Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firman
Abstrak :
Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia saat ini, perlu adanya pemanfaatan terhadap potensi-potensi di daerah. Sebagai daerah yang mempunyai potensi wisata, Kota Sabang berupaya untuk mengadakan pengembangan di bidang pariwisata. Keunggulan pariwisata tersebut sebagian besar berada di Kelurahan Iboih dengan tiga kawasan wisata dari empat kawasan yang ada di Kota Sabang. Potensi alam yang telah ada merupakan faktor pendukung utama dalam pengembangan pariwisata di Kota Sabang umumnya dan di Kelurahan Iboih khususnya. Daya tarik utama dari potensi alam tersebut yaitu taman laut dengan keanekaragaman terumbu karang dan biota laut lainnya. Namun untuk kelestarian keragaman flora dan fauna tersebut masih diperlukan penanganan khusus terutama sumber daya manusia yang mampu menangani masalah tersebut. Selain itu terdapat faktor lain seperti pemberlakuan Kota Sabang sebagai kawasan pelabuhan dan perdagangan babas. Kebijakan ini banyak mendukung terutama dalam hal peningkatan prasarana dan sarana dalam pengembangan pariwisata itu sendiri. Kenyataan selama ini memperlihatkan bahwa sektor pariwisata mempunyai peranan penting dalam perekonomian Kota Sabang. Hal ini juga ikut menjadi pertimbangan sebagai dukungan untuk perkembangan pariwisata. Dampak perekenomian yang dirasakan itu berupa terbukanya lapangan kerja baru serta adanya penambahan penghasilan bagi masyarakat yang ada di Kelurahan Iboih terutama bagi mereka yang ikut terlibat dalam sektor pariwisata itu sendiri. Dalam pengembangan pariwisata tersebut terdapat kendala-kendala terutama dengan masih kurang kondusifnya situasi keamanan di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada umumnya meskipun situasi keamanan di Kota Sabang khususnya cukup kondusif. Kurangnya kejelasan tentang situasi yang sebenamya menimbulkan opini bahwa kondisi di Kota Sabang sama serperti daerah Iainnya di Aceh. Masih kurangnya promosi pariwisata yang dilakukan turut menghambat pengembangan pariwisata di Kota Sabang baik dalam memperkenalkan potensi pariwisata atau pun dalam upaya untuk menjelaskan situasi keamanan yang sebenamya sehingga wisatawan tetap berminat bahkan lebih antusias untuk mengunjungi Kota Sabang. Dalam rangka pengembangan pariwisata tersebut pemerintah telah melakukan langkah-langkah seperti pemindahan pemukiman penduduk di Kelurahan lboih untuk penataan dan keindahan kawasan wisata, pembangunan fisik serta mengadakan pelatihan perhotelan, restoran dan biro pcrjalanan untuk pengembangan sumber daya manusia pada sektor pariwisata. Pelatihan tersebut juga dalam rangka untuk memberikan pelayanan yang lebih baik serta menambah daya tarik wista di Kota Sabang. Di lain pihak pemerintah masih perlu untuk meningkatkan upaya-upaya dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pengembangan pariwisata dengan melibatkan masyarakat dan pihak swasta.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurullita
Abstrak :
Resistensi malaria di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam cukup tinggi, yaitu sebesar 25%. Sedangkan Annual Malaria Incidence tertinggi berada di Kota Sabang, sebesar 146,48 %o. Menurut Kamal Saiful, 2001 bahwa proporsi penderita malaria klinis yang mencari obat malaria di warung sebesar 56,4%. Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa 2 dari 5 warung di Kota Sabang menjual obat malaria dan obat malaria yang tersedia di warung adalah Chloroquine diphosphate and Sulfadoxin pyrimetamine dengan harga jual per tablet Rp. 500,-. Sehubungan dengan hal tersehut di atas, perlu dilakukan suatu penelitian tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Praktek Penjaja Warung dalam Pengobatan Malaria di Kota Sabang Tahun 2003. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, yaitu Bulan Juni Tahun 2003 diseluruh warung yang menjual obat malaria di Kota Sabang. Sedangkan dalam pengumpulan data, peneliti dibantu oleh 2 orang staf, masing-masing 1 orang dari Dinas Kesehatan Kota Sabang dan 1 orang staf Puskesmas Sukajaya yang telah dilatih terlebih dahulu. Data primer berupa hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner yang ditanyakan kepada para penjaja warung. Desain penelitian non eksperimental dengan menggunakan studi cross sectional, dan seluruh populasi penjaja waning yang menjual obat malaria dijadikan sebagai responden. Pengolahan data dengan menggunakan Program Epi Info. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa 75% waning di Kota Sabang menjual obat malaria; 60,3% penjaja warung adalah laki-laki;sebesar 50,8% berumur lebih atau sama dengan 39 tahun; 55,6% pendidikan terakhir tamat SMU ke atas; 52,4% statusnya sebagai kepala rumah tangga: motivasi menjual obat 92,1% berasal dari permintaan masyarakat, bahan utama warung 68,2% non rokok, sumber perolehan obat dari toko lain/depot sebesar 96,8%.Penjualan obat per minggu 65,1% minimal 4 tablet; per bulan 50,8% minimal 15 tablet; omset per minggu 60,3% minimal Rp. 2.000,-: per bulan 50,8% minimal Rp. 7.200,-; permintaan per minggu 74,6% lebih atau sama dengan 2 kunjungan; permintaan per bulan 50,8% minimal 6 kunjungan. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara permintaan obat per minggu dengan praktek penjaja warung dalam pengobatan malaria dan ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan praktek penjaja warung dalam pengobatan malaria di Kota Sabang Tabun 2003. Dapat disimpulkan bahwa; peran warung cukup tinggi dalam menjual obat malaria; diperlukan suatu intervensi dari Dinas Kesehatan untuk memberikan penjelasan perihal malaria, obat-obat malaria, dosis serta cara pemakaiannya; penjaja warung mempunyai potensi untuk dibina lebih lanjut. Dinas Kesehatan diharapkan dapat membina para penjaja warung tentang penyakit malaria, jenis-jenis obat malaria beserta dosis dan cara pemakainnya serta kalimat-kalimat yang harus disampaikan kepada pembeli obat malaria. Kemudian warung juga dapat difungsikan sebagai Pos Obat Desa dan distribusi obat yang semula berasal dari toko lain atau depot, dapat diambil alih oleh Dinas Kesehatan, jika sudah berbentuk Pos Obat Desa.
The resistance of malaria in Nanggroe Aceh Darussalam Province is fairly high, namely 25%; while the highest Annual Malaria Incidence occurred in Sabang in 2001, namely 146,48 %o. According to Kamal Saiful, 2001; that the proportion of clinical malaria patients that seek malaria medication in the booth is 56,4%, Preliminary survey results indicate that in Sahang City, 2 of 5 of the booth sell malaria medicine and the malaria medicine available in the booth is Chloroquine diphosphate and Sulfadoxin pyrimetamine with the selling price Rp. 500,- per tablet. In relation to the above matters, a research regarding the factors related to the Peddler Booth practice in treatment of malaria in Sabang City in the year 2003 is needed. This research is done for one month, namely in June 2003 in all booths that sell malaria medicine in Sabang City. While in the data collection, I was assisted by 2 staff, 1 staff from the Health Office of Sabang City and 1 staff from the Community Health Center of Sukajaya, which was trained previously. The primary data in the form of interview by using questions which was asked to the booth peddlers. The non-experimental research design is cross sectional study and the whole of booth peddlers that sell the malaria medicine were used as respondents, namely 63 respondents. The data processing was done, by using Epi Info Program. The univariate analysis results indicate that: 75% booths in Sabang City sell malaria medicine; 60,3% the booth peddlers are men; 50,8% the respondents have the age of 39 years or more; 55,6% of their latest education level is graduated from high school or more; 52,4% of their status is as head of household; their motivation of selling the medicine is 92,1% due to demand from the people; the main items sold by the booth is 68,2% is non-tobacco, the source of the medicine from other stores/depots is 96,8%. The weekly medicine sales is 65,1''A minimum 4 tablets; 50,8% per month minimum 15 tablets; the weekly sales is 60,3% minimum is Rp. 2.000,-; monthly sales 50,8% minimum is Rp. 7.200,-; the weekly demand for 74,6% or more is equal with the 2 visits; the monthly demand 50,8% is minimum 6 visits. The bivariate analysis results indicate that there is significant relationship between the weekly demands for the medicine with the booth peddlers in the malaria treatment and there is a significant relationship between the attitude with the practice of the booth peddler practice in treatment of the malaria in Sabang City in the year 2003. It can be concluded that the role of booth is quite important in selling the malaria medicine; and intervention from the Health Office to give explanation regarding the malaria disease, malaria medicines. dosage and its usage; the booth peddlers have the potential to developed further. It is expected that the Health Office can alert the booth peddlers regarding the malaria disease, types of malaria medicines and dosage and method of usage and the sentences that must be said to the buyer of the malaria medicine. Then, the booth can also used as the Village Medicine Post and medicine distribution which previously resulted from other stores or depot. which can be taken over of the Health Office, if it has become a Village Medicine Post.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12950
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Ferdian
Abstrak :
