Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heni Pratiwi
Abstrak :
ABSTRACT
Proses panjang restitusi pajak dengan melakukan inspeksi menyebabkan ketidakefisienan dalam administrasi perpajakan untuk pembayar pajak. Pemerintah mengeluarkan kebijakan percepatan pengembalian pajak dengan tujuan menyederhanakan proses pengembalian pajak dengan penerbitan PMK 39/PMK.03/2018.PMK39/PMK.03/2018 merupakan penyempurnaan dan penggabungan dari tiga Peraturan Menteri Keuangan sebelumnya, yaitu PMK 74/PMK.03/2012, PMK 198/PMK.03/2013, dan PMK 71/PMK.03/2010. Dalam konteks ini, penelitian tentang perumusan kebijakan ini diperlukan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih rinci tentang masalah yang harus diselesaikan dan pihak-pihak yang terlibat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasilnya menunjukkan itu perumusan PMK 39 /PMK.03/2018 telah melalui tahapan perumusan kebijakan, yaitu tahapan perumusan masalah, agenda kebijakan, pemilihan alternatif kebijakan, dan penetapan kebijakan. Namun, masih ada kekurangan dalam implementasinya. Ini karena dalam tahapan agenda kebijakan, tidak semua pihak terlibat langsung dalam perumusan kebijakan. Selain itu, pada tahap memilih alternatif kebijakan, pemerintah tidak memiliki kebijakan alternatif dalam perumusan ini, meskipun pemilihan alternatif kebijakan adalah salah satu tahap paling penting dalam perumusan kebijakan. Untuk alasan ini pemerintah juga harus memikirkan alternatif lain yang berkaitan dengan kebijakan restitusi pajak seperti menyediakan fasilitas yang mendukung proses percepatan pengembalian pajak.
ABSTRACT
The long process of tax restitution with the conduct of inspection causes inefficiencies in tax administration for taxpayers. The government issued a policy of accelerating tax refunds with the aim of simplifying the tax refund process with the issuance of PMK 39/PMK.03/2018. PMK 39/PMK.03/2018 is an improvement and merger of the previous three Finance Minister Regulations, namely PMK 74/PMK.03/2012, PMK 198/PMK.03/2013, and PMK 71/PMK.03/2010. In this context, research on this policy formulation is needed to get a more detailed understanding of the problems to be resolved and the parties involved. This study uses a qualitative approach. The results show that the formulation of PMK 39/PMK.03/2018 has gone through the stages of policy formulation, namely the stages of problem formulation, policy agenda, selection of policy alternatives, and policy setting. However, there are still shortcomings in the implementation. This is because in the stages of the policy agenda, not all parties are directly involved in policy formulation. In addition, at the stage of choosing alternative policies, the government does not have alternative policies in this formulation, even though the selection of policy alternatives is one of the most important stages in policy formulation. For this reason the government must also think of other alternatives related to tax restitution policies such as providing facilities that support the process of accelerating tax refunds.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Washington DC : World Bank, 2009
345.077.3 STO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Awang Samudra
Abstrak :
Skripsi ini membahas hubungan restitusi PPN atas ekspor terhadap cash flow perusahaan dan upaya perencanaan pajak untuk meminimalkan beban cash flow perusahaan dalam proses restitusi PPN tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian memperlihatkan Restitusi PPN yang dilakukan (PT YI) secara nominal dan waktu memiliki implikasi terhadap cash flow. Jika permohonan resitusi PPN berhasil dengan tingkat koreksi kecil, maka cash flow dapat berjalan dengan normal dan sebaliknya. Pada awalnya upaya perencanaan pajak yang dilakukan untuk meminimalkan beban cash flow perusahaan belum optimal, oleh karena itu dilakukan usaha perbaikan Perencanaan pajak baik internal maupun exkternal.
