Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Arsa Widaanti
Abstrak :
Amerika Serikat mengajak dunia untuk mendukung perang melawan terorisme pasca serangan 11 September 2001. Dapat terlihat banyak negara yang turut mengirimkan angkatan perangnya bersama Amerika Serikat menggempur Afganistan untuk menangkap pemimpin Al Qaeda dan anggota teroris yang lainnya. Perang yang dipimpin Amerika Serikat didukung oleh teknologi Global Positioning System (GPS) yang diandalkan dapat menemukan kelompok teroris dengan menimalkan korban jiwa dari pihak sipil. Perang terorisme yang menjadi perang generasi keempat ini merupakan perang dimana aktor non negara menjadi lawan bagi aktor negara ini. Seperti yang diungkapkan Lind, negara telah kehilangan monopolinya dalam perang generasi keempat ini. Sedangkan teknologi GPS yang merupakan bagian dari rangkaian revolusi teknologi yang dikembangkan Amerika Serikat diharapkan dapat berperan mendukung kebijakan Amerika Serikat dalam melawan terorisme di Afganistan. Tesis ini menggunakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat penggunaan teknologi GPS dalam perang melawan terorisme dan peran GPS dalam perang tersebut. Diharapkan tesis ini dapat memberikan kontribusi bagi kajian ilmu hubungan internasional yang melihat peranan perkembangan teknologi dalam kebijakan luar negeri suatu negara. The United States asked the world to support the war on terrorism post the attack on September 11 2001. Could be seen by many countries that took part in sending his war generation with the United States attacked Afghanistan to arrest the Al Qaeda leader and the terrorist's other member. The war that was led by the United States was supported by Global Positioning System technology (GPS) that was relied on could find the terrorist's group with minimize fatalities from the civil side. The terrorism war that became this fourth generation warfare was the war where the non state actor became the opponent for the state actor. Like that was revealed by Lind, the country lost his monopoly in this fourth generation warfare. Whereas GPS technology that was part of the series of the revolution of technology that was developed by the United States it was hoped could play a supportive role the United States policy in opposing terrorism in Afghanistan. This thesist used the qualitative research by using the descriptive method. This research aimed at seeing the use of GPS technology in the war on terrorism and the GPS role in this war. Hoped this thesist could give the contribution for the study of international relations that saw the role of the development of technology in foreign policy of a country.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25112
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
R. Mokhamad Luthfi
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai revolution in military affairs (RMA) dalam kebijakan pertahanan Indonesia, yaitu pembangunan postur pertahanan berbasis minimum essential force (MEF/kekuatan pokok minimum) tahun 2010-2014. Tesis ini ingin melihat sejauhmana wacana RMA diadopsi dalam pembangunan kekuatan pokok minimum tersebut dengan melihat kepada perubahan tiga dimensi: teknologi, doktrin, dan organisasi militer Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan didukung data kuantitatif sebagai bahan analisis. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Indonesia tidak secara resmi mengadopsi RMA, namun wacana RMA telah menjadi salah satu penyebab perubahan dan inspirasi bagi akuisisi teknologi peralatan dan sistem senjata, doktrin, dan organisasi di tubuh TNI. Meskipun demikian, dari berbagai dokumen perencanaan dalam pembangunan MEF terdapat isyarat bahwa Indonesia menuju RMA.
