Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iwan
Abstrak :
Akta notaris dapat dibuat dalam bentuk minuta akta dan akta in originali, yang dibuat oleh notaris (akta relass) atau yang dibuat dihadapan notaris (akta partij). Minuta akta adalah asli akta yang ditandatangani oleh para penghadap, saksi akta dan notaris yang disimpan sebagai bagian dari protokol notaris, dan dari minuta akta ini, notaris berwenang untuk mengeluarkan salinan akta, grosse akta atau kutipan akta. Akta in originali adalah asli akta yang diberikan kepada para penghadap dan tidak ada dalam simpanan protokol notaris, sehingga notaris tidak berwenang mengeluarkan salinan akta, groose akta atau kutipan akta dari akta yang diberikan dalam bentuk in originali. Renvoi adalah perubahan terhadap isi akta sebelum akta ditandatangani oleh para penghadap, saksi akta dan notaris, dan perubahan terhadap isi akta dilakukan dengan cara diganti, ditambah, dicoret di bagian sisi kiri akta atau pada bagian akhir akta sebelum penutup akta atau disisipkan pada lembar tambahan, dengan diberi paraf atau tanda pengesahan oleh para penghadap, saksi akta dan notaris. Renvoi yang dilakukan tidak sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris, terkena sanksi degradasi kekuatan bukti sebagai akta dibawah tangan. Undang-Undang Jabatan Notaris tidak mengatur bagaimana akibat hukum renvoi yang tidak sesuai aturan terhadap isi renvoi itu sendiri dan terhadap perbuatan hukum yang dituangkan dalam isi akta. Dengan menggunakan metode penelitian normatif dan melalui pendekatan deduktif untuk mencari kebenaran kohern terhadap akibat hukum dari renvoi yang melanggar Undang-Undang Jabatan Notaris, akan diperoleh suatu gambaran tentang Cacat yuridis renvoi dan implikasi hukumnya dalam studi kasus.
Notarial deed can be made in the form of minutes of the deed and the deed in originali, which is made by a notary (deed relass) or made before a notary (deed Partij). Minuta original deed deed is signed by the party, witnesses and a notary deed that is stored as part of the protocol notary, and of the minutes of this deed, the notary is authorized to issue a copy of the deed, grosse deed or deed quote. Deed in originali original deed is given to the party and nothing in savings notary protocol, so that the notary is not authorized to make copies of the deed, deed or quote groose deed of certificates issued in the form in originali. Renvoi is a change to the contents of the deed before the deed was signed by the party, witnesses and a notary deed, and changes to the contents of the deed is done in a way to be replaced, added, dropped on the left side at the end of the deed or deed before closing deed or pasted on an additional sheet, with given initial or sign endorsement by the party, witnesses and a notary deed. Renvoi who do not comply with that stipulated in the Law Notary, degradation sanctioned strength of the evidence as a deed under the hand. Notary Act does not regulate how renvoi legal consequences that do not conform to the rules of the content of renvoi itself and against legal actions as outlined in the contents of the deed. By using normative research methods and through deductive approach to the search for truth kohern against the legal consequences of renvoi in violation of the Law Notary, will obtain an overview of the Disability renvoi juridical and legal implications in the case study.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T42850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audika Vania Ardini
Abstrak :
Kepailitan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kebangkrutan adalah perampasan umum seluruh harta kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan penyelesaiannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas berdasarkan UU. Dalam prosesnya, setelah dinyatakan pailit diadakan rapat verifikasi atau verifikasi piutang, dimana dalam rapat verifikasi, Dalam piutang ada pihak-pihak yang terlibat antara lain kurator, kreditur, debitur pailit dan juga hakim pengawas. Tidak jarang dalam proses ada perselisihan antara para pihak terhadap daftar piutang piutang yang dibuat oleh kurator dan hakim pengawas tidak dapat didamaikan kedua belah pihak, hakim pengawas dapat menasihati para pihak untuk mengajukan upaya hukum yaitu renvoi prosedural berdasarkan Pasal 127 ayat (1) UUKPKPU. Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengidentifikasi konsep renvoi dalam hukum kepailitan berdasarkan teori renvoi dalam ilmu hukum, menganalisis penerapan prosedur renvoi dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 645K/Pdt.Sus- Kepailitan/2017 berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menganalisis pertimbangan Majelis Hakim di tingkat pertama serta pertimbangan Majelis Hakim pada Mahkamah Agung yang memutus perkara tersebut antara Kurator PT Graha Anggoro Jaya (dalam Kepailitan) dengan Kreditur Lain yang merasa dirugikan terhadap PT Adhi Karya Tbk (Persero). Jenis penelitian yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang didasarkan pada UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU serta Putusan Mahkamah Agung No. 645K/Pdt.Sus-Pailit/2017. Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian penelitian kepustakaan dan analisis data kualitatif.
