Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Anggriani
Abstrak :
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) mengatur bahwa Perseroan Terbatas (PT) dapat didirikan oleh minimal 2 (dua) orang dan tanpa ada peraturan lebih lanjut terkait kepemilikan jumlah saham sehingga dapat memungkinkan terjadinya kepemilikan jumlah saham yang berimbang dalam hal PT hanya dimiliki oleh 2 (dua) orang pemegang saham. Kepemilikan jumlah saham yang berimbang mengakibatkan deadlockdalam hal pengambilan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hal tersebut dikarenakan tidak adanya pemegang saham mayoritas dan minoritas sehingga RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang sah dalam hal terdapat salah satu pemegang saham yang tidak menyetujui usulan RUPS atau bahkan ketika kedua pemegang saham tersebut berselisih seperti pada contoh kasus Penetapan Pengadilan Nomor: 176/PDT.P/2015/PN.JKT.PST. Permasalahan yang dibahas dalam Penulisan ini ialah tentang pengaturan mengenai kepemilikan saham pada PT, akibat hukum yang ditimbulkan pada PT dengan kepemilikan saham berimbang bagi para pihak dan perlindungan hukum pemegang saham pada PT dengan kepemilikan saham berimbang. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa UUPT tidak mengatur mengenai kepemilikan saham dalam suatu PT. Tidak diaturnya kepemilikan saham dalam suatu PT dapat berakibat tidak dapat diambilnya keputusan yang sah dan mengikat dalam RUPS. Terkait perlindungan hukum pada pemegang saham dengan kepemilikan saham berimbang secara tersirat diatur dalam UUPT yaitu salah satunya adalah meminta pembubaran terhadap PT tersebut. ......Article 7 of Law Number 40 Year 2007 concerning Limited Liability Company stipulates that a Limited Liability Company (Company) can be established by a minimum of 2 (two) people and without further regulations relating to the ownership of shares, so as to allow the ownership of balanced shares in the case that Company is only owned by 2 (two) shareholders. The ownership of a balanced number of shares results a deadlock in terms of voting at the General Meeting of Shareholders (GMS). This is due to the absence of majority and minority shareholders so that the GMS cannot make legitimate decisions in the event that one of the shareholders does not approve the proposed GMS or even when the two shareholders disagree as in the example case of Court Verdict Number: 176/PDT.P/2015/PN.JKT.PST. The problems discussed in this thesis are about the regulation of share ownership in Company, the legal consequences caused by Company with balanced share ownership for the parties and the legal protection of shareholders in Company with balanced share ownership. The research method used is normative juridical research using the legal approach and case approach. Based on the results of the study, it can be concluded that the Company Law does not regulate the ownership of shares in a Company. The lack of regulation in share ownership of Company can result in a legal and binding decision in the GMS. Related to legal protection for shareholders with balanced share ownership is implicitly regulated in the Company Law, one of which is to request the dissolution of the Company.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T52400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Kusuma Pertiwi
Abstrak :
Deadlock di Indonesia dapat terjadi dalam hal adanya perimbangan saham dimana Perseroan memiliki 2 (dua) pemegang saham dengan komposisi 50% masing-masing. Dimana hal ini mengakibatkan pengambilan keputusan dalam RUPS tidak menghasilkan kata sepakat. Penyelesaian deadlock di Indonesia diatur dalam Pasal 146 ayat (1) huruf c UU PT yang menyebutkan bahwa dalam hal perimbangan saham menyebabkan RUPS tidak dapat menghasilkan keputusan yang sah, maka dapat dimohonkan pembubaran Perseroan. Apabila dilihat di negara lain yaitu di Amerika Serikat, Australia, Jerman, dan Belanda, penyelesaian dengan pembubaran merupakan penyelesaian yang drastis dan merupakan penyelesaian terakhir atau ultimate last resort karena menimbulkan dampak kepada pihak yang bekepentingan. Sehingga dalam negara-negara tersebut memiliki penyelesaian alternatif lain yaitu buyout, purchase of shares, withdrawal, expulsion, custodian, provisional director, dan penyelesaian dengan inquiry proceeding. Di Indonesia, ditemukan 11 (sebelas) permohonan pembubaran sebagaimana diatur dalam pasal tersebut. Ditemukan bahwa pelaksanaan permohonan tersebut masih terdapat kekurangan dan ketidaksesuaian sehingga menyebabkan inkonsistensi dalam penerimaan maupun penolakan oleh hakim. Seharusnya, Indonesia mengembangkan alternatif penyelesaian deadlock dalam UU PT. Indonesia dapat mengadopsi alternatif penyelesaian di negara lain. Dalam UU PT mengenai deadlock hanya tersirat diatur sehingga masih terlalu sempit dan tidak komprehensif. Selain itu, tidak ada pengertian yang jelas mengenai deadlock. Oleh karenanya, dibutuhkan pengaturan deadlock tersendiri dalam UU PT untuk melengkapi pengaturan yang telah ada. ......Deadlock in Indonesia can occur in the event of a share balance where the Company has 2 (two) shareholders with a composition of 50% each. Where this resulted in the decision making in the GMS did not result in an agreement. The settlement of deadlocks in Indonesia is regulated in Article 146 paragraph (1) letter c of the Limited Liability Company Law which states that if the balance of shares causes the GMS to be unable to produce a valid decision, the dissolution of the Company may be requested. When viewed in other countries, namely in the United States, Australia, Germany, and the Netherlands, the settlement by dissolution is a drastic settlement and is the ultimate last resort because it has an impact on shareholders and third party. So that in these countries there are other alternative settlements, namely buyout, purchase of shares, withdrawal, expulsion, custodian, provisional director, and settlement with inquiry proceeding. In Indonesia, found 11 (eleven) applications for dissolution as regulated in the article. It was found that the implementation of the application still contained shortcomings and inconsistencies, causing inconsistencies in the acceptance and rejection by the judge. Indonesia should have developed an alternative to deadlock resolution in the Law on PT. Indonesia can adopt alternative settlements in other countries. The regulation regarding deadlocks in the Indonesian Limited Liability Company Law, is still too narrow and does not provide a comprehensive solution. In addition, there is no clear understanding of deadlocks. Therefore, a separate deadlock regulation is needed in the Indonesian Limited Liability Company Law to complement the existing arrangements.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library