Pelaksanaan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi pada kemandirian Pemerintah Daerah untuk bisa mengupayakan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mampu mengajak masyarakat lokal menggali dan mengembangkan potensi ekonomi yang mandiri, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya Pengembangan potensi ekonomi masyarakat lokal yang mandiri, tidak terlepas dari kondisi perkembangan kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat lokal, yang mana kegiatan usaha kecil dan menengah mendominasi hampir di seluruh daerah di Indonesia. Tesis ini meneliti tentang suatu dimensi yang lebih khusus mengenai pengembangan usaha kecil di daerah melalui Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER), dengan memberikan kredit lunak kepada kegiatan usaha milik masyarakat yang dikategorikan pada usaha masyarakat menengah ke bawah. Implementasi program tersebut memerlukan keterlibatan masyarakat secara aktif sebagai perwujudan proses pemberdayaan masyarakat (Community Empowernment). Penelitian ini dilakukan di Kota Sabang, mengingat sebagian besar masyarakat Kota Sabang bermata pencaharian sebagai pedagang dan pengusaha indistri rumah tangga.Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER) ini diharapkan dapat mengembangkan ekonomi masyarakat di Kota Sabang yang berpotensi dengan cara meningkatkan nilai tambah produksi melalui pembentukan dan pendayagunaan kelembagaan, mobilisasi sumber daya, serta jaringan kerja pengembangan usaha menengah ke bawah sesuai kompetensi ekonomi lokal. Dengan adanya program ini pendapatan dan volume produksi usaha kecil akan meningkat dan pada akhirnya akan mampu menciptakan lapangan kerja produktif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggambarkan proses pemberian kredit lunak dalam Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat sebagai upaya peningkatan usaha kecil masyarakat di Kota Sabang dan sejauhmana keterlibatan masyarakat dalam proses tersebut. Dalam penelitian ini, penulis memilih informan dengan menggunakan teknik Snowball Sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam {in-depth interview) secara semi struktur dan pengamatan langsung terhadap keterlibatan masyarakat dalam proses pemberian kredit lunak melalui Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER). Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER) tersebut, Pemerintah Kota Sabang membentuk panitia pelaksana. Dengan adanya tanggung jawab yang telah dipercayakan kepada panitia, panitia merumuskan enam tahapan yang akan dijalankan untuk mendapatkan kredit lunak dari pemerintah. Tahapan tersebut yaitu: tahap pertama meliputi kegiatan pengajuan dan pengagendaan proposal serta penyeleksian tahap awal; tahap kedua meliputi kegiatan pengajuan proposal kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebagai Dinas teknis, studi kelayakan jenis usaha, survey lapangan, dan merekomendasikan kembali ke panitia; tahap ketiga yaitu survey lapangan yang dilakukan oleh tim teknis dan tim gabungan; tahap keempat yaitu pengumumam penerima dana bantuan; tahap kelima yaitu pengambilan rekomendasi oleh penerima bantuan; dan tahap terakhir yaitu pencairan dana yang dilakukan di PT. Bank BPD Kota Sabang. Tahapan tersebut dirumuskan guna tertib administrasi serta mengantisipasi timbulnya kecurangan dari berbagai pihak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program PER melalui pemberian kredit lunak kepada masyarakat Kota Sabang telah berjalan seperti yang diharapkan pemerintah setempat. Namun program itu masih terkesan hanya proyek pemberian kredit dana dengan bunga ringan karena sangat sedikit dari proses itu yang menggunakan konsep pemberdayaan. Konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan usaha kecil masyarakat ditekankan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri (self-reliant communities). Konsep pemberdayaan hanya tercermin pada pembelajaran bagi masyarakat tentang cara membuat proposal permohonan bantuan dana. Pemberdayaan masyarakat belum menyentuh keseluruhan aspek dalam tahapan pemberian kredit lunak kepada pengusaha kecil. Padahal suatu program yang mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu mempunyai beberapa tujuan. Pertama, agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, Kedua, sekaligus meningkatkan keberdayaan (empowering) masyarakat melalui pengalaman dengan merancang, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Program ini adalah program pemberdayaan ekonomi masyarakat bukan proyek pemberian dana kredit dengan bunga ringan. Perlu adanya kerjasama yang lebih intensif antara aparat pemerintah Kota Sabang dengan masyarakatnya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan. Sehingga terjalin suatu komunikasi aktif stakeholders dengan pemerintah menuju pengembangan masyarakat madani. Masyarakat yang berkembang akan membentuk suatu gerakan yang dirancang guna meningkatkan taraf hidup keseluruhan masyarakat melalui partisipasi aktif dan inisiatif dari masyarakat itu sendiri.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11542
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library