwi
Abstrak :
Transisi Dari Tentara Revolusi Ke Tentara Profesional Pada Awal Demokrasi Li_beral (1950-1952 ), peranan militer adalah dominan pada jaman revolusi, namun pada masa ini yang menarik untuk ditelitti adalah proses transisi ttentara revolusi ke tentara profesional yang menimbulkan pelbagai konflik dengan partai-partai politik. Oleh Militer dianggap mencampuri masalah intern terlalu dalam ke dalam tubuh Angkatan Darat, Fakultas Sastra, 1989. Penelitian mengenai skripsi ini dilakukan berdasarkan teori ilmu-ilmu sejarah. Data-data yang diperoleh dari beberapa kepustakaan dan berdasarkan data tersebut dilakukan deskripsi analisa yang kemudian dapat disimpul_kan bahwa : Terjadinya pergolakan intern, sebab pokoknya adalah heterogenitas TNI sebagai tentara rakyat ditambah dengan anggota-anggota yang berasal dari KNIL. Dan sejak tahun 1950 yang dikenal dengan masa liberal ini di Indonesia menggunakan sistim pemerintahan Demokrasi Parlementer, di mana presiden mempunyai kekuasaan terbatas sekali. Keadaan seperti ini menimbulkan situasi yang berlainan dengan masa revolusi, di mana militer memiliki peran militer dan politik yang hampir-hampir menentukan, sebaliknya pada masa ini peran tersebut diambil alih oleh para politisi.
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daryono Setiawan
Abstrak :
Pada tanggal 19 Desember 1948, tentara Belanda melancarkan Agresi Militernya yang ke dua dan menduduki Ibukota RI Yogyakarta. Serangan Belanda dilancarkan dari udara dan berbagai arah, dari arah Banyumas, Semarang, Laut Jawa (pendaratan marinir). Sedangkan dari arah timur serangan dilancarkan dari Mojokerto dan Malang. Selama Perang Kemerdekaan II Karesidenan Surakarta ditetapkan menjadi wilayah Wehrkreise I dibawah komandan Brigade 5 Letkol Slamet Riyadi dan Wehrkreise I dibagi menjadi enam sub Wehrkreise (SWK) yaitu: SWK 100, 102, 103, 104, 105, 106. SWK 100 di bawah pimpinan Mayor Suradji, SWK 101 di bawah pimpinan Mayor Sunitoyoso, SWK 102 di bawah pimpinan Mayor Soenaryo, SWK 104 di bawah pimpinan Mayor Soeharto, SWK I05 di bawah pimpinan Mayor Hartadi, dan SWK 106 di bawah pimpinan Mayor Achmadi (Tentara Pelajar/TNI Detasemen II Brigade 17). Mendengar perundingan Indonesia-Belanda terbuka kembali pada bulan April 1949, berita desas-desus akan diadakannya gencatan senjata semakin ramai yang dapat berakibat pada melemahnya semangat perjuangan karena kondisi yang tidak menentu. Untuk menghadapi segala kemungkinan selanjutnya selaku komandan SWK 106 maka Mayor Achmadi pada tanggal 25 April 1949 mengeluarkan Pedoman Rencana Masuk Kota yang menjadi pegangan bagi para komandan rayon. Kemudian pada awal Mei 1949 di Rayon II tepatnya di Dukuh Wonosido kelurahan Sidokerto diadakan rapat antara Rayon yang ada yang bertujuan untuk mengembangkan kekuatan yang ada. Keadaan yang tidak menentu tersebut berakhir dengan keluarnya instruksi Gubemur Militer Daerah Militer II KoloneI Gatot Subroto yaitu Instruksi No.16A tanggal 10 Juni 1949. Dengan instruksi tersebut maka semangat para pelajar pejuang bangkit kembali yang terbukti dengan segera dikeluarkannya perintah siasat no.447/VI/M.P2 SV/P.S 49 tanggal 26 Juni 1949 untuk mengadakan serangan_-serangan secara gerilya baik siang maupun malam. Setelah temyata kota Solo tidak dapat dipertahankan lagi, maka seluruh pelajar pejuang keluar kota menuju arah Timur ke Bekonang selanjutnya Mayor Achmadi diangkat sebagai komandan pertempuran kota Solo yang mempunyai daerah operasi terhadap kota Solo dan sekitarnya. Wilayah operasi ini kemudian disebut Sub Wehrkreise Arjuna 106 atau disingkat SWK Arjuna106. Selama perang gerilya tersebut pernah diadakan Serangan Umum (SU) I ke kota Solo pada tanggal 8 Februari 1949 yang hasilnya kurang memuaskan dan kemudian diadakan Serangan Umum (SU) II ke kota Solo pads tanggal 2 Mei 1949, yang kali ini mendapatkan hasil yang memuaskan dibandingkan SU I.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S12189
