Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Story's relief is a combination of narrative and visual art which function as a communication media for people in the past. It moreover consist of social culture information , story's relief has also left tracks of the methode of an artist for framing the story in visual form. One thing that insteresting in this regard is time dimension visualization. Time dimension is extremely difficult visualized in the form of images without any in the form of the verbal. Yet, the artist of the past were able to overcome these problems by way of a typical visualization without including any verbal information."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fabiola Febrinastri
"
ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang hiasan latar belakang relief cerita Arjunawiwaha di candi Jago, Kedaton dan Surawana. Deretan relief cerita pada bangunan suci yang disebut sebagai ragam hias naratif selain menampilkan tokoh-tokoh utama juga bentuk-bentuk lain yang berupa flora, fauna atau bentuk-bentuk dan elemen-elemen lain. Para seniman pahat sangat mungkin menyertakan hiasan latar belakang ini karena mempunyai fungsi atau menyiratkan simbol tertentu.
Data utama dalam penelitian ini adalah relief cerita Arjunawiwaha yang lengkap penceritaanya, yaitu di candi Jago, Kedaton, Surawana. Selain itu disertakan pula terjemahan kakawin Arjunawiwaha versi I. Kuntara Wiryamartana.
Selanjutnya agar penelitian ini memperlihatkan adanya berbagai variasi dan variasi penggambaran hiasan latar belakang di ketiga bangunan tersebut. Perbedaan-perbedaan ini terjadi walaupun dalam adegan-adegan yang sama. Hal ini berarti kreativitas seniman ikut berperan. Setiap bentuk hiasan latar belakang mempunyai fungsi masing-masing dalam memperjelas adegan yang tengah berlangsung. Hal ini terutama dapat dilihat lewat komponen pelengkap adegan yang variatif. Ada beberapa bentuk komponen pelengkap adegan yang hanya ditampilkan dalam adegan-adegan tertentu. Demikian pula dengan bentuk-bentuk elemen lainnya yang disebut ragam hias adegan. Bentuk ini mempunyai fungsi yaitu sebagai simbol adanya kekuatan gaib dan keberadaan roh nenek moyang.
"
1998
S11826
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Joenoes
"Relief di teras kedua candi induk Panataran berdasarkan penelitian Stein Callenfele dikatakan sebagai relief yang mengikuti jalan cerita dari kakawina Kranayana, yang inti ceritanya adalah penculikan Rukmini oleh Krana . Selain Kranayana terdapat beberapa kakawin lain yang mempunyai inti cerita yang sama, tetapi jika dilihat dari usia kakawin tersebut kebanyakan lebih muda daripada candi induk Panataran. Stein Callenfele sewaktu akan nembandingkan carita dari relief dengan cerita dari kakawin mendapat kesulitan karena kakawin-kakawin mengenai penculikan Rukmini oleh Krana yang ada belum diterjemahkan dari bahasa Jawa kuno ke bahasa Belanda. Sehingga Stein Callenfels hanya menggunakan kakawin Kranayana yang diterjemahkan dengan bantuan R. Ng. Poerbatjaraka. Berdasarkan pendapat dari Stein Callenfels mengenai relief di teras kedua candi induk Panataran, maka diadakan penelitian kembali berupa perbandingan antara relief tersebut tidak hanya dengan kakawin Kranayana, tetapi juga kakawin Hariwansa. Relief di teras kedua candi induk Panataran ini dideskripei kembali secara lebih mendetil, lalu tokah-tokoh dan adegan-adegan yang ada pada relief diidentifikasi, sehingga dapat diadakan perbandingan dengan kakawin Kranayana dan Hariwafa. Mari perbandingan tersebut diketahui bahwa meskipun terdapat beberapa adegan pada panil relief di teras kedua candi induk Panataran yang tidak dapat dite_rangkan oleh kakawin Kranayana atau Hariwansa; tetapi pada dasarnya kakawin Kranayana memang lebih sesuai alur ceritanya dengan alur cerita yang terdapat pada panil relief di teras kedua candi induk Panataran..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S11529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Lidiawati
