Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Himawan Soetanto
"Tahun 1948, tahun ketiga perjuangan mempertahankan kemerdekaan merupakan tahun yang paling berat bagi Republik Indonesia. Diterimanya persetujuan Renville oleh Republik Indonesia menimbulkan banyak kerugian baginya. Wilayah kedaulatan Republik Indonesia menjadi semakin sempit, pasukan-pasukan gerilya Indonesia yang belum dapat dikalahkan oleh Belanda harus dipindahkan dari "kantong-kantong" gerilyanya ke daerah Republik yang semakin sempit. Pengunduran pasukan bukan disebabkan karena telah dikalahkan secara militer di dalam medan pertempuran, tetapi disebabkan keputusan yang disepakati bersama di dalam meja perundingan. , suatu "negotiated retreat". Tetapi Belanda melakukan pelanggaran demi pelanggaran persetujuan Renville, menolak diadakannya pebliscite, menunda-menunda diadakannya perundingan lanjutan pasca Renville dan lain-lain. Renville menimbulkan hubungan Indonesia dan Belanda suatu suasana perdamaian yang semu, suatu "state of uneasy peace". Belanda tetap memelihara kekuatan militernya, tidak menguranginya setelah Renville. Jumlah kekuatan 120.000, tetap dipertahankannya, suatu kekuatan militer yang terbesar yang ditugaskan ke Indonesia di dalam sejarah Belanda. Kenyataan ini bagi Republik Indonesia merupakan indikasi bahwa Belanda sewaktu-waktu akan menggunakan kekuatan militernya untuk melakukan agresi militer, memaksakan kehendaknya apabila perundingan-perundingan pasca Renville tidak menghasilkan keputusan politik yang memuaskan baginya.
Mengalirnya para pengungsi di dalam jumlah besar dan pasukan Republik yang ber"hijrah"dari daerah-daerah yang diduduki Belanda kewilayah Republik, menimbulkan problema ekonomi dan sosial yang besar, kesulitan diperbesar dengan adanya blokade ekonomi yang ketat fihak Belanda.
Akibat diterimanya persetujuan Renville juga menimbulkan krisis parlementer. Perdana Menteri Amir Syarifudin meletakkan jabatannya, setelah kabinet "Sayap Kirinya" tidak mendapat dukungan dari Masyumi dan Partai Nasional Indonesia.
Presiden Soekarno menunjuk Wakil Perdana Menteri Mohamad Hatta sebagai formatur kabinet , dan berhasil membentuk kabinet baru pada tanggal 30 Januari 1948. Namun ketidak berhasilan Hatta untuk mengangkat seorang Menteri dari Sayap Kiri menimbulkan mala petaka yang cukup besar. Sayap Kiri menjadi kekuatan oposisi, kekuatan kanan dan tengah revolusi Indonesia di dalam kabinet Hatta melakukan konsolidasi kekuatannya. Sayap Kiri yang telah mengkonsolidasikan dirinya menjadi Front Demokrasi Rakyat, suatu kekuatan politik dan mempunyai sayap militer , melakukan oposisi yang semakin radikal. Pertentangan antara kekuatan kanan dan kiri semakin meningkat dibulan-bulan setelah perjanjian Renville dan berakhir dengan konflik bersenjata di Madiun."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T11237
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panah, Maryam
London: Pluto Press, 2007
955.054 PAN i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Schmidt, Dana Adam
New York, Holt : Rinehart and winston,, 1968
953.32 SCH y
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Cowel, Frank Richard
Hammondsworth: Penguin Books, 1956
937.02 COW c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2015
341.670 IND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wendra
"Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka Penanaman Modal Asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif dan batubara, dilakukan dalam bentuk Kontrak Karya. Kontrak Karya pertambangan Umum bersifat "Lex Specialis" artinya segala ketentuan-ketentuan yang telah tercantum dalam kontrak karya tidak akan ikut berubah karena terjadinya perubahan atas peraturan Undang-undang yang berlaku umum. Pernyataan Lex Specialis ini dapat dilihat dalam Surat Menteri Keuangan S-1032/MK.04/1998.
