Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tresye Utari
Abstrak :
Alumina (A12O3) memiliki kemampuan yang rendah untuk mengadsorpsi senyawa organik non polar. Permukaan Y-alumina dapat dimodifikasi dengan surfaktan Sodium Dodesyl Sulfate (SDS) untuk membentuk admisel dan aplikasikannya sebagai penyerap benzena. y-Alumina disintesis dan campuran kaolin dan (NH4SC4)SO 1:4. Nilai CAC (Critical Admicelle Concentration), CMC (Critical Micelle Concentration), konsentrasi admisel optimum dan pH optimum ditentukan dari kurva isoterm adsorpsi SDS pada alumina. Karakterisasi y-alumina dilakukan dengan metoda analisis XRD, pembentukan admisel dengan metode BET dan FT-IR. Nilai CAC dan CMC terjadi pada konsentrasi SDS 3 mM dan 6 mM, dengan pH optimum 3. Uji Adsorpsi benzena mengikuti isoterm adsorpsi Freundlich. Peningkatan koefisien partisi benzena menunjukkan, bahwa benzena teradsolubilisasi pada daerah core dalam admisel. Benzena teradsolubilisasi pada admisel sebesar 88,13 %.
2005
SAIN-10-3-2005-8
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hendry Kosasih
Abstrak :
Lateks Hevea merupakan media yang balk untuk pertumbuhan mikroorganisme sehlngga blla penanganan lateks in! kurang balk dapat menimbulkan masalah, antara lain adalah masalah bau. Mikroorganisme yang tumbuh pada lateks dapat menguraikan senyawa protein menjadi senyawa-senyawa lain yang berat molekulnya lebih kecil yang menimbulkan bau, seperti thiol, amonia, H2S dan Iain-Iain. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan-perubahan komponen kimia film lateks kebun yang terkait dengan masalah bau busuk oleh aktivitas bakteri asal lateks. Isolat bakteri yang berasal dari limbah pabrik lateks diinokulasikan dan diamati perubahan beberapa komponen kimia lateks seperti protein, thiol, dan karbohidrat, serta perubahan pita-pita protein PERPU5TAKA|AN dari gel elektrbforesis SDS-PAGE. I FiyiiPA-U I | Hasil pengamatan secara sensoris menunjukkan bahwa dari 20 isolat bakteri yang diuji untuk deodorisasi lateks dapat dipilih 4 isolat yang berpotensi yaitu, Bacillus sp. Bacillus licheniformis, isolat C7 dan isolat C8. Keempat isolat bakteri tersebut memiliki kemampuan untuk menguraikan protein lebih besar dibandingkan dengan kontrol, yang ditunjukkan juga dengan adanya sejumlah pita protein yang hilang atau berkurang intensitasnya. Isolat yang diujikan juga dapat meningkatkan kadar thiol dari sampel film lateks. Kadar karbohidrat pada periakuan juga mengaiami kenaikan dan nilainya sedikit leblh rendah daripada kontrol.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Arfiansyah
Abstrak :
Teknologi bahan berubah fasa (BBF) atau phase change material (PCM) merupakan salah satu teknologi rekayasa bahan sangat luas manfaat dan perannya dalam aplikasi penggunaan fitur manajemen termal yang dikenal dengan istilah “bahan cerdas”. Salah satu teknik pembuatan BBF pengkondisi pasif berkinerja tinggi adalah dengan menggabungkan bahan dasar BBF dengan bahan nano oksida logam TiO2 yang memiliki sifat stabilitas termal yang sangat tinggi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa perbandingan karakteristik sifat termal utama nano komposit BBF parafin/TiO2 yang dibuat dengan proses in situ mekanik dengan surfaktan sebagai pemacu dispersi karena variasi pengaruh waktu dan pengadukan pada kecepatan tinggi. Penelitian ini menggunakan prosedur eksperimental melalui pencampuran mekanik in situ BBF berbasis parafin dan rutil Titanium dioksida (TiO2) 4 wt% untuk membentuk Nano Komposit Bahan berubah fasa (NKB) dengan variasi pengadukan