Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 32 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lathiefah Widuri Retyaningtyas
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana gerakan feminis transnasional membingkai isu-isu perempuan dalam hubungan internasional. Gerakan feminis transnasional adalah gerakan untuk memajukan hak asasi perempuan yang bekerja serentak baik pada tingkat lokal, nasional maupun global. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus tunggal terhadap Delhi Gang-Rape 2012. Dengan menggunakan perspektif feminis transnasional, penelitian ini menunjukkan bahwa gerakan feminis transnasional berhasil menimbulkan kesadaran terhadap hak-hak dan perlindungan perempuan khususnya dalam isu melawan perkosaan, turut mendorong terjadinya perubahan kebijakan di India dalam meredefinisikan dan mereformasikan hukum serta undang-undang mengenai perkosaan, turut mempelopori penggunaan media sosial sebagai mesin penggerak ekspresi perlawanan terhadap perkosaan. Kemampuan feminis transnasional memengaruhi media massa nasional dalam mengadvokasi isu perkosaan sebagai kejahatan kemanusiaan telah berhasil mendorong perubahan struktur birokrasi di India. Dengan begitu gerakan feminis transnasional menjadi salah satu aktor HI non-negara yang dapat mempengaruhi interaksi di tingkat lokal, nasional dan maupun global.Kata kunci: Feminis Transnasional, Perkosaan, Perkosaan Berkelompok. ...... This study aims to analyze how transnational feminist movements frame women 39 s issues in international relations. The transnational feminist movements is a movement to promote the rights of women working simultaneously at the local, national and global levels. This study utilizes qualitative methods with a single case study of the 2012 Delhi gang rape. Employing a transnational feminist perspective, this study shows that transnational feminist movements succeeded in raising awareness of women 39 s rights and protection, especially on the issue of rape. Transnational feminist movements have also contributed to policy changes in India in redefining and reforming laws on rape, as well as pioneering the use of social media as a medium for expression against rape. The ability of transnational feminists to influence national mass media in advocating the issue of rape as a crime against humanity has succeeded in inducing change in bureaucratic structures in India. Thus, the transnational feminist movement has become a non state actor in IR capable of influencing interaction at the local, national and global levels.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T51525
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ehrlich, Susan
London: Routledge, 2001
345.73 EHR r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Savino, John O.
Amsterdam: Elsevier, 2011
363.25 SAV r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anjani Murti Indra Hapsari
Abstrak :
Sikap menyalahkan korban pemerkosaan yang berkembang di masyarakat menjadikan pemerkosaan salah satu jenis kejahatan yang paling banyak tidak dilaporkan. Penerimaan masyarakat terhadap mitos pemerkosaan dipengaruhi oleh pandangan yang konservatif, seperti peran gender seksis pada budaya patriarkal yang lahir dari ajaran agama yang kuat di masyarakat. Berbagai penelitian berusaha mengungkap peran religiusitas terhadap penerimaan mitos pemerkosaan dan menemukan bahwa religiusitas pada mahasiswa pria memiliki korelasi dengan penerimaan mitos pemerkosaan. Penelitian ini menguji adanya hubungan antara penerimaan mitos pemerkosaan dan religiusitas pada mahasiswa pria di Jakarta dan sekitarnya dan menemukan adanya hubungan negatif yang signifikan (r = -0,150*; p = 0,022; LoS = 0,05). Peneliti menyarankan penelitian lebih lanjut dan intervensi untuk mengurangi berkembangnya penerimaan mitos pemerkosaan khususnya di institusi pendidikan. ......Blaming the rape victims is one issue that evolved in our society, making rape as one of the criminal scenes most underreported. Rape myth acceptance is influenced by conservative beliefs, such as sexist gender role in patriarchy culture that was born from strong religious core in certain community. Several studies were conducted to examine the relationship between rape myth acceptance and religiosity and most found that religiosity in male college students correlated with rape myth acceptance. This research is held to find the connection between rape myth acceptance and religiosity in male college students in Jakarta and the surrounding areas and found significant negative correlation (r = -0,150*; p = 0,022; LoS = 0,05). Researcher suggested further studies to be conducted and also intervention to decrease the development of rape myth acceptance, especially in educational settings.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nike Nadia
