Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rina Irawati
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permintaan pariwisata Indonesia dari 8 negara utama asal wisatawan di luar kawasan Asean yakni Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Inggris, Jerman, Perancis, Australia dan Amerika Serikat dalam upaya mendukung perencanaan pariwisata dan peningkatan kunjungan wisatawan ke Indonesia. Metode analisis ekonometrika ndash; Seemingly Unrelated Regression SUR digunakan untuk melihat dampak yang berbeda faktor ekonomi dan non ekonomi terhadap permintaan pariwisata di masing ndash; masing negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa GDP, Harga relatif, harga relatif destinasi lain, harga tiket, kondisi krisis ekonomi dan kondisi keamanan memiliki dampak yang beragam terhadap permintaan pariwisata di masing masing negara. Kata kunci: permintaan pariwisata, data panel,Seemingly Unrelated Regression. ...... This research aim to analyze tourism demand for Indonesia from 8 main generating countries outside South East Asia region namely China, Japan, South Korea, United Kingdom UK , Germany, France, Australia dan United States of America USA based on panel data econometric analysis with Seemingly Unrelated Regression SUR to support tourism planning and increasing international visitor arrivals. This study investigates the effect of economic and non economics factors on tourism demand from each generating country. The result indicates various significant effect of GDP, relative price, relative price in other destination, transportation cost, economic crisis and political condition regarding terrorism on tourism demand from each generating countries. Keyword tourism demand, panel data, Seemingly Unrelated Regression.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T51543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indarto Premandaru
Abstrak :
Pada tahun 2021 pemerintah Indonesia untuk pertamakalinya melakukan perubahan atas tarif Pajak Pertambahan Nilain (PPN) setelah hampir selama 38 tahun tarif tersebut tidak pernah mengalami perubahan. Tarif PPN yang sebelumnya adalah 10% diubah berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan nomor 07 tahun 2021 menjadi 11% dan 12%, namun tarif tersebut dapat diubah nilainya menjadi minimal 5% dan maksimal 15%. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui seperti apakah pengaruh harga terhadap expenditure bahan makanan kena PPN dan kemudian melihat implikasi atas hal tersebut terhadap beban pajak di tingkat pendapatan yang berbeda saat tarif PPN mengalami perubahan. Penelitian ini menggunakan data rumah tangga dari SUSENAS tahun 2020 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik. Metode Seemingly Unrelated Regression (SUR) digunakan untuk mengestimasi perubahan expenditure bahan makanan kena PPN atas harga. Adapun dalam menghitung proporsi beban pajak atas pendapatan dan melihat distributional effect adanya perubahan tarif PPN maka digunakan metode deskriptif statistik. ......In 2021, the Indonesian government made changes to the Value Added Tax (VAT) rate for the first time after almost 38 years. The previous VAT rate of 10% was changed based on the Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Regulations number 07 of 2021. The rate change from 10% to 11% and 12%, but the rates can be changed to a minimum of 5% and a maximum of 15%. This study determine to find out what the price effect on food expenditure is subject to VAT and then look at the implications on the tax burden at different income levels when the VAT rate changes. This study uses household data from the 2020 SUSENAS by the Central Statistics Agency. The Seemingly Unrelated Regression (SUR) method is used to estimate the elasticity of food expenditure subject to VAT. Meanwhile, in calculating the proportion of tax burden on income and the implications of the distributional effect of changes in VAT rates, descriptive statistical methods are used
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Marcella Alika
Abstrak :
ABSTRACT
Millennials, defined in this study as those born between 1982 and 2004, are often depicted as generation who has distinct preferences, but how are they any different in term of consumption pattern To address that question, this study attempts to compare Millennials consumption to identical age group from previous generation. Utilizing data from Susenas 2000 and Susenas 2015, this study analyzes 7 consumption categories using Seemingly Unrelated Regression. Through descriptive analysis, this study finds that Millennials households indeed have different consumption pattern. Moreover, regression results indicate that while both generations have the largest share on education expenditure, Millennial has larger share 17.6 than previous generation 10.2. The most striking difference between them is goods and services consumption expenditure, as Millennial has much larger share 11.4, approximately 19 times more than previous generation 0.6.