kecepatan tinggi (700, 900 dan 1100 rpm pada 90°C selama 45, 60, dan 90 menit) dan dicampur dengan Natrium Dodesil Sulfat (Sodium Dodecyl Sulphate (SDS)) sebagai dispersan dengan mengaplikasikan premixing larutan polar (distilasi H20 + 4 wt% SDS dispersan) ke larutan berbasis parafin non-polar (lilin parafin + 4 wt% TiO2) dengan perbdaningan 1:4, kemudian didinginkan secara alami. Spektrum Fourier Transient Infrared (FTIR) dan pola X-Ray Diffraction (XRD) menunjukkan ciri khas sistem komposit. tidak ada sistem material baru yang tersusun. Bilangan gelombang khas komposit PW + TiO2 (2918 cm-1, 2851cm-1, 1471 cm-1, 720cm-1 dan 469 cm-1) terlihat pada FTIR, sedangkan puncak intensitas tinggi 2θ = 21,4° dan 23,8 dan puncak intensitas rendah 27,4° dan 36,1°, pola XRD dapat dikaitkan dengan kristal parafin monoklinik dengan difraksi bidang tipikal (110) dan (200) dan TiO2. Sifat termal komposit diukur dengan menggunakan Kalorimetri Pemindaian Diferensial. Temuan menunjukkan bahwa BBFberbasis parafin memiliki kapasitas penyimpanan termal yang lebih tinggi sebesar 144,3 J/g dibandingkan dengan nilai umumnya 104,5 J/g. Dengan Persamaan Patel diperoleh nilai konduktifitas NKB-MY2 (Nano Komposit BBF Parafin/TiO2- Mekanik - 900rpm- 60 menit), sebesar 0,41 W/m.K dan NKB-SY2 (Nano Komposit BBF Parafin/TiO2- SDS- 900rpm - 60menit), sebesar 0,43 W/m.K yaitu meningkat 69% dan 75,6% dari BBF Parafin murni. Pengamatan Scanning Electron Microscope menunjukkan dispersi cluster TiO2 yang lebih baik (mengkilap, halus, bulat, dan menyebar). Hal ini menunjukan bahwa kecepatan pengadukan dan suhu yang tepat dapat meningkatkan kapasitas untuk mengisolasi suhu.
Phase change material (PCM) technology is one of the most widely used materials engineering technologies and its role in the application of thermal management features known as "smart materials". One of the techniques for making high-performance passive conditioning PCM is by combining PCM base material with TiO2 metal oxide nano material which has very high thermal stability properties. The purpose of this study was to analyze the comparison of the main thermal characteristics of PCM paraffin / TiO2 nano composites made with a mechanical in situ process using surfactants as dispersion promoters due to variations of time and at high speed stirring. This study used an experimental procedure through in situ mechanical mixing of paraffinbased PCM and 4 wt% rutile titanium dioxide (TiO2) to form nano composite PCM with high-speed stirring variations (700, 900 and 1100 rpm at 90° c for 45, 60, and 90 minutes) and mixed with Sodium. Dodecyl Sulphate (SDS) as a dispersant by applying a polar solution premixing (distillation H20 + 4 wt% SDS dispersant) to a non-polar paraffinbased solution (paraffin wax + 4 wt% TiO2) in a ratio of 1: 4, then cooled naturally. Fourier Transient Infrared (FTIR) spectra and X-Ray Diffraction (XRD) patterns showed the characteristics of a composite system. no new material system was composed. The typical wave numbers of the PW + TiO2 composite (2918 cm-1, 2851cm-1, 1471 cm-1, 720cm-1 and 469 cm-1) were observed in FTIR, while the high intensity peaks were 2θ = 21.4°, 23.8° and low intensity peaks of 27.4°, 36.1°, XRD patterns were attributed to monoclinic paraffin crystals with typical plane diffraction (110) and (200) and TiO2. The thermal properties of the composites were measured using Differential Scanning Calorimetry. The findings indicated that paraffin-based PCM had a higher thermal storage capacity of 144.3 J/g compared to the typical