Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Paramitha Ayu Risky
Abstrak :
Peningkatan angka bullying dikalangan remaja seakan menjadi fenomena yang tiada hentinya. Peningkatan bullying ini juga diiringi dengan laporan kasus yang dimuat pada media masa yang menunjukan banyaknya remaja laki-laki yang menjadi korban bullying. Peningkatan kasus bullying pada remaja laki-laki tidak terlepas dari pemahaman maskulinitas yang beredar dalam lingkungan pertemanan remaja laki-laki. Sering kali maskulinitas remaja dikaitkan dengan kekuatan yang menyebabkan kekerasan dianggap satu hal yang wajar dalam pertemanan remaja laki-laki, hal yang kemudian dianggap sebagai bentuk toxic masculinity dikalangan remaja laki-laki. Munculnya toxic masculinity berdampak pada kurangnya remaja laki-laki yang melaporkan tindak kekerasan yang mereka alami karena dianggap sebagai bentuk kelemahan. Hal inilah yang kemudian membuat para remaja laki-laki harus dapat melindungi diri mereka sendiri dari tindak intimidasi yang mereka terima. Salah satu cara mereka untuk melindungi diri adalah melakukan perlawanan dengan menggunakan bullying. Bullying sebagai bentuk olok-olokan yang menggangu dianggap hal yang cukup aman dalam melakukan perlawanan. Penelitian ini dengan menggabungkan teknik observasi dan wawancara mencoba melihat bagaimana para remaja menggunakan bullying sebagai perlawanan dalam menghadapi intimidasi yang mereka terima. ......The increased cases of bullying in adolescent seems to be an endless phenomenon. This increased cases of bullying is also accompanied by reports published in the media who many of adolescent male victims of bullying. The increased cases of bullying in adolescent male are inseparable of comprehension of outstanding information about masculinity among their friendship environment. Many times, adolescent masculinities is associated with the strength and hardness that to be considered as a common thing between adolescent friendship, then considered by masculinity among adolescent male. Toxic masculinity also has an impact to decrease of reporting or complaint from adolescent male related to their experiences of violence because its look like a weakness. This is a consideration for teenage boys that they must protect themselves from the acts of bullying from they experience. That another options to protect themselves from bullying is to fighting back with bullying as well. Bullying as a form of disturbing ridicule is considered quite safe in resistance. By the study, with a combination observation and interview techniques, tries to see how the adolescent male used a bullying as a resistance for the bullying they experience
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lhuri Dwianti Rahmartani
Abstrak :
[ABSTRAK
Peningkatan tren praktik hubungan seksual pranikah pada remaja laki-laki di Indonesia tidak disertai tindakan preventif yang adekuat. Tidak sampai 28% dari mereka yang menggunakan kondom secara konsisten. Pada populasi remaja umum di Indonesia, sebanyak 30%-nya tidak tahu bahwa kondom dapat mencegah kehamilan dan 40%-nya tidak tahu kondom dapat mencegah infeksi menular seksual (IMS). Studi potong lintang dari analisis SDKI 2012 ini berupaya melihat asosiasi pengetahuan tentang fungsi kondom terhadap penggunaan kondom pada remaja laki-laki pelaku hubungan seksual pranikah. Hasilnya, setelah memperhitungkan faktor demografis, pengetahuan kespro, dan perilaku lainnya, penggunaan kondom lebih tinggi pada responden yang memiliki pengetahuan tentang kedua fungsi kondom (PR 2,38; 95% CI 1,47 ? 3,85) dibandingkan responden yang hanya tahu salah satu fungsi atau tidak tahu sama sekali.
