Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ibrata, Bernard
Abstrak :
Sex hormone binding globulin (SHBG) adalah glikoprotein plasma yang mengangkut hormon seks steroid dan meregulasi aksesnya pada sel sasaran. Konsentrasi pada plasma manusia 10-73 nmol/l. Produk variasi alel SHBG telah diidentifikasi pada plasma manusia. Umumnya frekuensi alel normal dan alel varian adalah 0.9 dan 0.1, tetapi distribusinya sangat bervariasi di antara populasi dari berbagai negara. SHBG yang dikode oleh alel varian ketika dianalisis dengan elektroforesis gel poliakriiamid terpisah menjadi tiga pita (triple banded) dengan berat molekuI (BM) yang berbeda (56,52,49 kDa), sedangkan SHBG normal terpisah hanya dua pita (double handed) dengan BM 52 kDa dan 49 kDa. Selanjutnya dalam tesis ini masing-masing subunit tersebut disebut SHBG varian dan SHBG normal. Sui L.M.. dkk. meneliti konsentrasi SHBG normal dan SHBG yang mengalami deglikosilasi dengan transfornasi jamur Pichia pastoris. Pada SHBG yang mengalami deglikosilasi konsentrasi SHBG yang didapat lebih rendah dibandingkan dengan SHBG normal. Apakah pada SHBG varian yang mengalami glikosilasi atau penambahan oligosakarida konsentrasi SHBG yang dihasilkan seharusnya lebih besar dari pada SHBG normal, masih perlu diteliti lebih lanjut. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk memeriksa variasi subunit SHBG pada pria dewasa Kaukasia sehat dan implikasinya terhadap konsentrasi SHBG. Variasi subunit SHBG diperiksa dengan cara elektroforesis dan Western blot, sedangkan konsentrasi SHBG dianalisis dengan immunoradio metric assay (IRMA). Hasil dan Kesimpulan: Dari keseluruhan sampel, tujuh puluh tujuh persen (20 orang) mempunyai jumlah dua pita (SHBG normal), rata-rata konsentrasi SHBG: 31,82 nmol/l. Sedangkan 23 % (6 orang) mempunyai jumlah tiga pita (SHBG varian), dengan rata-rata konsentrasi SHBG: 23,83 nmol/l. Secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna antara konsentrasi SHBG varian dengan SHBG normal.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T3160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinta Deviyanti
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Dalam rangka mencari bahan kontrasepsi pria yang ideal, penyuntikan TE (Testosterone Enanthate) dan DMPA (Depot Medroxy Progesterone Acetate) sebagai bahan kontrasepsi hormonal pria menunjukkan hasil penekanan spermatogenesis yang berbeda antara pria bangsa Asia (azoospermia 90-100%) dan Kaukasia (azoospermia < 70%). Diduga ada dua faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil tersebut yaitu faktor genetik dan konsumsi makanan/ diet berbeda yang mempengaruhi kadar SHBG. Sebagai glikoprotein plasma homodimerik, SHBG memiliki kemampuan spesifik mengikat hormon-hormon steroid seks (dehidrotestosteon, testosteron dan estradiol) dan membawanya menuju ke jaringan target. Kadar SHBG normal dalam plasma adalah 10-73 nmol/L. Bila dihubungkan dengan proses spermatogenesis, kadar SHBG secara tidak langsung mungkin dapat mempengaruhi spermatogenesis dengan merubah kadar testosteron babas yang bekerja menimbulkan efek umpan balik negatif melalui poros