Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kyra Bestari Wicaksono
Abstrak :
Penelitian mengenai mikroplastik pada teripang Holothuria leucospilota Brandt, 1835 , air, dan sedimen di Pulau Rambut, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta bertujuan untuk mengetahui jumlah dan jenis mikroplastik pada teripang, mengetahui korelasi antara jumlah mikroplastik pada organ respirasi, saluran pencernaan, sedimen yang dikonsumsi teripang, air, dan sedimen. Sampel teripang, air, dan sedimen diambil dari 3 stasiun berbeda, yaitu pada wilayah barat, timur, dan selatan Pulau Rambut. Analisis jumlah mikroplastik dilakukan dengan cara mengisolasi mikroplastik pada setiap sampel. Isolasi pada sampel teripang dilakukan dengan melarutkan organ respirasi dan saluran pencernaan di dalam larutan HNO3, sementara sampel air, sedimen, dan sedimen yang dikonsumsi dilakukan dengan cara pemisahan berdasarkan ukuran dan massa jenis dengan perendaman dalam larutan NaCl jenuh. Berdasarkan hasil yang diperoleh, organ respirasi mengandung jumlah film tertinggi dibandingkan organ lainnya, yaitu 4,7 partikel/g. Fiber dominan pada saluran pencernaan dan sedimen didalamnya, yaitu 2,34 dan 1,4 partikel/g secara berturut-turut. Rata-rata jumlah mikroplastik di air dan sedimen yaitu, 21,5 partikel/L air laut dan 15.420 partikel/kg sedimen kering. Mikroplastik jenis film dominan pada sampel air, sedangkan fragmen dominan pada sedimen. Terdapat korelasi antara jumlah mikroplastik pada organ respirasi dengan air; sedimen dengan sedimen yang dikonsumsi; fiber, film, dan granula pada sedimen yang dikonsumsi dengan saluran pencernaan. ...... The research on microplastic in the Sea Cucumber Holothuria leucospilota Brandt, 1835 , Water, and Sediment at Rambut Island, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta aims to determine the amount and types of microplastic in sea cucumbers, the correlation of microplastic amount in the sea cucumber rsquo s respiratory organ, intestine, sediment consumed by the sea cucumber, water, and sediment. Microplastic polymeres were also identified. Samples of sea cucumbers, water, and sediments were collected from 3 different stations, which were the west, east, and south region of Rambut Island. The analysis of microplastic amount and types was done by isolating microplastics in each sample. The sea cucumber rsquo s respiratory organ and intestine was dissolved in HNO3, whereas separation by size and density by immersion in saturated NaCl solution was performed on the consumed sediment, water, and sediment samples. The respiratory organ contained the most amount of film, i.e. 4,7 particles g. Fiber were dominant in the intestine and the consumed sediment, i.e. 2,34 and 1,4 particles g respectively. The average amount of microplastic in water and sediment samples were 21,5 particles L sea water and 15.420 particles kg dry sediment. Film was dominant in water, while fragment was dominant in sediment. There was a correlation between the amount of microplastic in the respiratory organ and water sediment and consumed sediment fiber, film, and granule in the consumed sediment and intestine.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvianita Timotius
Abstrak :
Pulau Rambut adalah salah satu pulau dalam gugusan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Sejak tahun 1937 telah berfungsi sebagai area konservasi yaitu cagar alam. Terhitung Mei 1999 statusnya diubah menjadi suaka marga pulau Rambut melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 275/Kpts-II/1999. Baik sebagai cagar alam maupun suaka margasatwa, fungsi perlindungan dijalankan dengan pertimbangan utama adalah melindungi burung-burung yang tinggal di pulau tersebut. Pulau ini mendukung lebih dari 50 jenis burung, baik burung merandai maupun burung-burung lain. Beberapa jenis burung di antaranya masuk dalam kategori satwa yang dilindungi serta ada pula yang masuk dalam satwa yang terancam punah. Salah satu pertimbangan penurunan status