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lismiarti
Abstrak :
Penelitian sumber mengenai Peristiwa 27 Juni 1955 telah dilakukan pada Bagian Dokumentasi dan Perpustakaan Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Perpustakaan MPR/DPR, Perpustakaan Pusat Dokumentasi dan Ilmiah Nasional (PDIN) Perpustakaan Arsip Nasional Cilandak, Perpustakaan Nasio_nal dan juga Balai Penelitian Pengembangan Pers dan Pandapat Umum. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Peris_tiwa 27 Juni 1955, hal yang melatar belakanginya dan menambah khasanah Penelitian di bidang Sejarah ABRI pada masa demokrasi liberal khususnya dan Sejarah Republik Indonesia pada umumnya. Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskritif analitis. Langkah pertama merekonstruksi masalah dan kemudian mencoba menganalisa permasalahannya. Hasilnya menunjukan bahwa dalam Peristiwa 27 Juni 1955 ini Angkatan Darat menolak pengangkatan seorang Kepala Staf ,Angkatan Darat ( KSAD ) hasil penunjukan Kabinet Ali. Cara pemilihan dan pengangkatan KSAD itu ternyata tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh Angkatan Darat. Hal yang melatar belakanginya adalah Rapat Perwira-Angkatan Darat di Yogyakarta yang menghasilkan beberapa keputusan diantaranya adalah Piagam Keutuhan Angkatan Darat Republik Indonesia ( Piagam Yogyakarta).
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Awidya Mahadewi
Abstrak :
AWIDYA MAHADEWI. 0795040075. Legiun Mangkunagara 1808-1874, pokok permasalahan pada skripsi di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada tahun 2000, (Di bawah bimbingan Drs. Saleh A. Djamhari). Legiun Mangkunagara adalah salah satu pasukan cadangan dari Tentara Hindia Belanda yang ikut serta dalam peperangan di pulau Jawa dan berdinas aktif di pulau Luar Jawa. Pembentukan Legiun Mangkunagara didorong oleh status dan kedudukan Mangkunagara yang kurang baik di dalam struktur politik kerajaan di Jawa, yang kemudian mendorong Mangkunagara untuk menjalin interaksi dengan pemerintah kolonial Belanda hingga terbentuknya Legiun Mangkunagara pada tahun 1808. Legiun Mangkunagara adalah suatu organisasi militer yang dibiayai oleh pemerintah Hindia Belanda secara rutin, namun Legiun Mangkunagara pernah menjadi salah satu pasukan militer yang disewa oleh pemerntah Inggris di Hindia selama periode tahun 1812 hingga 1816, untuk menjaga keamanan di wilayah-wilayah kerajaan di Jawa (Vorstenlanden). Sebagai salah satu pasukan cadangan dari Tentara Hindia Belanda, Legiun Mangkunagara lebih banyak memberikan peranannya dalam usaha-usaha mempertahankan keamanan di pulau Jawa ataupun di pulau Luar Jawa hingga tahun 1874.Penelitian skripsi yang berlangsung sejak bulan Januari 1999 hingga pertengahan Maret 2000 lebih banyak dilakukan di Perpustakaan Reksapustaka Kraton Mangkunagara di Surakarta dan di Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta. Pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan dengan mengumpulkan sumber primer yang berupa arsip dan dokumen resmi tercetak dan sumber sekunder yang berupa tulisan-tulisan tercetak, maupun tidak tercetak. Sumber-sumber itu kemudian di kritik untuk menguji validitas sumber dan relevansinya terhadap pokok permasalahan. Sumber-sumber yang telah dikritik secara internal dan eksternal itu kemudian di diinterpretasikan dan disusun untuk kemudian ditulis.