ABSTRACT
The increasing trend of premarital sex among Indonesian male adolescents is not accompanied with protective behavior. Less than 28% of sexually-active unmarried male adolescents use condoms consistently. Approximately, 30% of Indonesian adolescents do not know that condoms can help prevent pregnancy and 40% of them do not know that condoms can help prevent sexually transmitted infections (STIs). This cross-sectional study using IDHS 2012 aims to see whether there is an association between knowledge on condom functions and condom use, particularly among unmarried male adolescents in Indonesia. After controlling with other covariates such as demographic, knowledge on reproductive health, and other behavior indicators, the prevalence of condom use is significantly higher in respondents who know both functions of condoms, than in respondents who only know either function or not at all (adjusted PR 2,38; 95% CI 1,47 ? 3,85).;The increasing trend of premarital sex among Indonesian male adolescents is not accompanied with protective behavior. Less than 28% of sexually-active unmarried male adolescents use condoms consistently. Approximately, 30% of Indonesian adolescents do not know that condoms can help prevent pregnancy and 40% of them do not know that condoms can help prevent sexually transmitted infections (STIs). This cross-sectional study using IDHS 2012 aims to see whether there is an association between knowledge on condom functions and condom use, particularly among unmarried male adolescents in Indonesia. After controlling with other covariates such as demographic, knowledge on reproductive health, and other behavior indicators, the prevalence of condom use is significantly higher in respondents who know both functions of condoms, than in respondents who only know either function or not at all (adjusted PR 2,38; 95% CI 1,47 ? 3,85)., The increasing trend of premarital sex among Indonesian male adolescents is not accompanied with protective behavior. Less than 28% of sexually-active unmarried male adolescents use condoms consistently. Approximately, 30% of Indonesian adolescents do not know that condoms can help prevent pregnancy and 40% of them do not know that condoms can help prevent sexually transmitted infections (STIs). This cross-sectional study using IDHS 2012 aims to see whether there is an association between knowledge on condom functions and condom use, particularly among unmarried male adolescents in Indonesia. After controlling with other covariates such as demographic, knowledge on reproductive health, and other behavior indicators, the prevalence of condom use is significantly higher in respondents who know both functions of condoms, than in respondents who only know either function or not at all (adjusted PR 2,38; 95% CI 1,47 – 3,85).]
2015
T43458
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuniar
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2962
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Meidya Ova
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara self-esteem dan perilaku kekerasan pada remaja laki-laki di wilayah Jabodetabek. Jenis perilaku kekerasan yang diukur antara lain perkelahian fisik, tawuran,tindakan melukai orang dengan senjata, tindakan melukai seseorang hingga membutuhkan perawatan dokter, vandalisme, perilaku mengancam dengan senjata, perilaku mengancam tanpa senjata, dan bullying (menjahili orang lain, mempermalukan orang lain di depan umum, memanggil nama orang dengan sebutan lain, dan mengancam akan melukai orang lain). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan alat ukur Rosenberg Self-Esteem Scale untuk mengukur self-esteem. Daftar perilaku kekerasan yang digunakan adalah alat ukur yang telah diadaptasi dari penelitian-penelitian sebelumnya. Data penelitian diolah dengan menggunakan teknik statistik Pearson Product-Moment Correlation. Partisipan berjumlah 311 remaja laki-laki yang berada di komunitas dan lembaga pemasyarakatan. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-esteem dan perkelahian fisik pada remaja laki-laki di wilayah Jabodetabek (r = 0.24; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Selain itu, terdapat hubungan positif yang signifikan antara selfesteem dan perilaku mengancam tanpa senjata pada remaja laki-laki di wilayah Jabodetabek (r = 0.231; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara self-esteem dan jenis perilaku kekerasan lainnya. ......This research was conducted to find the relationship between self-esteem and violence behavior among male adolescents in Jabodetabek Area. Type of violent behavior being measured include physical fights, group fights, used a weapon in a fıght, hurt someone badly enough to need bandages or care from doctor or nurse, vandalism, threatening behavior with a weapon, threatening behavior with and without weapons, and bullying (teased others, humiliate someone, call the person's name with another name, and threatened to hurt someone else). This research used a quantitative approach and using the Rosenberg Self-Esteem Scale to measuring self-esteem. List of violent behavior that is used is a measure that has been adapted from previous studies. Data was analyzed using Pearson Product-Moment Correlation technique. The participants were 311 male adolescents in community and correctional-institution. The results showed that there is a significant correlation between self-esteem and physical fights among male adolescents in Jabodetabek area (r = 0.24; p = 0.000, significant at the L.o.S 0.01). In addition, there is a significant positive correlation between self-esteem and threatening behavior without weapon among male adolescents in Jabodetabek area (r = 0.231, p = 0.000, significant at the LoS 0.01). Did not reveal any significant relationship between self-esteem and other types of violent behavior.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46108