value of 104.5 J/g. With the Patel equation, the conductivity value of NKB-MY2 (Nano Composite PCM Paraffin / TiO2- Mechanical - 900rpm- 60 minutes) is 0.41 W / mK and NKB-SY2 (Nano Composite PCM Paraffin / TiO2- SDS- 900rpm - 60min), is 0.43 W / mK, which is an increase of 69% and 75,6% of pristine Paraffin PCM. Scanning Electron Microscope observations show better TiO2 cluster dispersion (shiny, smooth, round, and diffuse). This showed that the stirring speed and the right temperature can increase the capacity to isolate temperatures
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal
Abstrak :
Protein apoptin dari virus anemia ayam telah diteliti memiliki potensi yang baik sebagai pendeteksi dini sel kanker. Keberhasilan produksi apoptin yang tidak lagi berupa badan inklusi telah memberikan harapan lebih besar untuk melakukan optimasi produksi protein apoptin rekombinan ini. Sel rekombinan apoptin yang berhasil diproduksi dalam skala besar dengan menggunakan inang Bacillus subtilis 168 pOXGW-apop-2His8Arg, pOGW-apop-12His dalam berbagai variasi kondisi kultivasi (konsentrasi substrat penginduksi, laju aerasi, dan laju agitasi) kemudian dipurifikasi menggunakan metode IMAC dalam kolom afinitas (HisTrap FF 5 mL) yang berisi ion logam transisi Ni2+ dengan menggunakan instrumen AKTA Prime Plus. Secara rata-rata, hasil purifikasi menunjukkan bahwa elusi apoptin rekombinan terjadi ketika nilai konduktivitas berada pada angka 15,85 mS/cm, dengan konsentrasi imidazole berada pada kisaran nilai 76% - 88% (384,8-442,4 mM), yang terlihat dari grafik gradien elusi. Pengukuran konsentrasi protein apoptin dengan menggunakan metode Bradford menujukkan bahwa konsentrasi terbesar diperoleh pada sampel dengan sistem agitasi 250 rpm dan laju aerasi 0,5 Nl/menit, dengan besar konsentrasi 0,0507 mg/ml. Hasil purifikasi berhasil dideteksi menggunakan SDS-PAGE 12% dengan hasil pita protein terlihat di area 15 kDa dan 58,5 kDa untuk semua sampel. ......Apoptin has been known to be having a great potency for cancer detection. The success of apoptin production which is not in inclusion body form anymore has given a bigger hope to optimize its production. Recombinant apoptin cells which was succesful to be cultivated in large scale using Bacillus subtilis 168 pOXGW-apop-12His8Arg, pOGW-apop-12His vector in various cultivation condition (aeration rate, agitation rate) then purified using IMAC method in Ni2+-loaded affinity column (HisTrap FF 5ml) and proceeded in AKTA Prime Plus instrument. Averagely, purifcation result showed that the elution of apoptin recombinant protein happened when the conductivity value at 15,85 mS/cm, with imidazole concentration lied around 76%-88% (384,8-442,4 mM), which could be seen from elusion gradient curve. The measurement of apoptin protein concentration using Bradford method showed that the biggest concentration was obtained from the sample with agitation rate 250 rpm and aeration rate 0,5 Nl/min, and the value is 0,0507 mg/ml. Purification yield was succesfully detected using SDS-PAGE 12%, with protein band was seen on 15 kDa and 58,5 kDa area for all samples.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S52997
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeanita Haldy
Abstrak :