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memaparkan kompleksitas pengalaman perempuan yang mengalami tindak pemaksaan hubungan seksual tanpa cara kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik melalui berbagai cara oleh kekasihnya, seperti bujuk rayu, janji palsu, dan tipu muslihat dalam sistem hukum pidana Indonesia, khususnya pasal 285 KUHP yang membahas tentang perkosaan. Pengaturan terkait marital rape dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak menjadi fokus analisis mengingat studi kasus penelitian adalah pada relasi pacaran. Dalam menganalisis permasalahan kekerasan seksual dalam relasi pacaran, penulis menggunakan teori the continuum of sexual violence dari Liz Kelly dan feminist legal methods dari Bartlett. Metode penelitian adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif berperspektif feminis. Melalui penelitian ini, penulis berargumentasi bahwa pengalaman perempuan yang mengalami pemaksaan hubungan seksual yang dicapai tanpa cara kekerasan fisik oleh kekasihnya berpotensi untuk tidak terdokumentasikan oleh hukum karena sempitnya definisi hukum tentang perkosaan di Indonesia. Padahal, perempuan yang menjadi korban mendapat dampak yang sangat buruk dari tindak perkosaan tersebut. Sebagai implikasi, akses perempuan untuk mendapat keadilan dan pemulihan tidak terjamin dalam kerangka hukum Indonesia. Dengan demikian, rumusan tindak pidana terkait perkosaan sudah seharusnya mengalami proses redefinisi yang memiliki keberpihakan bagi perempuan korban. ABSTRACT
This study aims to describe the complexity of women experience in the rape case by the act of non- physical violent by her lover, such as seduction and false promise. The study see this problem through the legal system in Indonesia, especially article 285 of the Criminal Code (KUHP) which discusses about rape. Article related marital rape in Law Number 23 of Year 2004 Regarding Elimination of Domestic Violence is not the focus of analysis considering the case study research is on dating relationships. For analyzing the problem, the author uses the continuum of sexual violence theory by Liz Kelly and feminist legal methods from Bartlett. The research method is case study with qualitative approach with feminist perspective. Through this study, the authors argue that the experience of women who have forced nonviolent sexual intercourse has the potential to be undocumented by the law because of the narrowness of the legal definition of rape in Indonesia. As an implication, the fulfillment of the rights of women victims to get protection is not guaranteed within the framework of Indonesian law. Thus, the formulation of criminal offenses related to rape should have undergone a redefinition process.
2018
T51106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alwiyah Sylvia
Abstrak :
Mitos pemerkosaan adalah sikap dan kepercayaan yang secara umum keliru namun diterima secara luas serta terus dipertahankan, dan berfungsi untuk menyangkal terjadinya agresi seksual serta membenarkan agresi seksual laki-laki terhadap perempuan. Sementara itu seksisme adalah konsep yang menekankan dua komponen yaitu rasa benci atau permusuhan terhadap perempuan dan sikap positif yang subjektif terhadap perempuan terkait idealisasi peran gender tradisional perempuan. Penyebaran seksisme dan mitos pemerkosaan salah satunya adalah melalui internet, di mana konten seksisme dan pemerkosaan ditampilkan dalam bentuk lelucon yang menghina atau disparagement humor. Pada penelitian ini, kami menguji apakah terdapat hubungan antara seksisme dengan penerimaan mitos pemerkosaan pada penikmat lelucon dunia maya. ......Rape myths are attitudes and beliefs that are generally false but are widely and persistently held, and that serve to deny and justify male sexual aggression against women. While sexism is a concept that emphasized two components, which are of hostility towards women and the subjectively positive attitude of the endorsement of the female traditional gender roles. Sexism and rape myth acceptance could spread in many ways, one of them would be through the internet where sexist and rape related content are told and retold in a form of disparagement humor. The current research focused on measuring whether there is a relationship between sexism and rape myth acceptance among people who enjoys online humor.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67521
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choky R. Ramadhan
Depok: University of Indonesia, Faculty of Law, 2018
340 UI-ILR 8:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Natarudin
Abstrak :