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Ananda
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara paparan terhadap kekerasan dan sikap terhadap kekerasan pada remaja laki-laki. Partisipan penelitian ini berjumlah 301 orang yang terdiri dari remaja laki-laki di komunitas umum dan remaja laki-laki di lembaga pemasyarakatan. Pengukuran paparan terhadap kekerasan menggunakan alat ukur KID-Screen for Adolescent Violence Exposure (KID-SAVE) (Flowers et al., 2000) dan pengukuran sikap terhadap kekerasan menggunakan alat ukur Attitudes Towards Violence Scale (ATVS) (Funk et al., 1999). Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara paparan terhadap kekerasan dan sikap terhadap kekerasan pada remaja laki-laki (r = 0.442; p = 0.000, signifikan pada L.o.S 0.05). Artinya, semakin tinggi paparan terhadap kekerasan yang dialami seseorang, maka semakin positif sikapnya terhadap kekerasan. Analisis tambahan menemukan perbedaan paparan terhadap kekerasan dan sikap terhadap kekerasan yang siginifikan antara partisipan yang berada di komunitas umum dan di lembaga pemasyarakatan. ...... This research was conducted to find the correlation between exposure to violence and attitude toward violence among adolescent boys. The participants of this research are 301 adolescent boys who lived in general community and correctional institution. Exposure to violence was measured using an adaptation of KID-Screen for Adolescent Violence Exposure (KID-SAVE) scale (Flowers et al., 2000) and attitudes toward violence was measured using an adaptation of Attitudes Towards Violence Scale (ATVS) (Funk et al., 1999). The results showed that there is a significant correlation between exposure to violence and attitude toward violence (r = 0.448; p = 0.000, significant at L.o.S 0.01). That is, the higher the exposure to violence experienced, the more positive one’s attitude toward violence. Additional analysis also find significant differences in exposure to violence and attitude toward violence between participants who lived in general community and correctional institution.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46803
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Gracia Paulina
Abstrak :
Hubungan antara ayah dan anak dalam keluarga Batak Toba ditandai dengan prinsip patrilineal yang menekankan pentingnya keberhasilan anak laki laki sebagai penerus keturunan Dengan demikian kehadiran ayah menjadi hal yang penting dalam perkembangan anak laki lakinya secara khusus pada perkembangan karir Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kehadiran ayah dengan kematangan karir pada remaja laki laki bersuku Batak Toba yang berusia 14 hingga 19 tahun Father Presence Questionairre FPQ yang disusun oleh Krampe dan Newton 2006 digunakan untuk mengukur kehadiran ayah dan Career Development Inventory CDI yang disusun oleh Sudiarty 2010 digunakan untuk mengukur kematangan karir 125 remaja laki laki bersuku Batak Toba Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kehadiran ayah dengan kematangan karir artinya jika semakin tinggi skor remaja dalam mempersepsi kehadiran ayah secara psikologis maka semakin tinggi skor kematangan karir remaja Penelitian ini dapat menjadi pedoman bagi ayah bersuku Batak Toba dalam mengarahkan karir pada remaja laki laki.
Relationship between father and son in Batak Toba`s tribe characterized by the patrilineal principles that emphasize the importance of the son as the successful successor to the offspring Therefore the father presence is the important things in career development This research is aimed to find a relationship between father presence and career maturity among male adolescence aged between 14 19 Father Presence Questionnaire FPQ used to measure father presence and Career Development Inventory CDI used to measure career maturity There are 125 Batak Toba male adolescents involved in this study The result of this study showed there was a significant relationship between father presence and career maturity it means if the adolescents get higher score in perceiving the psychological presence of his father the adolescent can get a higher score in career maturity This research is important as guidelines for the Batak Toba`s father in directing career in Batak Toba male adolescence.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S59098
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Christabel Fidelia Tionauli
Abstrak :
Berdasarkan data SDKI 2017, persentase remaja laki-laki empat kali lebih besar untuk melakukan hubungan seks pranikah dibandingkan dengan remaja perempuan (2%). skripsi ini meneliti prevalensi dan faktor mental distress yang berpengaruh terhadap perilaku seksual pranikah diantara 4009 remaja sekolah laki-laki menggunakan Global School-based Health Survey (GSHS) Indonesia tahun 2015. Desain penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan studi cross-sectional. Sampel penelitian ini adalah pelajar laki-laki umur 11 – 18 tahun yang terdapat pada data sekunder GSHS 2015. Hasil penelitian ini menunjukkan 6,3% pelajar laki-laki pernah berhubungan seks dan terjadinya penetrasi (masuknya alat kelamin pria dalam alat kelamin wanita). Keinginan bunuh diri dan perundungan merupakan faktor risiko yang signifikan untuk perilaku seksual pranikah, sedangkan jumlah teman dekat merupakan faktor