hipotalamus-hipofisis-testis. SHBG manusia dikode oleh suatu gen autosom tunggal yang memiliki dua alel kodominan yaitu alel normal dan alei varian. Alei SHBG varian muncul akibat mutasi titik pada ekson 8 dari gen pengkode SHBG yang terletak di lengan pendek 12-13 (p12-13) dari kromosom 17. Mutasi titik tersebut menyebabkan substitusi basa tunggal pada kodon 327 dari GAC-)AAC yang mengkode perubahan asam amino aspartat menjadi asparagin (Asp327Asn) dan menyebabkan penambahan rantai karbohidrat atau N-linked glikosilasi pada posisi ini. Glikosilasi berpengaruh terhadap waktu paruh dan penambahan berat molekul SHBG varian. Penambahan waktu paruh selanjutnya dianggap dapat mempengaruhi kadar SHBG. Penelitian sebelumnya terhadap SHBG manusia produk cDNA (complementary DNA) yang diekspresikan pada jamur Pichia pastoris menyebutkan bahwa SHBG yang mengalami deglikosilasi enzimatik menghasilkan kadar SHBG yang lebih rendah dibandingkan SHBG normal. Apakah SHBG varian seharusnya menghasilkan kadar SHBG yang Iebih besar, masih perlu diteliti. Melalui teknik SDS PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Gel Electrophoresis), deteksi SHBG normal dan SHBG varian dalam serum manusia menampakkan pola fenotip SHBG dua pita dan tiga pita dengan berat molekul berbeda yaitu 49,52 dan 56 kDa. Untuk mengetahui efektifitas penekanan spermatogenesis oleh bahan kontrasepsi hormonal TE dan D1VIPA, maka perlu diteliti kadar SHBG serta faktor yang dianggap turut mempengaruhi kadar SHBG tersebut (dalam hal ini adalah faktor genetik atau variasi fenotip SHBG).Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mendeteksi variasi fenotip SHBG dan melihat kemungkinan pengaruhnya terhadap kadar SHBG pada populasi pria Indonesia dewasa sehat. Deteksi variasi fenotip SHBG dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik SDS PAGE dan Western blot. Sedangkan pengukuran kadar SHBG dilakukan dengan teknik IRI/ IA (Immunoradiometric assay). Data yang diperoleh kemudian dianalisa secara statistik menggunakan program komputer SPSS versi 10. Hasil dan Kesimpulan : Dari total sampel serum pria Indonesia dewasa sehat yang dideteksi melalui SDS PAGE dan Western blot, tampak gambaran ekspresi gen SHBG yang terdiri dari dua jenis pola fenotip SHBG dengan berat molekul yang berbeda. Pola fenotip SHBG dua pita (SHBG normal) dijumpai sebanyak 61% (11 sampel serum), terdiri dari sub unit heavy dengan perkiraan berat molekul 51 kDa dan sub unit light dengan perkiraan berat molekul 46 kDa. Sedangkan pola fenotip SHBG tiga pita (SHBG varian) dijumpai sebanyak 39% (7 sampel serum), memiliki tambahan sub unit ketiga yaitu sub unit super heavy dengan berat molekul 56 kDa. Hasil perhitungan rata-rata kadar SHBG normal dan SHBG varian yang diperoleh dalam penelitian ini masing-masing adalah 42,24 nmolll dan 39,44 nmolll. Analisa data melalui perhitungan statistik menggunakan program komputer SPSS versi 10 menyimpulkan bahwa fenotip SHBG tiga pita (SHBG varian) temyata menghasilkan kadar SHBG yang tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan fenotip SHBG dua pita (SHBG normal) (pada tingkat signifikan 5%, 1 = 0,343 dengan P= 0,736, 2-tail test).