Penelitian mengenai Penyidikan Tindak pidana perkosaan di Polda Metro Jaya bertujuan untuk menunjukkan proses penyidikkan tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh tim penyidik Ruang Pelayanan Khusus selaku aparatur penegak hukum bagian dari sub system peradilan pidana. Adapun permasalahan yang diteliti adalah mengenai penyidikan tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh tim Ruang Pelayanan Khusus. Ruang lingkup masalah penelitian mencakup mengenai proses penyelidikan dan penyidikan termasuk di dalamnya adalah tindakan-tindakan penyidik tim Ruang palayanan khusus dalam penanganan tindak pidana perkosaaan, manajemen operasional penyidikkan, faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyidikan, pola-pola hubungan yang terjadi dalam proses penyidikan dan fakta-fakta empiris yang ditemukan dalam penanganan korban perkosaan oleh penyidik tim Ruang Pelayanan Khusus. Dengan Fokus penelitian dalam tulisan tesis ini adalah penyidikan tindak pidana perkosaan oleh Tim Ruang pelayanan khusus Polda Metro Jaya. Proses penyidikan adalah serangkaian tugas penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam Undang - Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkal pelaku tindak pidana. Dalam proses penyidikan tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh anggota Tim Ruang pelayanan khusus Polda Metro Jaya ditemukan beberapa hal spesifik antara lain dalam hal pembuktian medis terhadap tindak pidana perkosaan, pemeriksaan terhadap korban perkosaan dan timbul suatu pertanyaan kenapa dalam Tim ruang pelayanan khusus tersebut semua penyidiknya Polisi Wanita (Polwan). Hal tersebut dapat diabstraksikan diantaranya adalah bahwa pembuktian secara medis kedokteran adalah mutlak diperlukan untuk membuktikan apakah benar korban tersebut merupakan korban dari tindak pidana perkosaan dan juga ditemukan rasa traumatic korban terhadap peristiwa yang dialaminya, serta jawaban dari pertanyaan tersebut adalah agar dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik Polwan (Tim Ruang pelayanan khusus) korban tidak merasa canggung/korban dapat menerangkan secara gamblang mengenai peristiwa yang dialaminya. Selain itu karena kesamaan jender dalam hal ini rasa traumatic korban dapat dinetralisir oleh anggota Tim Ruang pelayanan khusus yang dalam hal ini juga dapat sebagai konseling. Namun demikian dalam proses penyidikan terhadap tindak pidana perkosaan yang dilakukan oleh anggota Tim Ruang pelayanan khusus bukan berarti berjalan dengan mulus begitu saja. Pengetahuan, pengalaman dan perasaan sesama perempuan yang dimiliki oleh anggota Tim Ruang pelayanan khusus dalam hal penyidikan sangatlah membantu untuk mengungkapkan suatu tindak pidana perkosaan. Tindakan Tim Ruang pelayanan khusus tersebut tidak hanya berhenti sampai dengan selesainya proses penyidikan/ setelah berkas perkara dan tersangkanya dilimpahkan kepada Penuntut Umum namun penyidik masih berusaha untuk merehabilitasi perasaan traumatic dan medis dan memberikan jaminan keamaan/keselamatan korban dan keluarganya. Dalam tesis ini ditunjukkan bahwa tindakan penyidik Tim Ruang pelayanan khusus Polda Metro Jaya secara formal telah mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Kapolri tentang proses penyidikan tindak pidana dan Petunjuk Tehnis (Juknis) Kapolri tentang penyelidikan Reserse. Selain hal tersebut penyidik Tim Ruang pelayanan khusus dalam melakukan penyidikan tindak pidana perkosaan juga mengikuti pada pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diinfentarisir bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penyidik dalam penanganan korban perkosaan dihadapkan oleh rasa traumatic korban sehingga dibutuhkan kesabaran dari penyidik untuk menciptakan nuansa pemeriksaan yang tidak diliputi perasaan takut, cemas dan emosional yang tidak menentu. Untuk dapat melaksanakan proses penyidikan tindak pidana perkosaan secara professional, benar dan adil serta dapat memberikan jaminan keamanan dan perlindungan baik terhadap korban maupun saksi-saksi maka dibutuhkan seorang penyidik yang memiliki pengetahuan tentang tindak perkosaan, pembuktian medis, pemahaman mengenai psikologi individu. Selain pengetahuan tersebut juga diharapkan penyidik Tim Ruang pelayanan khusus juga dapat melakukan kerjasama dengan paramedis/dokter, unit-unit lain yang terkait dalam membantu pengungkapan kasus serta sub system CJS (criminal justice system) lainnya tidak dapat lepas dari keberhasilan dalam pengungkapan kasus secara benar dan adil. Sehingga diharapkan bahwa kasus perkosaan tersebut dapat terselesaikan secara tuntas dan dapat memenuhi rasa keadilan dari korban.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11093
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paskah Anggelika
Abstrak :