Bakteriosin merupakan suatu senyawa protein yang memiliki efek bakterisida terhadap mikroorganisme lain. Bakteri Weissella confusa MBF8-1 yang telah berhasil diisolasi dari produk ampas kacang kedelai terfermentasi, diketahui memiliki aktivitas Bacteriosin Like Inhibitory Substance (BLIS) terhadap bakteri Leuconostoc mesenteroides. Berdasarkan data pada GenBank, terdapat tiga jenis bakteriosin dari W.confusa MBF8-1, yaitu bakteriosin 1, 2, dan 3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi dan karakterisasi salah satu bakteriosin yang dimiliki, yaitu bac2 dengan menggunakan SDS-PAGE. Dalam penelitian sebelumnya, peptida bakteriosin rekombinan Bac2 telah diklon ke Bacillus subtilis DB403. Keberadaan peptida rekombinan Bac2 telah diverifikasi dengan PCR menggunakan primer spesifik. Purifikasi dilakukan dengan menggunakan kolom afinitas HisTrap FF dan diliofilisasi dengan metode freeze-dry. SDS-PAGE digunakan untuk karakterisasi bobot molekul. Uji KHM terhadap bakteri uji Leuconostoc mesenteroides TISTR dilakukan sebagai uji aktivitas antimikroba serta konfirmasi karakterisasi. Hasil SDS-PAGE menunjukkan bahwa peptida Bac2 tidak berhasil dikarakterisasi, fraksi elusi Bac2 menunjukkan pita ukuran ± 84 kDa sedangkan kalkukasi sekuens asam amino diduga ukuran peptida Bac2 adalah 3,96 kDa. Hal ini terjadi karena terbentuknya agregat yang disebabkan oleh sifat bakteriosin. Uji KHM menunjukkan bahwa fraksi elusi Bac2 tidak memiliki aktivitas antimikroba yang potensial ketika diaplikasikan dalam bentuk bakteriosin tunggal. ...... Bacteriocin is a protein that has a bactericidal effect against other microorganisms. Weissella confusa MBF8-1 was isolated from waste of fermented soya and showed Bacteriosin Like Inhibitory Substance (BLIS) activity against bacteria Leuconostoc mesenteroides. Based on data on the GenBank, there are three types of bacteriocin produced by W.confusa MBF8-1, Bacteriocin 1,2,3. The objective of this study is to observe the expression and characterization one of bacteriocin, that is bac2 by using SDS-PAGE. In previous study, recombinant bacteriocin peptide Bac2 was cloned into Bacillus subtilis DB403. The existence of recombinant peptide Bac2 has been successfully proved by PCR with spesific primer. Purification method have been done using HisTrap FF affinity coloumn and was liofilized using freeze-dry method. SDS-PAGE has been done to characterize its molecular mass and showed that Bac2 peptide cannot be successfully characterized. Bac2 elution fraction showed band at size ± 84 kDa while by calculation amino acid sequence the molecular mass should be 3,96 kDa. Its happened due to aggregation caused by characteristic of bacteriocin. Minimum Inhibitory concentrations (MIC) test against Leuconostoc mesenteroides TISTR have been done as an antimicrobial activity assay and confirmation of characterization, the result didn?t show potential activity at elution fraction when application as a single bacteriocin.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65142
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanli Aldilavita
Abstrak :
ABSTRAK
Patogenesis ECC dipengaruhi oleh salah satu faktor virulensi Streptococcus mutans yang berasal dari protein S.mutans. Tujuan : Menganalisis perbedaan profil protein S.mutans diisolasi dari permukaan lidah pasien ECC dan bebas karies. Metode : Profil protein S.mutans diisolasi dari permukaan lidah diperoleh melalui metode SDS PAGE dan dibaca melalui pita protein yang terlihat pada gel poliakrilamida. Hasil : Pita protein terlihat pada gel poliakrilamida. Terlihat perbedaan frekuensi ekspresi protein S.mutans pada 13 kDa, 29 kDa, 39 kDa, 41,3 kDa, 74 kDa dan 94,5 kDa pasien ECC dan bebas karies. Kesimpulan : Terdapat perbedaan profil protein S.mutans yang diisolasi dari permukaan lidah pasien ECC dan bebas karies.