Bankruptcy in Indonesia is regulated in Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations. Bankruptcy is the general confiscation of all assets of the Bankrupt Debtor whose management and settlement is carried out by the Curator under the supervision of the Supervisory Judge based on the Law. In the process, after being declared bankrupt, a verification meeting or verification of receivables is held, where in the verification meeting, in receivables there are parties involved including the curator, creditor, bankrupt debtor and also the supervisory judge. Not infrequently in the process there is a dispute between the parties on the list of receivables made by the curator and the supervisory judge cannot be reconciled by both parties, the supervisory judge can advise the parties to file legal remedies, namely procedural renvoi based on Article 127 paragraph (1) UUKPKPU. The purpose of this paper is to identify the concept of renvoi in bankruptcy law based on the theory of renvoi in legal science, to analyze the application of the renvoi procedure in the Supreme Court Decision Number 645K/Pdt.Sus- Bankruptcy/2017 based on the applicable laws and regulations and analyze the considerations of the Panel of Judges at the first level and the considerations of the Panel of Judges at the Supreme Court which decided the case between the Curator of PT Graha Anggoro Jaya (in Bankruptcy) and Other Creditors who felt aggrieved against PT Adhi Karya Tbk (Persero). The type of research used in this study is a normative juridical research based on UU no. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and PKPU and Supreme Court Decision No. 645K/Pdt.Sus-Pailit/2017. The nature of this research is descriptive analytical. This research was conducted using library research research methods and qualitative data analysis.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reev Larsen Pandoy
Abstrak :
Dalam pembuatan akta autentik oleh Notaris harus sesuai dengan bentuk dan isi yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini mengkaji pembuatan akta wasiat dari sudut pembuatan akta autentik menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Permasalahan yang  diangkat, yang terdapat pada Akta Wasiat Nomor 4 yaitu seorang wanita yang di tinggal mati suaminya dan tidak mempunyai anak dalam perkawinan dengan suaminya tersebut ingin membuat wasiat umum yang ditujukan kepada anak-anak dari saudaranya dan anak tirinya dan dibuatkan oleh Notaris sebagai akta otentik tetapi terdapat saksi 3 (tiga) orang yang tidak dilengkapi dengan keterangan identitas para saksi tersebut dan dalam akta tersebut terdapat renvoi yang dibuat tidak sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ilmiah ini yaitu bentuk dan isi dari akta wasiat, serta akibat hukum akta wasiat yang tidak sesuai dengan bentuk akta autentik. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif. Hasil penelitian diperoleh bahwa pentingnya seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya untuk memahami bentuk dan isi dari akta wasiat dan menerapkannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta diperlukan juga ketelitian dalam pembuatan akta oleh Notaris.