adalah pengembangan P. Rambut untuk wisata. Untuk mengelola pulau dari status cagar alam (sangat ketat) ke suaka margasatwa (menjadi lebih terbuka) berarti dibutuhkan pengelolaan yang tepat. Dengan fungsi yang besar namun berbagai kendala yang dihadapi dibutuhkan keterlibatan banyak pihak serta pengelolaan yang mempertimbangkan berbagai kendala tersebut. Departemen Kehutanan dan Perkebunan, dalam hal ini Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta sebagai pihak yang berkewajiban membuat rencana pengelolaan, belum menetapkan rencana pengelolaan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pihak (pelaku) yang terkait dengan P. Rambut, menganalisis skenario masa depan pulau yang diinginkan para pelaku, mengidentifikasi permasalahan dalam pencapaian masa depan, serta menetapkan prioritas kebijakan yang harus dibuat dan dijalankan untuk menyelesaikan masalah. Pada akhirnya mengajukan secara garis besar usulan pengelolaan P. Rambut. Penelitian ini menggunakan proses hirarki analisis sejak tahap awal berupa identifikasi pelaku hingga tahap penentuan prioritas kebijakan. Data diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner. Kuesioner terbagi dalam dua tahapan (proses depan dan proses balik) yang disebar kepada lima kelompok responden yaitu pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi, masyarakat, dan swasta. Skenario atau masa depan P. Rambut diajukan dalam tiga alternatif, yaitu: 1. Perlindungan burung merandai serta menjalankan wisata dengan pengelolaan pengunjung. Wisata dijalankan dengan melibatkan masyarakat di sekitar pulau sehingga diharapkan masyarakat juga ikut terlibat dalam pengelolaan P. Rambut. Masyarakat yang dimaksud adalah yang ada di P. Untung Jawa, Jakarta serta di Tanjung Pasir, Tangerang. 2. Perlindungan burung merandai serta menjalankan wisata tanpa pengelolaan pengunjung. Wisata dijalankan tanpa pengelolaan dengan pertimbangan meningkatkan pendapatan pemerintah secara maksimal. Selain itu, pengunjung yang datang ke pulau selama ini relatif tidak banyak sehingga dianggap tidak mengganggu kehidupan burung. 3. Perlindungan burung merandai tanpa menjalankan wisata. Dengan status suaka margasatwa maka campur tangan dalam pembinaan habitat diperkenankan. Dengan tujuan hanya melindungi burung, serta menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan maka wisata sama sekali ditiadakan. Analisis menghasilkan prioritas pertama pada skenario 1 yaitu perlindungan burung serta menjalankan wisata. Dalam skala 0-1, skenario ini mempunyai skor 0,621, hampir tiga kali lebih besar dari skenario 3 yang menempati prioritas kedua dengan skor 0,261. Skenario perlindungan tanpa pengelolaan pengunjung hanya memiliki skor 0,118. Skenario 1 menempati prioritas pertama kali di masa yang akan datang akan lebih baik bila masyarakat terlibat langsung. Keterlibatan masyarakat dapat terjadi bila masyarakat mendapatkan nilai lebih dari konservasi itu. Salah satu upaya untuk memberi nilai lebih itu adalah dengan wisata. Dalam pengelolaan P. Rambut, pihak dengan kepentingan paling besar adalah pemerintah (0,278), diikuti oleh masyarakat P. Untung Jawa dan Tanjung Pasir (0,229). Sesuai dengan alasan yang dikemukakan dalam penentuan skenario, para pelaku menilai di masa depan masyarakat di sekitar Pulau Rambut yang sebaiknya memiliki peran paling besar dalam pengelolaan selain pemerintah. Pelaku berikutnya berturut-turut adalah perguruan tinggi, LSM, pengunjung, dan terakhir swasta. Kendala yang harus diselesaikan dalam mencapai skenario pilihan meliputi kendala dari luar pulau, kendala dari dalam pulau, dan kendala pengelolaan. Kendala dari luar berupa (1) pencemaran, (2) berkurangnya area pakan, serta (3) gangguan dari pengunjung. Kendala dari dalam pulau adalah kerusakan hutan serta predator-kompetitor. Kendala pengelolaan terdiri dari (1) minimnya sarana, (2) kesadaran/kepedulian masyarakat yang rendah tentang pentingnya P. Rambut, serta (3) pengelola. Para pelaku menilai permasalahan utama adalah