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T1407
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivit Vidyawati
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Dalam rangka pengembangan kontrasepsi hormonal pria, penggunaan TE (Testosteron Enantat) dan DMPA (Depot Medroksi Progesteron Asetat), menunjukkan hasil tingkat azoospermia yang lebih tinggi (90-100%) pada bangsa Asia, sedangkan bangsa Kaukasia hanya mencapai 70% atau kurang. Diduga ada 2 faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan termasuk makanan/diet. Telah diketahui bahwa diet negara Barat (Western Diet) mengandung lemak dan protein tinggi, sedang diet negara Asia (Asian Diet) mengandung karbohidrat tinggi. Dari penelitian dilaporkan bahwa status nutrisi tampaknya merupakan salah satu faktor yang mengatur konsentrasi SHBG (Sex Hormone Binding Globulin) yang dapat mempengaruhi jumlah testosteron bebas yang akan digunakan dalam mekanisme umpan balik negatif. SHBG adalah glikoprotein yang berfungsi sebagai alat pengangkut hormon steroid, mempunyai afinitas yang kuat terhadap dehidrotestosteron dan testosteron, sedangkan terhadap estradiol afinitasnya lebih lemah. Berbagai hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa korelasi antara konsentrasi SHBG dengan testosteron, insulin dan BMI hasilnya belum seragam dan satu sama lain berbeda-beda. Oleh karena itu kami merasa perlu mengadakan penelitian ulang pada orang Kaukasia yang berada di Jakarta. Pengukuran konsentrasi SHBG, menggunakan immunoradiometric assay (IRMA), sedangkan testosteron total, testosteron bebas dan insulin menggunakan radiommunoassay (RIA). Pengukuran glukosa, trigliserida dan albumin dengan menggunakan spektrofotometer. Untuk mengetahui komposisi makronutrien karbohidrat, lemak dan protein dilakukan pencatatan makanan (food record) selama 3 hari. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui korelasi antara konsentrasi SHBG dengan parameter-parameter yang diukur dan analisis regresi ganda untuk mengetahui hubungan yang paling erat antara konsentrasi SHBG dengan parameter-parameter yang diukur. Hasil dan Kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa SHBG mempunyai korelasi positif dengan testosteron total (r = 0,483, P = 0,002), dan SHBG mempunyai korelasi negatif dengan testosteron bebas (r = 0,087, P = 0,312), insulin (r = 180, P = 0,134) dan BMI (r = 0,366, P = 0,017). Konsentrasi SHBG mempunyai hubungan paling erat dengan konsentrasi testosteron total (P = 0,001).
Scope and Research Method: In developing men hormonal contraception, the utilization of TE (Testosterone Enantat) and DMPA (Depot Medroksi Progesterone Acetate), indicated higher level of azoospermia (90-100%) at Asian Men, while Caucasian men reached 70% or less only. Presumably, there were two factors affecting this discrepancy, genetic and environmental factor including meal/diet. It has been well known that Western Diet consists of high fat and protein while Asian Diet consists of high carbohydrate. From the research, it was reported that nutrition status seemed to be one of many factors bringing about the concentration of SHBG (Sex Hormone Binding Globulin) affecting the number of free testosterone that would be used in the negative feedback mechanism. SHBG is glycoprotein acting as steroid hormone transporter, having strong affinity against dehydrotesterone and testosterone, in the same time its affinity against estradiol is weak. Many researches in foreign countries demonstrated that the correlation between concentration of SHBG and testosterone, insulin and BMI did not result in the uniform output and it was different one another. Therefore, we needed to repeat the research at Caucasian men in Jakarta. The measurement of SHBG concentration was using immunoradiometric assay (IRMA), while the measurement for total testosterone, free testosterone and insulin was using radioimmunoassay (RIA). The measurement of glucose, triglyceride and albumin was performed using spectrophotometer. To see the composition of macronutrient