2000
S12091
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryoso
Abstrak :
Studi tentang hubungan politik-militer di Republik Indonesia pada masa awal Revolusi, sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sampai dengan tahun 1948. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan suatu permasalahan yang dihadapi Angkatan Perang di Republik Indonesia, khususnya dalam mengatasi konflik dengan pemerintahan sipil. Untuk menunjang penulisan ini, penulis telah melakukan pengumpulan data melalui studi literatur, seperti: buku-buku, surat kabar, majalah, artikel serta brosur, baik yang terbit pada masa peristiwa maupun sekarang. Dari hasil penelitian penulis, menunjukkan bahwa konflik atau permasalahan yang terjadi dalam tubuh angkatan perang di Republik Indonesia pada masa tersebut, disebabkan karerna adanya campur tangan sipil dalam urusan intern angkatan perang. Suatu sistem pemerintahan yang masih labil dan longgar, membuka kesempatan bagi golongan sipil untuk turut menjadikan angkatan perang sebagai alat politik. Ini terlihat dengan campur tangan Amir Sjarifoeddin, seorang tokoh sosialis radikal. Sejak ia duduk dalam kursi pemerintahan, bahkan ketika ia menjabat Menteri Angkatan Perang (Pertahanan) menjadikan dirinya sebagai tokoh saingan di samping Soedirman, seorang tokoh militer regular yang men_duduki pimpinan Markas Besar. Walaupun pada awalnya ada usaha-usaha Amir untuk menggulingkan kekuasaan Soedirman, namun pada akhirnya Soedirman muncul sebagai superior dalam kalangan angkatan perang di Republik Indonesia.
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Mulyatari
Abstrak :
Skripsi ini membahas peristiwa-peristiwa yang terjadi di kota Semarang dan sekitarnya, selama masa-masa awal revolusi di Indonesia. Dimulai dari diproklamasikannya Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, sebagai suatu peristiwa pokok dalam sejarah politik modern negara Indonesia. Dan diakhiri pada saat dilancarkannya Agresi Militer Belanda I pada tanggal 21 Juli 1947. Untuk melatarbelakangi periode di atas, dibahas masa akhir pendudukan Jepang. Dimana situasi sosial, ekonomi, dan politik yang buruk pada masa ini memberi andil munculnya revolusi disana. Selain masa Jepang juga dapat diambil manfaatnya, dari hasil perekrutan pemuda-pemuda yang dilakukan oleh Jepang pada masa pemerintahannya. Yang mana ini memberikan Semarang suatu kekuatan rakyat yang siap pakai, disaat revolusi meletus. Dengan merdekanya negara dan bangsa Indonesia, membawa perubahan-perubahan nilai di kalangan rakyat Semarang, yang sangat tampak pada sikap dan sambutan mereka dalam menghadapi saat-saat penting tersebut. Penemuan jatidiri bahwa mereka sekarang adalah bangsa yang bebas merdeka, membawa revolusi di Semarang sebagai suatu masa yang penuh semangat heroisme yang meluap-luap, karena kepercayaan diri yang muiai bangkit, tak ingin dihalang-halangi dan tak mengenal kompromi. Semua keyakinan di atas memberi motivasi yang kuat pada rakyat Semarang dalam menghadapi penindasan-penindasan, baik oleh tentara Jepang, Sekutu (Inggris) maupun Belanda, sampai pertahanan terakhir, saat Agresi Militer Belanda I merampas kota mereka
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library