In making authentic deeds by a Notary must be in accordance with the form and content in accordance with applicable laws and regulations. This study examines the making of a will from the point of making authentic certificates according to Law Number 2 of 2014 concerning Notary Position. The problem raised, which is contained in the Testament Deed Number 4, is that a woman who lives in her husband's death and does not have a child in marriage with her husband wants to make a general will directed to the children of his brother and stepchildren and made by a Notary as an authentic deed but there are witnesses of 3 (three) people who are not equipped with a statement of the identity of the witnesses and in the deed there is a renvoi made not in accordance with the Act of Notary Position. The problems raised in this scientific research are the form and content of the will, as well as the consequences of the laws of the will which are not in accordance with the form of authentic deed. The research method used is normative research. The results of the study found that the importance of a Notary in carrying out his position to understand the form and content of the will and apply it in accordance with the applicable laws and regulations, as well as the accuracy in making a deed by a Notary.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Olivia Rachel Anggraeni
Abstrak :
Renvoi prosedur dalam perkara kepailitan merupakan suatu lembaga penyelesaian terhadap perselisihan antara kreditor, debitor pailit, dengan kurator atas daftar piutang yang telah dibuat oleh kurator. Perselisihan ini timbul pada proses pencocokan piutang dan sering terjadi jika kurator menolak suatu nilai atau sifat/peringkat piutang yang telah diajukan oleh kreditor pada masa pengajuan tagihan. Pasal 127 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang secara tegas mengatur bahwa proses pemeriksaan perkara renvoi prosedur dilaksanakan secara sederhana. Maksud dari kata “sederhana” yang terkandung dalam aturan tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut dalam ketentuan Hukum Acara Renvoi Prosedur pada UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang maupun Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 109/KMA.SK/IV/2020 tentang Pemberlakuan Buku Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Putusan Nomor 2/Pdt.Sus-Renvoi Prosedur/2021/PN Niaga Jakarta.Pst., merupakan salah satu putusan yang dalam bagian pertimbangan hakimnya telah menerapkan ketentuan Pasal 127 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hasil penelitian yuridis-normatif ini menjelaskan bahwa pemeriksaan secara sederhana dalam renvoi prosedur dilaksanakan tanpa adanya tahap eksepsi (kecuali eksepsi kewenangan mengadili), replik, duplik, rekonvensi, intervensi, serta pembatasan alat bukti yang dapat diajukan. Penulis memandang bahwa sudah saatnya diatur makna dan penjelasan dari pemeriksaan secara sederhana dalam renvoi prosedur agar adanya kejelasan mengenai tahapan beracara serta kepastian proses renvoi prosedur bagi para pihak. ......Renvooi procedure in bankruptcy cases is an establishment for settling disputes between creditors, bankrupt debtors and the curator over list of credits made by the curator. This dispute arises in the process of claim adjustment and often occurs when the curator rejects a value or nature/ranking of credits that has been submitted by creditors at the time of submission of the claim. Article 127 paragraph (3) Law no. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment explicitly stipulates that the process of examining renvooi procedure cases is carried out in a simple examination. The meaning of the word "simple" contained in the paragraph is not further explained either in Law no. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment nor Decree of the Chief Justice of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 109/KMA.SK/IV/2020 on Enforcement of the Handbook for Settlement of Bankruptcy Cases and Suspension of Debt Payment. Court Verdict Number 2/Pdt.Sus-Renvoi Procedure/2021/PN Niaga Jakarta.Pst., is one of the verdicts in which the judge’s consideration section has applied Article 127 paragraph (3) Law no. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Debt Payment. The results of this juridical-normative research explains that simple examination of renvooi procedure is carried out without any exception stages (except exception to the authority to adjudicate), reply, rejoinder, reconvention, intervention, and limitations to the submitted evidence. Writer suggest that it is time to regulate the meaning and explanation of simple examination in renvooi procedure so that there is explication regarding the stages of the proceeding as well as certainty of the renvooi procedure process for the parties.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sultan Bagarsyah