The focus of this study is the relation of VAT refund for exporting to the company cash flow and the tax planning attempt for the minimization of burden company cash flow in course of the VAT refund. This research is qualitative descriptive interpretive. The result of this research show the VAT refund done nominally and time own which implicated to the cash flow. If the VAT refund application completed with minimum correction level, the cash flow can work normally and the other way around. In the beginning, tax planning attempt done by YI Corp. to minimize the burden of the cash flow company not yet optimal, therefore it done.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wuri Widowati
Abstrak :
ABSTRAK
Sejak Pelita ke empat (FV) hingga kini pajak telah menjadi primadona bagi pemasukan negara. Pajak lebih dapat diandalkan dibanding dengan minyak dan gas bumi yang sebelumnya menjadi sumber masukan terbesar. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) khususnya, merupakan jenis pajak tidak langsung yang memberikan sumbangan cukup besar kepada kas negara. Namun dari sektor PPN teryata juga menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi kas negara dengan adanya manipulasi restitusi PPN. Tujuan dan skripsi ini adalah menggambarkan bagaimana pelaku melakukan tindakan manipulasi restitusi PPN, pola penanganannya oleh DitJen Pajak dan faktorfaktor yang dapat mendukung untuk timbulnya manipulasi restitusi PPN. Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan metode studi dokumen dengan jenis penelitian deskriptif. Data mengenai kasus-kasus manipulasi restitusi diperoleh dari dokumendokumen yang ada di Sub Direktorat Penyidikan Direktorat Pemeriksaan Pajak, Direktorat Jenderal Pajak. Dan tahun 1990 hingga 1994 diperoleh 7 kasus manipulasi restitusi PPN yang telah diberi putusan oleh pengadilan. Dari tujuh kasus manipulasi tersebut teridentifikasi lima modus operandi. Dalam melakukan manipulasi restitusi PPN pelaku melaporkan SPT Masa PPN yang tidak benar dengan dilampirkannya faktur pajak fiktif dan dokumen ekspor yang tidak benar pula. Modus operandi dengan memakai faktur pajak fiktif menimbulkan fenomena baru dengan munculnya perusahaan-perusahaan fiktif yang melakukan jual beli faktur pajak fiktif. Keadaan ini menunjukkan pula adanya jalinan kerjasama di antara pengusaha khususnya Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menginginkan restitusi secara tidak sah. Adanya kolusi antara pelaku dan oknum pegawai perpajakan telah menjadi titik rawan dalam manipulasi restitusi PPN. Kebijaksanaan perpajakan yang terlalu berat sebelah atau lebih menguntungkan pengusaha menciptakan kondisi yang tidak menguntungjkan dalam menangani manipulasi restitusi PPN. Rendahnya sanksi terhadap pelaku manipulasi restitusi PPN khususnya pada sanksi administrasi dibanding dengan kerugian yang ditimbulkan tidak memberikan efek penjeraan dan menjadi faktor pendukung untuk timbulnya kembali manipulasi restitusi PPN. Ketidakpastian mengenai pihak mana yang paling berwenang menangani manipulasi ini juga menjadikan upaya pencegahan dan penanganan tindak pidana di bidang perpajakan tidak efektif.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
S6269
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Satria Ilham Nugroho
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman dan penjelasan mengenai eksekusi restitusi dan kaitannya dengan prinsip restitutio in integrum. Tulisan ini menggunakan metode penelitian doktrinal, analisis kasus, dan komparasi. Prinsip restitutio in integrum merupakan pengembalian keadaan seperti semula sebelum terjadinya tindak pidana. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah terkait akibat hukum bagi terpidana yang tidak bersedia membayar restitusi dan kesesuaian eksekusi restitusi dengan prinsip restitutio in integrum. Restitusi di Indonesia diberlakukan, baik untuk tindak pidana umum, maupun tindak pidana khusus. Restitusi dalam tindak pidana umum diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, sementara tindak pidana khusus diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang Pengadilan HAM, Undang-Undang Pemberantasan tindak pidana terorisme, Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang masing-masing memiliki peraturan pelaksanaannya kecuali Undang-Undang tindak pidana kekerasan seksual. Restitusi merupakan salah satu hak korban untuk mendapatkan ganti rugi agar bisa memulihkan keadaan korban seperti sebelum terjadinya tindak pidana sesuai dengan prinsip restitutio in integrum. Oleh karena itu, dari awal proses peradilan hingga eksekusi, ketentuan terkait restitusi harus bisa mencerminkan prinsip restitutio in integrum. ......This research was conducted with the aim of providing an understanding and explanation regarding the execution of restitution and its relationship to the principle of restitutio in integrum. This paper uses doctrinal research methods, case analysis, and comparison. The principle of restitutio in integrum is the return to the situation as it was before the crime occurred. The problems discussed in this research are related to the legal consequences for convicts who are unwilling to pay restitution and the suitability of the execution of restitution with the principle of restitutio in integrum. Restitution in Indonesia is applied to both general criminal offenses and specific criminal offenses. Restitution in general criminal offenses is regulated in the Law on Witness and Victim Protection, while specific criminal offenses are governed by the Law on the Eradication of Trafficking in Persons, the Law on Human Rights Courts, the Law on the Eradication of Terrorism, the Law on the Juvenile Justice System, and the Law on Sexual Violence Crimes, each of which has its own implementing regulations except for the Law on Sexual Violence Crimes. Restitution is one of the rights of victims to receive compensation in order to restore the victim's situation to what it was before the commission of the crime, in accordance with the principle of restitutio in integrum. Therefore, from the beginning of the legal process to execution, provisions related to restitution must reflect the restitutio in integrum principle.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naqia Annisa Faradiz
Abstrak :
Tesis ini membahas restitusi bagi korban dengan mengacu pada Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat yang mana uqubat restitusi hanya dapat dimintakan oleh korban pemerkosaan dan qadzaf. Permasalahan dalam tesis meliputi pengaturan, prosedur memperoleh restitusi terhadap korban pemerkosaan dan Implementasi Restitusi korban Tindak Pidana pemerkosaan dalam Putusan Mahkamah Syar’iyah di Aceh. Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan dari 10 jarimah hanya ada 2 jarimah yang mengatur restitusi yakni qadzaf dan pemerkosaan, restitusi dalam Qanun jinayat hanya dapat diberikan apabila terdapat permintaan dari korban. Berdasarkan pasal 51, restitusi dapat diberikan kepada korban pemerkosaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 48 dan Pasal 49, sedangkan terhadap Pasal 50 terkait Perkosaan terhadap anak tidak disebutkan, selanjutnya terdapat kekeliruan pada pasal 58 yang mengatur restitusi pada korban qadzaf, sebab pasal tersebut mengacu tertuduh pelaku jarimah perkosaan, kemudian selain pemerkosaan dan qadzaf, jarimah pelecehan seksual perlu dimasukkan ke dalam salah satu jarimah yang dapat diberikan restitusi. Selanjutnya, prosedur memperoleh restitusi selain mengacu pada Perma nomor 1 tahun 2022 diperlukan aturan pelaksana khusus yang mengatur restitusi menggunakan emas dan kompensasi pengganti restitusi bagi pelaku yang tidak mampu membayar restitusi, berikutnya hanya ada sedikit putusan yang menjatuhkan restitusi sebab penegak hukum tidak menyampaikan hak korban berupa restitusi dan dan kemampuan finansial terdakwa dipertimbangkan untuk menentukan ada tidaknya restitusi, kemudian terdapat hambatan pelaksanaan restitusi diantaranya kondisi pelaku, kurangnya kesadaran hukum korban, korbannya anak di bawah umur, faktor aparat penegak hukum serta adanya stigma dalam masyarakat. ......This thesis discusses restitution for victims by referring to Qanun Number 6 of 2014 concerning Jinayat Law, in which restitution can only be requested by victims of rape and qadzaf. The issues in the thesis include the arrangements and procedures for obtaining restitution for rape victims in the Qanun of Jinayat Law and the Implementation of Restitution for rape victims in the Decision of