ABSTRACT
Pathogenesis of ECC is influenced by one of virulence factors from protein S.mutans. Objective To analyze the difference of S.mutans protein profiling which is isolated from tongue surface in ECC dan free caries subjects. Method Protein Profiling of S.mutans isolated from tongue surface was obtained from SDS PAGE method. It was read by protein band which expressed on polyacrylamide gel. Result Protein band was present on polyacrylamide gel. This study found the different frequencies in protein expression of S.mutans 13 kDa, 29 kDa, 39 kDa, 41,3 kDa, 74 kDa dan 94,5 kDa in ECC and free caries subjects. Conclusion There is difference of S.mutans protein profiling isolated from tongue surface in ECC and free caries subjects.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Rahmasari
Abstrak :
ABSTRAK
Patogenesis ECC disebabkan sifat virulensi dari protein-protein yang menyusun sel Streptococcus mutans. Tujuan: Mengetahui perbedaan profil protein S. mutans isolat saliva pasien ECC. Metode: Profil protein S. mutans berupa pita protein yang terlihat pada gel poliakrilamida diperoleh melalui metode SDS PAGE. Hasil: Profil protein S. mutans diperoleh secara kualitatif melalui interpretasi pita-pita protein yang merepresentasikan berat molekul 13 kDa, 29 kDa, 39 kDa, 41,3 kDa, 74 kDa, dan 94,5 kDa dengan perbedaan frekuensi ekspresi protein pada pasien ECC dan bebas karies. Kesimpulan: Pada pasien ECC dan bebas karies ditemukan adanya perbedaan profil protein dari S. mutans isolat saliva.
ABSTRACT
Background The pathogenesis of ECC is caused by virulence properties from proteins which construct the cell of Streptococcus mutans. Objective To find out the difference of protein profiling from salivary S. mutans in ECC and free caries. Methods Protein profiling of salivary S. mutans appeared on polyacrilamid gel as protein bands obtained through SDS PAGE. Result The profile obtained through interpretation of protein bands represent molecular mass 13 kDa, 29 kDa, 39 kDa, 41,3 kDa, 74 kDa, and 94,5 kDa which had different frequencies in protein expression from ECC and free caries subjects. Conclusion There is difference in protein profiling of salivary S. mutans both in ECC and free caries subjects.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Asyura Rizkyani
Abstrak :
Fruktosiltransferase (FTFase) atau fruktansukrase merupakan enzim ekstraseluler yang digunakan oleh bakteri asam laktat (BAL) untuk mensintesis produk eksopolisakarida (EPS) fruktan dari substrat sukrosa. Manfaat dari produk ini tidak hanya diaplikasikan dalam industri makanan, tetapi juga dalam industri farmasi, kesehatan dan kosmetik. Dalam studi sebelumnya, FTF rekombinan dari Escherichia coli telah dikonstruksi. Kemudian Escherichia coli rekombinan yang telah membawa gen ftf dipelajari ekspresinya untuk memperoleh protein fruktansukrase rekombinan dan mengetahui aktivitas fruktansukrase rekombinan dengan menggunakan teknik SDS-PAGE serta esei aktivitas enzim secara in situ pada studi ini. Escherichia coli rekombinan ditumbuhkan dan diinduksi dengan IPTG untuk menghasilkan protein FTF. Setelah sel dipecah, filtrat pelet sel dipekatkan dengan konsentrator untuk selanjutnya dimurnikan dengan kromatografi kolom affinitas Ni2+. Langkah ini dilakukan untuk mengisolasi FTF rekombinan yang bergabung dengan tag Histidin agar berikatan secara efisien terhadap Ni2+. Dengan demikian, hanya FTF rekombinan dalam fraksi terakhir akan dielusikan oleh buffer imidazol, dan fraksi ini digunakan untuk melakukan analisis lebih lanjut, yaitu SDS PAGE. Dengan menggunakan SDS PAGE, berat molekul protein diperkirakan 130 kDa, sedangkan untuk aktivitasnya, dilakukan protokol in situ dengan menggunakan PAS staining. Aktivitas FTF dapat diamati pada gel yang di-staining PAS setelah gel diinkubasi dengan rafinosa sebagai substrat, tetapi tidak dapat diamati pada substrat sukrosa.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2010
