Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budi Larasati
"ABSTRAK
Pembahasan mengenai gender masih jarang terlihat pada studi arus utama ilmu hubungan internasional. Selain itu SRHR (Sexual and Reproductive Health Rights) sebagai topik, juga masih kurang banyak mendapatkan perhatian. Karenanya, tulisan ini dimaksudkan untuk mengisi kekosongan tersebut dengan mengkaji SRHR atau lebih khususnya, hak reproduktif perempuan dan bagaimana perempuan membuat pilihan mengenai hal tersebut. Analisis dilakukan dengan pembahasan dari beberapa topik, yakni dari kerangka ekonomi politik internasional, keamanan, kewarganegaraan, identitas, dan politik tubuh.
Hasilnya, pembacaan literatur menunjukkan bahwa perempuan memang memiliki kemampuan biologis untuk kehamilan yang dibarengi dengan resikonya tersendiri. Namun di luar hal itu, terdapat pula faktor-faktor eksternal yang memberikan pengaruh, membentuk, dan membatasi pilihan yang dimiliki dan dibuat oleh perempuan. Baik itu keterbatasan ekonomi, ketidakamanan bergender, kewarganegaraan yang tidak sempurna, bias rasial/etnis, ataupun pemberlakuan kontrol atas tubuh. Kerentanan biologis dan sosial perempuan terkait dengan permasalahan SRHR itu menjadikan pemenuhannya krusial dan merupakan tanggung jawab internasional. Sepatutnya perempuan memiliki pilihan dan kontrol terkait dengan tubuh dan kehidupan mereka sendiri. Aplikasi perspektif feminis dan hubungan internasional dalam mengkaji isu SRHR ini memungkinkan pemahaman yang lebih utuh pada persoalan yang awalnya lebih dipandang sebagai persoalan individual.

ABSTRACT
Discussion regarding gender is still scarce in the field of mainstream international relations. Moreover SRHR (Sexual and Reproductive Health Rights) suffer from lack of priority in the discussion. Because of such scarcity, this study intends to fill the gaps by assessing SRHR or more specifically, women?s reproductive rights and how women make decisions regarding them. Analyses are performed with the discussions of several topics, such as international political economy, security, citizenship, identity, and body politics.
The result of the literature review shows that women do possess the biological capacity for pregnancy along with other related risks, but beyond that, there also exist external factors that influence, shape, and limit the choices that are owned and made by women. Such as constricting economical circumstances, gendered insecurity, imperfect citizenship, racial/ethnic bias, or even the imposition of control over the female body. The biological and social vulnerability of women regarding sexual and reproductive health then, make its fulfillment even more crucial and become a matter of international responsibility. Women should acquire the capability to have control and make choices regarding their own bodies and lives. By using feminist and international perspectives, it becomes possible to study the issue of SRHR more fully, rather than simply accepting it as an individual?s problem.
"
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Chairunnisa
"[ABSTRAK
Fenomena aktivisme digital atau aktivisme online menimbulkan banyak pertanyaan seputar partisipasi yang efektif dan bermakna. Hal ini juga memicu perdebatan mengenai apakah aktivisme online dapat membawa perubahan yang nyata di tengah masyarakat. Selain memetakan partisipasi anak muda dalam aktivisme online,
artikel ini meneliti bagaimana karakteristik organisasi anak muda kontemporer di Indonesia saat ini dan
bagaimana mereka menggunakan aktivisme online ini sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran dan mempromosikan isu seputar HKSR dan keberagaman. Dari hasil perbandingan dengan advokasi yang telah mereka lakukan secara offline, serta gambaran yang telah diperoleh dari wawancara dengan informan kunci dan kuesioner yang telah didistribusikan ke dua puluh mahasiswa, saya berpendapat bahwa peran aktivisme online dalam menyebarkan kesadaran dan menyebarluaskan informasi terbilang efektif. Namun, aktivisme online tidak dapat berdiri sebagai satu jenis aktivisme sendiri karena membangun hubungan dengan pembuat kebijakan dan tokoh-tokoh yang berpengaruh di pemerintahan adalah sama pentingnya.ABSTRACT The phenomena of online or digital activism poised many questions regarding effective and meaningful
participation. It also triggers an ongoing debate on whether or not online activism could bring about real change in the society. Besides mapping out Indonesian youth participation in online activism, this article examines how contemporary youth-led organizations in Indonesia are characterized and how they use this online activism as a way to raise awareness and promote issues on SRHR and diversity. By comparing it with their offline advocacy and by drawing upon interviews with key informants and questioners distributed to twenty college students, I would like to argue that online activism‟s role in spreading awareness and disseminate information is undeniably effective. However, online activism could not stand as a type of activism on its own because
establishing relations with policy makers and key individuals in the government is just as important., The phenomena of online or digital activism poised many questions regarding effective and meaningful
participation. It also triggers an ongoing debate on whether or not online activism could bring about real change
in the society. Besides mapping out Indonesian youth participation in online activism, this article examines how
contemporary youth-led organizations in Indonesia are characterized and how they use this online activism as a
way to raise awareness and promote issues on SRHR and diversity. By comparing it with their offline advocacy
and by drawing upon interviews with key informants and questioners distributed to twenty college students, I
would like to argue that online activism‟s role in spreading awareness and disseminate information is
undeniably effective. However, online activism could not stand as a type of activism on its own because
establishing relations with policy makers and key individuals in the government is just as important.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Marsha Maharani
"

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pasal-pasal terkait pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan peraturan turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Rangkaian regulasi tersebut secara tekstual mengalienasi hak-hak perempuan lajang atas pemenuhan HKSR mereka, karena hanya perempuan menikah saja yang berhak atas kesehatan seksual dan reproduksi. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian sosio-legal, dengan menganalisis implikasi dari pasak-pasal dalam ketiga peraturan perundang-undangan tersebut melalui pendekatan kualitatif. Temuan dalam penelitian ini adalah: 1. Rangkaian regulasi kesehatan seksual dan reproduksi yang berlaku berpotensi menjadi justifikasi untuk menolak perempuan lajang yang ingin mengakses layanan kesehatan seksual dan reproduksi; 2. Rangkaian regulasi yang ada berperan dalam penegakan stigma negatif yang menyelubungi pemenuhan HKSR bagi perempuan lajang; dan 3. Perlunya rangkaian regulasi yang sensitif dengan isu gender dan harusz inklusif bagi semua perempuan dan tidak hanya merujuk kepada pengalaman perempuan berstatus menikah.

 


This research aims to analyze the laws around Sexual and Reproductive Health Rights (SRHR) in Law on Health (Law No. 36/2009), Government Regulation on Reproductive Health (Government Regulation No. 61/2014) and Minister of Health Regulation on Health Services during Pre-Pregnancy, Pregnancy, Childbirth and Post-Childbirth, Contraceptive Services and Sexual Health Services (Minister of Health Regulation No. 97/2014). These laws and regulations textually alienate unmarried women and their sexual and reproductive health rights since the laws only recognizes sexual and reproductive health rights for married women. The method used to conduct this research is socio-legal method, which analyzes the implication that comes from the aforementioned laws and regulations through qualitative approach. This research finds: 1. The laws and regulations on sexual and reproductive health has the potential to justify any medical facility to reject unmarried women that wanted to access sexual and reproductive healthcare; 2. The existing set of law and regulations has a role in upholding the negative stigma surrounding SRHR for unmarried women; and 3. There is a need for a set of laws and regulations that are sensitive to gender issues and that it should be inclusive to all women and not only centered around the experience of married women.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library