"Dewi Ladiawati. Relief Cerita Binatang di Kompieks Candi Panataran. (Di bawah bimbingan Hariani Santiko). Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 1992. Di kompleks Candi Panataran terdapat beberapa rangkaian relief cerita binatang, yang dipahatkan di bagian-bagian tertentu suatu bangunan. Relief cerita binatang di kompleks percandian ini ada pada dinding Pendopo Teras, Candi Naga, di bagian belakang area dwarapa1a candi induk, serta pada ketiga dinding kolam. Adegan-adegan yang diwujudkan dalam bentuk relief cerita binatang di kompleks Candi Panataran, sebagian besar terdapat pula dalam kumpulan cerita binatang Jataka, Pancatantra, Hitopadeia, Hikayat Ralila dan Jamina, Tantri, serta cerita Kancil. Tampaknya ada hubungan yang erat antara adegan pada relief dengan adegan yang ada dalam naskah. Apabila pengunjung candi mengamati relief cerita binatang secara cermat, maka akan tampak nilai-nilai kebajikan yang terkandung dalam cerita-cerita tersebut. Nilai-nilai itu sangat berkaitan erat dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, seperti persahabatan, tolong-menolong, dan balas budi; yang merupakan lawan dari sifat iri dan dengki, culas, tamak, serta sifat munafik. Oleh sebab itu cerita binatang menjadi sangat menarik, sehingga banyak orang yang menyenanginya, baik dalam bentuk naskah maupun relief."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S12830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Sebagian dari masa jang lampau rupa-rupanja tidak begitu melindungi tjandi Sadjiwan. Kalau kita sekarang mengundjungi tjandi Sadjiwan, kita akan melihat sebuah bangunan, jang sebagian besar telah mendjadi puing. Kita lebih merasa sajang lagi karena dari bagian2 bangunan jang masih ada, dapat kita lihat bahwa tjandi Sadjiwan bukan sebuah tjandi jang ketjil. Kesan jang timbul pada kita djika berhadapan dengan tjandi Sadjiwan sungguh berbeda dengan kesan jang ditimbulkan oleh sebuah bangunan seperti tjandi Borobudur umpamanja. Kalau kita menudju ke Barobudur dari arah Muntilan umpamanja, dari djauh sudah dapat kita lihat sosok tubuh tjandi itu. Tenang membukit tanpa terpengaruh oleh kekerdilan manusia jang mengerumininja. Dalam kepribadiannja tersimpan rahasia alam semesta. Manusia hanja dapat merasa kagum. Lain pula kesan jang ditimbulkan oleh tjandi Plaosan atau tjandi Loro Djonggrang. Bangunan2 ditempat2 batu berserakan itu melemparkan tantangan kepada kita. Tantangan agar kita membangun kembali kemegahan bangunan2 itu jang sekarang tersimpan dalam batu2 berserakan. Sebaliknja tjandi Sardjiwan tiada dapat menimbulkan rangsang jang demikian itu. Batu2 jang berserakan disekitarnja djelas lebih sedikit daripada jang hilang dari bangunan itu. Bukan rangsang untuk membangun jang ditimbulkan, tetapi rasa putus asa. Akan tetapi, dapatkah rasa demikian itu dibenarkan? Kalaupun tjandi Sardjiwan tidak merupakan_"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1961
S12840
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eggy Gustaman
"Tentang penggambaran tokoh bersorban berdasarkan relief cerita pada candi Jago, Induk Penataran, Pendopo Teras Pertama Penataran, Tegalwangi, Surawana dan Jawi. Untuk memisahkan tokoh bersrban itu ke dalam golongnnya masing-masing, maka ciri ikonografisnya harus benar-benar diperhatikan yang ditandai dengan kode variasi. Setelah tokoh-tokoh bersorban itu dipisahkan berdasrakan kombinasi variasi yang ternyata berjumlah 17, diketahui tokoh bersorban lebih banyak kesamaan ciri ikonografis terutama pada bentuk badan, bentuk sorban dan jenis bakaian yang dikenakan. Untuk ciri dengan adanya kumis dan jenggot hanya digunakan untuk ciri