Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Surabaya: Jawa pos Institute of Pro-otonomi , 2005
352 INO
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Schulte Nordholt, Henk, 1953-
Singapore: NUS Press, 2007
320.959 8 NOR b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1999
352.02 UND (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fernandez, Johanes
Abstrak :
BERDISKUSI tentang otonomi daerah, kita tidak dapat memisahkannya dari pembagian ke-wenahgan dan wilayah di dalam suatu hegara. Penyerahan otonomi daerah me-miliki perbedaan antara satu negara dengan negara yang lain, pembagian kewenangan yang dianut oleh negara kesatuan akan jauh berbeda dengan negara federasi atau serikat
1992
JIIS-2-1992-26
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sugihartoyo
Abstrak :
Reformasi yang terjadi dalam tatanan kehidupan politik dan pemerintahan di Indonesia, yang ditandai dengan Iahirnya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, telah mendorong beberapa perubahan, diantaranya adalah perubahan pemerintahan yang sentralistik menjadi desentralistik (Otonomi Daerah). Penataan ruang yang merupakan produk kebijakan yang dirumuskan di dalam UU No. 24 tahun 1992, menggariskan bahwa rencana tata ruang antar daerah, Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota, dibuat berjenjang hirarkis, rencana di daerah bawahan merupakan penjabaran rencana daerah atasan, implikasinya adalah keterbatasan bagi daerah di bawahnya untuk mengembangkan daerahnya. Hal semacam ini bertentangan dengan paradigma pada era otonomi saat ini, bahwa dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengganti UU No. 22/1999, daerah mempunyai otonomi penuh untuk mengelola daerahnya untuk mensejahterakan masyarakatnya. Adanya ketidakkonsistenan antara UU No. 24 Tahun 1992 dengan UU No. 32 Tahun 2004 dalam kegiatan penataan ruang, menyebabkan peranan UU No.24/1992 tentang Penataan ruang tidak akan optimum dan tampaknya perlu ditinjau lagi, mengingat paradigma saat ini berbeda dengan paradigma yang berlaku pada saat UU No. 24/1992 disusun. Di dalam penataan ruang di daerah, baik kebijakan penataan ruang maupun kebijakan otonomi dengan paradigmanya masing-masing mempunyai implikasi positif dan negatif. Untuk solusi masalah ini, hal-hal yang bersifat positif dari kedua kebijakanlah yang diiadikan prinsip untuk mengakomodasi berbagai kepentingan di daiam penataan ruang. Mengingat otoritas daerah saat ini, solusi hanya dapat dilakukan dengan prinsip koordinasi untuk memadukan dan mensinkronkan beberapa rencana atau keinginan daerah dalam penataan ruang, terutama daerah yang berbatasan. Implikasi terhadap kebijakan penataan ruang yang dirumuskan di dalam UU 24/1992 adalah perlunya revisi beberapa substansi UU terutama yang paradigmanya masih bersifat sentralistik.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahd. Fahmi Zendrato
Abstrak :
Tulisan ini menganalisis konsep pemekaran daerah otonomi baru berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan selanjutnya melakukan tinjauan terhadap keberlanjutan pembentukan daerah otonomi baru provinsi kepulauan nias. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Daerah otonomi baru dapat lahir sebagai perwujudan terjadinya penggabungan hingga pemekaran suatu daerah. Esensi dilakukannya pemekaran daerah ialah untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pelayanan publik berdasarkan asas desentralisasi. UU No. 23 Tahun 2014 menjadi landasan yuridis pembentukan daerah otonomi baru dan selanjutnya diatur dalam PP No. 78 Tahun 2007. Persyaratan dalam pemekaran daerah diantaranya: 1) persyaratan dasar kewilayahan; 2) persyaratan dasar kapasitas daerah; dan 3) persyaratan administratif. Masyarakat Kepulauan Nias dan pemerintah Kepulauan Nias menyetujui pemekaran daerah mendorong BPP-PKN untuk mengupayakan terealisasinya pembentukan daerah otonomi baru Provinsi Kepulauan Nias. Kepulauan Nias telah memenuhi seluruh persyaratan untuk melakukan pemekaran. Proses rancangan pembentukan daerah otonomi baru Provinsi Kepulauan Nias telah sampai pada pembahasan di tingkat pusat antara pemerintah dan DPR. Adapun yang menjadi kendala terhambatnya pemekaran wilayah disebabkan oleh landasan teknis terkait pemekaran yang masih diuji relevansinya dengan UU No. 23 Tahun 2014 serta penundaan pemekaran wilayah yang dilakukan pemerintah saat ini dikarenakan bukanlah menjadi program kerja prioritas. ......This paper analyzes the concept of the expansion