protekif yang signifikan untuk perilaku seksual pranikah pada pelajar laki-laki. ......Based on the 2017 IDHS data, the percentage of male adolescents is four times more likely to have premarital sex compared to female adolescents (2%). This study examined the prevalence and factors of mental distress that influence premarital sex behavior among 4009 school-going male adolescents using the 2015 Indonesia Global School-based Health Survey (GSHS). The design of this study used quantitative methods with cross-sectional studies. The sample of this study was male students aged 11-18 years who were included in the 2015 GSHS secondary data. The results showed that 6.3% of male students had ever had sex and penetration occurred (the insertion of the male genitalia into the female genitalia). Suicidal ideation and being bullied were significant risk factors for premarital sex behavior. Meanwhile, the number of close friends was a significant protective factor for premarital sex behavior among male students.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Hapsari Santosa
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, angka kriminalitas yang dilakukan oleh remaja laki-laki mengalami tren peningkatan. Setengah dari pelaku kriminalitas tersebut merupakan pelaku kekerasan. Dalam hal ini remaja laki-laki pelaku kekerasan di dalam Lembaga Pemasyarakatan merupakan kelompok individu yang paling membutuhkan intervensi. Intervensi berbasis cognitivebehavioral merupakan salah satu intervensi yang dinilai efektif untuk mengatasi hal ini. Sejalan dengan perkembangan third-wave-therapies, Young dan rekanrekannya mengembangkan Terapi Skema. Terapi Skema bertujuan untuk menurunkan aktivasi skema, meningkatkan kesadaran psikologis, sehingga partisipan secara sadar melakukan kontrol atas skema tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana TS efektif untuk menurunkan sikap terhadap kekerasan pada remaja pelaku kekerasan nonseksual. Metode Penelitian ini menggunakan one group before-and-after study design dan accidental sampling di dalam LP Anak Tangerang. Hasil Kedua partisipan menunjukkan penurunan sikap terhadap kekerasan. Hal ini diketahui dari perubahan skor Skala Sikap Terhadap Kekerasan dan evaluasi kualitatif. Kesimpulan Terapi Skema efektif dalam menurunkan sikap terhadap kekerasan pada remaja pelaku kekerasan nonseksual.
ABSTRACT
Background In recent years, crime committed by teenage boys showed an increasing trend. Half of the crime perpetrators are violent offenders. In this case teenage boys violent offenders in prison is a group of individuals who are most in need of intervention. Interventions based on cognitive-behavioral therapy is one that is considered effective to overcome this problem. In line with the development of third-wave-therapies, Young and his colleagues developed Schema Therapy. Schema Therapy aims to reduce the activation of schemas, increasing psychological awareness, so that participants consciously exert control over the schema. The purpose of this study was to determine the extent to which Schema Therapy is effective to reduce attitude towards violence in juvenile nonsexual offenders. Methods This study used a one-group before-and-after study design and accidental sampling in the LP Anak Pria Tangerang. Results Both participants showed a decrease in attitudes towards violence. It is known from the Attitudes Toward Violence Scale scores and qualitative evaluation. Conclusions Schema Therapy is effective in reducing attitude towards violence in juvenile nonsexual offenders.
2014
T42047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonard
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang setiap tahun, tidak kurang dari 5.000 remaja ditahan akibat melakukan tindakan kriminalitas, dari yang ringan hingga berat. Lingkungan tahanan merupakan lingkungan yang dipenuhi oleh paparan kekerasan dan keterbatasan. Sementara bagi yang akan dibebaskan atau tahap reentry, situasinya juga memiliki tantangan tersendiri. Hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang menyebabkan tingginya kerentanan anak didik Lapas terhadap kemunculan distress. Di Amerika, 60.5% remaja yang ditahan dan berada pada tahap reentry mengalami kesehatan mental kronis. Dari jumlah tersebut, sebagian besar mengalami depresi dan gangguan cemas, seperti PTSD. Bentuk distress psikologis yang umum ditemukan adalah kecemasan dan depresi. Distress tinggi dapat menyebabkan beberapa gangguan, seperti perilaku merusak dan kesulitan penyesuaian diri setelah bebas. Oleh karena itu, distress anak didik Lapas tahap reentry perlu mendapatkan intervensi psikologis. Salah satu bentuk intervensi yang efektif adalah Acceptance and Commitment Therapy (ACT). ACT bertujuan mengubah bentuk hubungan individu dengan permasalahannya, bukan lagi memandang sebagai simptom, namun sebagai suatu fenomena psikologis yang wajar dan kemudian mengarahkan tindakan yang dimiliki kepada sesuatu yang sifatnya lebih produktif. Metode Penelitian ini menggunakan one group-before and after study design dan accidental sampling. Intervensi ini dilakukan sebanyak 6 sesi. Hasil Dua partisipan mengalami penurunan tingkat distress psikologi yang diketahui melalui penurunan skor Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25). Semantara satu partisipan lainnya mengalami kenaikan tingkat distress psikologis. Evaluasi kualitatif menunjukkan penurunan tingkat distress psikologis setelah pelaksanaan intervensi. Kesimpulan ACT efektif dalam menurunkan tingkat distress psikologis pada anak didik Lapas Tangerang. Hal ini terbukti terutama melalui pengukuran secara kualitatif.