kerusakan hutan (0,192). Pulau Rambut, tepatnya hutan mangrove dan hutan campuran, adalah habitat serta tempat berbiak burung-burung merandai. Kerusakan hutan (yang kini makin meluas) berarti kehilangan tempat tinggal terutama breeding site maka dikhawatirkan mengancam burung-burung di pulau tersebut. Permasalahan berikutnya adalah pencemaran (0,181), penurunan luas area pakan (0,175), rendahnya kepedulian masyarakat (0,143), pengelola (0,110), gangguan oleh pengunjung (0,094), minimnya sarana (0,063), dan terakhir predator kompetitor (0,043). Dalam mengatasi berbagai kendala tersebut di atas, terdapat delapan kebijakan yang perlu dibuat dan diterapkan. Analisis menghasilkan dua kebijakan sebagai prioritas pertama dalam melakukan pengelolaan pulau adalah peningkatan kesadaran masyarakat (0,180) dan rehabilitasi hutan (0,176). Keduanya berkaitan dengan upaya mencegah pencemaran serta upaya rehabilitasi hutan. Kebijakan berikutnya adalah pemberdayaan masyarakat (0,149), penyediaan area pakan (0,117), pembentukan forum kerja sama (0,111), monitoring (0,097), peraturan pengunjung (0,085), dan pembuatan sarana (0,085). Sesuai dengan skenario masa depan P. Rambut yang diharapkan, maka diajukan pengelolaan berupa melindungi burung merandai dengan wisata pengamatan burung. Untuk menjalankan perlindungan bagi burung serta menjalankan wisata maka diperlukan rencana pengelolaan (RP) yang mencakup aspek-aspek teknis. Rencana pengelolaan sebaiknya dibuat secara bersama oleh pihak-pihak terkait. Berarti pemerintah selaku institusi yang bertugas menyusun RP, harus melibatkan pihak-pihak tersebut sejak tahap awal hingga RP selesai. Pelibatan pihak terkait juga harus dilakukan ada dalam keseluruhan rangkaian pengelolaan. Kesimpulan penelitian ini adalah: 1. Terdapat lima kelompok pelaku yang terkait dengan P. Rambut yaitu (1) pemerintah, (2) masyarakat [Tanjung Pasir, Tangerang dan P. Untung Jawa, Jakarta], (3) perguruan tinggi, (4) LSM, dan (5) swasta, secara berurutan menurut prioritas. 2. Para pelaku kebijakan mengharapkan di masa akan datang Pulau Rambut dapat dikelola dengan mempertahankan populasi burung merandai agar relatif stabil dengan kondisi saat ini serta menjalankan wisata dengan menerapkan peraturan kunjungan dan pengunjung. 3. Terdapat delapan kendala yang harus diatasi untuk mencapai masa depan P. Rambut yang diharapkan. Kedelapan kendala tersebut secara berurutan dari prioritas tinggi ke rendah adalah menurunnya luasan hutan habitat burung merandai, pencemaran dari teluk Jakarta, menurunnya area pakan burung merandai, rendahnya kepedulian masyarakat, pihak yang sebaiknya menjadi pengelola, gangguan pengunjung, minimnya sarana, serta predator kompetitor. 4. Kebijakan yang diperlukan untuk mengatasi masalah meliputi 8 kebijakan. Skala prioritas adalah (1) peningkatan kesadaran masyarakat, (2) rehabilitasi hutan, (3) pemberdayaan masyarakat, (4) mempertahankan/menyediakan area pakan burung, (5) pembentukan forum kerjasama antar pihak terkait, (6) monitoring flora dan fauna, (7) Pengaturan kunjungan dan pengunjung, dan (8) penyediaan sarana. 5. Dalam upaya mempertahankan fungsi dan keberadaan Suaka Margasatwa P. Rambut, serta diperkenankannya wisata alam terbatas, maka pengelolaan yang sesuai adalah menjalankan kebijakan berdasar prioritas pilihan pelaku kebijakan serta wisata pengamatan burung. Dari penelitian ini, saran yang diajukan adalah: 1. Pemerintah perlu melibatkan pihak-pihak terkait sejak tahap perencanaan, implementasi pengelolaan, dan evaluasi pengelolaan. 2. Membuat Rencana Pengelolaan P. Rambut, kemudian ditetapkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan agar memiliki kekuatan hukum. 3. Untuk menjalankan pengelolaan secara umum serta secara khusus pengembangan wisata pengamatan burung diperlukan kajian lebih lanjut untuk mendapatkan hal-hal teknis penerapan wisata. 4. Karena lingkup penelitian yang luas, maka studi dengan penerapan proses hirarki analisis perlu dibuat lebih lanjut hingga ke hal-hal teknis.