Dalam pendirian perusahaan kontrak karya ada pengeluaranpengeluaran yang harus dikeluarkan oleh pemegang saham sebelum perusahaan kontrak karya berdiri yang lebih dikenal dengan nama Pre Contract of Work Expenditures (Pre-COW Expenditures). Pre-Cow Expenditures ini dilakukan dalam melaksanakan kegiatan Preliminary Exploration Work, dimana pekerjaan inilah yang nantinya akan menentukan apakah dari hasilnya akan dilanjutkan ke tahap pendirian perusahaan kontrak karya atau bukan.
Sehingga jika hasil Preliminary Exploration Work memberikan perhitungan yang tidak memungkinkan untuk dilanjutkan ke tahap pendirian perusahaan kontrak karya maka Pre-COW Expenditures akan menjadi beban calon pemegang saham perusahaan kontrak karya itu dan kalau ternyata dilanjutkan ke tahap pendirian perusahaan kontrak karya maka Pre-COW Expenditures akan dialihkan ke perusahaan kontrak karya untuk dibebankan sebagai unsur biaya dalam perusahaan kontrak karya seperti yang dinyatakan dalam Kontrak Karya Generasi VI Pajak Penghasilan.
Dalam Annex H butir butir (6) ini dinyatakan bahwa pengeluaran-pengeluaran sebelum perusahaan didirikan yang telah dikeluarkan oleh para pemegang saham dan langsung berhubungan dengan proyek Kontrak Karya, dapat dikonsolidasikan ke dalam rekening Perusahaan sebagai unsur-unsur biaya. Pengeluaran-pengeluaran tersebut harus diaudit oleh akuntan publik dan disetujui oleh Direktur Jendera Pajak. Dari pernyataan dalam Annex H butir (6) Kontrak Karya ini dapat disimpulkan bahwa syarat Pre-COW Expenditures ini dapat dikonsolidasikan ke perusahaan Kontrak Karya sebagai unsur-unsur biaya pengurang penghasilan (deductible expenses), ada 4 (empat), yaitu pengeluaran itu harus dikeluarkan oleh pemegang saham, harus berhubungan langsung dengan proyek Kontrak Karya, harus diaudit oleh akuntan publik dan terakhir harus diaudit oleh Direktur Jenderal pajak.
Umumnya dalam pertambangan di Indonesia dalam mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan Pre-COW Expenditures, pemegang saham meyerahkan seluruh proses pekerjaan itu kepada perusahaan jasa pertambangan (Mining Service Company) sebagai agent of payment dari pemegang saham, maka semua Pre-COW Expenditures yang dikeluarkan oleh Mining Service Company bukanlah biaya bagi Mining Service Company itu, tetapi adalah harta/property milik pemegang saham.
Dari studi atas sengketa pajak pada PT "X", diketahui bahwa sampai saat ini pihak pemerintah terutama pihak Direktorat Jenderal Pajak belum pernah mengeluarkan suatu peraturan atas Pre-COW Expenditures yang mengatur tentang bagaimana prosedur pelaksana atas pernyataan yang terdapat dalam kontrak karya Annex H butir (6), apa itu mengenai kriteria pengeluaran yang berhubungan dengan proyek kontrak karya, bagaimana cara pengalihannya, kapan seharusnya mulai diamortisasi, bagaimana tatacara pemberian persetujuan, apakah melalui permohonan khusus atau melalui penyampaian SPT PPH Badan yang kemudian persetujuannya berupa Surat Ketetapan pajak, apakah proses mendapatkan persetujuan itu harus dilakukan di kantor pusat atau cukup melalui KPP tempat wajib pajak terdaftar.
Direktorat Jenderal pajak dalam memberikan suatu persetujuan untuk menerima atau menolak atas pembebanan Pre-COW Expenditures, harus memperhatikan asas pemungutan pajak terutama asas keadilan, asas kepastian hukum dan asas efisiensi sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan baik itu pihak wajib pajak maupun pihak Pemerintah atau Direktorat Jenderal pajak.

Agreements between the Government of the Republic of Indonesia and Indonesian legal entity-based business companies for the purpose of Foreign Investment in the mining of minerals, exclusive of petroleum, natural gas, geo-thermal energy, radio active and coal, are entered into in the form Contracts of Work. The Contract of Work on General Mining Operations is "Lex Specialis," which means that all legal provisions contained in the contract of work will not be subject to change in case of amendment to any of the prevailing laws and regulations. This 'lex specialis' statement appears in the Letter of the Minister of Finance under Number S-1032/MK.04/1998.