ABSTRACT
Background Each year, not less than 5,000 teenagers were arrested as a result of criminal acts, from mild to severe. Prison is a high risk environment that is filled by exposure to violence and limitations. As for who at reentry phase or freed soon, the situation also has its own challenges. These things are something that causes high susceptibility to the emergence of distress. In the U.S., 60.5% of adolescents who were arrested and are at the stage of reentry experiencing chronic mental health. Of these, most are experiencing depression and anxiety disorders, such as PTSD. Common Forms of psychological distress are anxiety and depression. High distress can cause several problems, such as conduct behavior and adjustment difficulties after release. Therefore, distress at reentry youth prisoner needs to get psychological intervention. One of intervention that effective to treat psychological distress is Acceptance and Commitment Therapy (ACT). ACT aims to change the shape of the individual's relationship with the problems, no longer looked upon it as a symptom, but as a psychological phenomenon that is reasonable and then direct the actions to something that is more productive. Methods This study used a one-group before and after study design and accidental sampling. The intervention was carried out for 6 sessions. Results Two participants experienced a decrease in the level of psychological distress is known through a reduction in Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL- 25) score. Moreover the other participants experienced an increase psychological distress. Qualitative evaluation showed decreased levels of psychological distress after the implementation of the intervention. Conclusion ACT is an effective intervention in lowering the level of reentry youth prisoner’s psychological distress at Lapas Anak Tangerang. This is evident primarily through qualitative measurements.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T42049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Amalia Fajarini
Abstrak :
Prevalensi status kurang gizi/ kurus pada remaja masih tinggi dan meningkat pada negara berkembang. Permasalahan status gizi kurang lebih banyak terjadi pada remaja laki-laki daripada remaja perempuan. Hal ini juga terjadi di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2007 dan 2013. Status gizi kurang pada remaja akan memengaruhi produktivitas dan prestasi baik saat remaja maupun dewasa nanti. Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah asupan energi dan zat makronutrien. Penelitian ini menggunakan studi potong lintang untuk mengetahui hubungan antara status gizi kurang pada remaja laki-laki usia 16-18 tahun dengan asupan energi dan makronutrien. Jumlah subjek penelitian adalah sebesar 50 remaja laki-laki usia 16-18 tahun di Jakarta. Data status gizi diperoleh melalui pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan usia yang diplot pada tabel Z-Score. Data mengenai asupan energi dan makronutrien diperoleh menggunakan metode 24 hour food recall dan food record selama 3 hari, kemudian diambil rerata dari keduanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 22% subjek mengalami status gizi kurang/kurus. Sebagian besar subjek memiliki persentase asupan yang kurang (<80%AKG), yaitu 94% untuk asupan lemak dan energi, 90% untuk asupan karbohidrat, 74% untuk asupan protein. Analisis uji Fisher menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan energi dan zat gizi makro dengan status gizi kurang (nilai p>0,05). Penelitian ini tidak memperhatikan beberapa faktor yang juga dapat mempengaruhi status gizi kurang yaitu aktifitas fisik, lingkungan, status pubertas, pola makan, gaya hidup, status psikologi, pengetahuan dan pola hidup dari orang tua. ......The prevalence of poor nutrition status / underweight in adolescents remains high and is rising in developing countries. Malnutrition/underweight is more common in boys than girls. This phenomena is also occurs in Indonesia based on data Riskesdas 2007 and 2013. Malnutrition/underweight among adolescents will affect both productivity and achievement in adolescence and adulthood. One of factors that affect nutritional status is energy and macronutrients intake. This study uses a cross-sectional study to determine the association of malnutrition status in adolescent males aged 16-18 years with energy and macronutrient intake. The number of research subjects is 50 adolescent males aged 16-18 years in Jakarta. Data obtained through the measurement of nutritional status Body Mass Index (BMI) by age and is plotted on the chart Z-Score. Data on energy intake and macronutrient obtained using 24-hour food recall and a food record for 3 days, then take the average of the two. The results showed that 22% of subjects experienced poor nutrition status / underweight. Most of the subjects had less percentage of intake (<80% AKG), 94% for fat and energy intake, 90% for the intake of carbohydrates, 74% for protein intake. Fisher test analysis showed that there was no association between energy intake and macronutrient with ppor nutritional status (p values> 0.05). This study did not determinedi several factors that can affect the nutritional status ie physical activity, environmental, pubertal status, diet patterns, lifestyle, psychological status, knowledge and lifestyle of the parents.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>