ABSTRAK
Milenial, pada studi ini didefinisikan sebagai mereka yang lahir antara 1982 dan 2004, sering digambarkan sebagai generasi yang memiliki preferensi yang berbeda, akan tetapi bagaimana mereka berbeda dalam hal pola konsumsi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, studi ini berusaha untuk membandingkan konsumsi Milenial dengan kelompok umur identik dari generasi sebelumnya. Dengan menggunakan data dari Susenas 2000 dan Susenas 2015, studi ini menganalisis 7 kategori konsumsi menggunakan Seemingly Unrelated Regression. Melalui analisis deskriptif, studi ini menemukan bahwa rumah tangga Milenial memang memiliki pola konsumsi yang berbeda. Selain itu, hasil regresi mengindikasikan bahwa walaupun kedua generasi memiliki porsi terbesar pada pengeluaran pendidikan, Milenial memiliki porsi lebih besar 17,6 dibanding generasi sebelumnya 10,2. Perbedaan yang paling mencolok di antara mereka adalah konsumsi pengeluaran barang dan jasa, Milenial memiliki porsi yang jauh lebih besar 11,4, sekitar 19 kalinya generasi sebelumnya 0,6.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Iswahyudi
Abstrak :
ABSTRAK
Struktur organisasi perusahaan PT. PLN (Persero) saat ini belum mampu menjadikan biaya penyediaan tenaga listrik yang minimum. Secara operasional, Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik (BPP) dari tahun ke tahun lebih besar dari harga aktualnya, yang berarti PLN belum efisien secara ekonomi. Dalam disertasi ini dianalisis bagaimana struktur organisasi perusahaan PLN berpengaruh menentukan besar biaya marjinal jangka panjang penyediaan tenaga listrik nasional. Analisis efisiensi ekonomi usaha penyediaan tenaga listrik, diperoleh dengan membandingkan biaya marjinal jangka panjang dengan harga aktualnya. Selama periode penelitian, terjadi in-efisiensi ekonomi pada usaha penyediaan tenaga listrik, dimana harga aktual lebih besar dari biaya marjinal jangka panjang, sehingga pada tahun tersebut telah terjadi over pricing. Permasalahan didekati dengan menggunakan kerangka minimisasi biaya, dimana masing-masing wilayah/sistem kelistrikan PLN dianggap meminimumkan biaya dalam menghasilkan suatu tingkat output tertentu sebagaimana Pasay, et al (1994). Dengan menggunakan fungsi biaya diperoleh bahwa fungsi biaya translog baik pada pembangkitan, transmisi dan distribusi tenaga listrik maupun dalam konteks integrasi vertikal mengikuti fungsi produksi yang bersifat non-homotetik dan dibuktikan bahwa integrasi vertikal menurunkan biaya marjinal jangka panjang usaha penyediaan tenaga listrik serta timbulnya biaya transaksi yang tinggi ketika pembangkit tenaga listrik merupakan fungsi usaha yang terpisah dari transmisi dan distribusi tenaga listrik, berdasarkan uji separabilitas. Biaya marjinal jangka panjang penyediaan tenaga listrik semakin membesar yang diakibatkan karena penurunan Produktifitas Marjinal Faktor Produksi Kapital (MPK) dan penurunan Produktifitas Marjinal Faktor Produksi Tenaga Kerja (MPL) yang bernilai negatif, walaupun Produktifitas Marjinal Faktor Produksi Bahan Bakar (MPF) selama periode penelitian menunjukkan kecenderungan semakin meningkat, yang mengindikasikan adanya perbaikan efisiensi penggunaan bahan bakar. Bila ditinjau terhadap alokasi faktor produksi, kondisi efisien secara ekonomi dapat ditempuh melalui: - memperbesar Produktifitas Marjinal Faktor Produksi Bahan Bakar (MPF), dengan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar; - memperbesar Produktifitas Marjinal Faktor Produksi Tenaga Kerja (MPL), dengan mengurangi tenaga kerja yang tidak produktif serta dengan meningkatkan kompetensi karyawan. Laju pertumbuhan produktivitas usaha penyediaan tenaga listrik jangka panjang merupakan fungsi biaya jangka panjang pengurangan perubahan teknologi, pengaruh skala, pengaruh dari pemanfaatan kapasitas, dan pengaruh dari susut jaringan. Laju tingkat produktivitas pembangkit tenaga listrik dan transmisi dan distribusi tenaga listrik selama periode penelitian bernilai negatif, mengindikasikan adanya penurunan produktivitas. Namun demikian, dalam konteks integrasi vertikal, laju tingkat produktivitas penyediaan tenaga listrik menunjukkan kecenderungan semakin meningkat (adanya technological economies). Disamping itu, dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa model kerjasama pembelian tenaga listrik swasta mampu meningkatkan laju tingkat produktivitas jangka panjang penyediaan tenaga listrik.