Rambut Island is one of Thousand islands, North Jakarta. It had been a Strict Nature Reserve since 1937. In May 1999 it has been changed to a Wildlife Sanctury based on Forestry and Aesthetic Crop Ministry Decree No 275/Kpts-II/1999. Both as nature reserve or wildlife sanctuary, the main role of this island is to protect birds that live in. The island supports more than 50 species of birds, encompasses water bird and others. Some of them are categorized as protected animals based on Indonesian law and others as endangered species. One consideration for the changing status was the idea to develop Rambut Island for tourism as well as conservation. it needs good management to manage the island from nature reserve (which is very strict in rule) to wildlife sanctuary that is more open. Rambut Island plays a big function; as a nesting site and a breeding site for birds, but also faces numerous problems. In order to manage the island along with those problems, many stakeholders are needed to take a part. Furthermore those problems become the main focus of the management plan. BKSDA Jakarta is the government's institution in charge and has a role to make the management plan. There is no management plan established so far. The aims of this research are as follows 1. Identifying stakeholders/actors who are related to Rambut Island, 2. Analyzing future scenarios that are chosen by actors, 3. Identifying the problems in order to achieve the scenario, 4. Determining the policy priorities needed then carrying them out to solve problems 5. Proposing the outline of Rambut island wildlife sanctuary management plan. This research uses analytical hierarchy process from first step (identification of the actors) until determination the policy priorities. Data were collected using questionnaire. The questionnaires were divided into two steps (forward scenario and backward scenario) and distributed into five groups of respondents. They were government, non government organization (NGO), university, community and private sector. The following are the forward scenarios of Rambut Island: 1. Protecting water bird, carrying out the tourism and applying regulations for visiting. The tourism is carried out by involving community near the island, so that it becomes a part of the management for protecting the birds. The community encompasses people live in Untung Jawa Island, Jakarta and Tanjung Pasir, Tangerang. 2. Protecting water bird, carrying out the tourism without applying regulations for visiting. The scenario is offered in order to maximize the local income from tourism. The other reason is the number of visitors still low and has not disturbed bird activities. 3. Protecting water bird with no tourism activity. The opportunity for habitat management in wildlife sanctuary gives a better circumstance to full protection for birds and its habitat. Without tourism activity, any disturbance or damage could also be minimized. Result of analysis shows the first priority is on scenario 1 i.e. protecting water bird and running the tourism activity. In scale of one, the score is 0,621. The second priority is scenario 3 with 0,261 and the last with score 0,118 is scenario 2. The first scenario has the highest score because the conservation also has to consider giving value for community, and one way to do that is the tourism activity. The actor who has the biggest part for management of Rambut Island is the government (score 0,278), followed by Untung Jawa and Tanjung Pasir communities (0,229). In the future, the communities as well as the government should act as the main actors in management of Rambut Island. The subsequent actors are university, NGO, tourist and private sector, in respectively. The problems which have to be solved cover the ones come from out of the island, inside the island, and management problem. The problems from out of the island are (1) pollution from Jakarta Bay, (2) decreasing size of feeding ground and (3) disturbance from visitors. The inside problems are (1) forest degradation and (2) predator-competitor. The management problems are (1) poor facilities, (2) lack of community awareness on important values of Rambut Island and (3) institutional problem. The actors define that the main problem is forest degradation (0,192). It is due to the fact that the forest supports birds with nesting site and breeding site. The degradation threatens the life of birds which use the forest. The next problems priorities are pollution from Jakarta (0,181), followed by decreasing size of feeding ground (0,175), lack of community awareness (0,143), institutional