Abstrak :
Pendanaan perusahaan menggunakan utang dapat berujung kepada financial distress apabila debitor tidak mampu membayar utang sehingga mengakibatkan kepailitan. Agar menghindari perebutan harta debitor dalam hal ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya secara bersamaan, diatur prosedur kepailitan dalam peraturan perundang-undangan. Perselisihan utang dalam rapat verifikasi utang kepailitan dapat diselesaikan dengan renvoi prosedur. Tulisan ini menganalisis bagaimana pengaturan mengenai proses kepailitan khususnya prosedur penyelesaian perkara perselisihan jumlah piutang dalam tahap pencocokan piutang berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta bagaimana pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam perkara Renvoi Prosedur no. 04/Renvoi Prosedur/2015/PN.Niaga.Sby. Tulisan ini disusun dengan metode yuridis normatif yang merupakan penelitian dengan cara meneliti bahan kepustakaan serta data sekunder. Dari penelitian ini ditemukan bahwa dalam proses kepailitan, khususnya pencocokan utang, apabila ada pihak yang tidak setuju dengan hasil rapat dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan yang kemudian akan diproses melalui renvoi prosedur. Dalam Putusan Renvoi Prosedur No. 04/Renvoi Prosedur/2015/PN.Niaga.Sby ditemukan bahwa majelis hakim renvoi prosedur tidak hanya telah melanggar asas pemeriksaan sederhana kepailitan, namun juga melampaui kewenangan yang dimiliki oleh majelis hakim renvoi prosedur sebagai forum yang menyelesaikan perselisihan dalam kepailitan yang bersifat non-sengketa. ......Corporate financing using debt can lead to financial distress if the debtor is unable to repay the debt, resulting in bankruptcy. To prevent the scramble for the debtor's assets when multiple creditors are simultaneously claiming their receivables, bankruptcy procedures are regulated in the legislation. Disputes over debt in bankruptcy debt verification meetings can be resolved through the renvoi procedure. This writing analyzes the regulations regarding the bankruptcy process, particularly the procedures for resolving disputes over the amount of debts in the debt reconciliation phase based on Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations. It also discusses the legal considerations of the Panel of Judges in the case of Renvoi Procedure No. 04/Renvoi Procedure/2015/PN.Niaga.Sby. This paper is composed using a normative juridical method, which involves researching literature and secondary data. From this research, it was found that in the bankruptcy process, especially in debt reconciliation, if there is a party dissatisfied with the meeting's results, they can file an objection with the court, which will then be processed through the renvoi procedure. In Decision Renvoi Procedure No. 04/Renvoi Procedure/2015/PN.Niaga.Sby, it was discovered that the panel of judges in the renvoi procedure not only violated the principle of a simple bankruptcy examination but also exceeded the authority held by the renvoi procedure panel of judges as a forum for resolving non-dispute disputes in bankruptcy.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sultan Bagarsyah
Abstrak :
Pendanaan perusahaan menggunakan utang dapat berujung kepada financial distress apabila debitor tidak mampu membayar utang sehingga mengakibatkan kepailitan. Agar menghindari perebutan harta debitor dalam hal ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya secara bersamaan, diatur prosedur kepailitan dalam peraturan perundang-undangan. Perselisihan utang dalam rapat verifikasi utang kepailitan dapat diselesaikan dengan renvoi prosedur. Tulisan ini menganalisis bagaimana pengaturan mengenai proses kepailitan khususnya prosedur penyelesaian perkara perselisihan jumlah piutang dalam tahap pencocokan piutang berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta bagaimana pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam perkara Renvoi Prosedur no. 04/Renvoi Prosedur/2015/PN.Niaga.Sby. Tulisan ini disusun dengan metode yuridis normatif yang merupakan penelitian dengan cara meneliti bahan kepustakaan serta data sekunder. Dari penelitian ini ditemukan bahwa dalam proses kepailitan, khususnya pencocokan utang, apabila ada pihak yang tidak setuju dengan hasil rapat dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan yang kemudian akan diproses melalui renvoi prosedur. Dalam Putusan Renvoi Prosedur No. 04/Renvoi Prosedur/2015/PN.Niaga.Sby ditemukan bahwa majelis hakim renvoi prosedur tidak hanya telah melanggar asas pemeriksaan sederhana kepailitan, namun juga melampaui kewenangan yang dimiliki oleh majelis hakim renvoi prosedur sebagai forum yang menyelesaikan