ABSTRACT
Organizational structure of electricity suupply business of the PT. PLN (Persero) has not been able to make the minimum cost of electricity supply. Operationally, the True Cost of Supply from year to year is greater than the actual price, which means that PLN has not been economically efficient. This dissertation analyzes how PLN?s organizational structure determines the long-run marginal cost of the national electricity supply. The economic efficiency analysis of electricity supply business is obtained by comparing the long-run marginal cost with actual price. During this research, economic inefficiency occurred in the electricity supply business, where the actual price is greater than the long-run marginal cost which resulted in over pricing. Problem of the study is approached by using a cost minimization framework, where each region / PLN electricity system is considered to minimize the cost in producing a given level of output as Pasay, et al (1994). By using the cost function, it is obtained that the translog cost function in the generation, transmission as well as distribution of electricity and also in the context of vertical integration follow production function which is non-homotetic and it is proved that vertical integration lowers the long-run marginal cost of electricity supply business as well as the emergence of high transaction costs when the power generationt is a separate business function of the transmission and distribution of electricity, based on separability test. Long-run marginal cost of electricity supply keeps growing. It is caused by the declining of Marginal Productivity Factor of Capital (MPK) and a decrease in Marginal Productivity of Labor (MPL) which is negative, although the Marginal Productivity of Fuel (MPF) tend to increase, which indicated an improvement of fuel efficiency during the study period. If the allocation of production factor is reviewed, economic efficiency condition can be reached by: - extending the Marginal Productivity of Fuel (MPF) by increasing fuel efficiency; - extending the Marginal Productivity of Labor (MPL) by reducing unproductive labor and by increasing competence among employees. The long-run total factor productivity in electricity supply business is a function of the long-run cost reduction of technological change, scale effects, the effect of capacity utilization and the effect of losses. The long-run total factor productivity of power generation, transmission and distribution of electricity throughout the study period is negative, which indicate a decrease in productivity. However, in the context of vertical integration, the long-run total factor productivity of electricity supply showed increasing trend (the presence of technological economies). In addition, this study indicates that the model power purchase of Independent Power Producers (IPP) are able to increase the rate of long-run total factor productivity of electricity supply. JEL Classification: C29 C39 D23 D24 D42 L94.