of a new autonomous region based on applicable laws and regulations and then reviews the sustainability of the formation of a new autonomous region in the Nias Islands province. This thesis uses doctrinal research methods. New autonomous regions could be born as a manifestation of the merger or expansion of a region. The essence of regional expansion is to achieve effectiveness and efficiency of public services based on the principle of decentralization. Law No. 23 of 2014 became the juridical basis for the formation of new autonomous regions and was further regulated in the Government Regulation No. 78 of 2007. Requirements for regional expansion include: 1) basic regional requirements; 2) basic regional capacity requirements; and 3) administrative requirements. The people of the Nias Islands and the government of the Nias Islands agreed to regional expansion, encouraging BPP-PKN to strive for the realization of the creation of a new autonomous region for the Nias Islands Province. The Nias Islands have fulfilled all the requirements for expansion. The design process for the formation of a new autonomous region for the Nias Islands Province has reached discussions at the central level between the government and the House of Representatives. The obstacles to regional expansion are caused by the technical basis related to expansion which is still being tested for its relevance to Law No. 23 of 2014 and the current government's postponement of regional expansion because it is not a priority work program.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bisman Bhaktiar
Abstrak :
Pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan daerah otonom di Indonesia sejak awal kemerdekaan sampai dengan masa pasca reformasi diwarnai dengan pasang surut perkembangannya, baik dari aspek konsep, bobot atau besaran urusan pemerintahan yang terbagi untuk Pemerintah dan daerah otonom serta kecenderungannya ke arah sentralisasi atau desentralisasi. Berkaitan dengan itu, penelitian ini melakukan kajian terhadap bagaimana dinamika pengaturan tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan daerah otonom serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Oleh karena itu, penelitian ini mendeskripsikan desentralisasi dan otonomi daerah serta pembahasan tentang pengaturan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan daerah otonom dalam undang-undang dasar dan undang-undang, mulai saat Indonesia merdeka hingga saat ini. Dari penelitian ini menunjukkan telah terjadi dinamika pengaturan dan kondisi yang melatarbelakanginya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengaturan tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan daerah otonom di Indonesia, diantaranya adalah kondisi sosial dan politik, perubahan konstitusi dan politik hukum. Kondisi sosial dan politik yang berkembang, sangat berpengaruh pada pengaturan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan daerah otonom. Pada konfigurasi politik yang demokratis dan terdapat keseimbangan diantara kekuatan politik, maka hubungan Pemerintah dan daerah otonom akan cenderung desentralisasi. Namun sebaliknya, pada konfigurasi politik yang tidak demokratis atau otoritarian maka hubungan Pemerintah dan daerah otonom cenderung sentralisasi.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26625
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Salomo, Roy Valiant
Abstrak :
The year 1999 has been marked as the reform era where the old law on regional autonomy has been replaced with the new ones, i.e. Law Number 22 Year 1999 and Law Number 32 Year 2004. These two new laws have promoted the emergence of new local governments throughout Indonesia, as a process of amalgamation. Between 1999 and 2007 there were 173 new local governments emerged. The assumption that amalgamation will bring more fund and development to the new region (local government) has been the reason why this phenomenon emerged. The Municipality of Sambas is one of the examples. This study has been conducted according to Government Regulation Number 129 Year 2007, to find out whether the Municipality of Sambas was feasible to be amalgamated into three Municipalities. The result of the study shows that based on the indicators stated in Government Regulation Number 129 Year 2007, the amalgamating is not feasible.
Depok: Universitas Indonesia, Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, 2008
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>