Penelitian ini akan mengkaji mengenai keberhasilan gerakan anti pemerkosaan di India dalam mendorong amandemen undang-undang hukum pidana India pada tahun 2013. Gerakan ini muncul setelah terjadinya kasus pemerkosaan yang terjadi pada seorang mahasiswi berumur 23 Tahun yang bernama Jyoti Singh. Insiden tersebut telah memunculkan protes besar dari masyarakat India terhadap kasus pemerkosaan yang sering terjadi kepada perempuan India. Mereka menuntut pemerintah untuk dapat memberikan perlindungan kepada perempuan sehingga peristiwa serupa tidak terulang kembali. Gerakan ini juga meminta pemerintah untuk mempertegas sistem hukum terkait pemerkosaan, khususnya undang-undang hukum pidana. Terdapat tuntutan kepada pemerintah untuk melakukan amandemen terhadap undang-undang pidana yang mengatur hukuman terhadap pelaku pemerkosaan. Mereka meminta agar para pelaku bisa mendapatkan hukuman maksimal yaitu hukuman mati. Pada akhirnya gerakan ini berhasil mendorong pemerintah untuk mengamandemen undang-undang hukum pidana tersebut pada tahun 2013. Dalam mengkaji keberhasilan gerakan anti pemerkosaan ini, penulis menggunakan teori struktur kesempatan politik, mobilisasi sumber daya, dan framing. Penelitian ini juga akan menggunakan metode penelitian kualitatif. ...... This study will examine the success of the anti rape movement in India in pushing for an amendment of Indian criminal law in 2013. This movement emerged after the rape case that occurred in a 23 year old student named Jyoti Singh. The incident has sparked massive protests from Indian society over the frequent rape case against Indian women. They demanded the government to provide protection for women so that similar events do not happen again. The movement also asked the government to reinforce the legal system related to rape, particularly in criminal law. There was a demand to the government to amend the criminal law that governs the punishment of perpetrators of rape. They asked that the perpetrators can get the maximum sentence of death penalty. In the end, the movement succeeded in encouraging the government to amend the criminal law law in 2013. In examining the success of this anti rape movement, the author uses the theory of opportunity politics structure, resource mobilization, and framing. This research uses qualitative method.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S68670
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Oktaviani
Abstrak :
Viktimisasi Sekunder merupakan suatu proses dimana korban mengalami kembali proses menjadi korban ketika bersentuhan dengan sistem peradilan pidana (formal) dan masyarakat (informal). Penulisan ini bertujuan untuk melihat pengalaman viktimisasi sekunder perempuan korban perkosaan, dampaknya terhadap korban, dan bagaimana viktimisasi sekunder tersebut bisa terjadi, yang direpresentasikan dalam serial Netflix Unbelievable. Penulisan ini menggunakan teori feminis radikal dan metode analisis isi kualitatif dalam menganalisis serial tersebut yang terdiri dari 8 episode. Hasil analisis menunjukkan bahwa perempuan korban perkosaan telah mengalami pengalaman buruk seperti dieksklusikan dari hukum, diragukan dan dipertanyakan kredibilitasnya, tidak dipercaya, direndahkan, diintimidasi, diancam, dan dipaksa mengakui bahwa ia berbohong. Pengalaman tersebut merupakan bentuk dari viktimisasi sekunder yang kemudian membuat korban mengalami berbagai dampak negatif dalam hal psikologis, relasional, dan finansial. Viktimisasi sekunder yang dialami korban terjadi karena adanya penerimaan rape myth yang menganggap perempuan berbohong terkait perkosaan yang dialaminya (she lied). Hasil analisis juga menunjukkan bahwa serial ini telah mematahkan rape myth lainnya yang meliputi perempuan ingin diperkosa dan menikmatinya (she enjoy rape); dan perempuan memprovokasi perkosaan melalui pakaian dan perilaku mereka (she asked to be raped). Pada akhirnya, analisis juga menunjukkan bahwa akar dari segala penderitaan perempuan korban perkosaan adalah patriarki yang sudah melembaga dalam setiap aspek kehidupan. ......Secondary Victimization is a process where victims experience the process of being victims again when they come into contact with the criminal justice system (formal) and society (informal). This writing aims to look at the experience of secondary victimization of rape victims, their impact on victims, and how this secondary victimization can occur, which is represented in the Netflix series Unbelievable. This writing uses radical feminist theory and qualitative content analysis methods in analyzing the series which consists of 8 episodes. The results of the analysis show that women victims of rape have experienced bad experiences such as being excluded from the law, doubting and having their credibility questioned, distrusted, humiliated, intimidated, threatened, and forced to admit that they lied. This experience is a form of secondary victimization which then makes the victim experience various negative impacts in terms of psychological, relational, and financial. The secondary victimization experienced by the victim occurs because of the acceptance of the rape myth which assumes that women lied about the rape they experienced. The results of the analysis also show that this series has broken other rape myths which include women enjoying rape; and women asked to be raped. In the end, the analysis also shows that the root of all the suffering of women victims of rape is patriarchy which has been institutionalized in every aspect of life.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>