2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaekhan
Abstrak :
Disertasi ini dimotivasi oleh issue energi (ketahanan energi) dan issue lingkungan (perubahan iklim), khususnya inefisiensi energi dan emisi CO2 di industri manufaktur Indonesia. Sektor industri manufaktur harus menerapkan standar yang menitikberatkan upaya efisiensi energi, diversifikasi energi, eco-design dan teknologi rendah karbon. Kebijakan konservasi energi (efisiensi energi) dan diversifikasi energi (pergeseran komposisi energi) yang efektif dan tepat sasaran sangat penting dan modal bagi industri manufaktur berkelanjutan. Target yang akan dicapai adalah eksistensi decoupling, yaitu aktivitas ekonomi industri meningkat, tetapi konsumsi energi bahan bakar fosil dan emisi CO2 menurun. Sehingga, informasi deskripsi dan eksposisi yang jelas tentang eksistensi decoupling sangat diperlukan. Disertasi ini terbagi menjadi 2 studi; Studi pertama, mengidentifikasi eksistensi decoupling di industri manufaktur Indonesia pada periode 2010-2014 melalui pendekatan konsumsi energi dan emisi CO2. Identifikasi dibedakan berdasarkan kategori karakteristik perusahaan (industri) seperti: sub-sektor, intensitas teknologi, regional pulau, ukuran perusahaan, kepemilikan modal, dan ekspor. Identifikasi menggunakan metode indeks decoupling yang dihitung dari komponen-komponen hasil dekomposisi konsumsi energi dan emisi CO2. Metode dekomposisi yang digunakan adalah Logarithmic Mean Divisia Index (LMDI). Aktivitas ekonomi industri merupakan komponen penggerak utama peningkatan konsumsi energi dan emisi CO2, sedangkan intensitas energi dan struktur komposisi energi merupakan komponen penghambat peningkatan konsumsi energi dan emisi CO2. Hasil identifikasi memperlihatkan bahwa tidak terjadi efek decoupling antara konsumsi energi atau emisi CO2 dengan pertumbuhan aktivitas ekonomi industri pada periode 2010-2014, tetapi eksistensi decoupling relatif pada periode 2012-2013 (secara agregat). Eksistensi decoupling relatif di perusahaan dengan intensitas teknologi medium-low dan perusahaan dengan jumlah pekerja 500-999 (disagregasi). Di masa depan, pemerintah hendaknya fokus melakukan perubahan teknologi rendah karbon atau revitalisasi mesin yang tidak efisien pada perusahaan di sub-sektor yang berpotensi decoupling, berteknologi medium atau high, sudah tua, berada di wilayah Jawa-Bali, firm size 200-499, milik PMDN, dan berorientasi ekspor. Studi kedua, melakukan identifikasi determinan potensial (karakteristik perusahaan) atau insentif harga energi yang dapat menjadi faktor pendorong terjadinya decoupling (emisi CO2). Identifikasi melalui pendekatan empiris ekonometri regresi data panel perubahan share konsumsi energi, ketika kondisi pertumbuhan aktivitas ekonomi meningkat atau stagnan. Studi ini menggunakan metode estimasi Seemingly Unrelated Regression (SUR). Pendekatan empiris dimodelkan dengan permintaan faktor input masing-masing sub-energi di industri yang diturunkan dari fungsi biaya translog. Data set bersumber dari data survei statistik industri besar dan menengah Indonesia, yang disiapkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa penurunan pajak/harga pada bahan bakar gas akan mendorong terjadinya decoupling. Tidak ada perubahan teknologi seiring berjalannya waktu. Perusahaan dengan teknologi medium, wilayah Jawa-Bali, ukuran perusahaan semakin besar, milik PMA lebih less polluters dan berpotensi mendorong terjadinya decoupling sedangkan perusahaan yang semakin tua dan berorientasi ekspor cenderung menjadi heavy polluters. Pemerintah hendaknya fokus melakukan peralihan teknologi dari medium-low ke medium, memberikan insentif atau penghargaan serta peningkatan kapitalisasi pada perusahaan yang berteknologi medium, dan memberikan subsidi atau insentif pada perusahaan yang cenderung heavy polluters yaitu yang tua, wilayah luar Jawa-Bali, firm size kecil, milik PMDN, dan berorientasi ekspor. ...... This dissertation is motivated by the issue of energy (energy security) and environmental issues (climate change), specifically energy inefficiency and CO2 emissions in the Indonesian manufacturing industry. The manufacturing industry sector must adopt standards that emphasize energy efficiency, energy diversification, eco-design and low-carbon technology efforts. Energy conservation policies (energy efficiency) and energy diversification (shifting energy composition) that are effective and targeted are very important and capital for sustainable manufacturing industries. The target to be achieved is the existence of decoupling, namely increased industrial economic activity, but the consumption of fossil fuel energy and CO2 emissions decreases. Therefore, clear description and exposition information about the existence of decoupling is needed. This dissertation is divided into 2 studies; The