S33110
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tjetjep Sutisna
Abstrak :
ABSTRAK Pendahuluan: Dislipidemia merupakan faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler di mana penyakit tersebut adalah penyebab utama mortalitas dan morbiditas di negara-negara maju. Telah ada bukti yang menyatakan adanya hubungan antara stres dengan penyakit kardiovaskular. Beberapa studi mengaitkan antara stres kerja dengan perubahan kadar lipid, hal ini menguatkan tentang adanya hubungan antara stres kerja dengan penyakit kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat stresor kerja dan faktor risiko lainnya dengan timbulnya kecenderungan dislipidemia pada pekerja industri migas.Metode penelitian: Penelitian ini menggunakan disain potong lintang dengananalisis perbandingan. Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang meliputi hasil MCU tahun 2013 dan stres kerja-stresor kerja menggunakan Survey Diagnostik Stres . Hasil penelitian: Dari 142 responden didapatkan prevalensi dislipidemia sebesar59,9 . Stresor kerja yang berpengaruh terhadap dislipidemia adalah konflik peran OR=3,09; CI=1,52-6,27; p=0,001 , pengembangan karir OR=3,12; CI=1,50-6,47; p=0,002 , dan beban kerja kuantitatif berlebih OR=2,92; CI=1,42-6,02; p=0,003 . Faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap dislipidemia adalah Indeks Massa Tubuh OR=191,83; CI=31,69-1161,33; p?0,001 . Terdapat hubungan yang bermakna antara stressor kerja ? 3 terhadap dislipidemia p=0,001; OR=4,31; CI=1,74 ndash; 10,65 . Operator mempunyai pajanan stressor kerja dan menderita dislipidemia paling banyak dibandingkan area kerja lainnya masing-masing sebanyak 71,4 . Secara statistik hubungan tingkat stres dengan dislipidemia tidak bermakna. Stres kerja mempunyai hubungan yang bermakna terhadap dislipidemia melalui stresor konflik peran, pengembangan karir, beban kerja kuantitatif berlebih dan jumlah stressor kerja ?
ABSTRACT Dyslipidemia In Workers Introduction Dyslipidemia is a risk factor for cardiovascular disease which is a major cause of mortality and morbidity in developed countries. There is growing evidence of a relationship between stress and cardiovascular disease. Some studies have associated job stress with altered lipid levels, it reinforces the existence of a relationship between job stress to cardiovascular disease. This study aimed to determine the job stressors and other risk factors with the incidence trend of dyslipidemia in the oil and gas industry workers.Research methodology This study conducted a cross sectional design with comparative analysis. This study used secondary data of the GME results in 2013 and job stress job stressor using the Stress Diagnostic Survey . Research result The prevalence of dyslipidemia from 142 respondents was59.9 . Job stressors that influence dyslipidemia are role conflict OR 3.09 CI 1.52 to 6.27, p 0.001 , career development OR 3.12 CI 1.50 to 6.47 p 0.002 , and quantitative excessive workload OR 2.92 CI 1.42 to 6.02, p 0.003 . The most influential risk factors for dyslipidemia is the Body Mass Index OR 191.83 CI 31.69 to 1161.33 p 0.001 . There is a significant association between job stressors 3 to dyslipidemia p 0.001 OR 4.31 CI 1.74 to10.65 . Operator had exposed job stressor and suffered dyslipidemia greater than other work area each as much as 71,4 . Statistically the relationship between stress levels with dyslipidemia was not significant. Job stress has a significant relationship to dyslipidemia through role conflict, career development , quantitative and excessive workload, and amount of job stressor 3. Keywords dyslipidemia, SDS, job stress, job stressors.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa
Abstrak :