carbohydrate, fat and protein food record was conducted for 3 days. Correlation analysis was carried out to see the correlation between the concentration of SHBG and other parameters measured and multiple regression analysis was held to see the closest relation between SHBG concentration and other measured parameters. Result and conclusion: The research results indicated that SHBG had positive correlation with total testosterone (r= 0.483, P = 0.002), and SHBG had negative correlation with free testosterone (r=0.087, P = 0.312), insulin (r= 0.180, P = 0.134), and BMI (r= 0.366, P = 0.017). SHBG concentration had the closest relation with total testosterone concentration (p=0.001).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T9589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Yekti
Abstrak :
Dalam pengembangan kontrasepsi pria, penggunaan TE (Testosteron Enantat) atau kombinasinya dengan DMPA (Depot Medroxy Progesterone Acetate) sebagai bahan kontrasepsi hormonal pria menunjukkan perbedaan penekanan spermatogenesis antara pria bangsa Asia dan pria bangsa Kaukasia, pada bangsa Asia menyebabkan azoopermia 90-100% sedangkan pada bangsa Kaukasia mencapai azoospermia < 70%. Faktor yang diduga menimbulkan perbedaan hasil yaitu variasi genetik dan konsumsi makanan yang berbeda. Variasi genetik merupakan perbedaan urutan nukleotida menetap diantara individu. Perubahan nukleotida atau mutasi di dalam gen mungkin berperan pada formasi sebuah protein varian. Insiden dan distribusi alel varian dalam suatu populasi sebagai akibat menyeluruh dari tiga macam proses utama melalui generasi yang terdahulu yaitu mutasi, seleksi alam, peluang atau penyimpangan genetik secara acak. SHBG manusia di kode oleh dua alel autosom kodominan yaitu alel normal dan alel varian. Alel SHBG varian muncul akibat mutasi titik pada ekson 8 dari gen pengkode SHBG yang terletak di lengan pendek 12 - 13 dari kromosom 17. Mutasi titik tersebut menyebabkan substitusi basa tunggal pada kodon 327 dari GAC menjadi AAC yang mengkode perubahan asam amino aspartat menjadi asparagin, disertai penambahan tempat untuk N-glikosilasi pada posisi ini. Glikosilasi berpengaruh terhadap waktu paruh dan penambahan berat molekul SHBG varian. Melalui tehnik SDS-PAGE (Sodium Dodenji Sulfate Gel Electroforesis) deteksi SHBG normal dan SHBG varian dalam serum manusia menampakkan pola fenotip SHBG dua pita dan tiga pita dengan berat molekul yang berbeda yaitu 49, 52 dan 56 kDa. Karena latar belakang genetik antar ras/populasi berbeda dalam hal ini antara ras/populasi Indonesia dan Kaukasia, diduga ada perbedaan variasi genetik yang mengaldbatkan proses penekanan spermatogenesis yang berbeda. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan membandingkan variasi fenotip SHBG antara populasi pria Indonesia dan pria Kaukasia dewasa. Deteksi variasi fenotip SHBG dalam penelitian ini dilakukan dengan tehnik SDS-PAGE dan Western blot. Dari keseluruhan sampel serum pria Indonesia dan Kaukasia yang dianalisis dengan SDS-PAGE dan Western blot, menunjukkan gambaran 2 macam pola fenotip SHBG yaitu gala fenotip SHBG dua pita dan pola fenotip SHBG tiga pita. Pala fenotip SHBG dua pita mempunyai subunit light dengan berat molekul 46 kDa, subunit heavy dengan berat molekul 51 kDa, sedangkan poly fenotip SHBG tiga pita mempunyai tambahan subunit super heavy dengan berat molekul 56 kDa. Dari 31 sampel serum pria Indonesia dijumpai sebanyak 65% (20 sampel) mempunyai pola fenotip SHBG dua pita (SHBG normal) sedangkan 35% (11 sampel) mempunyai pola fenotip SHBG tiga pita (SHBG varian). Pada 26 sampel serum pria Kaukasia dijumpai sebanyak 77% (20 sampel) mempunyai pola fenotip SHBG dua pita (SHBG normal) dan 23% (6 sampel) mempunyai pola fenotip SHBG tiga pita (SHBG varian). Analisa data melalui perhitungan statistik menggunakan uji Chi Square menunjukkan tidak berhubungan antara ras/populasi dengan variasi fenotip SHBG pada tingkat kepercayaan 95%. ]adi tidak berbeda bermakna variasi fenotip "SHBG antara ras/populasi Indonesia dan ras Kaukasia.