perselisihan dalam kepailitan yang bersifat non-sengketa. ......Corporate financing using debt can lead to financial distress if the debtor is unable to repay the debt, resulting in bankruptcy. To prevent the scramble for the debtor's assets when multiple creditors are simultaneously claiming their receivables, bankruptcy procedures are regulated in the legislation. Disputes over debt in bankruptcy debt verification meetings can be resolved through the renvoi procedure. This writing analyzes the regulations regarding the bankruptcy process, particularly the procedures for resolving disputes over the amount of debts in the debt reconciliation phase based on Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations. It also discusses the legal considerations of the Panel of Judges in the case of Renvoi Procedure No. 04/Renvoi Procedure/2015/PN.Niaga.Sby. This paper is composed using a normative juridical method, which involves researching literature and secondary data. From this research, it was found that in the bankruptcy process, especially in debt reconciliation, if there is a party dissatisfied with the meeting's results, they can file an objection with the court, which will then be processed through the renvoi procedure. In Decision Renvoi Procedure No. 04/Renvoi Procedure/2015/PN.Niaga.Sby, it was discovered that the panel of judges in the renvoi procedure not only violated the principle of a simple bankruptcy examination but also exceeded the authority held by the renvoi procedure panel of judges as a forum for resolving non-dispute disputes in bankruptcy.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sultan Bagarsyah
Abstrak :
Pendanaan perusahaan menggunakan utang dapat berujung kepada financial distress apabila debitor tidak mampu membayar utang sehingga mengakibatkan kepailitan. Agar menghindari perebutan harta debitor dalam hal ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya secara bersamaan, diatur prosedur kepailitan dalam peraturan perundang-undangan. Perselisihan utang dalam rapat verifikasi utang kepailitan dapat diselesaikan dengan renvoi prosedur. Tulisan ini menganalisis bagaimana pengaturan mengenai proses kepailitan khususnya prosedur penyelesaian perkara perselisihan jumlah piutang dalam tahap pencocokan piutang berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta bagaimana pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam perkara Renvoi Prosedur no. 04/Renvoi Prosedur/2015/PN.Niaga.Sby. Tulisan ini disusun dengan metode yuridis normatif yang merupakan penelitian dengan cara meneliti bahan kepustakaan serta data sekunder. Dari penelitian ini ditemukan bahwa dalam proses kepailitan, khususnya pencocokan utang, apabila ada pihak yang tidak setuju dengan hasil rapat dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan yang kemudian akan diproses melalui renvoi prosedur. Dalam Putusan Renvoi Prosedur No. 04/Renvoi Prosedur/2015/PN.Niaga.Sby ditemukan bahwa majelis hakim renvoi prosedur tidak hanya telah melanggar asas pemeriksaan sederhana kepailitan, namun juga melampaui kewenangan yang dimiliki oleh majelis hakim renvoi prosedur sebagai forum yang menyelesaikan perselisihan dalam kepailitan yang bersifat non-sengketa. ......Corporate financing using debt can lead to financial distress if the debtor is unable to repay the debt, resulting in bankruptcy. To prevent the scramble for the debtor's assets when multiple creditors are simultaneously claiming their receivables, bankruptcy procedures are regulated in the legislation. Disputes over debt in bankruptcy debt verification meetings can be resolved through the renvoi procedure. This writing analyzes the regulations regarding the bankruptcy process, particularly the procedures for resolving disputes over the amount of debts in the debt reconciliation phase based on Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations. It also discusses the legal considerations of the Panel of Judges in the case of Renvoi Procedure No. 04/Renvoi Procedure/2015/PN.Niaga.Sby. This paper is composed using a normative juridical method, which involves researching literature and secondary data. From this research, it was found that in the bankruptcy process, especially in debt reconciliation, if there is a party dissatisfied with the meeting's results, they can file an objection with the court, which will then be processed through the renvoi procedure. In Decision Renvoi Procedure No. 04/Renvoi Procedure/2015/PN.Niaga.Sby, it was discovered that the panel of judges in the renvoi procedure not only violated the principle of a simple bankruptcy examination but also exceeded the authority held by the renvoi procedure panel of judges as a forum for resolving non-dispute disputes in bankruptcy.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bima Hendyk Setiawan