first study, identified the existence of decoupling in the Indonesian manufacturing industry in the period 2010-2014 through the approach of energy consumption and CO2 emissions. Identification is distinguished by the category of company (industry) characteristics such as: sub-sectors, technological intensity, regional islands, company size, capital ownership, and exports. Identification uses the decoupling index method which is calculated from the components of decomposition of energy consumption and CO2 emissions. The decomposition method used is the Logarithmic Mean Divisia Index (LMDI). Industrial economic activity is the main driving component of increasing energy consumption and CO2 emissions, while energy intensity and energy composition structure are inhibiting components of increasing energy consumption and CO2 emissions. The identification results show that there is no decoupling effect between energy consumption or CO2 emissions with the growth of industrial economic activity in the period 2010-2014, but the existence of relative decoupling in the 2012-2013 period (in aggregate). The existence of relative decoupling is in companies with medium-low technology intensity and companies with 500-999 (disaggregated) workers. In the future, the government should focus on changing low-carbon technology or revitalizing inefficient machines to companies in sub-sectors that have the potential of decoupling, medium or high technology, are old, in the Java-Bali region, firm size 200-499, owned PMDN, and export-oriented. The second study, identifies potential determinants (company characteristics) or energy price incentives that can be a driving factor for decoupling (CO2 emissions). Identification through an empirical approach to econometric regression of panel data changes the share of energy consumption, when conditions for economic activity increase or stagnate. This study uses the Seemingly Unrelated Regression (SUR) estimation method. The empirical approach is modeled by the demand for input factors of each sub-energy in the industry derived from the translog cost function. The data set is sourced from Indonesian large and medium industry statistical survey data, prepared by the Statistics Indonesia. Estimation results show that a reduction in taxes / prices on natural gas will encourage decoupling. There are no technological changes over time. Companies with medium technology, the Java-Bali region, the size of the company is bigger, owned by PMA, less polluters and has the potential to encourage decoupling while companies that are older and export-oriented tend to become heavy polluters. The government should focus on transferring technology from medium-low to medium, providing incentives or rewards as well as increasing capitalization in medium-tech companies, and providing subsidies or incentives for companies that tend to be heavy polluters, namely the old, regions outside Java-Bali, small firm size, belongs to PMDN, and is export-oriented.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
D2731
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eugenia Mardanugraha
Abstrak :
Konsolidasi perbankan yang dilakukan untuk memperkuat industri perbankan di Indonesia, membuat merger dan akuisisi menjadi pilihan utama dalam pelaksanaan konsolidasi tersebut. Adanya resiko yang harus ditanggung oleh bank hasil merger dan proses konsolidasi yang membutuhkan biaya tinggi, antara lain merupakan penyebab dan menurunnya tingkat efisiensi bank hasil merger. Dalam paper ini ditunjukkan bahwa proses merger menurunkan efisiensi tetapi meningkatkan stabililas dan keefisienan bank merger. Kestabitan ini menunjukkan terbentuknya manajemen yang lebih baik dari bank hasil merger. Skala ekonomi bank setelah merger mengalami peningkatan. Sebelum melakukan merger, bank secara internal harus terlebih dahulu meningkatkan efisiensinya, yang dapat dilakukan misalnya dengan meningkatkan produktivitas dari karyawan dan peningkatan penggunaan teknologi. Dalam paper ini ditunjukkan bahwa apabila skor efisiensi DFA-nya sudah mencapai 0,7, maka bank baru merasakan manfaat dan economies of scale, economies of scope dan kemajuan teknis unuk meningkatkan efisiensinya. Tulisan ini memberikan beberapa rekomendasi: pertama, Bank Indonesia harus mengupayakan agar manajemen dari bank tetap baik, sehingga bank dapat menggunakan dan mengalokasikan biaya-biaya operasionalnya secara optimal. Kedua, harus adanya upaya untuk mempercepat pulihnya efisiensi bank setelah merger, sehingga tingkat efisiensinya kembali ke level semula. Ketiga, Bank Indonesia harus mendorong perbankan untuk dapat memanfaatkan teknologi dengan sebaik mungkin. Keempat, efisiensi internal dari sebuah bank penting dilakukan sebelum bank melakukan merger.
2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library