Phenotype Variation of Sex Hormone Binding Globulin (Shbg) in Health Adult Indonesian and Caucasian MaleIn the development of male contraception, the use of TE (Testosteron Enantat) or its combination with DMPA (Depo Medroxy Progesteron Acetat) as a material for male hormonal contraception shows different result of suppression of spermatogenesis between Asian and Caucasian. In Asian it causes 90-100% azoospermia while in Caucasian it reaches azoospermia < 70%. The possible factors that cause different result are genetic variation and different variety of food consumption. Genetic variation is different of nucleotides order resides in each individual. Nucleotide change or gene mutation probably play role in protein variant formation. The incidence and the distribution of variant allele in one population as cumulative result from 3 kind of main process through previous generation that is mutation, natural selection, the change or random of genetically deviation. Human SHBG is encoded by two codominant autosome allele, those are normal and variant alleles. SHBG variant allele appears as a result of mutation at exon 8 of SHBG gene that locates at the short arm (p12 - pI 3) of chromosome 17. This mutation is a single base substitution at codon 327 from GAC to AAC that underly amino acid changing from aspartat to asparagin, along with additional place for N-glycocilation at this position. Glycocilation affects the half life and addition of molecular weight. By SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Gel Electroforesis) technique detection of normal SHBG and variant SHBG in human serum shows two and three bands of SHBG phenotype pattern respectively, which has different molecular weight that is 49, 52 and 56 k Da. Since inter race/population genetically is different, in this case between Indonesian race/population and Caucasian, causes different genetic variation, it will probably cause different pressure on spermatogenesis. The aim of this research is to compare SHBG phenotype variant between adult male of Indonesian and Caucasian population. The detection of phenotype SHBG variation in this research is done with SDS-PAGE and Western blot technique. Serum samples of Indonesian and Caucasian analyzed with SDSPAGE and Western blot show two kind of SHBG phenotype pattern that is two bands and three bands SHBG phenotype pattern. Two bands SHBG phenotype consist of light subunit with molecular weight 46 k Da and heavy subunit with molecular weight 51 kDa. Three bands SHBG phenotype pattern has an additional subunit, which is super heavy with molecular weight 56 k Da. In 31 male Indonesian serum samples, 66% (20 samples) has two bands SHBG phenotype pattern (normal SHBG) and 34% (II samples) has three bands SHBG phenotype pattern (variant SHBG). Of 26 male Caucasian serum samples, 77% (20 samples) has two bands SHBG phenotype pattern (normal SHBG) and 23% (6 samples) has three bands SHBG phenotype pattern (variant SHBG). Statistical analysis using Chi Square test shows 95% validity is not match between race/population with SHBG phenotype variation. So the difference of SHBG phenotype variation between Indonesian race/population and Caucasian is not significant.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T10333
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurbaya
Abstrak :
Dalam rangka pengembangan kontrasepsi pria, penggunaan kombinasi testosteron enantat (TE) dan progesteron pada orang Kaukasia hanya mencapai azoospermia 70% sedangkan orang Asia mencapai 100% azoospermia (Moeloek, 1998). Faktor yang mungkin dapat menimbulkan perbedaan dalam menekan produksi sperma diduga disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan antara lain perbedaan asupan makanan antara orang Kaukasia dan orang Asia. Adapun ciri makanan negara Barat mengandung lemak dan protein tinggi sedangkan karbohidrat rendah. Sebaliknya untuk orang Asia mengandung lemak dan protein rendah, namun kandungan karbohidratnya tinggi. Dari penelitian dilaporkan bahwa asupan makanan seperti karbohidrat, lemak dan protein mempengaruhi konsentarsi SHBG (Sex Hormone Binding Globulin). SHBG adalah glikoprotein plasma, diproduksi oleh sel hati, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap dihidrotestosteron (DI-FT) dan jugs mengikat estrogen tetapi daya ikatnya lebih rendah. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutyarso, 1997 pada hewan coba (Macaca Fascicularis) dengan memberikan model makanan orang Asia yaitu karbohidrat 70%, protein 15% dan lemak 15%. Hasil yang diperoleh kadar testosteron bebas pada hewan coba tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hewan coba yang diberi makanan lemak dan protein tinggi. Oleh karena itu kami merasa perlu mengadakan penelitian pada kelompok masyarakat Pegawai Negeri Sipil Golongan I yang mengkonsumsi karbohidrat tinggi namun protein dan lemak rendah. Pengukuran konsentarsi SHBG menggunakan ImmunoRadiometric Assay (IRMA). Untuk mengetahui asupan makronutrien yaitu karbohidrat, protein dan lemak dilakukan pencatatan makanan (Food recall) selama tiga hari berturut-turut. Pengukuran kadar testosteron total dan kadar testosteron bebas menggunakan RadioImmuno Assay (RIA). Penelitian yang telah dilakukan Longcope dkk, 2000 pria dewasa di AS Body Mass Index (BMI) merupakan faktor yang dapat untuk memperkirakan (prediktor) konsentrasi SHBG di dalam tubuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi SHBG 41,76 nmol/L. Asupan makronutrien yaitu karbohidrat 256,28 gram (56,24%), protein 43,92 gram(9,68%) dan lemak 69,28 gram (34,08%), kadar testosteron total 6,43 ng/mL, kadar testosteron bebas 22,39 pa/mL, Body Mass Index (BMI) 21,69 kg/m2. Dengan menggunakan "Pearson Correlation Coefficient" antara konsentrasi SHBG dengan karbohidrat (r=0,093), lemak (r=0,051), protein(r=0,002), kadar testosteron bebas (r=0,256), kadar testosteron total,(r=0,518) dan Body Mass Index(BMI)(r=-0,519) mempunyai hubungan. Hasil analisis Regresi Ganda antara konsentrasi SHBG dengan BMI dan kadar testosteron total mempunyai hubungan yang erat dengan tingkat signifikan 0,000 (P<0,05).
The Relationship Between Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) Serum Concentration With Diet Macronutrient Testosterone and Body Mass Index (BMI) in Man of Civil Servant of Grade IThe development of male contraception, the combination of using Testosterone Enantate (TE) and progestogen to Caucasian people was only have azoospermia 70% whereas Asian people only have 100% azoospermia (Moeloek, 1998). The factor which might be rised the different in emphasizing the production of sperm is caused by genetic factor and environment factor are the different of food construction between Caucasian people and Asian. The food characteristic in west country contain fat and high protein but low carbohydrate. On the other hand Asian people contain fat and low protein but high carbohydrate. From the study is reported that the food component like carbohydrate, fat and protein was effecting the SHBG concentration. SHBG (Sex Hormone Binding Globulin) is glikoprotein plasma, produced by cell liver, having a high affinities to dihydrotestosterone (DHT) and also bounding estrogen but the bounding was to low. From the study research by Sutyarso, 1997 to the experiment animal (Macaca fascicularis) by giving the food model of Asian people like carbohydrate 70%, protein 15% and fat 15%. The report that can get is the degree of free testosterone to experiment animal 15 more higher than the experiment animal who giving a food such as fat and high protein. Because of that we feel need to do research to people who work as Civil Servant of Grade I who had consumption high carbohydrate whereas protein and fat low. The measuring of SHBG concentration is using Immuno Radidmetric Assay (IRMA). To know the composition macronutrient like carbohydrate, fat and protein is doing the food registration (food recall) during continuously three days. The measuring of total testosterone concentration and free testosterone concentration are using Radioimmuno Assay (RIA).

The study research by Long cope et at, 2000 male in USA Body Mass Index (BMI) is factor how to predict the concentration of SHBG in body.The research result showed the value average of SHBG concentration 41,76 nmole/L. The composition macronutrient like carbohydrate 256,28 gram (56,24%), protein 43,92 gram(9,68%) and fat 69,28 gram(34,08%), total testosterone 6,43 ng/mL, free testosterone 22,39 pq/mL, Body Mass Index (BMI) 21,69 kg /m2. By using "Pearson Correlation Coefficient" between SHBG concentration with carbohydrate (r=0,093), fat (r=0,051), protein (r=0,002), free testosterone (r=0,256), total testosterone (r=0,518) and Body Mass Index (BMI)(r=-0,519) have relationship. The result of analysis double regression between SHBG serum concentration with Body Mass Index (BMI) and total testosterone have bight relationship with signification level 0,000 (P<0,05).
2002
T5175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library