problem (0,110), disturbance from visitors (0,094), poor facilities (0,063), and the last is predator-competitor (0,043). The implementation of eight policies is needed as part of management of Rambut Island. The following are the priority given respectively, increasing public awareness (0,180), rehabilitating the forest (0,176), developing capacity of community (0,149), preserving or adding the feeding ground (0,117), making cooperation forum between stakeholders (0,111), monitoring biota (0,097), Appling rules for visitation (0,085) and developing facilities (0,085). According to future scenario for Rambut Island, the ideal management is to protect birds and also to run bird watching activity as tourism part. A management plan should be made and applied, in order to synchronize both activities. The management plan itself, is better made together by stakeholders. This means the government as institution who has the authority to carry out the plan, ideally involves stakeholders from the beginning until the final process of management planning. All related stakeholders are involved in all of the management process. The following are the conclusions of this study: 1. Five groups of stakeholders are involved in Rambut Island. They are government, local community, university, NGOs and private sector, respectively based on priority. 2. Future scenario chosen by all actors is protecting water bird and keeping the population stable with nowadays condition, also running tourism activity by applying visiting rules. 3. There are eight problems have to be solved in order to achieve the future scenario. In priority order are firstly: forest degradation, pollution from Jakarta, decreasing size of feeding area, lack of community awareness, institutional problem, disturbance from visitors, poor facilities, and lastly: predator - competitor. 4. There are eight policies needed to be implemented as part of management of Rambut Island. The priority given respectively to: increase public awareness, rehabilitate the forest, built capacity of community, preserve or add the feeding ground area, make cooperation forum between stakeholders, monitor biota, apply rules for the visiting and develop the facilities. 5. To keep the function and availability of Rambut island wildlife sanctuary, and also allow limited tourism, the appropriate management is to do policies based on actors choices and run bird watching activity. The suggestions of this study are as follows: 1. Government should involve related stakeholders from the first step of planning, implementation and evaluation of the management process. 2. Government together with stakeholders makes the Management Planning for Rambut Island and bring it as a law. 3. Specific study on technical aspects of tourism is needed for implementing the overall management, especially bird watching activity. 4. This study is a big issue; there for a deep analytical hierarchy process study is needed, i.e. looking into technical aspects.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T9395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurma Tsabita Hanifah
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian terkait deteksi dan analisis korelasi dari senyawa naftalena dalam sedimen serta bagian daging teripang hitam Holothuria leucospilota di perairan Pulau Rambut, Pulau Damar Besar, dan Pulau Semak Daun. Sebanyak 76 sampel H. leucospilota dan sedimen dikeringbekukan, dimaserasi menggunakan pelarut n-heksana selama 24 jam, dan diuapkan dengan alat rotary evaporator untuk mendapatkan ekstrak. Ekstrak dari kulit H. leucospilota dan sedimen kemudian dianalisis menggunakan alat U-HPLC. Peak yang dihasilkan kemudian dibandingkan menggunakan larutan standar naftalena. Nilai konsentrasi didapatkan menggunakan regresi linear yang telah dibuat dari data larutan standar naftalena. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh sampel mengandung senyawa polutan naftalena. Konsentrasi senyawa naftalena pada ekstrak sampel H. leucospilota dan sedimen yang tertinggi dari Pulau Rambut dan Pulau Damar Besar berada di bagian selatan. Nilai konsentrasi untuk ekstrak H. leucospilota tertinggi di Pulau Rambut sebesar 28,47 ppm dan Pulau Damar Besar sebesar 10,37 ppm. Nilai konsentrasi untuk ekstrak sedimen tertinggi di Pulau Rambut sebesar 13,16 ppm dan Pulau Damar Besar sebesar 15,70 ppm. Data kemudian dianalisis menggunakan korelasi Spearman. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara konsentrasi senyawa naftalena yang berada di H. leucospilota dan di sedimen dari Pulau Rambut, Pulau Damar Besar, dan Pulau Semak Daun.