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang yang membuat penulis melakukan penelitian ini adalah adanya penetapan  hakim yang mengesahkan surat keterangan yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara tentang pengesahan renvoi Akta yang direnvoi oleh pejabat yang bukan pembuat Aktanya. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah  mengenai Keabsahan Renvoi Akta yang dilakukan oleh Pejabat yang bukan pembuat Aktanya dan akibat hukumnya dari Penetapan Pengadilan terhadap Surat Keterangan yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara dalam Penetapan Pengadilan Negeri Lumajang Nomor: 17/PDT.P/2016/PN.LMJ. Bentuk penelitian yang dilakukan oleh Penulis adalah yuridis normatif, yaitu dengan menelaah norma hukum tertulis langsung dengan pokok permasalahan yang menjadi pembahasan dalam tesis ini. Metode analisis data yang digunakan dalam mengolah data yang berkaitan dengan penelitian ini adalah metode kualitatif. Perenvoian pada akta  yang dilakukan pada saat setelah akta sudah ditanda tangani ialah tidak sah dan bahwa yang mempunyai kewenangan untuk merenvoi kesalahan penulisan pada akta ialah pejabat yang membuat akta itu sendiri. Apabila dilanggar akan berdampak pada kekuatan pembuktian pada akta sehingga mengakibatkan suatu Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan akibat hukum dari Penetapan Pengadilan ialah memberikan pengesahan terhadap Surat Keterangan Nomor 353/PPATS-LMJ/VIII/2016 sehinga renvoi pada Akta jual beli tersebut dianggap sah. Akan tetapi Penetapan tersebut banyak sekali unsur yang bersifat melawan hukum, maka penetapan tersebut dapat di batalkan jika ada pihak lain yang menggugat di kemudian hari karena merasa dirugikan.
ABSTRACT
The background of this research is the determination of the judge who ratified the certificate made by the temporary land deed officials about the ratification of the Deed renvoi by officials who were not make the deed. The problems examined in this study are the validity of the deed renvoi made by Officers who are not make the deeds and the legal consequences of the Determination of Courts on Certificates made by Temporary Land Deed Officials (PPAT) in the Determination of Lumajang District Court Number: 17 / PDT. P / 2016 / PN.LMJ. The kind of this research is normative juridical, by examining written legal norms directly with the subject matter on this thesis. The data analysis method used in this study is a qualitative method. Perenvoian after the deed has been signed is invalid and the person who has authority to make renvoi is the official who made the deed itself. If violated, it will have an impact on the power of proof on the deed, its mean a deed only has the power as an underhanded deed and the legal consequence of a Court Decision is to ratify a Letter of Statement Number 353 / PPATS-LMJ / VIII / 2016 so that the renvoi it is considered valid. However, the determination have many elements that against the law, so the determination can be cancelled on the other day if anybody feel disadvantaged due to it.
2019
T52733
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Crystal Yoanna
Abstrak :
Notaris sebagai pejabat umum yang ditunjuk negara dengan salah satu tugasnya untuk membuat akta haruslah membuat akta tersebut secara sempurna, dalam arti sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu akta yang dibuat oleh notaris adalah akta sewa menyewa. Dalam objek penelitian ini akta sewa menyewa dibuat dengan surat kuasa yang mengalami pemunduran tanggal dan kesalahan dalam penerapan renvoi. Kedua hal ini merupakan salah satu pelanggaran dalam pembuatan akta oleh notaris. Penelitian ini menyoroti akibat hukum dari pembuatan akta sewa menyewa dengan dasar surat kuasa yang cacat hukum dan renvoi yang cacat hukum. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Surat kuasa yang cacat hukum mengakibatkan pihak dalam perjanjian tidak memiliki kewenangan dalam bertindak dan tidak memenuhi syarat subjektif sahnya perjanjian sehingga perjanjian tersebut bersifat dapat dibatalkan. Selanjutnya, Renvoi yang cacat hukum menunjukkan bahwa akta yang tidak dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang mengakibatkan akta tersebut menjadi mempunyai kekuatan hukum dibawah tangan saja. Implikasi hukum yang demikian akan merugikan para pihak dalam perjanjian. Oleh karenai itu, notaris wajib menaati ketentuan yang diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 16 ayat 1 huruf a UUJN, terutama dalam (1) memeriksa kecakapan dan kewenangan dari para pihak yang menggunakan surat kuasa sebagai dasar kewenangannya, (2) pelaksanaan renvoi sebaiknya dilakukan dihadapan dan sebelum suatu akta ditandatangani oleh para pihak, saksi-saksi dan notaris.