Latar Belakang: Rongga hidung merupakan entry point untuk udara masuk dan merupakan proses utama dalam sistem respirasi. Namun, terkadang seseorang akan menggunakan mulut untuk bernapas. Prevalensi bernapas mulut pada anak-anak dilaporkan 50-55%. Pada rongga mulut, kondisi bernapas mulut yang terjadi pada anak-anak dapat menyebabkan peningkatan resiko penyakit gigi dan mulut . Perubahan kondisi pada rongga mulut dapat diukur menggunakan indeks kesehatan rongga mulut yang salah satunya adalah indeks OHI-S (Simplified Oral Hygiene Index). Sejauh ini belum dilaporkan adanya penelitian yang membahas korelasi indeks OHI-S terhadap karakteristik protein pada anak yang bernapas melalui mulut. Tujuan: Menganalisa korelasi antara indeks OHI-S dengan konsentrasi protein serta menganalisa profil protein pada anak yang bernapas melalui mulut. Metode: Sampel dari anak yang bernapas melalui mulut dan anak bernapas normal dikumpulkan kemudian dikelompokan berdasarkan indeks OHI-S.Sampel dari tongue biofilm, dental biofilm , saliva dan mukosa bukal di uji menggunakan Bradford assay untuk melihat total protein, setelah itu sampel saliva diuji menggunakan SDS PAGE untuk melihat profil protein. Kemudian hasil dianalisa dengan SPSS. Hasil: Pada kelompok anak yang bernapas melalui mulut, korelasi antara total protein pada masing-masing sumber sampel dan indeks OHI-S didapatkan sebagai berikut: korelasi negatif pada tongue biofilm (r=-0.051), korelasi negatif pada dental biofilm (r=-0,127), korelasi positif pada saliva (r=0.051) dan korelasi positif pada mukosa bukal (r=0.314). Pada deteksi profil protein, frekuensi 3 protein saliva yaitu Amilase (54 kDa), IgA(70 kDa) dan Statherin (8 kDa), Ig-A   terhitung lebih banyak pada kelompok anak bernapas normal yang memiliki indeks OHI-S sedang sedangkan Statherin terhitung lebih banyak pada kelompok anak bernapas normal dengan indeks OHI-S baik. Kesimpulan: Karakteristik protein dapat menjadi salah satu indikator biologis  perubahan indeks OHI-S pada anak yang bernapas melalui mulut.
Background: Nasal cavity is the entry point in respiration process. However, some individuals use their mouth to breathe. Prevalence of mouth breathing in children is reported between 50-55%.In oral cavity, mouth breathing in children cause increased risk of dental problems. The change of condition within oral cavity can be measured with oral hygiene index such as OHI-S Index (Simplified Oral Hygiene Index). Thus far, there’s no further studies yet that discuss the correlation between OHI-S index and characteristics of protein in children with mouth breathing. Objective: To analyse the correlation between OHI-S Index and protein total of several sample sources and analyse the salivary profile protein in children with mouth breathing. Method: Samples were collected from children with mouth breathing and children without mouth breathing as a control group and categorized based on their OHI-S index score. Samples from tongue biofilm, dental biofilm, saliva and buccal mucosa were tested using Bradford Assay method to measure the protein total of each sample source and the salivary protein profile was analysed using SDS PAGE. Final results were analysed using SPSS. Result: In a group consists of chidren with mouth breathing, the correlation of OHI-S Index and protein total of each sample source were resulted: negative correlation in tongue biofilm (r=-0.051), negative correlation in dental biofilm (r=-0.127), positive correlation in saliva(r=0.051) and positive correlation in buccal mucosa (r=0.314). In salivary profile protein, the frequencies of three proteins: Amylase (54 kDa), IgA (70 kDa) and Statherin (8kDa), Ig-A were counted more in control group with moderate OHI-S Index score and Statherin were counted more in control group with low OHI-S index score. Conclusion: Characteristics of protein is capable to be one of the biological indicators of changes in OHI-S index in children with mouth breathing.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>