Research related to the detection and correlation analysis of naphthalene compound in sediment and flesh of Holothuria leucospilota from Rambut Island, Damar Besar Island, and Semak Daun Island have been carried out. Total 76 samples of H. leucospilota and sediment samples were obtained, macerated with n-hexane solvent for 24 hours, and evaporated with a rotary evaporator machine to obtaine the extracts. Extracts from the flesh of H. leucospilota and sediment were analyzed using the U-HPLC machine. The resulting peak were compared to a standard solution of naphthalene. The concentration value is obtained using a linear regression that has been created from standard solution data of naphthalene. The results showed that all samples contain naphthalene compound. The highest concentration of naphthalene compound in extracts of H. leucospilota samples and sediment of Rambut Island and Damar Besar Island is in the south area. The highest concentration of naphthalene in extract of H. leucospilota from Rambut Island amounted to 28.47 ppm while Damar Besar Island amounted to 10.37 ppm. The highest concentration of naphthalene in extract of sediment from Rambut Island amounted to 13.16 ppm and Damar Besar Island amounted to 15.70 ppm, respectively. Data were analyzed using Spearman correlation. Results showed that there was no correlation between the concentration of naphthalene compounds located in H. leucospilota and in the sediment of Rambut Island, Damar Besar Island, and Semak Daun Island.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Putri Utami
Abstrak :
Karbon di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini memberikan dampak buruk bagi kehidupan manusia. Salah satu langkah untuk mengurangi CO2 di alam adalah dengan meningkatkan jumlah penyerapan CO2, dan hutan mangrove merupakan salah satu tempat penyimpanan CO2 di bumi. Mangrove dapat menyerap CO2 di tegakan mangrove, sedimen, dan fauna mangrove seperti T. palustris. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perbandingan simpanan karbon T. palustris dan sedimen serta pengaruh pH, salinitas, dan suhu terhadap jumlah karbon yang dapat disimpan oleh T. palustris di Pulau Rambut, DKI Jakarta pada tahun 2022 dan 2023. Sampel diambil dari 4 stasiun, lalu sampel cangkang dan tubuh T. palustris dipisahkan. Siput dan sedimen dikeringkan di oven, kemudian ditumbuk menggunakan alu mortar. Sedimen disaring menggunakan sieve net. Cangkang diberi larutan HCl 1N, tubuh dan sedimen di furnace. Perhitungan nilai karbon dihitung menggunakan rumus dari masing-masing sampel. Data yang diperoleh dihitung nilai korelasi dan uji-T dengan menggunakan SPSS. Hasil Rata-rata karbon tahun 2022 untuk cangkang T. palustris adalah 10,559 ± 0,201, tubuh T. palustris 26,019 ± 2,697, sedimen 148,185 ± 11, 683. Tahun 2023 rata-rata karbon untuk cangkang T. palustris adalah 10,398 ± 0,588, tubuh T. palustris 22,162 ± 1,838, dan sedimen 143,671 ± 11, 442. Korelasi antara cangkang dan tubuh T. palustris, dan T. palustris terhadap sedimen dapat dikatakan tidak memiliki korelasi, terdapat korelasi negatif di cangkang dan tubuh T. palustris tahun 2023, dan hasil perbandingan yang diperoleh pada tahun 2022 dan 2023 untuk cangkang, tubuh, dan sedimen menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. ......Carbon in Indonesia is increasing every year, this has a negative impact on human life. One of the steps to reduce CO2 in nature is to increase the amount of CO2 absorption, and mangrove forests are one of the CO2 storage places on earth. Mangroves can absorb CO2 in mangrove stands, sediments, and mangrove fauna such as T. palustris. This study aims to determine and analyze the comparison of T. palustris and sediment carbon storage and the influence of pH, salinity, and temperature on the amount of carbon that can be stored by T. palustris on Rambut Island, DKI Jakarta in 2022 and 2023. Samples were taken from 4 stations, then the shell and body samples of T. palustris were separated. The snails and sediments were oven dried, then crushed using a mortar and pestle. Sediment was filtered using a sieve. The