ABSTRACT
A notary must make a deed according to the law, this are their duty as an official that was entitled by the country. One of it is to make lease about rent contract. In this research the lease contract deed was made base on an authorization that are having a date backdown problem and having a problem in the renvoi (correction in notarize deed). Both of these legal errors will be the focus in this research. Authorization that was given in writing that having a legal problem such as a date backdown and the renvoi that was not according to the law will be the focus on this research. And so the effect of legal effort that was mentioned before. This research will be using juridicial normative method with analytical descriptive research typology. The error of authorization effect someone jurisdiction in taking a legal action as a subjective terms in making a contract, it`s  making the contract become invalid and it can effect the contract to be cancelable. The renvoi that was made with legal flaws can cause the contract become unauthorized. Both of its result can effect both parties in the contract suffer from losses. Therefore, notary must obey the rule that can be found in the article 4 and article 16 paragraph 1 letter a, especially when they (1) examine the parties authority that are using power of attorney, (2) making a deed the renvoi must be made in front of the parties and before the deed are signed by the parties, witnesses and notary.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54281
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Aisyah Natasha Afirandini
Abstrak :
Bunga dan denda merupakan salah satu aspek yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit. Eksistensi Putusan 2899 K/Pdt/1994 berakibat adanya multitafsir mengenai pembebanan bunga dan denda dalam hukum kepailitan yang sudah pada pokoknya diatur dalam Pasal 137 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Tulisan ini menganalisis bagaimana pembebanan bunga dan denda dalam pernyataan kredit macet debitor pailit dalam kasus PT Mimi Kids Garmindo yang tertuang dalam Putusan 1021K/Pdt.Sus-PAILIT/2018 ditinjau dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode doktrinal. Pembebanan bunga dan denda dalam kredit macet debitor pailit telah menjadi salah satu pokok permasalahan yang terjadi dalam perkara kepailitan. Dalam kasus PT Mimi Kids Garmindo, debitor menggunakan Putusan No. 2899K sebagai dasar hukum untuk menyatakan bahwa pembebanan bunga dan denda tidak dapat diberikan pada kredit yang sudah dinyatakan macet. Pada pokoknya perhitungan mengenai pembebanan bunga dan denda sudah diatur dalam Pasal 137 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Adapun mengenai pernyataan kredit macet dalam hukum kepailitan terjadi pada saat putusan pernyataan pailit. Hal inipun berdampak pada pembebanan bunga dan denda dalam hukum kepailitan. Hasil peneleitian ini adalah hukum kepailitan mengatur bahwa pembebanan bunga dan denda harus dihitung pada saat putusan pernyataan pailit. Hal ini merupakan bentuk pengimplementasian sita umum dan asas-asas dalam hukum kepailitan. ......Interest and penalties are one of the aspects agreed upon in a credit agreement. The existence of Decision 2899 K/Pdt/1994 results in multiple interpretations regarding the imposition of interest and penalties in bankruptcy law, which is basically regulated in Article 137 of Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations. This paper analyzes how the imposition of interest and penalties in the statement of bad debts of bankrupt debtors in the case of PT Mimi Kids Garmindo as stated in Decision 1021K/Pdt.Sus-PAILIT/2018 is reviewed from Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations. This paper is prepared using the doctrinal method. The imposition of interest and penalties in bad debts of bankrupt debtors has become one of the main problems that occur in bankruptcy cases. In the case of PT Mimi Kids Garmindo, the debtor used Decision No. 2899K as a legal basis to state that the charging of interest and penalties cannot be given to loans that have been declared bad debts. In essence, the calculation of interest and penalties is regulated in Article 137 of Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations. As for the statement of bad credit in bankruptcy law occurs at the time of the bankruptcy statement decision. This also has an impact on the imposition of interest and penalties in bankruptcy law. Bankruptcy law regulates that the imposition of interest and penalties must be calculated.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>