the Syar'iyah Court in Aceh. This research is normative juridical method. The analysis concluded that the regulation on restitution in Qanun jinayat still has weaknesses, such as the restitution can only be given if there is a request from the victim. Based on article 51, restitution can be given to victims of rape as referred to in Article 48 and Article 49, while Article 50 related to rape against children is not regulated, then there is a misconception in article 58 which regulates restitution for victims of qadzaf, because the article refers to the accused perpetrator of the rape jarimah, then in addition to rape and qadzaf, the jarimah of sexual harassment needs to be included in one of the jarimah that can be given restitution. Furthermore, the procedure for obtaining restitution other than referring to Perma number 1 of 2022 requires specific implementing regulations are needed that regulate restitution using gold and compensation in replacement of restitution for perpetrators who are unable to pay restitution, then there are only a few decisions that impose restitution on victims because law enforcers do not convey victims' rights in the form of restitution and the defendant's financial capacity is considered to determine whether or not restitution is available, then there are detention to the implementation of restitution including the condition of the perpetrator, the lack of legal awareness of the victim, the victim is a children under the age, the factors of legal officers and the existence of stigma in society.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pino Sidharta
Abstrak :
ABSTRAK
Restitusi pajak merupakan hak wajib pajak yang diatur dalam Undang- undang perpajakan termasuk pajak pertambahan nilai (PPN), namun pada prakteknya di dalam melaksanakan haknya tersebut, wajib pajak yang mengajukan permohonan restitusi PPN mengalami ketidakpastian atas permohonan restitusinya. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya tunggakan permohonan restitusi PPN yang mencapai +/- 7.111 kasus dengan nilai nominal 10 trilyun rupiah. Angka tersebut merupakan akumulasi dari permohonan restitusi PPN sejak tahun 2001 s/d 2005. Jika masalah tunggakan permohonan restitusi PPN tersebut tidak segera dituntaskan oleh Pemerintah, akan berakibat banyaknya perusahaan yang mengalami kesulitan arus kas dan mungkin terjadi kebangkrutan. Di sisi yang lain kredibilitas dan tingkat kepercayaan dunia usaha kepada Pemerintah umumnya dan Direktorat Jenderal Pajak khususnya juga akan menurun. Akibat jangka panjang akan mengurangi minat para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Tujuan dari penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan timbulnya tunggakan permohonan restitusi pajak pertambahan nilai, menganalisis apakah ketentuan perpajakan yang baru dapat mengatasi tunggakan permohonan restitusi PPN, serta untuk mengetahui faktor faktor apa yang menjadi kendala dari penerapan ketentuan yang baru tersebut.

Metode penelitian yang digunakan di dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, di dalam mengumpulkan data dan informasi digunakan teknik pengumpulan data berupa studi perpustakaan dan studi lapangan yaitu dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang kompeten dan menguasai masalah.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tunggakan permohonan restitusi adalah tidak jelasnya definisi permohonan dianggap lengkap yang ada di peraturan yang lama, banyaknya data dan dokumen yang diminta, terbatasnya jumlah tenaga pemeriksa pajak dibandingkan dengan jumlah pekerjaan, lamanya proses konfirmasi faktur pajak, mental petugas pajak yang belum semua membaik, dan akibat adanya kasus ekspor fiktif di salah satu kantor pelayanan pajak.

Penerbitan peraturan baru yang mengatur restitusi PPN ini dari sisi kepastian hukum sangat baik dan dapat mempercepat proses restitusi yang baru sekaligus dapat memberikan kepastian hukum atas tunggakan permohonan restitusi yang lama. Namun di sisi yang lain ketentuan yang baru tersebut menuntut pengusaha kena pajak untuk melengkapi permohonan restitusi PPN mereka dengan dokumen-dokumen yang sangat banyak dan lengkap melebihi peraturan yang lama sehingga pada akhirnya akan menambah beban perpajakan bagi wajib pajak.