tambahan, kerena pada tokoh bersorban ini terdapat karakter tokoh wanita yang sudah pasti tidak berkumis dan berjenggot. Dari hasil penggolongan dan perbandingan dominasi penggambaran tokoh bersorban pada relief di candi-candi masa Singhari dan Majapahit ini, dapat terlihat bahwa tokoh bersorban yang diidenfikasi sebagai pertapa wanita merupakan tokoh yang paling banyak digambarkan dalam panil relief pada candi-candi masa Singhasari dan Majapahit dibandingkan tokoh-tokoh bersorban lainnya yang diidenfikasi sebagai rsi, pertapa pria dari suatu pertapaan dan pertapa pria di luar pertapaan..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S11830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Sulaeman
"
ABSTRAK
Relief-relief yang dipahatkan pada kepurbakalaan abad 10 - 15 Masehi di Indonesia bergaya naturalis, dinamis maupun tokoh pipih adalah merupakan salah satu hiasan ornamental. Hal ini sesuai di dalam kitab Manasara, yang di dalamnya tidak mengatur ketentuan tentang jenis yang dipahatkan pada suatu bangunan suci, hanya disebutkan bahwa bangunan suci dapat diberi hiasan agar terlihat indah.
Berdasarkan latar belakang permasalahan penelitian, timbulah pertanyaan penelitian sebagai berikut, Apakah sebagai hiasan ornamental, relief cerita terlepas dan aturan-aturan yang ada dalam masyarakat pendukungnya ?
Metode yang digunakan untuk menjawab portanyaan penelitian diatas adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan pustaka yang relevan dan memanjang data di lapangan 2. Studi lapangan dan perekaman data di lapangan. 3. 1nterpretasi data. Alasan dipilihnya kepurbakalaan abad 10 - 15 masehi dalam penelitian adalah sebagai berikut : a. Jenis-jenis relief cerita yang terdapat dalam periode ini lebih beragam. B. Kepurbakalaan yang berasal dari periode ini lebih banyak dihiasi oleh relief cerita. Hasil akhir dari penelitian ini adalah, walaupun hanya sebagai hiasan ornamental, relief cerita ternyata dalam pemahatannya memiliki kecenderungan-kecendenmgan sebagai berikut, 1. Dalam hal penempatan di bangunan, relief cerita tokoh manusia selalu ditempatkan lebih utama ( di atas) dibandingkan relief cerita tokoh binatang. Seandainya relief cerita tokoh manusia dan binatang pada sebuah bangunan, ada dalam posisi yang sejajar maka proporsi ruang yang diberikan pada cerita tokoh mamusia lebih besar dibanding cerita binatang. 2. Dalam hal arah pembacaan, baik relief cerita tokoh manusia maupun binatang adalah prasawya. Hal ini dimungkinkan karena tema cerita pada masa Jawa Timur adalah ruwat. Teori lain menyebutkan kebiasaan tulis dan baca sutra Jawa Kuna diterapkan dalam pembacaan relief 3. Dalam hal jumlah adegan, relief cerita tokoh manusia lebih banyak ( 463 adegan dari 15 cerita) sedangkan relief cerita tokoh binatang hanya 61 adegan dari 11 cerita. Hal ini sangat dimungkinkan karena seniman pada masa itu telah mengenal asas tema dan tata jenjang.
"
1997
S11759
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"ABSTRAK
Public archeology can't be understood as a narrow-minded view point as an archaelogical research and their object's presentation and representation at the public only. However, public archeology must be understood more widely as an archaelogical view poinr for understand the public requirements and importance. These discipline have an important meaning for the socialization of supreme culture values at the past. On the future, those values will be reinforcing the national cultural identities from the foreign cultural influence. In order to those purpose, public role, active and seletive creativity in the foreign culture adoption without leaving any cultural identity, will be necessary"
Medan: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata - Balai Arkeologi Medan,
930 BAS
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library