Incorporation of a contract of work - based business enterprise involves pre-establishment expenses by the shareholders better known as the Pre-contract-of-Work Expenditures (Pre-COW Expenditures). These Pre-COW Expenditures form part of the Preliminary Exploration Work. It is this work that will determine whether or not the results will proceed to the phase of incorporating a contrac-of-work-based business company.
If the results of the Preliminary Exploration Work generate a calculation making impossible to proceed to the phase of incorporating a contrac-of-workbased business company, the Pre-COW Expenditures will be to the cost of the prospective shareholders of the contrac-of-work-based company. If the results, as it turns out, do to the phase of incorporation, the Pre-COW Expenditures will be transferred to the the contrac-of-work-based company for debiting as a cost element therein, as specified in the Generation VI Contract of Work of General Mining in Annex H, point (6) on the Rule on Income Tax Calculation.
Annex H point (6) provides that any preincorporation expenses, spent by the shareholders and immediately associated with the contrac-of-work-based projects, are capable of consolidation into the Company?s account as a cost element. Such expenses are subject to audit by an public accountant and to the approval of the Director General of Taxation. From the statement in Annex H, point (6) of the Contract of Work a conclusion can be drawn that the Pre-COW Expenditures can be consolidated into the contrac-of-work-based company as deductible expenses, under 4 (four) conditions: expenses are to be spent by the shareholders; are in direct relation to the the contrac-of-workbased projects; are to be audited by a public accountant, and, lastly, are to approved the Director General of Taxation.
In general, in the mining sector in Indonesia, in jobs relative to the Pre-COW Expenditures, the shareholders pass the entire process to a Mining Service Company as their agent of payment. All such Pre-COW Expenditures spent by the Mining Service Company are not so to the Mining Service Company, but the property of the shareholders.
The study of a tax dispute facing PT "X", has led to the discovery that the Government, in this case, the Directorate General of Taxation, has not as yet issued issued any regulation on the Pre-COW Expenditures governing the procedure for implementation of the statement in the contract of work in Annex H, point (6), concerning the criteria for expenditure associated with the contract-of-work-based projects, for transfer, when should amortization commence; for approval, whether through a special application or submission of the Business Entity-related Annual Income Tax Return further approved in the form of the Tax Assessment Notice; whether the process of obtaining the approval is to proceed at the head office only at the Tax Service Office with which the taxpayer has been registered.
The Directorate General of Taxation in the issuance of the approval/acceptance or of the rejection of the debiting of the Pre-COW Expenditures, must take note of the principles of tax collection, mainly relative to fairness, legal certainty, and efficiency so that not a single party feels having been put at a disadvantage, whether it is the taxpayer, Government, or Directorate General of Taxation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24569
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ghinaa Sakiinah
"Penelitian ini membahas tentang Pengaruh Duta Merk Boyband EXO Terhadap Minat Beli Produk Nature Republic. Tujuan penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh EXO terhadap minat beli produk Nature Republic oleh masyarakat Indonesia yang difokuskan pada konsumen perempuan penggemar dari boyband EXO. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan pengolahan data sebanyak 59 responden, data penelitian dikumpulkan menggunakan metode kuesioner berbasis web. Hasil penelitian menunjukkan respon positif dari penggemar Indonesia tentang penggunaan EXO sebagai duta merek Nature Republic. EXO dianggap mewakili individu dengan kulit bersih, sehat dan penampilan yang baik sehingga cocok dijadikan duta merek. Walaupun demikian, analisis data juga menunjukkan tidak ada korelasi antara peran EXO sebagai duta merek Nature Republic dengan besar kecilnya minat beli responden untuk membeli produk Nature Republic.
This research about influence of EXO Boyband Brand Ambassadors on Interest in Buying Nature Republic Products. The purpose of this research is to find out the extent of the influence of EXO on the purchase interest of Nature Republic products by Indonesian people which is focused on female consumers fans of the EXO boy band. The method used in this study is a quantitative method with data processing of 59 respondents, research data were collected using a web-based questionnaire method. The results showed a positive response from Indonesian fans about using EXO as the ambassador for the Nature Republic brand. EXO is considered to represent individuals with clean, healthy skin and good appearance making it suitable to be a brand ambassador. However, data analysis also shows that there is no correlation between EXO`s role as an ambassador for the Nature Republic brand and the size of respondents` buying interest in buying Nature Republic products."
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>