Selain itu masalah yang lain dari peraturan yang baru ialah adanya pembatasan waktu maksimal 1 bulan dari sejak permohonan restitusi yang diberikan oleh fiskus bagi wajib pajak untuk melengkapi semua dokumen dan bukti-bukti pendukung, kedua hal inilah yang menjadi kendala dari sisi wajib pajak. Sedangkan masalah dari sisi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) seperti mental aparatur pajak yang belum semua berubah menjadi baik, keterbatasan jumlah petugas pemeriksa pajak dibandingkan dengan jumlah pekerjaan, dan timbulnya perbedaan persepsi di internal DJP sendiri ketika ketentuan ini mulai diterapkan, serta kurangnya koordinasi antara pihak DJP dengan pihak terkait seperti instansi Bea dan Cukai.

Untuk mengatasi masalah mental aparatur pajak yang kurang baik tersebut, maka Dirjen Pajak diharapkan menerapkan sistem reward dan punishment kepada aparatnya secara tegas dan konsisten sehingga dapat memberikan efek jera. Untuk mengatasi keterbatasan jumlah pemeriksa pajak maka pihak DJP disarankan membuat program yang bersifat jangka pendek, menengah, dan panjang untuk mengatasi kekurangan tenaga pemeriksa. Sedangkan untuk mengatasi perbedaan persepsi di internal DJP maupun di kalangan wajib pajak, maka pihak DJP disarankan untuk meningkatkan sosialisasi atas setiap ketentuan yang baru melalui pendidikan dan latihan bagi para pelaksana di lapangan (khususnya eselon V & IV), membuat lokakarya, seminar, dan menggunakan semua media komunikasi milik DJP misalkan melalui website. Untuk mengatasi kurangnya koordinasi antara pihak DJP dengan instansi terkait misalkan Bea dan Cukai, maka perlu kiranya kedua belah pihak membentuk unit kerja bersama untuk mengatasi kurangnya koordinasi. Untuk membantu pihak wajib pajak di dalam melaksanakan haknya maka perlu kiranya pihak DJP menyederhanakan permintaan dokumen dan bukti-bukti pendukung yang diminta, seperti permintaan master B/L atau Ocean B/L yang bisa dihilangkan.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T 19469
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Ryanda Bhimantara
Abstrak :
ABSTRACT
Penelitian ini untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di KPP XYZ dalam melakukan proses pencairan restitusi. Permasalahan menyebabkan proses pencairan restitusi tidak berjalan lancar sesuai aturan yang berlaku. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan pencairan restitusi terjadi dari sisi Wajib Pajak, KPP dan KPPN. Untuk itu disarankan format surat pemberitahuan nomor rekening yang formal dan lengkap agar memberi kepastian bagi Wajib Pajak; sistem/aplikasi yang mumpuni yang mendukung kinerja KPP dan KPPN; regulasi yang memadai agar memberi kepastian bagi pihak-pihak terkait; sosialisasi yang baik dan konsekuensi yang tegas bagi Wajib Pajak agar mengetahui dampak dari tindakan hukum yang dilakukan.
ABSTRACT
The research is to find out the problems that occurred at KPP XYZ in conducting the process of disbursing tax refund. These problems cause the process of disbursing the tax refund does not run smoothly according to the applicable regulations. This research is a qualitative study with a case study approach. The results of the study show that the problem of disbursement occurs from the side of taxpayers, KPP and KPPN. For this reason, it is recommended that a formal and complete account number notification form be given to provide certainty for taxpayers; qualified systems/applications that support the performance of KPP and KPPN; adequate regulations so as to provide certainty for relevant parties; good socialization and strict consequences for taxpayers to know the impact of legal actions taken.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S10100
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>