shell was given a 1N HCl solution, the body and sediment in the furnace. Calculation of carbon value was calculated using the formula of each sample. The data obtained were calculated the correlation value and T-test used SPSS. Average carbon results in 2022 for T. palustris shells amounted to 10.559 ± 0.201, T. palustris body 26.019 ± 2.697, sediment 148.185 ± 11.683. In 2023 the average carbon for T. palustris shell was 10.398 ± 0.588, T. palustris body 22.162 ± 1.838, and sediment 143.671 ± 11.442. The correlation between T. palustris shell and body, and T. palustris with sediment can be said to have no correlation, there is a negative correlation in T. palustris shell and body in 2023, and the comparison results obtained in 2022 and 2023 for shell, body, and sediment show no significant difference.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Christyan Natanael Harvey Davika
Abstrak :
Keberadaan mikroplastik telah mencemari dan mengganggu perairan di wilayah Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan kelimpahan mikroplastik pada lamun Cymodocea rotundata, sedimen, dan air Pulau Rambut, Teluk Jakarta tahun 2022 dan 2023. Pengambilan sampel dilakukan di tiga stasiun Pulau Rambut (Timur, Selatan, dan Barat).  Sampel diambil sebanyak delapan individu lamun per stasiun, sedimen, dan air dengan metode random sampling.  Sampel lamun dipotong sepanjang 2 cm lalu dikerik, sedimen dikeringkan lalu diberikan larutan jenuh NaCl, dan sempel air diberikan NaCl kemudian seluruh sampel diamati dibawah mikroskop. Rata-rata kelimpahan mikroplastik lamun C. rotundata pada tahun 2022 sebesar 42 partikel/cm dan pada tahun 2023 sebesar 44,46 partikel/cm. Rata-rata kelimpahan mikroplastik pada sedimen tahun 2022 sebesar 73,53 partikel/g dan pada tahun 2023 sebesar  79,56 partikel/g. Kelimpahan mikroplastik pada sampel air tahun 2022 sebesar 51,33 partikel/L dan pada tahun 2023 sebesar 53,78 partikel/L. Uji Korelasi Spearman menjelaskan bahwa kelimpahan mikroplastik sampel lamun dengan sedimen, air dengan sedimen, dan lamun dengan air memiliki korelasi positif yang kuat. Hasil Uji-T menyatakan terdapat perbedaan tidak signifikan kelimpahan mikroplastik pada lamun C. rotundata (sig. (2-tailed) 0,182>0,05) dan terdapat perbedaan signifikan kelimpahan mikroplastik sedimen tahun 2022 dan 2023 (sig. (2-tailed) 0,007<0,05). Hasil uji ATR-FTIR didapatkan kandungan polimer CA, ABS, HDPE, PMMA, PVC, dan PET pada sampel daun lamun C. rotundata. ......The existence of microplastics has polluted and disturbed the waters in Indonesian territory. This research compared the abundance of microplastics i Cymodocea rotundata seagrass, sediment, and water on Rambut Island, Seribu Islands, Jakarta, in 2022 and 2023. Samples were taken as many as eight individuals of seagrass per station, sediment, and water by random sampling method.  The seagrass samples were cut 2 cm long and scraped, the sediment was dried and then given a saturated solution of NaCl, and the water sample was given NaCl. Then all samples were observed under a microscope. The average microplastic abundance of C. rotundata seagrass leaves in 2022 was 42 particles/cm and in 2023, it was 4.46 particles/cm. The average abundance of microplastics in sediments in 2022 was 73.53 particles/g and in 2023, it was 79.56 particles/g. The abundance of microplastics in water samples in 2022 was 51.33 particles/L and in 2023, it was 53.78 particles/L. The Spearman Correlation Test explains that the microplastic abundance of seagrass with sediment, water with sediment, and seagrass with water samples had a strong correlation. The results of the T-test stated that there was no significant difference in the abundance of microplastics in seagrass leaves of C. rotundata (sig. (2-tailed) 0.182>0.05) and there was a significant difference in the abundance of microplastics in sediments in 2022 and 2023 (sig. (2-tailed) 0.007<0.05). The results of the ATR-FTIR test found the polymer content of CA, ABS, HDPE, PMMA, PVC, and PET in C. rotundata seagrass samples.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library