This study addresses the revolution in military affairs (RMA) in Indonesia's defense policy, which directed to a defense posture based on the minimum essential force (MEF) 2010-2014. This study would like to see how far the discourse of the RMA was adopted in the minimum essential force by observing the changes in three dimensions of the Indonesian military: technology, doctrine, and organization. This research is a qualitative research which supported by quantitative data for analysis of materials. The results show that Indonesia has not officially adopted the RMA, but the RMA discourse had been one of the causes of change and inspiration for the acquisition of high technology equipment and weapons systems, doctrine, and organizations in the TNI. Nevertheless, from various government planning documents in the development of MEF there is a sign that there Indonesia is towards the RMA.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30505
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fariq Makarim
Abstrak :
Penggunaan domain luar angkasa sebagai domain atau medan perang dicoba seiring dengan adanya teknologi yang mampu menempatkan manusia di luar atmosfer bumi. Sistem teknologi ini juga memungkinkan kemajuan peradaban manusia dalam berbagai bidang, termasuk perdagangan, keuangan, komunikasi, transportasi, dan pertahanan. Adanya teknologi ini mendorong penyesuaian sistem pertahanan untuk mengembangkan konsep, strategi, dan organisasi untuk membentuk kemampuan tempur luar angkasa sesuai dengan kepentingan nasional. Amerika Serikat sedang merencanakan penyesuaian kelembagaan dengan mengambil kekuatan tempur combat luar angkasa independen, yaitu Angkatan Luar Angkasa, untuk memanfaatkan peluang dan menghadapi kerentanan yang berasal dari domain luar angkasa. Rencana ini dimanifestasikan dalam laporan Komisi untuk Menilai Keamanan Nasional Amerika Serikat Penataan Ruang dan Organisasi pada tahun 2001. Namun, tindak lanjut berupa Kebijakan Space Force tidak dapat ditemukan hingga 2018 setelah terjadi dua kali pergantian presiden. Penelitian ini akan mencoba menjelaskan keterlambatan tersebut Kebijakan Space Force dalam sistem pertahanan AS. Penjelasan keterlambatan ini this akan dijelaskan dengan menggunakan konsep Revolution in Military Affairs (RMA). Ruang angkasa Gaya dianggap sebagai salah satu unsur penyusun RMA yang kehadirannya dipengaruhi oleh unsur penyusun lainnya, yaitu strategi perang luar angkasa dan teknologi senjata. Tidak adanya unsur penyusun lain dan hambatan dalam struktur Pertahanan AS menyebabkan kebijakan Space Force tidak terwujud di Amerika Persatuan. ......The use of the outer space domain as a domain or battlefield was tried along with the technology that was able to place humans outside the earth's atmosphere. This technological system also enables the advancement of human civilization in various fields, including trade, finance, communication, transportation, and defense. The existence of this technology encourages system adjustments defense to develop concepts, strategies and organizations to form space combat capabilities in accordance with national interests. The United States is planning institutional adjustments by taking on a combat force independent outer space, i.e. the Space Force, to take advantage of opportunities and deal with vulnerabilities emanating from the outer space domain. This plan was manifested in the report of the Commission to Assess the National Security of the United States Spatial Planning and Organization in 2001. However, follow-up took the form of Space Force policy could not be discovered until 2018 after two presidential changes. This study will try to explain the delay in the Space Force Policy in the US defense system. The explanation for this delay will be explained using the Revolution in Military Affairs (RMA) concept. Space Gaya is considered as one of the constituent elements of RMA whose presence is influenced by other constituent elements, namely space war strategy and weapons technology. The absence of other constituent elements and obstacles in the structure of US Defense caused the Space Force policy to not materialize in the United States.
Depok: 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alex Firmansyah Rahman
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengakomodasian postur minimum essential forces (MEF) terhadap pembangunan cyber defense di Indonesia. Permasalahan yang dihadapi adalah fostur MEF yang dirumuskan oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI selama ini masih difokuskan pada upaya pemenuhan kebutuhan dan modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) pada konteks revolution in military affairs (RMA) dalam organisasi tentara nasional Indonesia (TNI), dalam upaya pembangunan kekuatan pertahanan militer. Sementara itu, realita ancaman nir militer berupa cyber attack sudah sangat nyata. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif. Hasil akhir dari studi ini menunjukkan bahwa hingga saat ini kemhan dan Markas besar TNI telah memberikan perhatian terhadap ancaman cyber berikut upaya-upaya penanggulangannya, namun masih dalam skala pembangunan kekuatan cyber-defense, sehingga diajukan solusi perlu adanya revisi postur MEF agar secara eksplisit mengakomodasi pembnagunan cyber defense di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat tiga komponen inti untuk mewujudkannya melalui RMA yaitu dengan melakukan perubahan doktrin; perubahan organisasi yang berbasis cyber-defense; dan pembangunan teknologi untuk mengakomodasi cyber-defense; dan pembangunan teknologi untuk mengakomodasi cyber-defense
Bogor: UNHAN (Universitas Pertahanan Indonesia),
345 JPUPI 5:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library